Anda di halaman 1dari 7

Fosil Homo Soloensis

Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran


dan Sambung Macan, Sragen oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan
Von Koeningswald pada tahun 1931-1933 dari lapisan
Pleistosen Atas. Homo Soloensis di perkirakan hidup sekitar
900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.
Manusia purba jenis homo soloensis artinya manusia dari Solo,
dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus
Erectus.
b. Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.
c. Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung).
d. Berbadan tegap dengan ketinggian kurang lebih 180 cm.

Homo soloensis menurut


Von Koeningswald
Menurut Von Koeningswald makhluk ini lebih tinggi
tingkatannya
dibandingkan
dengan
Pithecanthropus
Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan
Pithecabtropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo
Soloensis digolongkan dengan Homo Neanderthalensis
yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari
Asia, Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas.
-Volume otaknya antara 1000-1200cc
-Tinngi badan antara 130-210cm
-Otot tengkuk mengalami penyusutan
-Muka tidak menonjol kedepan
-Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

Manusia Solo purba alias Homo soloensis yang


pernah bermukim di wilayah sekitar Bengawan
Solo purba 1,5 juta tahun lalu, keberadaannya
masih menyisakan pertanyaan besar. Yaitu
menyangkut kebudayaan-nya yang sampai
sekarang belum ditemukan utuh. Kebudayaan
menjelaskan hasil pikir-bisa berupa alat yang
digunakan manusia purba untuk mempertahankan
hidupnya. Spesies manusia purba yang hidup lebih
belakangan, 800.000 300.000 tahun lalu,
diketahui telah menciptakan alat-alat. Tetapi,
artefak yang menandai jejak budaya Manusia Solo
tertua justru belum ditemukan.

Data kehidupan manusia purba ditemukan di seluruh formasi stratigrafi


di Sangiran, yaitu sejak formasi Kalibeng, Pucangan, Grenzbank, Kabuh,
Notopuro. Dalam catatan Harry Widianto, ditemukan tak kurang dari 70
individu Homo erectus dari berbagai tingkatan.
Sangiran merupakan salah satu situs evolusi manusia di dunia yang
berharga, walau bukan satu-satunya. Situasi seperti ini jarang ditemukan
di tempat lain, baik di Indonesia maupun di dunia. Hanya di Afrika dan
Cina yang menunjukkan evolusi seperti ini.
Hasil budaya Homo Soloensis :
Kapak genggam / Kapak perimbas
Alat serpih
Alat alat tulang
Homo Soloensis itu dalam beberapa tahun kemudian mereka berevolusi
menjadi manusi asekarang, tetapi dengan ciri-ciri ras yang menyerupai
penduduk asli Australia. Sisa-sisa fosil dari perubahan Homo Soloensis di
temukan dis uatu tempat bernama Wajak, para ahli menyebutnya Homo
Wajakensis. Fosil itu juga banyak ditemukan di daerah Talgai, Darling
Downs, Queensland,yang dipercaya sebagai nenek monyang penduduk
asli Australia.

Persebaran temuan fosil di Ngandong


Dari penggalian tahun 1931 dan 1933, alat-alat batu
yang ditemukan bersama-sama dengan fosil-fosil
Ngandong sangatlah sedikit dan bermasalah. Menurut
Koeningswald (1951:216) sejumlah kecil serut batu
berukuran kecil dan beberapa alat serpih kalsedon
berbentuk segitiga telah didapatkan, tetapi bendabenda tersebut hilang dari kumpulan kami. Para
sarjana yang kemudian menanggapi temuan tersebut
seperti sartono (1976), Bartsra et al. (1976) dan Jacob
(1978b), tampaknya tidak bersedia menerima
pendapat bahwa alat-alat batu pernah ditemukan
langsung bersama-sama dengan fosil-fosil tersebut.

Namun, salah seorang peneliti yang langsung berada di


lapangan ketika itu Oppenoorth (1936; lihat juga Stein
Callenfels 1936c) jauh lebih antusias. Ia melaporkan adanya
alat dari tulang dan tanduk di sekitar fosil-fosil tengkorak
dan juga bersama bola-bola batu andesit yang tampaknya
serupa dengan yang ada di Zhoukoudian seperti telah
disebut diatas. Ia juga menyatakan menemukan sebuah
tulang punggung ikan pari dekat tengkorak VI. Hanya saja
menurut skema penampanggeologis yang disajikan oleh
Sartono (1976 mengikuti Ter Haar), semua benda tersebut
sitemukan pada lapisan-lapisan di dekat permukaan tanah
pada teras sungai, jadi diatas fosil-fosil tengkorak, kecuali
mungkin alat-alat tulangnya, tetapi inipun tetap agak
meragukan. Oppennorth memang menemukan alat-alat lain
dalam endapan teras di bagian lain daerah Ngandong,
seperti bola batu di Watualang, sebuah harpun dari tulang
yang indah dengan gerigi pasa kedua sisinya dari Sidorejo,
dan beberapa alat serpih kalsedon yang dikumpulkan dari
permukaan di daerah Ngawi (tidak diketahui apakah bendabenda ini yang disebut oleh Koeningswald di atas?).
Sulitnya, tidak satu pun diantara benda-benda ini dapat
diakui sebagai hasil karya Homo Erectus Ngandong.
Semuanya mungkin berumur jauh lebih muda dari fosilnya,
terutama harpun tulang tadi (yang pernah dibandingkan

Anda mungkin juga menyukai