Anda di halaman 1dari 5

Para Pencari Tajil

Oleh: Akhmad Furqon

Ceritaku ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 2013. Bulan Ramadhan adalah
bulan yang penuh berkah. Bulan yang sangat dinanti-nantikan kehadirannya. Bulan
yang dinantikan tajil nya bagi anak kosan. Ini adalah bulan ramadhan kedua saya di
perantauan sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Jakarta dan sekaligus anak
kos. Di bulan Ramadhan, sudah pasti di setiap masjid disekitar kampus menyajikan
hidangan berbuka gratis (read: tajil) untuk semua orang yang datang, entah itu
masyarakat sekitar masjid, mahasiswa, maupun para musafir atau orang-orang yang
sedang dalam perjalanan dan mampir ke masjid untuk sekedar menunggu adzan
maghrib.
Ini bukanlah ramadhan pertama saya tidak bersama orang tua karena ramadhan
tahun sebelumnya saya juga sudah menjadi mahasiswa. Karenanya, saya tidak terlalu
khawatir dan bingung terutama ketika hendak mencari makan untuk berbuka dan sahur.
Bersama teman-teman, saya memanfaatkan berkah di bulan Ramadhan yaitu berbuka
gratis di masjid-masjid terdekat. Kami bagaikan melakukan wisata kuliner karena kami
datang ke masjid yang berbeda di setiap harinya untuk mendapatkan tajil walaupun
tidak sampai 20 hari karena saya pulang kampung.
Fur, masjid mana nih? tanya teman saya yang bernama labib.
Yang deket kampus aja dulu, masjid fathullah. Tahun kemarin gue langganan
disitu. jawab saya sambil tertawa.
Oke, tapi katanya disitu pakai kupon?
Iya, mangkannya kita harus datang sebelum jam 5.30, karena biasanya
pembagian kupon dilaksanakan jam 5.30. jawab saya lagi.
Wah pengalaman banget lu. Terus setengah jam kita ngapain disono? Tanya si
labib.
Ya ngaji (read: baca quran) atau dzikir ke, terserah elu.

Akhirnya kita tiba di masjid fathullah, dan tak lama kemudian ada pembagian
kupon ifthor. Kupon tersebut digunakan untuk mengambil nasi bungkus yang dibagikan
sesudah sholat maghrib. Sedangkan untuk berbuka, disediakan air mineral gelas dan 3
buah kurma yang dapat diambil tanpa kupon sebelum adzan meghrib berkumandang.
Tahun kemarin saya tidak perlu menunggu dari jam 5.30 supaya mendapatkan kupon
ifthor karena ada teman kos saya yang ikut sebagai remaja masjid fathullah, sehingga
saya hanya tinggal pesan berapa kupon yang saya butuhkan (untuk saya dan temanteman). Namun sekarang dia sudah wisuda dan sudah kembali ke kampung halamannya.
Untuk makanan (nasi bungkus) yang dibagikan, menurut pengalaman saya di tahun
sebelumnya, isinya berupa nasi dengan lauk yang cukup bergizi. Setiap hari lauk nya
berganti, mulai dari ayam dan sayur, ikan dan tempe, telor dan sayur, dll.
Di waktu sahur, tak ada masjid yang mengadakan sahur bersama seperti halnya
waktu berbuka. Menurut kabar, masjid fathullah hanya mengadakan sahur bersama di
10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga saya dan teman-teman hanya berpindahpindah warung makan setiap sahur sekaligus mencari tahu mana tempat makan yang
enak dirasa dan enak dikantong (read: murah). Berdasarkan pengalaman saya di
ramdhan tahun sebelumnya, jangan ke warung waktu-waktu terakhir sahur alias
menjelang imsyak, karena dijamin akan ramai sekali. Kalaupun sepi itu tandanya
makanan di warung tersebut sudah habis.
Pagi hingga sore hari saya menjalani aktifitas seperti biasa (tentunya tanpa
makan dan minum), mulai dari mandi, kuliah, mengerjakan tugas, internetan, main
game, dll. Mulai menjelang jam 4 sore teman saya mengirimi saya pesan singkat.
Hari ini masjid mana nih? Tanya Fahri yang satu kosan dengan Labib.
Saya pun membalasnya, Coba ke masjid yang deket kosan lu yuk! Gue belom
pernah soalnya.
Oke.
Akhirnya kami pun tiba di masjid dekat kosan Fahri pada jam 5.35. Cukup kecil
untuk dikatakan masjid, namun disitu disediakan minuman sirup dan beberapa camilan
seperti gorengan untuk berbuka dan disediakan juga nasi bungkus untuk dimakan
setelah sholat maghrib yang bisa didapat tanpa kupon. Saya melihat banyak ibu-ibu

yang saya yakin mereka lah yang menyiapkan semua makanan ini. Namun kami sedikit
canggung disitu karena yang berbuka di masjid tersebut sebagian besar adalah
masyarakat yang tinggal disekitarnya. Mungkin karena letak masjidnya yang berada di
dalam kompleks, tak seperti masjid fathullah yang ramai oleh orang dari mana saja
karena letaknya yang berada di depan kampus UIN, di pinggir jalan raya yang
menghubungkan Ciputat dan Lebak Bulus.
Keesokan harinya, kami mencoba tajil di masjid yang ada didekat kosan saya.
Tak jauh berbeda dengan masjid yang berada didekat kosan Fahri, ada minuman sirup
untuk berbuka namun hanya sedikit camilan yang disediakan. Bedanya disini
menggunakan nasi kotak yang lauknya lebih banyak macamnya walaupun lebih sedikit
kuantitasnya.
Hari berikutnya, kami pergi ke masjid yang berada di Kampung Utan disamping
kampus UIN. Tahun kemarin saya pernah diajak kakak kelas saya berbuka disini.
Masjidnya walaupun tidak sebesar masjid fathullah tapi mewah karena full AC, dan
interiornya juga indah. Menu tajilnya pun cukup jauh dari kata biasa. Dan kali ini menu
nya tidak jauh berbeda dengan pengalaman saya tahun lalu. Ada teh hangat, es buah,
camilan yang bermacam-macam untuk berbuka seperti gorengan, kue, buah-buahan, dll.
Dan disediakan juga nasi bungkus untuk setiap orangnya. Walau lokasi masjid nya
cukup jauh jika dijangkau dengan jalan kaki, tapi kami cukup puas dengan makanan
yang kami dapatkan.
Di hari-hari berikutnya kami mencoba ke masjid-masjid yang lain, namun yang
paling sering adalah masjid fathullah. Karena di masjid tersebut kami tidak merasa
canggung karena banyak juga mahasiswa dan orang yang bukan dari sini sama-sama
mencari tajil. Terinspirasi dari film yang ada di TV dan lagu milik grup band Ungu
yang berjudul PPT (Para Pencari Tuhan), kami pun menyebut diri kami PPT alias
Para Pencari Tajil. Motto kami, kami memburu tajil bukan karena kami orang tidak
mampu, kami hanya ingin mencari berkah di bulan Ramadhan sekaligus menghemat
pengeluaran. Ada berkahnya juga menjadi pemburu tajil, seperti teman saya, Fahri
yang pergi ke masjid setiap sholat jumat saja, di bulan ramadhan jadi tiap hari ke
masjid. Asalkan niatnya tidak hanya untuk mencari makan, tapi juga untuk sholat
maghrib berjamaah dan mencari ridho Allah, insya Allah akan mendapat pahala.

Di tahun berikutnya saya hanya menjadi pemburu tajil selama seminggu karena
di hari kedelapan bulan Ramadhan saya pulang kampung. Di tahun ini alias bulan
Ramadhan yang kurang lebih akan datang sebulan lagi sejak saya menulis cerita ini,
mungkin saya akan menjadi pemburu tajil lagi namun hanya beberapa hari, karena saya
ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Meski berbuka puasa di tempat rantauan cukup
asyik, namun tak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya berbuka puasa bersama
keluarga. Semoga kita semua bisa merasakan bulan Ramadhan tahun ini hingga akhir
dan meraih kemenangan di hari nan fitri. Semoga semua ibadah kita di bulan Ramadhan
ini mendapat pahala dan ridho Allah SWT. Aamiin

Ciputat, 17 Mei 2015.

Biodata Penulis
Penulis memiliki nama lengkap Akhmad Furqon, biasa dipanggil Furqon atau
Furqi. Lahir di Brebes, pada 3 Januari 1994. Saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa
semester 8 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia merupakan seorang penulis pemula namun selalu
mencoba menulis dengan sebaik-baiknya.

Nama dalam sertifikat: Akhmad Furqon

Anda mungkin juga menyukai