Anda di halaman 1dari 4

Investasi Bencana*

"We cannot eliminate disasters, but we can mitigate risk. We can reduce damage and we can
save more lives". Ban Ki Moon, Sekretaris Jenderal PBB.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan data, bahwa sejak tahun 2000,
bencana telah mengakibatkan hampir 1 juta jiwa meninggal dunia, dengan lebih dari 2 juta jiwa
merasakan dampak buruknya, dan dengan kerugian lebih dari US$ 1 trilliun. Ironisnya, hanya
1% dari seluruh dana kemanusiaan untuk mengurangi dampak bencana dan hanya dapat
melindungi 10% hasil pembangunan.
Padahal menurut data yang dihimpun PBB, setiap US$ 1 yang diinvestasikan untuk usaha-usaha
pengurangan risiko bencana dapat mengurangi US$ 4-7 kerugian dari dampak bencana.
Jadi tepatlah hal di atas, kita tidak dapat menghilangkan bencana, tapi dapat mengurangi
kerusakan yang timbul, sehingga menyelamatkan lebih banyak jiwa.
Bencana dan Anugerah
Letak geologis Indonesia berada di lokasi yang tidaklah ramah karena berada di lokasi
pertemuan tiga lempeng tektonik aktif, Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng
Eurasia di bagian Utara, dan Lempeng Pasifik di bagian Timur.
Ketiga lempeng ini saling bertubrukan dan menimbulkan pergerakan/pergeseran yang juga
sejajaran dengan jalur patahan sumatera. Pergerakan ini yang kemudian kita ketahui sebagai
gempa bumi, dan jika titik gempa berada di laut, maka akan memunculkan potensi ancaman
tsunami.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung api (16% dari jumlah di seluruh dunia), yang
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia. Jumlah
ini dipastikan bertambah karena masih banyak lokasi yang belum diteliti, terutama yang ada di
dasar laut.
Saat ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah mendata 66 gunung api yang
aktif. Banyaknya gunung api di Indonesia disebabkan oleh letak Indonesia yang berada di
1

wilayah Cincin Api Pasifik, dikenal secara global sebagai "Ring of Fire", dan menjadikan
kawasan ini sebagai wilayah paling aktif dan berbahaya.
Mengacu pada data yang dikeluarkan United States Geological Survey (USGS), 90% gempa
bumi diseluruh dunia terjadi di wilayah ini, 81% gempa bumi terbesar yang ada terjadi pula di
kawasan ini. Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada, menempatkan
hampir seluruh wilayah pantai Indonesia rawan akan ancaman tsunami.
Di samping potensi ancaman yang besar, wilayah Indonesia juga memiliki potensi alam yang
sangat beragam, menganugerahi wilayah ini dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Tanah
yang luas , subur dan kaya mineral, sehingga aktivitas perekonomian seperti pertanian,
perkebunan, sampai pertambangan tumbuh dengan baik di negeri ini. Sebagai negara kepulauan,
Indonesia pun memiliki sumber daya laut yang membuat negara lain iri melihatnya, mulai dari
perikanan, pariwisata, sampai pertambangan terdapat di laut indonesia.
Banyaknya gunung api juga menempatkan Indonesia menjadi negara dengan potensi panas bumi
terbesar di dunia, yang juga telah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pembangkit tenaga
listrik. Selain itu, gunung api juga menjadikan daerah sekitarnya menjadi sangat subur, sehingga
sangat menguntungkan untuk kegiatan pertanian.
Gambaran sederhana ini membuka mata kita akan keadilan alam, di samping ancaman yang
berbahaya, Indonesia juga dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa.
Kerugian
Sayangnya, sumber daya yang besar ini belum dikelola dengan baik, tidak terkendali, tidak
mempertimbangan keberlanjutan alam itu sendiri, menguras sampai habis tanpa berpikir panjang
bahwa pengelolaan buruk yang dilakukan saat ini berdampak negatif bagi generasi mendatang,
dan masih banyak lagi tata kelola buruk yang terjadi.
Contoh sederhana, penebangan hutan liar, pembukaan hutan besar-besaran untuk tanpa tindakan
penyelamatan, adalah salah satu contoh buruk perilaku manusia yang memicu banyaknya
bencana banjir, longsor, dan kekeringan. Kebijakan pembangunan juga belum banyak yang
mendukung keberlanjutan alam yang bertujuan untuk mengurangi dampak bencana. Dua hal ini
menjadi faktor utama kenapa bencana yang terjadi berdampak sangat merugikan.
2

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data kerugian materiil sejak sejak
bencana gempa tsunami Aceh dan Nias diperinci dari 10 bencana besar yang terjadi, yaitu gempa
bumi dan tsunami Aceh dan Nias (2004) Rp 41,4 triliun, gempa bumi Yogyakarta serta Jateng
(2006) Rp 29,15 triliun, gempa bumi Sumbar (2007) Rp 2,45 triliun, banjir Jakarta (2007) Rp
5,18 triliun, gempa bumi Bengkulu (2007) Rp 1,88 triliun, gempa bumi Sumbar (2009) Rp 20,87
triliun, gempa dan tsunami Mentawai (2010) Rp 348 miliar, banjir bandang Wasior (2010) Rp
281 miliar, erupsi Merapi (2010) Rp 3,56 triliun, dan lahar dingin Merapi (2011) Rp 1,6 triliun.
Secara total, Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 106 triliun lebih.
Angka yang luar biasa di atas akan membengkak naik jika tidak ada pengelolaan bencana yang
profesional dan efektif, karena sejak dikeluarkannya UU No 24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), maupun Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) di tingkat propinsi dan kabupaten/kota masih bekerja dalam situasi yang serba
terbatas mulai dari kekurangan tenaga sampai dukungan finansial yang masih sangat terbatas.
Investasi
Karena bencana bukanlah urusan pemerintah semata, tetapi juga adalah urusan bersama, maka
seluruh elemen masyarakat mulai dari dunia usaha, akademisi dan masyarakat umum lainnya
harus ikut dalam usaha pengurangan risiko bencana, dan harus ikut berinvestasi dalam usaha
Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota di Sumut misalnya, sudah seharusnya berinvestasi
dalam kesiapsiagaan bencana. Contoh investasi "sederhana" yang seharusnya diperhatikan untuk
jenis bencana banjir di kota-kota besar, seperti Kota Medan adalah, pembangunan sistem
drainase yang kuat, bersih dan sehat, sehingga tidak hampir setiap tahun selalu melakukan
perbaikan drainase. Jadi anggaran pemerintah yang terbuang untuk perbaikan-perbaikan drainase
tersebut dapat diperuntukkan untuk hal-hal lain yang berguna untuk kesejahteraan rakyat.
Contoh lain lagi yang berkaitan dengan lingkungan dan bencana adalah berinvestasi pada
penambahan angkutan sampah, sehingga masyarakat tidak membuang sampah sembarangan
karena tidak tahu harus membuang kemana. Sebaliknya, masyarakat harus turut berinvestasi
3

membantu pemerintah dengan berpartisipasi dalam kebersihan drainase. Misalnya tidak


membuang sampah sembarangan di parit atau di sungai. Ini, menjadi investasi yang rumit ketika
tidak adanya kemauan dari pemerintah karena di tengah-tengah masyarakat terdapat
kecenderungan pelabelan bahwa pemerintah melakukan korup dengan banyaknya proyek-proyek
yang berkaitan dengan lingkungan.
Dunia usaha di Sumut juga harus berinvestasi dalam PRB ini. Jangan hanya mengejar
keuntungan semata. Karena saat bencana terjadi, dunia usaha juga pasti akan merasakan dampak
buruk bencana. Misalnya berhenti beroperasi karena rusaknya infrastruktur perusahaan ataupun
infrastruktur publik yang menghambat akses transportasi. Maka sangatlah bijak saat dunia usaha
dapat berinvestasi dalam usaha pengurangan risiko bencana, dapat menggunakan skema
Coorporate Social Responsibility (CSR)/tangggungjawab sosial perusahaan, tetapi harus terlebih
dahulu merubah paradigma CSR itu sendiri dari bantuan (charity) menjadi pemberdayaan
(development).
Selamat hari Peringatan Pengurangan Risiko Bencana Internasional, 13 Oktober 2012.
*Penulis adalah pekerja kemanusiaan

Anda mungkin juga menyukai