UU 32 Tahun 2009
UU 32 Tahun 2009
Menimbang :
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal
33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-32.
3.
4.
Rencana
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat
RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun
waktu tertentu.
5.
6.
7.
Daya
dukung
lingkungan
hidup
adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antarkeduanya.
8.
Daya
tampung
lingkungan
hidup
adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya.
9.
-410. Kajian
lingkungan
hidup
strategis,
yang
selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program.
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang
selanjutnya
disebut
Amdal,
adalah
kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan
tentang
penyelenggaraan
usaha
dan/atau kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya
disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang
tidak
berdampak
penting
terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah
ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat
tetap melestarikan fungsinya.
16. Perusakan . . .
sisa
suatu
usaha
dan/atau
23. Pengelolaan . . .
-7-
BAB II . . .
-8BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Perlindungan dan pengelolaan
dilaksanakan berdasarkan asas:
lingkungan
hidup
kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i.
keanekaragaman hayati;
j.
pencemar membayar;
k. partisipatif;
l.
kearifan lokal;
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin . . .
dan
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Perlindungan dan
meliputi:
a. perencanaan;
pengelolaan
lingkungan
hidup
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
Perencanaan
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan:
a.inventarisasi . . .
Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6
(1) Inventarisasi
lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atas
inventarisasi lingkungan hidup:
a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai sumber
daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat
pengelolaan.
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7
(1) Inventarisasi
lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf
b menjadi dasar dalam penetapan wilayah
ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan instansi terkait.
(2) Penetapan . . .
- 11 (2) Penetapan
wilayah
ekoregion
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Pasal 8
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah
ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung
dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c terdiri atas:
a. RPPLH nasional;
b. RPPLH provinsi; dan
c. RPPLH kabupaten/kota.
(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a disusun berdasarkan
inventarisasi nasional.
(3) RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun berdasarkan:
a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
(4) RPPLH . . .
- 12 (4) RPPLH
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun
berdasarkan:
a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
Pasal 10
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
disusun
oleh
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
(3) RPPLH diatur dengan:
a. peraturan
pemerintah
untuk
RPPLH
nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH
provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk
RPPLH kabupaten/kota.
(4) RPPLH memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan
dan/atau
pencadangan
sumber daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas
dan/atau fungsi lingkungan hidup;
c. pengendalian,
pemantauan,
serta
pendayagunaan dan pelestarian sumber daya
alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim.
(5) RPPLH . . .
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, penetapan ekoregion sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, serta RPPLH
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal
10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal 12
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan
berdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumber
daya alam dilaksanakan berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan
proses
dan
fungsi
lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan
hidup; dan
c. keselamatan,
mutu
hidup,
dan
kesejahteraan masyarakat.
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup nasional dan
pulau/kepulauan;
b. gubernur . . .
BAB V
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan
kewenangan, peran, dan tanggung jawab
masing-masing.
Bagian Kedua . . .
- 15 Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan
perundang-undangan
berbasis
lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan
dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi
dasar
dan
terintegrasi
dalam
pembangunan
suatu
wilayah
dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ke dalam penyusunan atau
evaluasi:
a. rencana . . .
Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai
lingkungan hidup;
dampak
dan
risiko
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 20
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup diukur melalui baku mutu lingkungan
hidup.
(2) Baku mutu . . .
g. baku
mutu
perkembangan
teknologi.
lain
ilmu
sesuai
dengan
pengetahuan dan
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan
lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteria . . .
Paragraf 5 . . .
- 20 Paragraf 5
Amdal
Pasal 22
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak
kriteria:
penting
ditentukan
berdasarkan
lamanya
dampak
g. kriteria
lain
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang
berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan
bentuk
bentang alam;
lahan
dan
bahan
Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 25 . . .
- 22 Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak
usaha dan/atau kegiatan;
rencana
dan
pemantauan
Pasal 26
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa
dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan
berdasarkan prinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta
diberitahukan
sebelum
kegiatan
dilaksanakan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen amdal.
Pasal 27 . . .
- 23 Pasal 27
Dalam
menyusun
dokumen
amdal,
pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan
kepada pihak lain.
Pasal 28
(1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27
wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi
penyusun
amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan
amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan,
prakiraan, dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan
menyusun
rencana
pengelolaan
dan
pemantauan
lingkungan hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan
oleh
lembaga
sertifikasi
kompetensi
penyusun
amdal
yang
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(4) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
sertifikasi
dan
kriteria
kompetensi
penyusun amdal diatur dengan peraturan
Menteri.
Pasal 29
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi
Penilai
Amdal
yang
dibentuk
oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Komisi . . .
- 25 Pasal 32
(1) Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
membantu penyusunan amdal bagi usaha
dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah
yang
berdampak
penting
terhadap
lingkungan hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi,
biaya, dan/atau penyusunan amdal.
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan
golongan ekonomi lemah diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai
dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
tidak termasuk dalam kriteria wajib
amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKLUPL.
(2) Gubernur
atau
bupati/walikota
menetapkan
jenis
usaha
dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
UKL-UPL.
Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak
wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib
membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
(2) Penetapan . . .
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki amdal atau UKL-UPL
wajib memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib mencantumkan
persyaratan
yang
dimuat
dalam
keputusan kelayakan lingkungan hidup
atau rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 37
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya
wajib
menolak permohonan izin lingkungan
apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
(2) Izin . . .
Pasal 39
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya wajib
mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang
mudah diketahui oleh masyarakat.
Pasal 40
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan
untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
(2) Dalam . . .
Pasal 41
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
sampai dengan Pasal 40 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42
(1)
Dalam
rangka
melestarikan
fungsi
lingkungan
hidup,
Pemerintah
dan
pemerintah daerah wajib mengembangkan
dan
menerapkan
instrumen
ekonomi
lingkungan hidup.
(2)
(1)
jasa
b.
dana
penanggulangan
pencemaran
dan/atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup; dan
c.
asuransi
g. pengembangan
sistem
lingkungan hidup; dan
lingkungan
label
ramah
Pasal 46 . . .
- 31 Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, dalam rangka pemulihan kondisi
lingkungan hidup yang kualitasnya telah
mengalami pencemaran dan/atau kerusakan
pada saat undang-undang ini ditetapkan,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran untuk pemulihan
lingkungan hidup.
Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting
terhadap
lingkungan
hidup,
ancaman
terhadap
ekosistem
dan
kehidupan,
dan/atau
kesehatan
dan
keselamatan
manusia wajib melakukan analisis risiko
lingkungan hidup.
(2) Analisis
risiko
lingkungan
hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis
risiko lingkungan hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan
audit lingkungan hidup dalam rangka
meningkatkan kinerja lingkungan hidup.
Pasal 49 . . .
- 32 Pasal 49
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup
kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang
berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup;
dan/atau
b. penanggung
jawab
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
menunjukkan
ketidaktaatan
terhadap
peraturan
perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
wajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan
audit
lingkungan
hidup
terhadap kegiatan tertentu yang berisiko
tinggi dilakukan secara berkala.
Pasal 50
(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1), Menteri dapat melaksanakan atau
menugasi pihak ketiga yang independen
untuk melaksanakan audit lingkungan hidup
atas beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri
mengumumkan
lingkungan hidup.
hasil
audit
Pasal 51
(1) Audit
lingkungan
hidup
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
dilaksanakan oleh auditor lingkungan
hidup.
(2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
sertifikat kompetensi auditor lingkungan
hidup.
(3) Kriteria . . .
(2)
Penanggulangan
pencemaran
dan/atau
kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian
informasi
peringatan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian . . .
- 34 b. pengisolasian
pencemaran
kerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
c. penghentian
sumber
pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
d. cara
lain
yang
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3)
(1)
(2)
Pemulihan
fungsi
lingkungan
hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan
pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara
lain
yang
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3)
Pasal 55 . . .
- 35 Pasal 55
(1)
(2)
Dana
penjaminan
disimpan
di
bank
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(3)
(4)
b.
pencadangan
dan/atau
c.
sumber
daya
alam;
(2) Konservasi . . .
- 36 (2)
(3)
(4)
(5)
perlindungan
terhadap
hujan
- 37 (2)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Keputusan
diumumkan.
(7)
pemberian
izin
wajib
Bagian Ketiga . . .
- 38 Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan
hidup tanpa izin.
Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan
izin
dari
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya.
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi
yang telah ditentukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan persyaratan dumping limbah atau
bahan
diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62
(1)
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah
mengembangkan
sistem
informasi
lingkungan
hidup
untuk
mendukung
pelaksanaan dan pengembangan kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(2)
Sistem
informasi
lingkungan
hidup
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi
dan
wajib
dipublikasikan
kepada
masyarakat.
(3) Sistem . . .
- 39 (3)
(4)
Dalam
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional;
b. menetapkan norma, standar, prosedur,
dan kriteria;
c. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH nasional;
d. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai KLHS;
e. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;
f.
menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai sumber daya alam
hayati dan nonhayati, keanekaragaman
hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati
produk rekayasa
genetik;
j. menetapkan . . .
- 40 j.
menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
mengenai
pengendalian
dampak
perubahan
iklim
dan
perlindungan lapisan ozon;
k. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai B3, limbah, serta
limbah B3;
l.
menetapkan
dan
kebijakan
mengenai
lingkungan laut;
melaksanakan
perlindungan
m. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
mengenai
pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas batas negara;
n. melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah;
o. melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
ketaatan
penanggung
jawab
usaha
dan/atau
kegiatan
terhadap
ketentuan
perizinan
lingkungan dan peraturan perundangundangan;
p. mengembangkan
dan
menerapkan
instrumen lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi
kerja
sama
dan
penyelesaian
perselisihan
antardaerah
serta
penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan
pengelolaan
pengaduan
masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan mengenai tata
cara
pengakuan
keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan
lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
u. mengelola . . .
standar
hukum
Dalam
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS
tingkat provinsi;
c. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH provinsi;
d. menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas rumah kaca
pada tingkat provinsi;
f.
- 42 i.
j.
k.
l.
m. melaksanakan
minimal;
standar
pelayanan
n.
o.
p.
mengembangkan
dan
menyosialisasikan
pemanfaatan
teknologi ramah lingkungan hidup;
q.
memberikan
pendidikan,
pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
r.
s.
melakukan
lingkungan
provinsi.
penegakan
hidup
pada
pada
hukum
tingkat
(3) Dalam . . .
- 43 (3)
Dalam
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup,
pemerintah
kabupaten/kota bertugas dan berwenang:
a. menetapkan
kebijakan
kabupaten/kota;
tingkat
g. mengembangkan
dan
menerapkan
instrumen lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i.
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
ketaatan
penanggung
jawab
usaha
dan/atau
kegiatan
terhadap
ketentuan
perizinan
lingkungan dan peraturan perundangundangan;
j.
melaksanakan
minimal;
standar
pelayanan
k. melaksanakan
kebijakan
mengenai
tata
cara
pengakuan
keberadaan
masyarakat hukum adat, kearifan
lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup
pada tingkat kabupaten/kota;
l.
m. mengembangkan
dan
melaksanakan
kebijakan sistem informasi lingkungan
hidup tingkat kabupaten/kota;
n. memberikan . . .
- 44 n. memberikan
pendidikan,
pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan
tingkat kabupaten/kota; dan
p. melakukan
penegakan
lingkungan
hidup
pada
kabupaten/kota.
pada
hukum
tingkat
Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan
dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 65
(1)
(2)
Setiap
orang
berhak
mendapatkan
pendidikan
lingkungan
hidup,
akses
informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3)
(4)
- 45 (5)
(6)
b.
c.
Bagian Ketiga . . .
- 46 Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 69
(1)
yang
dan/atau
menyusun
amdal
tanpa
memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal;
dan/atau
j.
memberikan
informasi
palsu,
menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
(2) Ketentuan . . .
- 47 (2)
(1)
(2)
(3)
informasi
usul,
dan/atau
kemandirian,
masyarakat,
dan
c. menumbuhkembangkan
kemampuan
dan kepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkan
ketanggapsegeraan masyarakat untuk
melakukan pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya
dan kearifan lokal dalam rangka
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
BAB XII . . .
- 48 BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 71
(1)
(2)
(3)
PASAL 74 . . .
- 49 -
Pasal 74
(1)
Pejabat
pengawas
lingkungan
hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau
membuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.
(2)
pejabat
dapat
pejabat
(3)
Bagian Kedua . . .
- 50 Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 76
(1)
(2)
- 51 Pasal 80
(1)
Paksaan
pemerintah
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b
berupa:
a. penghentian
produksi;
sementara
kegiatan
penghentian
kegiatan; atau
sementara
seluruh
bagi
- 52 -
Pasal 82
(1)
(2)
(2)
(3)
- 53 -
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
(1)
mencegah timbulnya
terhadap lingkungan
(2)
(3)
(1)
(2)
- 54 (3)
(2)
Setiap
orang
yang
melakukan
pemindahtanganan, pengubahan sifat dan
bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari
suatu badan usaha yang
melanggar
hukum tidak melepaskan tanggung jawab
hukum dan/atau kewajiban badan usaha
tersebut.
(3)
Pengadilan
dapat
menetapkan
pembayaran uang paksa terhadap setiap
hari keterlambatan atas pelaksanaan
putusan pengadilan.
(4)
Besarnya
uang
paksa
berdasarkan
peraturan
undangan.
diputuskan
perundang-
Paragraf 2 . . .
- 55 Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya,
dan/atau
kegiatannya
menggunakan
B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
(1)
(2)
- 56 (2)
(2)
(3)
(2)
(3)
Organisasi
mengajukan
persyaratan:
lingkungan
hidup
dapat
gugatan apabila memenuhi
a. berbentuk . . .
Paragraf 7
Gugatan Administratif
Pasal 93
(1)
(2)
BAB XIV . . .
- 58 BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN
Bagian Kesatu
Penyidikan
Pasal 94
(1)
(2)
Penyidik pejabat
berwenang:
pegawai
negeri
sipil
e. melakukan . . .
j.
melakukan
penggeledahan
terhadap
badan, pakaian, ruangan, dan/atau
tempat lain yang diduga merupakan
tempat dilakukannya tindak pidana;
dan/atau
Dalam
melakukan
penangkapan
dan
penahanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf k, penyidik pejabat pegawai
negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik
pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
(4)
(5)
- 60 (6)
(1)
(2)
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pelaksanaan penegakan hukum terpadu
diatur
dengan
peraturan
perundangundangan.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 96
keterangan saksi;
b.
keterangan ahli;
c.
surat;
d.
petunjuk;
e.
f.
undang-undang
ini
Pasal 98 . . .
- 61 Pasal 98
(1)
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
melakukan
perbuatan
yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan
hidup,
dipidana
dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan
denda
paling
sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling
banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2)
(3)
(1)
- 62 (2)
(3)
(1)
(2)
- 63 -
Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan
limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan
tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf c dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).
Pasal 106 . . .
- 64 Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp15.000.000.000,00
(lima
belas
miliar
rupiah).
Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang
menurut peraturan perundangundangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran
lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
dan
paling
banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109 . . .
- 65 Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan
tanpa
memiliki
izin
lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa
memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 111
(1)
(2)
Pasal 112 . . .
- 66 Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja
tidak
melakukan
pengawasan
terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang
mengakibatkan
terjadinya
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
yang
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi
palsu,
menyesatkan,
menghilangkan
informasi,
merusak
informasi,
atau
memberikan keterangan yang tidak benar yang
diperlukan
dalam
kaitannya
dengan
pengawasan dan penegakan hukum yang
berkaitan
dengan
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi,
atau
menggagalkan
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan
hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri
sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116 . . .
- 67 -
Pasal 116
(1)
(2)
- 68 Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata
tertib berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
(1)
Dalam
melaksanakan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
jaksa berkoordinasi dengan instansi yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi.
(2)
Dalam
melaksanakan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
huruf e, Pemerintah berwenang untuk
mengelola badan usaha yang dijatuhi
sanksi penempatan di bawah pengampuan
untuk melaksanakan putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
(1)
Pasal 121
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,
dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun,
setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah
memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi
belum memiliki dokumen amdal wajib
menyelesaikan audit lingkungan hidup.
(2) Pada . . .
- 69 (2)
(1)
(2)
- 70 -
Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3699) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan
dalam Undang-Undang ini ditetapkan paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diberlakukan.
Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
- 71 Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
I. UMUM
1.
2.
-2-
4. Ilmu . . .
-34.
5.
7.
8. Selain . . .
-58.
9.
b.
c.
d.
e.
pendayagunaan
pengendalian;
f.
g.
kepastian
dalam
merespons
perkembangan lingkungan global;
h.
i.
j.
k.
perizinan
sebagai
dan
instrumen
mengantisipasi
-6-
-7-
Huruf c
Yang
dimaksud
dengan
asas
keserasian
dan
keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan
hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan
serta pelestarian ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah
bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa
segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya
alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras
dengan lingkungannya.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah
bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan
alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi
atau menghindari ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi,
maupun lintas gender.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas ekoregion adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan karakteristik sumber daya alam,
ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal.
Huruf i . . .
-8Huruf i
Yang dimaksud dengan asas keanekaragaman hayati
adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk
mempertahankan
keberadaan,
keragaman,
dan
keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas
sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani
yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya
secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Huruf j
Yang dimaksud dengan asas pencemar membayar
adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha
dan/atau
kegiatannya
menimbulkan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup
wajib
menanggung biaya pemulihan lingkungan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan asas partisipatif adalah bahwa
setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan
aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Huruf l
Yang dimaksud dengan asas kearifan lokal adalah
bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
Huruf m
Yang dimaksud dengan asas tata kelola pemerintahan
yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi,
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
Huruf n
Yang dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3 . . .
-9Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Kearifan lokal dalam ayat ini termasuk hak ulayat
yang diakui oleh DPRD.
Huruf e . . .
- 10 Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Pengendalian
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup yang dimaksud dalam ketentuan ini,
antara lain pengendalian:
a. pencemaran air, udara, dan laut; dan
b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat
perubahan iklim.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
- 11 Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan wilayah adalah ruang yang
merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait
yang
batas
dan
sistemnya
ditentukan
berdasarkan aspek administrasi dan/atau aspek
fungsional.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang
dimaksud meliputi:
a. perubahan iklim;
b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;
c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau
kebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam;
e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan
dan/atau lahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui dialog, diskusi,
dan konsultasi publik.
Ayat (2) . . .
- 12 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan baku mutu air adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus
ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air.
Huruf b
Yang dimaksud dengan baku mutu air limbah
adalah ukuran batas atau kadar polutan yang
ditenggang untuk dimasukkan ke media air .
Huruf c
Yang dimaksud dengan baku mutu air laut
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus
ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air laut.
Huruf d
Yang dimaksud dengan baku mutu udara
ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi, dan/atau komponen yang seharusnya
ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.
Huruf e
Yang dimaksud dengan baku mutu emisi adalah
ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang
untuk dimasukkan ke media udara.
Huruf f . . .
- 13 Huruf f
Yang dimaksud dengan baku mutu gangguan
adalah ukuran batas unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur
getaran, kebisingan, dan kebauan.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan produksi biomassa
adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya
tanah untuk menghasilkan biomassa.
Yang dimaksud dengan kriteria baku kerusakan
tanah untuk produksi biomassa adalah ukuran
batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat
ditenggang berkaitan dengan kegiatan produksi
biomassa.
Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi
biomassa mencakup lahan pertanian atau lahan
budi daya dan hutan.
Huruf b . . .
- 14 Huruf b
Yang dimaksud dengan kriteria baku kerusakan
terumbu karang adalah ukuran batas perubahan
fisik dan/atau hayati terumbu karang yang dapat
ditenggang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kerusakan lingkungan
hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/atau lahan adalah pengaruh perubahan
pada lingkungan hidup yang berupa kerusakan
dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau
lahan yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 15 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Jasad renik dalam huruf ini termasuk produk
rekayasa genetik.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e . . .
- 16 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
dimaksudkan
untuk
menghindari,
meminimalkan,
memitigasi,
dan/atau
mengompensasikan dampak suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Pasal 26
Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam proses
pengumuman dan konsultasi publik dalam rangka
menjaring saran dan tanggapan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pihak lain antara lain lembaga
penyusun amdal atau konsultan.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 . . .
- 17 Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansi
lingkungan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39 . . .
- 18 Pasal 39
Ayat (1)
Pengumuman dalam Pasal ini merupakan pelaksanaan
atas keterbukaan informasi. Pengumuman tersebut
memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yang
belum menggunakan kesempatan dalam prosedur
keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin usaha dan/atau kegiatan
dalam ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama
lain seperti izin operasi dan izin konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perubahan yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain,
karena kepemilikan beralih, perubahan teknologi,
penambahan atau pengurangan kapasitas produksi,
dan/atau lokasi usaha dan/atau kegiatan yang
berpindah tempat.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan instrumen ekonomi dalam
perencanaan
pembangunan
adalah
upaya
internalisasi aspek lingkungan hidup ke dalam
perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan
dan kegiatan ekonomi.
Huruf b . . .
- 19 Huruf b
Yang dimaksud dengan pendanaan lingkungan
adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan
dan pengelolaan dana yang digunakan bagi
pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal
dari berbagai sumber, misalnya pungutan, hibah,
dan lainnya.
Huruf c
Insentif merupakan upaya memberikan dorongan
atau
daya
tarik secara
moneter dan/atau
nonmoneter
kepada
setiap
orang
ataupun
Pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan
kegiatan yang berdampak positif pada cadangan
sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan
hidup.
Disinsentif merupakan pengenaan beban atau
ancaman
secara moneter dan/atau nonmoneter
kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan
pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang
berdampak negatif pada cadangan sumber daya
alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan neraca sumber daya alam
adalah gambaran mengenai cadangan sumber daya
alam dan perubahannya, baik dalam satuan fisik
maupun dalam nilai moneter.
Huruf b
Yang dimaksud dengan produk domestik bruto
adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu negara pada periode tertentu.
Yang dimaksud dengan produk domestik regional
bruto adalah nilai semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu daerah pada periode tertentu.
Huruf c . . .
- 20 Huruf c
Yang
dimaksud
dengan
mekanisme
kompensasi/imbal
jasa
lingkungan
hidup
antardaerah adalah cara-cara kompensasi/imbal
yang dilakukan oleh orang, masyarakat, dan/atau
pemerintah
daerah
sebagai
pemanfaat
jasa
lingkungan hidup kepada penyedia jasa lingkungan
hidup.
Huruf d
Yang
dimaksud
dengan
internalisasi
lingkungan hidup adalah memasukkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
dalam perhitungan biaya produksi atau biaya
usaha dan/atau kegiatan.
biaya
biaya
hidup
suatu
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan dana jaminan pemulihan
lingkungan hidup adalah dana yang disiapkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihan
kualitas lingkungan hidup yang rusak karena
kegiatannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan dana penanggulangan
adalah dana yang digunakan untuk menanggulangi
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan dana amanah/bantuan
adalah dana yang berasal dari sumber hibah dan
donasi untuk kepentingan konservasi lingkungan
hidup.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengadaan barang dan jasa
ramah lingkungan hidup adalah pengadaaan yang
memprioritaskan barang dan jasa yang berlabel
ramah lingkungan hidup.
Huruf b . . .
- 21 Huruf b
Yang dimaksud dengan pajak lingkungan hidup
adalah pungutan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sumber daya alam, seperti pajak pengambilan air
bawah tanah, pajak bahan bakar minyak, dan pajak
sarang burung walet.
Yang dimaksud dengan retribusi lingkungan hidup
adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah terhadap setiap orang yang memanfaatkan
sarana yang disiapkan pemerintah daerah seperti
retribusi pengolahan air limbah.
Yang dimaksud dengan subsidi lingkungan hidup
adalah kemudahan atau pengurangan beban yang
diberikan kepada setiap orang yang kegiatannya
berdampak memperbaiki fungsi lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sistem lembaga keuangan
ramah lingkungan hidup adalah sistem lembaga
keuangan
yang
menerapkan
persyaratan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dalam kebijakan pembiayaan dan praktik sistem
lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan
nonbank.
Yang dimaksud dengan pasar modal ramah
lingkungan hidup
adalah pasar modal yang
menerapkan
persyaratan
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup bagi perusahaan yang
masuk pasar modal atau perusahaan terbuka,
seperti penerapan persyaratan audit lingkungan
hidup bagi perusahaan yang akan menjual saham di
pasar modal.
Huruf d
Yang
dimaksud
dengan
perdagangan
izin
pembuangan limbah dan/atau emisi adalah jual
beli kuota limbah dan/atau emisi yang diizinkan
untuk dibuang ke media lingkungan hidup
antarpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Huruf e . . .
- 22 Huruf e
Yang
dimaksud
dengan
pembayaran
jasa
lingkungan hidup adalah pembayaran/imbal yang
diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup
kepada penyedia jasa lingkungan hidup.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asuransi lingkungan hidup
adalah asuransi yang memberikan perlindungan
pada saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Huruf g
Yang dimaksud dengan sistem label ramah
lingkungan hidup adalah pemberian tanda atau
label kepada produk-produk yang ramah lingkungan
hidup.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankan
kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47 . . .
- 23 Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan analisis risiko lingkungan adalah
prosedur yang antara lain digunakan untuk mengkaji
pelepasan dan peredaran produk rekayasa genetik dan
pembersihan (clean up) limbah B3.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam ketentuan ini pengkajian risiko meliputi
seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya,
penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat, dan
penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang
tidak diinginkan, baik terhadap keamanan dan
kesehatan manusia maupun lingkungan hidup.
Huruf b
Dalam ketentuan ini pengelolaan risiko meliputi
evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan
pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko,
pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan
pengimplementasian tindakan yang dipilih.
Huruf c
Yang dimaksud dengan komunikasi risiko adalah
proses interaktif dari pertukaran informasi dan
pendapat di antara individu, kelompok, dan institusi
yang berkenaan dengan risiko.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan usaha dan/atau kegiatan
tertentu yang berisiko tinggi adalah usaha dan/atau
kegiatan yang jika terjadi kecelakaan dan/atau
keadaan darurat menimbulkan dampak yang besar
dan luas terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan hidup seperti petrokimia, kilang minyak
dan gas bumi, serta pembangkit listrik tenaga
nuklir.
Dokumen . . .
tujuan
dan
proses
b. temuan audit;
c. kesimpulan audit; dan
d. data dan informasi pendukung.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 25 Huruf b
Yang dimaksud dengan remediasi adalah upaya
pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk
memperbaiki mutu lingkungan hidup.
Huruf c
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya
pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan
manfaat
lingkungan
hidup
termasuk
upaya
pencegahan
kerusakan
lahan,
memberikan
perlindungan, dan memperbaiki ekosistem.
Huruf d
Yang dimaksud dengan restorasi adalah upaya
pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau
bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana
semula.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemeliharaan lingkungan hidup
adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarian
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang
disebabkan oleh perbuatan manusia.
Huruf a
Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain,
konservasi sumber daya air, ekosistem hutan,
ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan
gambut, dan ekosistem karst.
Huruf b . . .
- 26 Huruf b
Pencadangan sumber daya alam meliputi sumber
daya alam yang dapat dikelola dalam jangka panjang
dan waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya
alam, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten/kota dan perseorangan dapat
membangun:
a. taman keanekaragaman hayati di luar kawasan
hutan;
b. ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30%
dari luasan pulau/kepulauan; dan/atau
c. menanam dan memelihara pohon di luar
kawasan hutan, khususnya tanaman langka.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengawetan sumber daya
alam adalah upaya untuk menjaga keutuhan dan
keaslian sumber daya alam beserta ekosistemnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan mitigasi perubahan iklim
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca
sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak
perubahan iklim.
Yang . . .
- 28 Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Sistem informasi lingkungan hidup memuat, antara lain,
keragaman karakter ekologis, sebaran penduduk,
sebaran potensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 29 Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu
konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan
meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam
pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan
haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain
yang berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya
memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti
dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup,
laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup,
baik pemantauan penaatan maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata
ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 66
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau
pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan
pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau
gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian
peradilan.
Pasal 67 . . .
- 30 Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
B3 yang dilarang dalam ketentuan ini, antara lain,
DDT, PCBs, dan dieldrin.
Huruf c
Larangan dalam ketentuan ini dikecualikan bagi
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Yang dilarang dalam huruf ini termasuk impor.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 31 Ayat (2)
Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah
melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan
maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami
tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat
bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah
sekelilingnya.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pemberian saran dan pendapat dalam ketentuan ini
termasuk dalam penyusunan KLHS dan amdal.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Yang dimaksud dengan pelanggaran yang serius adalah
tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75 . . .
- 32 -
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ancaman yang sangat
serius adalah suatu keadaan yang berpotensi
sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan
banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat
ditunda.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83 . . .
- 33 Pasal 83
Cukup Jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi
hak keperdataan para pihak yang bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya putusan yang berbeda mengenai satu sengketa
lingkungan hidup untuk menjamin kepastian hukum.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang
ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas
pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti
rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat
pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan
hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah
sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan
hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan
atau
memusnahkan
penyebab
timbulnya
pencemaran
dan/atau
perusakan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- 34 Ayat (3)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk
melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian
fungsi lingkungan hidup.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 88
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab mutlak atau
strict liability
adalah unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran
ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam
gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada
umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan
terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut
Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksud dengan sampai batas waktu tertentu
adalah jika menurut penetapan peraturan perundangundangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia
dana lingkungan hidup.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kerugian lingkungan hidup
adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hak
milik privat.
Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta
pemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidak
akan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 91 . . .
- 35 Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan koordinasi adalah tindakan
berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil,
sarana,
dan
prasarana
yang
dibutuhkan
dalam
penyidikan.
Ayat (4)
Pemberitahuan dalam Pasal ini bukan merupakan
pemberitahuan dimulainya penyidikan, melainkan untuk
mempertegas wujud koordinasi antara pejabat penyidik
pegawai negeri sipil dan penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 36 Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan
alat bukti lain, meliputi,
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau
yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data,
rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat,
dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau
tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di
atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau
yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada
tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi
yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau
dibaca.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Yang dimaksud dengan melepaskan produk rekayasa genetik
adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produk
rekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat
disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Yang . . .
- 37 -
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113 . . .
- 38 -
Pasal 113
Informasi palsu yang dimaksud dalam Pasal ini dapat berbentuk
dokumen atau keterangan lisan yang tidak sesuai dengan faktafakta yang senyatanya atau informasi yang tidak benar.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Yang dimaksud dengan pelaku fungsional dalam Pasal ini
adalah badan usaha dan badan hukum.
Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan usaha
dan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan
badan hukum adalah tindak pidana fungsional sehingga
pidana dikenakan dan sanksi dijatuhkan kepada mereka
yang memiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan
menerima tindakan pelaku fisik tersebut.
Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal ini
termasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukup
melakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik,
dan/atau memiliki kebijakan yang memungkinkan terjadinya
tindak pidana tersebut.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121 . . .
- 39 Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan limbah B3,
izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air
limbah ke sumber air.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.