dibedakan
menjadi
2,
yaitu
Perjanjian bilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang dibuat atau diadakan
oleh dua negara.
Perjanjian multilateral, adalah suatu bentuk perjanjian yang diadakan oleh
lebih dari dua negara.
Ketentuan penutup (final act) yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan
hasil konferensi. Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan namanama utusan yang ikut berunding serta tentang hal-hal yang disetujui dalam
konferensi itu, termasuk interpretasi ketentuan-ketentuan hasil konferensi.
10. Modus vivendi
Modus vivendi adalah suatu dokumen yang mencatat persetujuan internasional
yang bersifat sementara, sampai berhasil diwujudkan secara permanen. Modus
vivendi tidak memerlukan ratifikasi. Modus vivendi ini biasanya digunakan untuk
menandai adanya perjanjian yang baru dirintis.
Perwakilan Diplomatik
Hampir setiap negara yang merdeka dan berdaulat menempatkan perwakilan
diplomatiknya di negara lain. Hal ini berkaitan dengan adanya hak perwakilan
aktif bagi setiap negara. Hak perwakilan aktif merupakan hak suatu negara
untuk mengirim wakil diplomatiknya ke negara lain. Selain itu, setiap negara
juga mempunyai hak perwakilan pasif yang artinya hak suatu negara untuk
menerima wakil diplomatik negara lain. Nah pada kesempatan kali ini Zona
Siswa akan membahas tujuan, tugas dan fungsi perwakilan diplomatik. Semoga
bermanfaat. Check this out!!!
Perwakilan diplomatik adalah petugas negara yang dikirim ke negara lain untuk
menyelenggarakan hubungan resmi antarnegara. Perwakilan diplomatik
merupakan alat perlengkapan utama dalam hubungan internasional. Perwakilan
diplomatik merupakan penyambung lidah dari negara yang diwakilinya.
Kedudukan perwakilan diplomatik biasanya berada di ibu kota negara penerima.
Selain itu, semua kepala perwakilan diplomatik pada suatu negara tertentu
biasanya bertempat tinggal di ibu kota negara merupakan satu corps
diplomatique. Corps diplomatique biasanya diketuai oleh seorang duta besar
yang paling lama ditempatkan di negara itu yang disebut Dean atau Doyen.
A. Tingkatan-tingkatan Perwakilan Diplomatik
Menurut ketetapan Kongres Wina Tahun 1815 dan Kongres Auxla Chapella Tahun
1818 (Kongres Achen) pelaksanaan peranan perwakilan diplomatik guna
membina hubungan dengan negara lain dilakukan oleh beberapa perangkat
perwakilan diplomatik. Perangkat perwakilan diplomatik tersebut dibedakan atas
beberapa tingkatan seperti berikut ini.
Duta Besar (Ambassador)
Duta Besar (Ambassador) adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik
yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa. Ambassador ditempatkan
pada negara yang menjalin banyak hubungan timbal balik. Duta besar ini
diakreditasikan kepada kepala negara.
Duta (Gerzant)
Duta (Gerzant)adalah wakil diplomatik yang pangkatnya setingkat lebih rendah
dari duta besar. Duta diakreditasikan kepada menteri luar negeri. Dalam
menyelesaikan segala persoalan kedua negara dia harus berkonsultasi dengan
pemerintahnya.
Menteri residen
Seorang menteri residen dianggap bukan sebagai wakil pribadi kepala negara.
Dia hanya mengurus urusan negara. Mereka ini pada dasarnya tidak berhak
mengadakan pertemuan dengan kepala negara tempat mereka bertugas.
Kuasa Usaha (Charge dAffair)
Kuasa usaha (Charge dAffair) adalah perwakilan tingkat rendah yang ditunjuk
oleh menteri luar negeri dari pegawai negeri lainnya. Kuasa usaha dibagi atas
kuasa usaha tetap (Charge daffaires en pied) dan kuasa usaha sementara.
Pejabat Pembantu
Atase-atase adalah pejabat pembantu dari duta besar berkuasa penuh, yang
terdiri atas atase pertahanan (perwira militer) dan atase teknis (PNS).
menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan
kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu
negara.
d.
Asas Persamaan Derajat
Hubungan antara bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa negara yang
berhubungan adalah negara yang berdaulat. Secara formal memang negaranegara di dunia sudah lama derajatnya, tetapi secara faktual dan substansi
masih terjadi ketidaksamaan derajat, khususnya dalam bidang ekonomi.
e.
Asas Keterbukaan
Dalam hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional
diperlukan adanya ketersediaan masing-masing untuk memberikan informasi
secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Sehingga masing-masing pihak
mengetahui secara jelas manfaat, hak, serta kewajiban dalam menjalin
hubungan internasional.
f.
Ne Bis In Idem
Maksud dari asas tersebut yaitu :
1.
Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan
yang untuk itu uang bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan.
2.
Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan dimana
orang tersebut telah dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana
Internasional.
3.
Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu pengadilan disuatu negara
mengenai suatu perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal
8 boleh diadili berkenaan dengan perbuatan yang sama.
g.
Pacta Sunt Servanda
Merupakan asas yang dikenal dalam perjamjian Internasional. Asas ini menjadi
kekuatan Hukum dan Moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam
perjanjian Internasional.
h.
Jus Cogent
Dalam perjanjian Internasional dikenal asas Jus Congents. Maksudnya ialah
bahwa perjanjian Internasional dapat batal demi hukum jika ada
pembentukannya bertentangan dengan suatu kaidah dasar dari hukum
Internasional Umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969).
i.
Inviolability dan Immunity
Dalam hukum diplomatik dan Konsuler dikenal asas Inviolability dan Immunity.
Dalam Pedoman tertib Diplomatik dan Prootokoler , Involability merupakan
terjemahan dari istilah Inviolable yang artinya seorang pejabat diplomatik
tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan Negara penerima dan
sebaiknya negara penerima berkewajiban mengambil langkah-langkah demi
mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi penjabat
diplomatik yang bersangkutan.
Hukum privat ( perdata ) internasional disebut juga dengan istilah hukum antar
bangsa.
4.
Sumber-Sumber Hukum Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Hukum Internasional Humaniter
( 1980 ), sumber hukum internasional dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti material. Sumber hukum internasional
formal diatur dalam Piagam PBB. Sumber hukum internasional material
membahas tentang dasar berlakunya hukum suatu negara.
v Sumber hukum material
Terdiri dari dua aliran berikut :
1.
Aliran Naturalis. Aliran ini bersandar pada Hak Asasi atau hak-hak alamiah
yang bersumber pada hukum Tuhan, sehingga menempati posisi lebih tinggi dari
hukum nasional ( Grotius ).
2.
Aliran Positivisme. Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum internasional
pada persetujuan bersama negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt
servada (Hans Kelsen)
v Sumber hukum formal
Sumber Hukum Internasional dalam arti Formal merupakan sumber Hukum
Internasional yang paling Utama dan memiliki Otoritas tertinggi serta otentik
yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan
suatu sengketa internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat 1
Statuta Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut :
1.
Perjanjian Internasional ( Traktat )
Perjanjian internasional adalah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan
kata sepakat antar negara-negara sebagai anggota Organisasi bangsa-bangsa
dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum
tertentu. Konvensi-konvensi atau perjanjian internasional merupakan sumber
utama hukum internasional. Konvensi tersebut dapat berbentuk Bilateral
maupun Multilateral. Konvensi-konvensi Internasional yang merupakan sumber
utama hukum Internasional adalah konvensi yang berbentuk Law Making Treaties
adalah perjanjian-perjanjian Internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan
ketentuan yang berlaku secara umum, yaitu sebagai berikut :
a.
Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai hukum perang dan
penyelesaian sengketa secara damai.
b.
General treaty for the renunciation of war, 27 Agustus 1928.
c.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
d.
Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik 1961 dan
Hubungan Konsuler 1963.
e.
Konvensi PBB tentang hukum laut, 1982.
2.
Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan berasal dari prakti Negara-negara melalui sikap dan tindakan
yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Terbentuknya suatu hukum
kebiasaan didasari oleh Praktik yang sama, dijalankan secara konstan tanpa
adanya pihak yang menentang serta diikuti oleh banyak negara.
3.
Pengadilan Internasional
Dalam penyelenggaraan Pengadilan Internasional, setiap negara
anggota PBB tidak diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka
hadapi ke pengadilan, kecuali bagi negara-negara yang telah menandatangai
optional clause. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 36 ayat 2 Piagam
Mahkamah Internasional, yang menyatakan bahwa negara-negara peserta
Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka mengakui
kekuasaan Mahkamakh Internasional sebagai kekuasaan yang mengikat berdasar
hukum dan dapat tidak mengikat berdasarkan perjanjian istimewa.
Dalam hal ini, hubungan internasional mengenai proses perkara
didasarkan surat gugatan. Optional clause menunjukkan suatu langkah penting
menuju suatu pengadilan internasional yang bersifat wajib, walaupun
penandatanganan negara-negara anggota hanya mengenai penyelesaian
perselisihan hukum saja.