Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II


PENETAPAN KADAR VITAMIN B12 (CYANOCOBALAMIN) DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis

Kelas : Farmasi 3-A


Kelompok 2

Disusun Oleh:
Dita Fitriani

31112015

Erna Nuraini Siti R.

31112017

Sita Zahara

31112046

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
KOTA TASIKMALAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Analisis Kimis Farmasi Kuantitatif merupakan penganalisaan prosedur


kimia analisis kuantitatif terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bidang
farmasi terutama dalam menentukan kadar dan mutu obat-obatan dan senyawa
kimia.
Penentuan kadar zat dalam sampel dapat ditentukan dengan berbagai
metode. Salah satu metode yang digunakan adalah secara instrumental metode
spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,
cahaya tampak, inframerah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,
daerah inframerah dekat 780- 3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau
4000-250 cm-1.
Zat yang akan diteliti adalah vitamin B6 (Cyanocobalamin) dapat
menggunakan

spektrofotometer

UV.

Sehingga

akan

diperoleh

panjang

gelombangnya dan dihitung kadarnya.


1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1

Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar antibiotik golongan

penisilin dan turunannya dengan metode tertentu.


1.2.2

Tujuan Percobaan
Mengetahui cara isolasi penarikan analit rifampuisin dalam sampel dan

menetapkan kadarnya dengan menggunakan metode spektrofotometri.


1.3 Prinsip Percobaan
Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat
polikromatis

diteruskan

melalui

lensa menuju ke monokromator

pada

spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian


akan

mengubah

cahaya

polikromatis

menjadi

cahaya

monokromatis

(tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan


dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu.

Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula
yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh
detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan
mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui
konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif dengan membandingkan
absorbansi sampel dan kurva standar BSA (Bovine Serum Albumine)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum


Teori Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,
cahaya tampak, inframerah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,
daerah inframerah dekat 780- 3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 m atau
4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk
terjadinya transisi elektronik. Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan
energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi.
Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul
tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi
antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi
potensial elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Apabila pada molekul
yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang
terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan
pita spektrum. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum diberikan oleh molekul
dengan struktur yang lebih kompleks karena terjadi beberapa transisi sehingga
mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut gugus kromofor dan hampir semua gugus ini mempunyai ikatan
tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari *, yang menyerap
pada panjang gelombang maksimum kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi),
misalnya pada >C=C< dan C C . Kromofor ini merupakan tipe transisi dari
sistem yang mengandung elektron pada orbital molekulnya. Untuk senyawa
yang mempunyai sistem konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan
keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang
gelombang yang lebih besar (Dachriyanus, 2004).

Gugus fungsi seperti OH, -O, -NH2, dan OCH3 yang memberikan transisi
n * disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus yang tidak dapat
menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat pada
gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih
besar (pergeseran batokromik) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet: a.
Pemilihan panjang gelombang maksimum Panjang gelombang yang digunakan
untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan
maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang maksimum, dilakukan
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. b. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
merupakan garis lurus. c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan Absorbansi
yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan
fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi, ini berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang sangat
encer. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer,
sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan
ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan :
A= a.b.c (g/liter) atau A= . b. c (mol/liter)
Dimana: A = serapan Universitas Sumatera Utara a = absorptivitas b = ketebalan
sel c = konsentrasi = absorptivitas molar

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri


dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas
merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang
gelombang dan pelarut tertentu. Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas
spesifik juga sering digunakan untuk menggantikan absorptivitas. Harga ini,
memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat
diperoleh persamaan:
A = A11 . b. c
Dimana : A11= absorptivitas spesifik b = ketebalan sel c = konsentrasi senyawa
terlarut (g/100ml larutan)
A = A1 1 . b. c Dimana : A1 1= absorptivitas spesifik b = ketebalan sel c =
konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan)
Analisis kuantitatif secara spektrofotometri ultraviolet dapat dilakukan
dengan metode regresi dan pendekatan.
1. Metode Regresi Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan
menggunakan persamaan regresi yang didasarkan pada harga serapan dan
konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit
menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan
serapan yang linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut
dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan
kurva tersebut.
2. Metode Pendekatan Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan
membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan
serapan

sampel.

Konsentrasi

sampel

dapat

dihitung

melalui

rumus

perbandingan C = As. Cb / Ab dimana As = serapan sampel, Ab = serapan


standar, Cb = konsentrasi standar, dan C = konsentrasi sampel (Holme dan
Peck,

1983).

Universitas

Sumatera

Utara

2.2.4

Peralatan

Untuk

Spektrofotometri Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans


atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
2.2.

Uraian bahan

1. Vitamin B12 ( Cyanocobalamin )

Nama Lain

:Cyanocobalamin

Rumus Molekul

:C63H88CoN14O14P

Berat Molekul

:1355,35

pH

: 4,5 7,0

Pemerian

: bentuk hablur atai serbuk hablur berawrna merah


muda dan tidak berbau.

Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%);


tidak larut dalam kloroform; dalam eter dan dalam
aseton

Stabilitas

: Bentuk anhidrat sangat higroskopik, jika terpapar


pada udara, menyerap air lebih kurang 12 %. Stabil
pada larutan netral tetapi dalam larutan basa dan
asam kuat akan terdekomposisi secara perlahan.

2. NaOH
Pemerian

: Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk

Kelarutan

pelet, serpihan, butiran, ataupun larutan jernih.


: Sangat larut dalam air mendidih dan akan
melepaskan panas ketika di larutkan, larut dalam
etanol dan metanol, tidak larut dalam dietil eter dan
pelarut non polar lainnya.

3. CuSO4
Formula

: CuO4S.5H2O

Berat Molekul

: 249,68

Pemerian

: Berbentuk kristal, berwarna biru, mempunyai bau

Kelarutan

yang khas.
: Larut dalam air.

BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Spektrofotometer UV-Vis, kuvet, centrifige, tabung centrifuge, labu ukur,
pipet tetes, gelas ukur, gelas kimia, vial, pipet volume 1mL, bulp pipet.
3.1.2

Bahan
Sampel (vitamin B12), air. Pereaksi cuprifil.

3.2 Cara Kerja


Isolasi
Sampel
Di gerus
Serbuk halus
Di larutkan dalam air
Disentrifuge

Sentrat

Filtrat

Filtrat

Cek menggunakan Cuprifil


Endapan biru

Pembuatan kurva kalibrasi


Larutkan vitamin B6 P.A
dalam air

Buat pengenceran larutan


P.A

Ukur absorbansinya menggunakan


spektrofometre uv-vis

Buat persamaan dengan membuat


grafik antara absorbansi dengan
konsentrasi
Penentuan kadar
Analit hasil isolasi

Di add dengan sampai 10 mL

Buat pengenceran 10, 100, dan 1000 kali

Periksa masing masing pengenceran pada


panjang gelombang 480 nm

Hitung konsentrasi sampel dengan memasukan


pada persamaan standar

BAB IV
DATA DAN HASIL PENGAMATAN

1.1

Tabel Pengamatan
Sampel

: 2A

Berat isolasi

: 200 mg di add 10 mL

Baku standar
Aborbansi

Konsentrasi

0,353
0,473
0,597
0,712

(ppm)
200
250
300
350

Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Dengan Absorbansi

absorbansi

0.8
0.7
f(x) = 0x - 0.13
0.6
R = 1
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
180200220240260280300320340360

y
Linear (y)

Konsentrasi

Persamaan

: y = ax+b
: y = 0,002x-0,126

Absorbansi sampel : 0,268

4.2 Perhitungan
a. Konsentrasi Sampel
Y
= ax+b
Y
= 0,002x-0,126
0,268
= 0,002x-0,126
0,268 + 0,126 = 0,002
0,394
= 0,002 x
0,394
0,002 = x
197 ppm
b. Konsentrasi dalam bentuk gram
197 ppm = 197 mg /1000 mL
1 0 mL
1000 mL X 197 mg = 1,97 mg/ 10 mL
c. Kadar vitamin B12
Kadar %

massa analit (mg)


massa sampel (mg)
1,97 mg
200 mg

X 100%

X 100%

= 0,985 %

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan percobaan penetapan kadar rifampisin
dalam suatu sampel. Sediaan yang digunakan adalah dalam bentuk tablet. Oleh

10

karena itu dilakukan serangkaian percobaan untuk mendapatkan kadar rifampisisn


dalam sampel tersebut antara lain dengan melakukan uji identifikasi struktur
rifampisin yang meliputi sifat fisiko kimianya, uji isolasi untuk memisahkan
rifampisin dari sampel, dan menggunakan metide spketrofotometer uv-visible.
Dibawah ini adalah struktur kimia asetosal.

Cyanocobalamin
Berdasarkan struktur kimianya vitamin B12 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Mempunyai unsur logam yaitu Co senagai titik koordinat dari vitamin B12
sehimgga

dapat

ditentukan

kadaranya

menggunakan

titrasi

kompleksometri, selain itu juga Co dapat bertindak sebagai oksidator


sehingga dapat ditentukan kadarnya menggunakan titrasi iodometri.
2. Ikatan rangkap terkonjugasi sehingga penetapan kadarnya dapat dilakukan
dengan spektrofotometri UV-Vis.
Karena vitamin B12 di pasaran dalam sediaan konentrasinya kecil sehingga
sulit yntuk ditentukan kadarnya menggunakan ttrasi kompleksometri maupun
titrasi iodometri. Bersadrkan literatur bahwa vitamin B12 mempunya kadar 24 g
dalam sediaam tablet dan 1mg dalam sediaam injeksi.
Setelah mengidentifikasi struktur maka analisis penentuan kadar vitamin B12
dalam sampel pada praktikum ini menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis.

11

Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri ultra violet


karena vitamin B12 dalam air mempunyai panjang gelombang 361 nm.
Pada percobaan ini, panjang gelombang 360,5 nm digunakan sebagai panjang
gelombang untuk menganalisis kadar vitamin B12 di dalam sampel karena pada
panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai yang baik yang masuk
pada rentang absorbani 0,2-0,8.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur
absorbansi larutan standar pada berbagai panjang gelombang. Rentang panjang
gelombang yang diuji adalah 200-400 nm. Dari pengukuran diketahui bahwa pada
panjang gelombang yang berbeda maka absorbansinya juga berbeda. Semakin
besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya. Akan
tetapi, pada

keadaan

tertentu

nilai

absorbansi

kembali

menurun seiring

peningkatan panjang gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai


dari pengukuran pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm. Pada panjang
gelombang 360,5 nm diperoleh nilai absorbansi paling tinggi (maksimum) yaitu
sebesar 0,712 . Selanjutnya,absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang
gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan
molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini
dapat

disimpulkan

bahwa

larutan

standar

tersebut

menyerap

cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 360,5 nm.


Setelah mendapatkan panjang gelombang yang akan di gunakan untuk
menganalisis sampel. Sampel dilakukan isolasi yang bertujuan untuk memisahkan
analit dengan matriks. Karena sampel belum halus masih ada kristalnya maka
dilakukan penggerusan untuk menghasil sampel dalam bentuk serbuknya
kemudian ekstraksi padat cair dengan cara melarutkan sampel pada air karena
kelarutan dari vtamin B12 itu sendiri yang mudah larut dalam air kemudian di
vorteks untuk meningkatkan kelarutan dalam pelarutnya kemudian disentrifuge
sehingga matriks berbentuk endapan yang tidak larut dalam pelarut air berada
dibawah sedangkan larutan bening yang berada diatas dicek dengan pereaksi
cuprifil (NaOH + CuSO4) yang akan menghasilkan endapan biru untuk
mengetahui ada tidaknya vitamin B12. Hasil reaksi menunjukan endapan biru

12

yang berarti positif mengandung vitamin B12. Tahap ini dilakukan berulang-ulang
sampai tidak menunjukan endapan biru lagi (tidak mengandung vitamin B12).
Setelah semua vitamin B12 sudah tertarik semua maka sampel tersebut di
tambahkan air sampai 10 mL.
Pada penentuan kadar dengan metode spektrofotometri UV-Vis menggunakan
kurva kalibrasi. Pada pembuatan kurva kalibrasi dibuat seri larutan baku dari zat
yang dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi
dihubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x). Bila hukum lambertbeer terpenuhi, maka kurva akan berupa garis lurus atau nilai R mendekati 1. Dari
pembuatan kurva kalibrasi ini diperoleh persamaan y = 0,002x-0,126 dimana nilai
R = 0,999 mendekati 1 maka memenuhi hukum lambert-beer.
Kemudian dari larutan tersebut di cek absorbansinya pada panjang
gelombang 360,5 dan menunjukan absorbansi 0,268. Absorbansi ini digunakan
sebagai absorbansi sampel karena mempunyai absorbansi yang di perbolehkan
dimana rentang absorbansi yang baik yaitu sekitar 0,2-0,8, karena pada absorbansi
tersebut yang terbaca antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca
sebagai transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam
pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%.
Nilai absorbansi 0,268 dimasukan kedalam persamaan y = 0,002x-0,126
dimana akan diperoleh nilai x dalam ppm, maka dapat diperoleh berat analit
dalam mg, sehingga diperoleh kadar analit sebesar 0,985 %.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Berat sampel yang digunakan adalah 200 mg

13

2. Persen kadar rifampisin adalah 0,985 %.


6.2 Saran
Kami berharap laboratorium yang dipakai bisa dilengkapi dengan sarana
dan prasarana yang lebih lengkap agar mahasiswa dapat melakukan praktikum
dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.1978. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI.


Fessenden and Fessenden.1986. Kimia Organik (edisi ketiga) jilid 1.Jakarta:
Erlangga

14

Gandjar Ibnu Ghalib dan Rohman Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Donald Chairn. 2004. Essentials of Pharmaceutical Chemistry, 2nd Ed. Jakarta:
EGC
Sudjadi dan Rohman Abdul. 2007. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Clarkes Analysis of Drugs and Poisons
Florey Analytical Profiles of Drug Substances
Anonim. Spektrofotometri [online]. http://www.chem-is-try.org.
Anonim. Spektroskopi

Sinar

Tampak

Ultraviolet

Uv-

Vis [online]. http://one.indoskripsi.com/.


Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.

15

Anda mungkin juga menyukai