Anda di halaman 1dari 13

PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FERMENTASI

Pada tugas kali ini, kami mencoba mengambil tema tentang pengolahan limbah industri fermentasi
yang berawal dari pembuatan gula tebu.

PROSES 1
Pembuatan gula tebu

Prinsipnya, ekstraksi dari tebu, pengolahan menjadi kristalisasi, yang di ubah menjadi suatu bahan
pemanis yang mudah dikonsumsi yang disebut gula.
Tujuannya ialah menghasilkan produk bahan pemanis, yang mudah dikonsumsi masyarakat.
Tahapan proses:
1. Pemanenan
Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa
hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum
panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang
telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang cukup tinggi dan berlangsung sangat
cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak.
Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan senyawasenyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat. Meskipun demikian,
tidak ada dampak lingkungan, karena CO2 yang dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang
sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat melalui fotosintesis selama pertumbuhan.
Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan
semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia.
Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Pemotongan
tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat
mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di
bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut

diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa
dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat
diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.
Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek.
Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang
relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal
yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja.
2. Ekstraksi
Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik, tebu
dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu manis
dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di
lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang
dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil
dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Ekstraksi gula
Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang
mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang
terhitung sebagai abu. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap
50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

3. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)


Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime)
yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim
kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming.
Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan.
Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan
yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki
pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan
kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang
jernih.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya
dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan
lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus
dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.
4. Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara menguapkan air
menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup
dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya
pembersihan lagi.
Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu
cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi
dalam evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan
cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).
5. Pendidihan/ Kristalisasi
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk
dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal
gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup.
Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di
dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses

mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan


dengan udara panas sebelum disimpan.

Sentifugasi gula (Sumber)


Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga
biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di
dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain
seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapantahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana
kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses
pendidihan. Pertama atau pendidihan A akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan.
Pendidihan B membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal
juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan
pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A,
pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya
menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan C membutuhkan waktu
secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih

lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk
pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi.
Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk
samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik
rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.
6. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan
terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga.
Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki
rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar
biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.
7. Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan
induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan afinasi. Gula kasar
dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi
dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan
(coklat). Campuran hasil (magma') di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga
pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum
perlakuan berikutnya (karbonatasi).
Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna,
partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua
dikeluarkan dari proses.
8. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan
dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen
warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan
karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida,
Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran
tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal

halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk
dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang
ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan
mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur
keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini
dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain
karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi
tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses
yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah
liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.
9. Penghilangan warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada
teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan
menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu
menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat bone char,
sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari
pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak
hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna
akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion
yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam
yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika
jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian.
Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.
10. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal
gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan
kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan
diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan
tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian
dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

11. Pengolahan sisa (Recovery)


Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih
mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan
ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula
dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada
pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah
menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan
ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.

PROSES 2
Mono Sodium Glutamat

Mono sodium glutamat atau mono natrium glutamat adalah garam natrium dari asam glutamat dan
merupakan senyawa cita rasa. Dipasaran, senyawa tersebut terdapat dalam bentuk kristal
monohidrat
MSG murni tidak berbau, tetapi memiliki rasa yang nyata yaitu campuran rasa manis dan asin yang
enak terasa di mulut. MSG hanya digunakan pada sayuran, daging sop.kaldu MSG menimbulkan
rasa daging.
Prinsipnya ialah pemanfaatan limbah produksi gula tebu, yang tidak dapat dikristalisasi (molase)
dengan bantuan fermentasi oleh bakteri Brevibacterium lactofermentum atau Carynebacterium
glutamicum menjadi produk bahan penyedap rasa.
Fermentasi yaitu proses pengolahan yang melibatkan mikroorganisme dengan melibatkan
mikroorganisme dengan kondisi yang terkontrol atau tidak untuk menghasilkan suatu produk.
Tujuannya adalah untuk mempelajari bagaimana suatu pengolahan limbah dari pembuatan bahan
penyedap rasa Monosodium Glutamat (MSG), mempelajari proses pengolahan limbah dari hasil
proses pembuatan MSG sehingga aman dibuang ke lingkungan, mengetahui suatu alternatif
pemanfaatan limbah dari pembuatan MSG.

Cara pembuatan MSG


1. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri
(Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan
dihasilkan Asam Glutamat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini,
kemudian ditambah soda (Sodium Carbonate), sehingga akan terbentuk Monosodium
Glutamat (MSG). MSG yang terjadi ini, kemudian dimurnikan dan dikristalisasi, sehingga
merupakan serbuk kristal-murni, yang siap di jual di pasar.
2. Sebelum bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan
MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi:
dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2
ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun
waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian
bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi
membuat MSG (Proses pada Butir 1).
3. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company di
AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa yang
sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan peptida

rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada proses
hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.
4. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan
media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya
mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone,
TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang
diproduksi dari proses hidrolisis-enzimatik itu, JELAS BEBAS dari unsur-unsur babi!!!,
selain karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses clarification
sebelum dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini
tidak masuk dalam struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis
saja .
5. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone
yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurangkurangnya 5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari
produk Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan
Bactosoytone yang terjadi diambil.
6. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan proses
yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone merupakan
suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri pembuat
MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan pembuatan
produk biotek-industri lainnya.
7. Catatan: nama Bactosoytone merupakan nama dagang, yang dapat diurai sebagai berikut:
Bacto adalah nama dagang dari Pabrik pembuatnya (Difco Co); Soy dari asal kata
soybean:kedelai, tone, singkatan dari peptone; jadi Bactosoyton artinya pepton kedelai yang
dibuat oleh pabrik Difco.
8. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke
Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair
Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
9. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana
bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media
Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
10. Perlu

dijelaskan

disini

bahwa

bakteri

penghasil

MSG

adalah

Brevibacterium

lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan


berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganisms.

PROSES 3
Pembuatan Arang Bakar
Pada prinsipnya ialah menemukan dan mengembangkan hasil limbah dari pengolahan Monosodium
Glutamat (MSG), dengan pencampuran starch (C6 H10 O5) dengan komposisi tertentu, menjadi
produk bahan bakar yang dapat dimanfaatkan.
Tujuannya ialah untuk membantu melakukan CSR (Coorporate Social Responsibility) dalam
mengolah limbah karbon aktif bekas menjadi bahan bakar untuk masyarakat.
Limbah karbon aktif bekas yang dibuang sebanyak dua meter kubik per hari sampai saat ini
ditempatkan ke dalam suatu lahan terbuka. Padahal, dengan uji proximate (kadar abu, kadar air,
volatile meter, kadar karbon) limbah padat MSG masih mempunyai nilai bakar lebih kurang 2.500
kalori per kilo dan lulus uji B3 (bahan beracun berbahaya) yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar rumah tangga.
Limbah-limbah berbentuk padat itu dicampur dengan starch (C6 H10 O5)n dengan kompisisi
tertentu. Starch merupakan senyawa kimia berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Dalam
kehidupan sehari-hari Starch biasa dikenal dengan tepung kanji. Limbah itu kemudian dicetak
menjadi bentuk silinder. Limbah yang berbentuk silinder akan menjadi arang bakar berwarna hitam.
Arang bakar akan digunakan oleh warga sekitar Gending sebagai bahan bakar untuk memasak.
Warga sekitar selama ini mencari ranting dan tanaman untuk proses pembakaran, Selain sebagai
bahan bakar untuk dikonsumsi sendiri, arang bakar bisa juga dijual oleh masyarakat sehingga bisa
menambah penghasilan kehidupan sehari-hari. (ref : Surabaya post)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous a. 2009. Pembuatan Gula Tebu. http://www.sucrose.com/Pembuatan Gula Tebu/... .


Tanggal akses 18 November 2009.
Anonymous b. 2009. Asam Glutamat. http://www.wikipedia.com/Asam Glutamat/... . Tanggal akses
18 November 2009.
Surabaya Post. 2008. Limbah MSG Dijadikan Arang. Surat kabar: Surabaya Post, 18 November
2008.

Anda mungkin juga menyukai