Anda di halaman 1dari 5

Persoalan Politik dan Bahayanya pada Kesatuan dan Persatuan

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada tanggal 9 April 2014, rakyat Indonesia telah
melewati suatu proses menuju Indonesia yang baru yaitu dengan adanya pemilihan umum
atau yang kerap dikenal dengan nama PEMILU (Pemilihan Umum) untuk memilih para calon
anggota legislatif yang akan mewakili aspirasi dan suara dari rakyat Indonesia baik di tingkat
kabupaten, kota, provinsi, maupun di tingkat pusat. Kemudian 3 bulan setelah itu atau
tepatnya pada tanggal 9 Juli 2014, rakyat Indonesia juga akan menentukan pemimpin untuk
memimpin Indonesia selama 5 tahun ke depan melalui pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Tentu saja dalam proses pemilu tersebut bukan hanya menghasilkan nasib Indonesia 5 tahun
mendatang, akan tetapi timbul masalah lain yaitu pengaruhnya terhadap kesatuan dan
persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara dengan
beranekaragamnya kebudayaan, suku, bahasa, dan agama. Berdasarkan hal tersebut jugalah
maka muncul semboyan Bhineka Tunggal Ika. Jika kita tinjau lebih dalam, tanpa adanya
politik misalnya sebagai contoh pada proses pemilu, Indonesia sebenarnya rentan mengalami
yang namanya potensi runtuhnya persatuan dan kesatuan yang dikarenakan kemajemukan
rakyat di dalamnya. Maka jika ditambah dengan persoalan politik yang kompleks, hal
tersebut juga semakin menambah potensi runtuhnya persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kemudian bahaya seperti apa yang dapat ditimbulkan dari persoalan politik khususnya
pemilu dengan kesatuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia? Tentu hal
tersebut menjadi pertanyaan yang umum dijumpai ketika membahas hubungan antara politik
dan kesatuan serta persatuan NKRI. Banyak hal yang dapat menggugurkan nilai kesatuan dan
persatuan dari persoalan politik yang tengah bergulir, diantaranya:

Timbulnya Konflik yang Diakibatkan Oleh Permasalahan Sara


Memang tidak dapat dipungkiri bahwa negara kita merupakan negara yang memiliki
keanekaragaman bahasa, suku, budaya, dan agama. Selain dapat menambah
keanekaragaman kebuadayaan, hal tersebut juga dapat menjadi pemicu timbulnya konflik
terlebih jika ada sangkut pautnya dengan politik dalam hal ini ketika pemilu dimana ada

calon baik legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden yang datang dari kaum
minoritas.

Timbulnya Intimidasi
Ketika pemilu akan dilaksanakan, tentu ada badan yang mengawasi jalannya pemilu yaitu
Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Tentu setiap pelanggaran yang terjadi dalam
berlangsungnya

pemilu

akan

ditangani

oleh

Bawaslu

seperti

misalnya

pada

PERBAWASLU Nomor 4/2012 sebelum ditindaklanjuti oleh pihak Polisi, akan tetapi
dalam kenyataannya masih banyak pelanggaran pemilu yang tidak tertangani karena
masih adanya intimidasi yang dilancarkan pada Bawaslu atau pada masyarakat.

Radikalisme Politik
Tidak dapat dipungkiri bahwa memang dengan adanya pemilu 2014 tidak semata-mata
untuk membentuk Indonesia 5 tahun mendatang tetapi masalah yang timbul dari pemilu
ini yaitu adanya perpecahan bangsa. Maka dari itu untuk meredam hal tersebut diperlukan
sebuah terobosan baru seperti yang penulis ambil dari theglobal-review mengenai Sidang
Istimewa MPRS berdasarkan UUD 1945 yang merupakan kongresnya bangsa Indonesia
atau musyawarah nasionalnya rakyat Indonesia, yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Kongres tersebut beranggotakan dari setiap elemen baik suku, agama,
bangsa, dan elemen-elemen lain yang ada di Indonesia.
Tentunya masih banyak lagi masalah-masalah yang timbul akibat persoalan politik di

Indonesia, beberapa masalah di atas hanya contoh kecil dari kompleksnya masalah politik
yang melanda negeri ini. Sekarang, bagaimana caranya untuk mengatasi permasalahan
tersebut? Berikut beberapa cara yang dapat ditanamkan pada diri setiap masyarakat Indonesia
guna menghindari permasalahan politik yang dapat menghancurkan kesatuan dan persatuan
bangsa.

Hindari Golput
Golput merupakan fenomena yang kerap dijumpai ketika pemilu tiba, banyak masyarakat
yan belum paham dan mengerti bahaya dari golput. Suara dari orang yang golput dapat
dimanipulasi, maka dari itu mulailah menjadi bagian warga negara yang berperan dalam
pemilu dengan tidak golput dan mencari informasi mengenai calon yang akan dipilih
guna membangun Indonesia yang lebih baik.

Membangun Persatuan dan Kesatuan


Dalam bermasyarakat tentu persatuan dan kesatuan amatlah penting di atas kemajemukan
rakyatnya. Maka dari itu membangun rasa persatuan dan kesatuan sangat penting guna
menciptakan lingkungan yang nyaman dan tidak ada dusta diantara setiap insan yang ada
di masyarakat.

Menjunjung Tinggi Nilai Pancasila dan UUD 1945


Sebagai dasar dan sumber hukum bagi Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 harus
digemakan kembali pada diri setiap rakyat Indonesia sehingga nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya dapat tertanam dalam diri rakyat Indonesia.

Memiliki Rasa Saling Hormat Menghormati


Rasa hormat menghormati merupakan rasa yang mendasar harus dimiliki setiap rakyat
Indonesia guna membangun masyarakat yang harmonis di atas kemajemukan
kebudayaan. Sebagai contoh sebentar lagi rakyat Indonesia akan menghadapi pemilu
presiden dan wakil presiden dimana terdapat hanya 2 pasang capres dan cawapres,
dengan rasa saling hormat menghormati diantara rakyat Indonesia maka hendaknya setiap
orang menghormati pilihan orang lain dan menghindari yang namanya intimidasi serta
menjelekkan atau menyudutkan salah satu calon.

Landasan Hukum Pemilu 2 Pasang Capres dan Cawapres


Berlangsung Lebih dari 1 Putaran

Kurang dari 1 bulan lagi, rakyat Indonesia akan menentukan siapa yang akan
memimpin Negara Indonesia tepatnya pada tanggal 9 Juli 2014. Pada hari itu, rakyat
Indonesia akan disuguhkan pesta demokrasi dan pada hari itu pula rakyat Indonesia akan
menentukan pilihan bagi pemimpinnya selama 5 tahun mendatang. Akan tetapi terlepas dari
hal tersebut, masih ada polemik dari sistem pemilihannya sendiri. Hal yang masih dalam
perbincangan yaitu syarat sistem pemilihan capres dan cawapres 1 putaran atau 2 putaran.
Telah kita ketahui bersama bahwa sistem pemilihan umum di Indonesia masih muda,
bahkan fenomena dari munculnya 2 pasang capres dan cawapres baru tahun ini terjadi. Jika
ditinjau dari pemilu tahun 2004 terdapat 5 pasang capres dan cawapres kemudian pada
pemilu tahun 2009 terdapat 3 pasang capres dan cawapres. Kemudian jika ditinjau dari
landasan hukum ketika pelaksaan pemilu pada tahun 2004 dan 2009 memang tidak ada
kendala yang berarti.
Pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004 menggunakan landasan hukum
UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang
dijelaskan pada Pasal 66 dan 67. Kedua pasal itu menjabarkan langkah yang harus ditempuh
jika pada putaran pertama pemilu tidak ada pasangan calon yang mencapai perolehan suara
seperti disyaratkan. Aturan pemenang pemilu adalah pasangan calon yang mendapatkan suara
lebih dari 50% dari jumlah suara pemilih, dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi
yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, sudah diterapkan sejak
pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004. Tidak terjadi polemik terkait penetapan
pemenang karena jumlah peserta pemilu presiden terdahulu selalu lebih dari dua pasangan
capres dan cawapres. Landasan hukum tersebut kemudian digunakan pula sebagai acuan
untuk landasan hukum pada pemilu presiden dan wakil presiden di tahun 2009 yaitu yang
tertera pada UU Nomor 42 Tahun 2008 tepatnya di pasal 159 dan Undang-Undang ini
digunakan pula sebagai landasan hukum untuk pemilihan presiden dan wakil presiden di
tahun 2014 (sebelum diketahui bahwa aakan hanya ada dua pasang calon saja). Sebagai
informasi berikut bunyi Pasal 159 UU No. 42 Tahun 2008.
(1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50%
(lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan

sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari
(setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
(2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2
(dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali
oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua )
Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung
dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Berdasarkan Undang Undang di atas, maka sudah jelas persyaratan agar calon presiden
dan calon wakil presiden agar dapat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden. Akan tetapi
walaupun hanya ada dua pasangan capres dan wapres yang akan berkompetisi pada pemilu
presiden tahun 2014 ini, tidak tertutup kemungkinan persyaratan di atas tidak terpenuhi
dalam satu putaran pemilihan. Jika salah satu pasangan calon unggul dalam perolehan suara,
belum tentu persyaratan persebaran suara sedikitnya 20% di masing-masing 18 provinsi
terpenuhi. Tinggal kurang dari 30 hari menuju pilpres, memang hal ini khususnya Pasal 159
ayat 1 UU No. 42 Tahun 2008 masih menjadi polemik akan tetapi jika ditinjau dengan
mekanisme dua pasang calon, secara statistik sebenarnya kecil kemungkinan bahwa
pemenang pilpres mendatang tidak memenuhi persyaratan 20% di masing-masing 18
provinsi, sehingga ada kemungkinan bahwa pilpres tahun ini terjadi hanya 1 kali putaran saja.

Anda mungkin juga menyukai