Anda di halaman 1dari 42

Demam Tifoid

Gabriella Angelia S
10.2009.057

Skenario
Tn C datang ke RS dengan keluhan demam sejak 6
hari yang lalu. Demam berlangsung sepanjang hari
dan memburuk (lebih tinggi) pada sore-malam hari.
Demam tersebut disertai nyeri kepala,nyeri ulu
hati,mual dan muntah. Pasien juga belum BAB sejak 4
hari lalu. Riwayat perdarahan tidak ada. Batul pilek
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran kompos mentis,koma 38,6C, N:80x/menit,
RR : 20x/menit, TD : 110/80mmHg. Pada pemeriksaan
abdomen ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.
Lab : Hb= 14g/dl , Ht= 38%, leukosit = 4000/ul
,Trombosit = 200000/ul.
Widal : S.typhi O : 1/320 , S.typhi H : 1/320,
S.paratyphi A O: 1/80, S.paratyphi A H:-

Anamnesis
Allo/auto-anamnesis
Identitas
Keluhan utama : Demam berlangsung
sepanjang hari dan memburuk (lebih
tinggi) pada sore-malam hari
Keluhan tambahan : nyeri kepala,nyeri
ulu hati,mual dan muntah, konstipasi
Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga

Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran
TTV : suhu 38,6C, N:80x/menit,
RR:20x/menit, TD : 110/80mmHg
Pemeriksaan abdomen ditemukan
nyeri tekan pada epigastrium

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin:
trombositopenia, LED meningkat,
SGOT SGPT meningkat.
Uji widal : aglutinin 0, aglutinin H,
aglutinin Vi
Uji tubex
Uji IgM Dipstik
Kultur Darah

Gejala KLinis
Minggu Pertama (awal terinfeksi) :
Demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi
39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegalpegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan
nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat, perut kembung dan
merasa tak enak, diare/ sembelit
Lidah Thyfoid
Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari
ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu
sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan
sempurna

Minggu kedua :
suhu tubuh penderita terus menerus
dalam keadaan tinggi (demam)
Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif
nadi lebih lambat dibandingkan
peningkatan suhu tubuh
Pembesaran hati dan limpa
Perut kembung dan sering berbunyi
Gangguan kesadaran.

Minggu ketiga:
Keadaan membaik : suhu tubuh turun
normal.
Keadaan memburuk dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda-tanda
khas berupa delirium atau stupor,otototot bergerak terus, inkontinensia alvi
dan inkontinensia urin.
Degenerasi miokardial toksik

Minggu keempat :
Penyembuhan
Relaps
10% yg tidak diobati akan relaps

Etiologi
Salmonella tertentu yaitu s. Typhi, s.
Paratyphi A, dan S. Paratyphi B
Salmonella : bakteri batang gram negatif
yang bersifat motil, tidak membentuk
spora, dan tidak berkapsul.
Resistent terhadap agen fisik namun dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4
C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140
F) selama 15 menit
Salmonella memiliki antigen somatik O
(stabil trhdp panas) dan antigen flagella HH
(labil panas)

Epidemiologi
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap
daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa
Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk,
sedang di daerah urban ditemukan 760810 per 100.000 penduduk. Perbedaan
insiden di perkotaan berhubungan erat
dengan persediaan air bersih yang belum
memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan.

Patogenesis
Masuknya kuman salmonella thypi ke dalam
tubuh manusia terjadi melalui makan yang
terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ,asuk
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel
epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina
propria. Di lamina propria kuman berkembang biak
dan difagosit oelh sel-sel fagosit terutama
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang
biak dalam makrofag. Dan selanjutnya di bawa ke
plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman


yang terdapat di dalam makrofag ini masuk
ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama) yang asimtomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikulo
endothelial tubuh terutama hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan selsel fagosit dan kemudian berkembakbiak di
luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua
kalinya dengan desertai tanda-tanda dan
gejala penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam


kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara
intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian
masuk lagi kedalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang
kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi
dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
salmonella terjadi pelepasan beberapa
mediator inflamasi sistemik seperti
demam,malaise,mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vascular, gangguan mental,
dan koagulasi.

Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif


menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (s.thypi
intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis
organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia
akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding
usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat
berkembangbhingga ke lapisan otot, serosa usus,
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin
dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler
dengan akibat timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Faktor Resiko
Umur: 5 30 tahun, laki laki = wanita
Kebiasaan makan yang tidak bersih
Tidak terbiasanya mencuci tangan
sebelum makan
Orang dengan status imunocompromised
dan orang dengan produksi asam lambung
yang terdepresi baik dibuat, misalnya pada
pengguna antasida, H2 blocker, PPI,
maupun didapat, misalnya orang dengan
achlorhydia akibat proses penuaan.

Penatalaksanaan
Istirahat dan perawatan
Diet dan terapi penunjang
Pemberian antimikroba : Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan
amoksilin, Azitromisin
Pada wanita hamil obat yang dianjurkan
adalah ampisilin, amoksilin, dan sefriakson
(akibat obat lainnya: partus premature,
kematian fetus intrauterine dan grey
sindrom pada neonates)

Komplikasi
Komplikasi Intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik

Komplikasi Ekstra Intestinal

Komplikasi
Kardiovaskuler
Komplikasi darah
Komplikasi paru
Komplikasi hepar dan
kandung empedu
Komplikasi ginjal
Komplikasi tulang
Komplikasi
Neuropsikiatrik

Prognosis
Prognosis demam tifoid baik jika
tergantung dari umur, keadaan umum,
derajat kekebalan tubuh, jumlah dan
virulensi Salmonela, serta cepat dan
tepatnya pengobatan

Pencegahan
Perbaikan higiene dan sanitasi
lingkungan serta penyuluhan
kesehatan.
Imunisasi dengan menggunakan
vaksin oral dan vaksin suntikan
(antigen Vi Polysaccharida capular)
Vaksinasi bernama chotipa (choleratifoid-paratifoid) atau tipa (tifoidparatifoid)

Diagnosis Banding
1. Demam Paratifoid
Demam tifoid dan paratifoid merupakan infeksi akut
usus halus. Demam tifoid dan paratifoid memiliki
manifestasi klinis yang sama namun demam
paratifoid lebih ringan. Etiologi demam tifoid
adalah Salmonella typhi sedangkan demam
paratifoid disebabka oleh organisme yang
termasuk dalam spesies Salmonella enteretidis,
yaitu S.enteretidis berserotype paratyphi A,
S.enteritidis berserotype paratyphi B,
S.enteretidis berserotype paratyphi C. Kumankuman ini lebih dikenal dengan nama S.paratyphi
A, S,schottmuelleri, S.hirschfeldii.

2. Leptospirosis
Anamnesis
Keluhan utama : Demam, menggigil,
panas tinggi sejak 4 hari yang lalu
tidak mengalami penurunan, myalgia
pada kedua betis, mata terlihat kuning.
Riwayat tempat tinggal mengalami
banjir 1 minggu yang lalu (3 hari
sebelum pasien demam).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
keadaan pasien lemah, suhu 39,5o C dan
tekanan darah 100/70 mmHg
(bradikardia) . Pada pemeriksaan mata
didapatkan conjungtiva anemis, sclera
ikterik yang ditandai dengan mata
berwarna kuning akibat adanya bilirubin
dan terdapat subconjungtival injection.
Pada pemeriksaan hepar, teraba 2 jari di
bawah arcus costae, bertepi tajam, lunak,
dan nyeri saat di tekan.

Fase Leptospiromia
Fase ini dtandai dengan adanya leptospira
dalam darah dan cairan cerebrospinal,
berlangsungsung secara tiba-tiba dengan
gejala awal sakit kepala biasanya di frontal,
rasa sakit pada otot yang hebat terutama
pada paha, betis, dan pinggang di serrtai
nyeri tekan. Myalgia dapat diikuti hiperetesi
kulit, demam tinggi yang disertai menggigil,
juga didapati mual dengan atau tanpa
muntaj disertai mencret, bahkan pada
sekita 255 % kasus disertai penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan sakikt berat,
brakikadi relatif, dan ikterus (50%).

Pada hari ke 3-4 dijumpai adanya konjungtiva


siffision dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai
rash yang berbentuk makular, makulopapular
atau utrikaria. Kadang-kadang dijumpai
spenomegali, hepatomegali serta limfaaenopati.
Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat
ditangani pasien akan segera membaik, suhu
akan kembali normal, penyembuhan organorgan yang terlibat dan fungsinya kembali
normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan
sakit yang lebih berat demam turun setelah 7
hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari.
Setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini
disebut sebagai fase kedua atau fase imun.

Fase Imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer
antibodi, dapat timbul demam yang mencapai
suhu 40oC disertai mengigil dan kelemahan
umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh
pada leher, perut dan otot-otot pada kaki
terutapa pada betis. Terdapat perubahan
berupa epistaksis, gejala perusakan pada ginjal
dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan palling
jelas terlihat dari fase ikterik, purpura,
ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi
merupakan manisfestasi perdarahan yang
paling sering. Conjungtiva injection dan
conjungtiva suffision dengan ikterus
merupakan patognogmosis untuk leptospirosis.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan lapangan gelap atau sediaan
darah tebal yang diwarnani dengan Giemsa
Jumlah organism pada cairan tubuh
biasanya sedikit, maka kemungkinan
metodi ini kemungkinan sangat tidak
bermanfaat untuk diagnostic, kecuali
dengan specimen cairan serebrospinal.
b. Kultur dan inokulasi hewan

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit,
dan trombosit. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan kimia darah (gula darah,
SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta
pemeriksaan foto toraks, EKG, dan
pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.

Kultur : dengan mengambil specimen dari


darah atau CCS segera pada awal gejala.
Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda
dan mengambil spesiemn pada fase
leptospiremia serta belum di beri antibiotic.
Kultur urine diambil setelah 2-4 minggu
onset penyakit. Pada specimen yang
terkontaminasi , inokulasi hewan dapat
digunakan.
Serologi : pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah
dengan pemeriksaan Polymerase Caih
Reaction (PCR), silver stain atau flourscent
antibody stain, dan mikroskop lapangan
gelap.
Uji Carik celup

3. Malaria
Pada pemeriksaan fisik :
Splenomegali
Anemia
Ikterus
Pemeriksaan Penunjang :
Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht),
Leukosit (Hitung total), Trombosit, Laju
endap darah (LED), Hitung eritrosit

Manifestasi malaria tanpa


komplikasi
Keluhan prodromal dapat terjadi
sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit
belakang, merasa dingin di
punggung, nyeri sendi dan tulang,
demarn ringan, anoreksia, perut tak
enak, diare ringan dan
kadangkadang dingin (jelas pd
P.vivax dan P.ovale)

Trias Malaria
Periode dingin (15-60 menit)
Periode panas : penderita muka merah,
nadi cepat, dan panas badan tetap
tinggi beberapa jam
Periode berkeringat : penderita
berkeringat banyak, temperatur turun
dan penderita merasa sehat
Periode tidak panas berlangsung 12 jam
pada P.falciparum, 36 jam pada P. vivax
dan ovale, 60 jam pada P malariae

Patofisiologi
Beberapa mekanisme terjadinya anemia
ialah :
pengerusakan eritrosit oleh parasit
hambatan eritropoiesis sementara
hemolisis oleh karena proses
complement mediated immune complex
Eritrofagositosis
penghambatan pengeluaran retikulosit
pengaruh sitokin

Serangan primer : yaitu keadaan mulai


dari akhir massa inkubasi dan mulai
terjadi serangan paroksismal yang terdiri
dari dingin/menggigil; panas dan
berkeringat. Serangan paroksismal ini
dapat pendek atau panjang tergantung
dari perbanyakan parasit dan keadaan
immunitas penderita.
Periode latent : yaitu periode tanpa gejala
dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya,
terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

Recrudescense
Recurrence
Relapse atau Rechute (biasanya,
terjadi karena infeksi tidak sembuh
atau oleh bentuk diluar eritrosit/hati
pada malaria vivax atau ovale)

Manifestasi klinis m.
Tertiana/m. Vivax
Inkubasi 12-17 hari
Serangan paroksismal biasanya
terjadi waktu sore hari
Tidak terlalu berbahaya
Limpa dapat membesar sampai
derajat 4/5
Edema tungkai karena
hipoalbuminemia

Manifestasi Klinis
M.Malariae /M.Quartana
Masa inkubasi 18 - 40 hari
Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari
Komplikasi ginjal disebabkan oleh karena
deposit kompleks imun pada glomerulus
ginjal
Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema,
asites, proteinuria yang banyak,
hipoproteinaemia, tanpa uremia dan
hipertensi.

Manifestasi Klinis Malaria


Ovale
Paling ringan
Masa inkubasi 11-16 hari
Serangan paroksismal 3-4 hari terjadi
malam hari

Manifestasi malaria dengan


komplikasi
Manifestasi Klinis Malaria falciparum
panas yang ireguler, anaemia, splenomegali,
parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi
komplikasi.
Masa inkubasi 9-14 hari.
Parasitemia yang tinggi dan menyerang semua
bentuk eritrosit
Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi
dan banyak keringat walaupun temperatur
normal.
Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea,
muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan
paru (batuk)

Splenomegali dijumpai lebih sering dari


hepatomegali dan nyeri pada perabaan
Hati membesar dapat disertai timbulnya
ikterus.
Kelainan urin dapat berupa albuminuria,
hialin dan kristal yang granuler.
Anemia lebih menonjol dengan
leukopenia dan monositosis

Malaria otak atau malaria


cerebral
Penyebab kematian tertinggi (80%)
Sakit kepala dan rasa mengantuk
disusul dengan ganguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang

Anda mungkin juga menyukai