Pendahuluan
Tradisi baca tulis dan perpustakaan tidak bisa dipisahkan dari Islam. Begitu juga
sebaliknya perkembangan Islam dan peradabannya sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan
baca tulis dan keberadaan perpustakaan. Hal ini terbukti dari banyaknya kitab-kitab termashur
karangan para ulama terdahulu yang diwariskan kepada kita (kutubut-turats) atau di Indonesia
dikenal dengan nama kitab kuning. Bahkan pedoman hidup umat Islam yaitu Al-Qur’an
(mushaf) dan Hadits baik langsung maupun tidak langsung adalah hasil dari kegiatan baca tulis
ini.
Sesungguhnya dalam penyebaran agama Islam, peran kitab-kitab karya ulama tak kalah
pentingnya dari kegiatan dakwah itu sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa ulama-ulama besar itu
dikenal orang dan diingat namanya sampai saat ini adalah karena kitab-kitab karangan mereka
masih dikaji, dibahas, dan dipakai sebagai rujukan dalam berdakwah, pengajaran, pendidikan,
maupun penelitian khususnya dalam ilmu-ilmu keislaman. Pantaslah kalau ulama itu disebut
pewaris para Nabi. Dan warisan yang tak akan punah adalah ilmunya para ulama yang
Tanpa adanya tradisi baca tulis di kalangan para ulama terdahulu dengan karya-karya
di negara-negara Islam, rasanya sulit menggambarkan bagaimana wajah Islam kini. Jadi, jika
dibandingkan dengan dunia Barat, sebenarnya dunia Islam sudah lebih dahulu menghargai
tulisan dan kemampuan baca-tulis, mengingat manfaatnya yang begitu besar bagi perkembangan
peradaban manusia.
Itulah mungkin salah satu hikmah kenapa wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw adalah perintah untuk membaca. Lihat Q. S. Al-Alaq (96: 1) yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. Meskipun perintah membaca
dalam konteks ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, tetapi secara tersirat
menganjurkan atau bahkan mewajibkan umat manusia untuk senantiasa membaca, baik dalam
pengertian sempit maupun luas. Dan setinggi-tingginya nilai membaca adalah membaca ayat-
ayat kekuasaan Tuhan yang terdapat di alam. Karena barangsiapa yang mampu membaca ayat-
ayatNya akan memahami hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia ini.
Disamping itu banyak juga dijumpai ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa
Islam sangat menghargai ilmu dan kemampuan berpikir, serta mengangkat derajat para penuntut
(58): 11.
Salah satu revolusi budaya terpenting bagi manusia adalah tulisan atau kemampuan
menulis. Penemuan tulisan merupakan satu dari tiga penemuan manusia terbesar, disamping roda
dan api. Dengan tulisan manusia mampu menyampaikan konsep, ide, gagasan, kritik, argumen
kepada orang lain tanpa dibatasi oleh ruang selagi tulisan tersebut dapat tersebar, mencapai
pembacanya; dan tanpa batas waktu selagi tulisan tersebut masih awet, tidak lapuk dan musnah.
Dan dengan tulisan juga, ilmu pengetahuan dan informasi tetap tersimpan, terjaga dan dapat
Tulisan juga merupakan alat komunikasi yang efektif, dialog universal yang bersifat
lintas etnis, agama, ras, serta golongan. Dan yang lebih penting lagi adalah lintas zaman. Mereka
yang jasadnyanya sudah tidak ada lagi di dunia fana ini, hancur dimakan bumi, masih menjalin
komunikasi dengan orang-orang setelahnya melalui karyanya yang abadi (tulisan), yang dibaca
oleh orang lain. Tak jarang karya tersebut lebih panjang usianya dari penulis itu sendiri.
mencetak ulang hasil karya tulisan orang-orang terdahulu dengan hasil cetakan yang semakin
menarik dan tahan lama (long lasting). Tak sebatas media berbentuk kertas, tetapi berbagai
macam media sampai kepada teknologi terkini yaitu disimpan dalam format digital (digital
library), yang bisa diakses kapan saja secara lintas wilayah dan negara berkat tersedianya
jaringan global atau internet. Di era ICT dan globalisasi sekarang ini, format digital terbukti
sangat efektif digunakan sebagai sarana dalam melestariakan warisan budaya, termasuk naskah-
naskah kuno (menuscript) yang dikhwatirkan akan rusak, lapuk, punah, dan hancur karena
dimakan usia.
Kita yang hidup pada masa kini sepatutnya bersyukur dan berterimakasih dengan
anugerah besar ini (tulisan dan tradisi baca tulis), juga kepada mereka yang merubah dunia,
memajukan budaya dan peradaban melalui tulisan. Oleh sebab itu nama mereka patut menjadi
kenangan, abadi sepanjang zaman. Dunia Baratpun sangat tinggi sekali apresiasinya terhadap
tradisi baca-tulis ini - termasuk bagi penulis, pengarang, dan buku. Sehingga salah satu kategori
dalam pemenang hadiah Nobel yang terkenal itu adalah hadiah di bidang sastra bagi pengarang
atau penulis. Dan hampir tidak ada satupun profesi bergengsi di dunia ini yang tidak berkaitan
dengan tulisan, baik karya fiksi, non-fiksi, karya ilmiah, sastra, jurnalistik, dan sebagainya.
Semakin eksisnya dunia karang-mengarang, penerbitan dan percetakan dewasa ini cukup
menjadi bukti bahwa kegiatan baca-tulis merupakan salah satu kegiatan yang mempengaruhi
kehidupan manusia.
Memang benar bahwa bangsa Arab di awal-awal masuknya Islam memandang kemahiran
baca-tulis adalah aib, kelemahan, karena dianggap yang bersangkutan hapalannya lemah. Sebab
pada masa itu kekuatan hapalan sangat diandalkan guna melantunkan syair-syair. Apalagi belum
ditemukannya alat baca-tulis seperti sekarang ini. Pada abad pertama perkembangan Islam,
sepenuhnya kekuatan daya ingat. Namun kegiatan catat-mencatat sudah mulai digunakan oleh
para penuntut ilmu pengetahuan. Misalnya Sa’ad bin Jubair (wafat 714 M) ketika mengikuti
kuliah Ibnu Abbas mencatat dalam lembaran baik di media kulit, daun, tulang, dan sebagainya.
Catatan-catatan tersebut kemudian dengan bebas dipertukarkan antara pelajar, guru, dan para
cendekiawan. Dari kebiasaan mencatat tersebut kemudian berkembang menjadi catatan yang
terkumpul sebagai buku/kitab. Adalah ‘Urwah bin Zubair (wafat 714 M) sebagai orang pertama
yang menghimpun buku-buku berhalaman lepas ketika itu. Dan muridnya al-Zuhri (wafat 742
M) menghimpun sedemikian banyak buku, sehingga hampir tidak tersisa ruangan lain dalam
rumahnya.
Dalam periode tersebut tradisi baca-tulis sangat memainkan peranannya, sehingga para
cendekiawan diminta untuk menulis buku terutama oleh murid-murid yang menginginkan agar
kuliah-kuliah mereka dicatat, lalu dialihkan ke dalam bentuk buku terpadu. Diantara ulama
hadits ketika itu yang selalu diminta untuk menulis buku adalah Al-A’mash Abu Muhammad
Sulaiman ibn Mihran (680-765 M). Ketika beliau wafat, buku telah menjadi sarana pokok untuk
pula dengan telah ditemukan dan dimanfaatkannya teknologi pembuatan kertas yang diproduksi
orang-orang Cina. Islam sudah sampai ke Cina mulai abad ke-7. Barangkali inilah salah satu
hikmah dari perkataan Nabi saw yang berbunyi: “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina”.
Pada zaman itu kota muslim yang pertama sekali mendirikan pabrik kertas adalah
Samarkand, yang jatuh ke tangan Islam pada tahun 704 M. Pabrik kertas ini didirikan oleh
orang-orang Cina yang menjadi tawanan perang. Dari sinilah bermula penyebaran industri kertas
ke provinsi-provinsi dan kota-kota besar lainnya. Setelah era pasca khulafa’ur-rasyidin dan
yang ditandai dengan ditulisnya kitab-kitab “masyhur” ulama-ulama besar dalam berbagai
macam disiplin ilmu. Pada masa kekuasaan Abbasiyah, tradisi baca tulis semakin berkembang
dan meninggi intensitasnya terutama sekali setelah industri kertas masuk ke dunia Islam pada
abd ke-2 H.
Tentunya umat Islam sudah tak asing lagi dengan nama Imam Al-Ghazali karena
kemashuran kitabnya yang berjudul Ihya’ al-‘Ulumuddin, Imam Bukhari dengan Shahih
Bukhari, Imam Muslim dengan Shahih Muslim, Imam Malik dengan Muwatta’, Imam Syafe’i
dengan al-Umm dan banyak lagi ulama lainnya. Begitu juga dengan ulama yang terkenal karena
kitab-kitab tafsir mereka, seperti Tafsir Jalalain, Al-Maraghi, Ibnu Katsir. Ulama dalam ilmu
Fiqh dikenal karena kitab-kitab fiqh mereka seperti Subul al-Salam, Bulugh al-Maram, Fath al-
Mu’in, Fath al-Qarib, Fiqh as-Sunnah. Ditambah lagi kitab-kitab karangan ulama dalam bidang
Tauhid/Aqidah, Ilmu Kalam, Tata Bahasa Arab (Nahwu/Sharf), termasuk ilmu-ilmu umum
seperti kedokteran, ilmu alam, astronomi, politik-kenegaraan, ekonomi, sosiologi, psikologi, dan
sebagainya.
Apresiasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan tradisi baca tulis ini mampu
menorehkan tinta emas dalam mewariskan kejayaan Islam. Seperti ditunjukkan di masa
pemerintahan para khalifah khususnya Dinasti Abasiyah (750 – 1258 M). Pada masa itu kegiatan
baca-tulis ditandai dengan menterjemahkan dan menulis sains, filsafat dari dunia barat seperti
Yunani, Romawi, Ankara, Ammuriyah, dan Siprus ke dalam Bahasa Arab. Aktifitas ini
mencapai puncaknya pada masa kekhalifahan Harun ar-Rasyid dan Al-Makmun. Pada masa
itulah di didirikan beberapa perpustakaan Islam legendaris yang masih diingat sampai kini
Perpustakaan Baitulhikmah didirikan pada zaman Khalifah Harun Al Rasyid (170-193 H) dan
berkembang pesat pada masa khalifah Al Ma’mun (198-218 H), Perpustakaan Al Haidariyah,
dan Perpustakaan Sabur di Bagdad, Perpustakaan Darulhikmah dan Nizhamiyah di Kairo, dan
sebagainya.
mencapai puncak kejayaannya sekitar abad 4-6 Hijriyah atau abad 9-11 Masehi. Perpustakaan
ketika itu merupakan tempat belajar semacam perguruan tinggi atau sekolah, hanya tanpa
pengajar. Beberapa perpustakaan menyediakan asrama bagi pemakai perpustakaan yang berasal
Dalam peradaban Islam dikenal juga adanya perpustakaan khusus yang didirikan oleh
para ulama dan sastrawan untuk keperluam penelitian dan diskusi. Perpustakaan jenis ini banyak
berdiri di negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Perpustakaan ini dipergunakan untuk
membahas dan meneliti berbagai ilmu pengetahuan. Perpustakaan khusus Al- Muwaffak Ibnul
Mathran dan Perpustakaan Ifraim Ibnul Zaffan yang didirikan pada abad ke-6 Hijriyah
mempunyai koleksi 10.000 jilid. Beberapa perpustakaan besar lainnya seperti Perpustakaan al-
Fathu Ibnu Chaqam yang didirikan pada abad ke-3 Hijriyah, dan beberapa perpustakaan sejenis
lainnya.
Perpustakaan dalam sejarah Islam memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai tempat
mencari referensi dari para penuntut ilmu, bahan kajian bagi para intelektual, pusat penyimpanan
buku dan manuskrip berharga hasil karya ilmuwan, dan sebagai tempat pertemuan diskusi, debat
ilmiah. Hal itu tumbuh dan berkembang atas dorongan tradisi intelektual yang menonjol dalam
sejarah perkembangan ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam yakni penterjemahan, penulisan
Meminjamkan buku sudah menjadi mode di seluruh dunia muslim saat itu. Dengan
hampir semua kota besar. Yang mula sekali dibangun adalah perpustakaan-perpustakaan
kerajaan milik para khalifah. Hampir semua dinasti seperti Umayyah, Abassiyah, Fatimiyah di
Pada abad-abad permulaan Islam terdapat tiga jenis perpustakaan, yaitu: umum, semi
umum, dan pribadi. Perpustakaan umum biasanya terdapat di madrasah atau masjid,
perpustakaan semi umum diperuntukkan bagi kalangan terbatas atau golongan tertentu,
sedangkan perpustakaan pribadi pada umumnya dimiliki oleh para cendikiawan untuk
Basrah, perpustakaan Darul Ulum di Bagdad, perpustakaan Masjid al-Zaud, perpustakaan Darul
pribadi seperti yang dimiliki Ali Ibn Yahya al-Munajjim, Ismail ibn Abbad, Sabur ibn Ardashir,
al-Fath ibn Haqan, Hunayn ibn Ishaq, Ibn al-Kashab, al-Muwaffaq ibn Matram, Jamaluddin al-
Salah seorang pustakawan ketika itu, Ibnu Nadim telah menyusun al-Fihris (semacam
katalog) yang memuat daftar buku-buku dari semua bangsa, Arab dan non Arab, dari semua
cabang ilmu. Buku-buku itu dikelompokkan ke dalam 10 bidang (kajian), yaitu: 1. Bahasa Arab
dan non Arab; kitab-kitab terdahulu seperti Taurat, Injil, tafsir Al-Quran dan ilmu Tafsir. 2. Tata
Bahasa Arab. 3. Sastra, sejarah, dan geografi. 4. Puisi dan sastrawan. 5. Ilmu Kalam, teologi,
tasawuf, dan sufi. 6. Fiqh, fuqaha, dan muhaddisin. 7. Filsafat, teknik, dan kedokteran. 8. Sihir,
sulap, perang dan perkudaan. 9. Aliran-aliran kepercayaan. 10. Kimia dan industri.
Mungkin tak seorangpun diantara kita yang tak sepakat bahwa kepakaran dan keilmuwan
menghasilkan karya yang betul-betul bisa “dinikmati” oleh masyarakat, diantaranya dengan
melihat berapa banyak karya tulis atau buku yang telah dikarang. Bagi ulama Islam, mereka
sudah membuktikannya dengan mengarang ribuan judul kitab yang masih kita saksikan sampai
saat ini. Di Indonesia misalnya, pembacaan, pengajaran dan pengkajian kitab-kitab kuning
(kutubutturats) menjadi sebuah tradisi yang sangat mengakar kuat di pesantren dan beberapa
Nabi saw sendiri sangat besar perhatiannya terhadap baca-tulis yang ditunjukkan ketika
beliau membebaskan tawanan Badar dengan syarat mereka bersedia mengajar umat Islam baca-
tulis. Beliau diutus ke dunia adalah untuk mengajarkan al-kitab dan al-hikmah. Mengajar al-
kitab dapat dipahami sebagai mengajar baca tulis, sedangkan mengajar al-hikmah bermakna
mengajarkan keyakinan yang mantap tertanam di dalam hati sanubari berdasarkan ilmu yang
diperoleh melalui proses baca-tulis tadi sehingga menimbulkan kearifan dan kebijaksanaan
Ayat Al-Qur’an yang pertama sekali diturunkan adalah perintah kepada kita untuk
membaca. Hal ini menunjukkan suatu makna yang penting, dalam dan luas. Membaca bisa
berarti suatu perintah/kewajiban agar manusia senantiasa belajar sepanjang hayatnya. Membaca
juga bermaksud tidak sekedar bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi menyebarkan, mengembangkan
hasil bacaan menjadi informasi, ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi orang lain. Karena itu
membaca akan semakin berfaedah apabila mengolah, menyajikan kembali seluruh hasil bacaan
menjadi bentuk tulisan (buku), sehingga informasi dan ilmu pengetahuan tetap awet, terjaga
dalam masa yang lama dan bisa memberikan manfaat kepada generasi berikutnya. Membaca
juga berarti selain membaca yang tertulis juga membaca yang tidak tertulis, yang tersirat,
membaca alam, kebesaran dan keagungan Tuhan. Membaca juga berarti (bernilai sangat tinggi)
apabila atas nama Tuhan yang telah menciptakan bacaan, tulisan, dan alam semesta. Barang
siapa pandai membaca (alam tanda kekuasaan Tuhan), maka ia akan mudah mengenal siapa
Dalam salah satu surat Al-Qur’an ada surat bernama pena (Q. S. Al-Qolam (68), yang
berisikan keterangan tentang tulisan dan alat yang digunakan untuk menulis yaitu pena (qolam).
Ayat ke empat dari Q. S. Al-‘Alaq menyebutkan secara tegas bahwasanya Allah mengajar
manusia melalui perantaran sarana, media, alat tulis yaitu qolam. Al-Quran sendiri sebagai
pedoman hidup terbesar bagi manusia sepanjang masa merupakan bukti bahwa Allah
mengajarkan manusia melalui perantaraan pena, alat yang menghasilkan tulisan. Karena itu Al-
Setidaknya ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan kegiatan baca-
terhindar dari mengerjakan perbuatan yang kurang bermanfaat, menyalurkan dan mengasah
perkembangan berita terakhir, dan masih banyak lagi manfaat yang dapat dipetik dengan
melakukan kegiatan baca-tulis. Apalagi kalau dilakukan dengan rutin, serius, mengalokasikan
Oleh sebab itu tidak pernah ada kata terlambat bagi umat Islam untuk bercermin ke masa
jayanya di masa lampau di bidang ilmu pengetahuan dan sains guna mengambil manfaat di masa
depan. Mari kita menghidupkan kembali tradisi baca-tulis sebagai warisan kejayaan Islam untuk