Anda di halaman 1dari 4

Latar belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan
barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu Negara. Bila AKI masih tinggi berarti
pelayanan kesehatan ibu belum baik. Di kawasan ASEAN Indonesia mempunyai AKI
yang paling tinggi.
Pelayanan kesehatan primer di prakirakan dapat menurunkan angka kematian
ibu dan bayi.

Apa pengertian AKI & AKB ?


Apa penyebab AKI & AKB ?
Bagaimana Data AKI & AKB ?
Apa Usaha untuk menurunkan AKI & AKB ?
Apa penyebab AKI & AKB masih tinggi ?
1. Pengertian AKI dan AKB
AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian
terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran
hidup. tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan.
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi
berusia dibawah satu tahun,per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun
tertentu.
2. Penyebab
Kematian ibu disebabkan oleh :

Perdarahan
tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia)
Infeksi
persalinan macet dan komplikasi keguguran
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga

Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


kekurangan oksigen (asfiksia).
hipotermia (kedinginan)
imaturitas
infeksi.

Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi adalah

kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya.


Kondisi geografi
keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan

ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat mengambil


keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan
pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak,
terlalu rapat jarak kelahiran).
3. Data AKI & AKB
Angka Kematian Ibu (AKI) diperoleh melalui berbagai survey yang dilakukan
secara khusus seperti survey di Rumah Sakit dan beberapa survey di masyarakat
dengan cakupan wilayah yang terbatas. Dengan dilaksanakannya Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) dan Survey Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI), maka
cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas dibanding survey-survey
sebelumnya.
Untuk melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten, digunakan data
hasil SKRT. Menurut SKRT:

AKI tahun 1986 : 450 per 100.000 kelahiran hidup


425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992,
373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995
Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI
Pada tahun 2002-2003, AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup
kemudian menjadi 248 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007)

Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus menurun. Tetapi bila dibandingkan dengan
target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per
100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun
sebelumnya, diperkirakan target tersebut dimasa mendatang sulit tercapai
Beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup
besar meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai
krisis yang melanda Indonesia.

Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 1995 - 1999 yaitu 55 kematian bayi per
1.000 kelahiran hidup

pada tahun 1995-1999 mencapai 46 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2000 kemudian naik menjadi 47 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup
Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang

cukup besar, yaitu menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup sementara hasil SDKI 2007
hasilnya menurun lagi menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini berada jauh
dari yang diproyeksikan oleh Depkes RI yakni sebesar 26,89 per 1.000 kelahiran
hidup
4. Usaha untuk menurunkan AKI & AKB
Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya
percepatan penurunan AKI dan AKB antara lain. mulai tahun 2010 meluncurkan
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang
difokuskan pada kegiatan preventif dan promotif dalam program Kesehatan Ibu dan
Anak.
Untuk tahun ini, sebanyak 300 Puskesmas di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua memperoleh dana operasional sebesar Rp 10
juta per bulan. Mulai tahun 2011, seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan
mendapatkan BOK.
ibu dan keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan
yang perlu dilakukan untuk mengatasinya di tingkat keluarga.
salah satu upaya terobosan adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan stiker ini, dapat meningkatkan
peran aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencanakan
persalinan yang aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi
komplikasi pada saat kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat
kontrasepsi pasca persalinan.
Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan,
bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil
termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu
juga didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan
pemberianASI eksklusif selama 6 bulan.

Menurut Menkes, upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan akan lebih
optimal apabila semua khususnya Pemerintah Daerah berperan aktif, mendukung dan
melaksanakan semua program percepatan penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga
perlu dukungan pihak swasta baik dalam pembiayaan program kesehatan melalui
CSR-nya maupun partisipasi dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta.
5.

Penyebab AKI & AKB sampai sekarang masih tinggi


Angka kematian yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sat ini. Karena SDKI
menggambarkan data 5 tahun yang lalu.
Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu : tenaga, sarana, belum optimalnya keterlibatan
swasta
Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan: antenatal yang
terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana.
Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil :
belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis
khusus, terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, terbatasnya sarana/dana untuk
transportasi (kunjungan dan rujukan)
Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah
terpencil
Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan
persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan
desa.
Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk
percepatan penurunan angka kematian ibu.

Anda mungkin juga menyukai