Anda di halaman 1dari 21

OTONOMI DAERAH

Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengasuh:
DR. GANJAR M. GANESWARA, M.PD.
SUPRIYONO, S.PD.

Disusun oleh:
Kelompok 9
EGI RAHMAN (1404982)
ANGGUN PUTRI SAFERA (

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015

KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirrabbilalamin, Segala puji bagi

Allah SWT

yang telah memberikan banyak kenikmatan Islam dan Iman


kepada kita semua. Shalawat serta salam kita haturkan kepada
Nabi kita, Muhammad SAW yang tengah membawa risalahnya.
Tidak

ada

sesembahan

selain

Allah,

dan

sesungguhnya

Muhammad adalah utusan Allah SWT yang dibenarkan di dalam


Al-Quran dan Hadits.
Indonesia adalah negara demokratis yang memungkinkan
masyarakatnya turut ikut andil dalam pembangunan negara.
Tetapi, perlu adanya sebuah sisteem negara yang terorganisir
agar seluruh masyarakat Indonesia yang jumlahnya merupakan
negara berpendudukan terbanyak ke empat diseluruh dunia
terlebih dengan keadaan Indonesia yang merupakan negeri
kepulauan. Perlu adanya sistem komunikasi yang menyeluruh
juga keperintahan yang merata agar setiap wilayah di Indonesia
mendapatkan hak dan kewajiban yang sama.
Desentralisasi kepemerintahan adalah upaya pemerintah
dalam

mencapai

semua

hal

itu,

yaitu

dengan

membuat

kepemerintahan yang lebih kecil di bawah negara. Otonomi


daerah salah satu pengaruh dari desentralisasi tersebut, yang
memungkinkan

setiap

daerah

di

Indonesia

memiliki

kepemerintahan lokalnya masing-masing di bawah negara pusat.


Makalah ini penulis tulis sebagai salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Kewarga Negaraan yang membahas mengenai
otonomi daerah di Indonesia serta permasalahan yang terjadi di
dalamnya.

Mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk


itu penulis memohon maaf apabila terdapat kekeliruan serta
keambiguan dalam penulisan makalah ini. Kritik, saran serta
masukannya sangat penulis harapkan untuk lebih memperbaiki
tulisan ini. Semoga tulisan ini bisa menambah pengetahuan kita
juga menambah kecintaan diri kita terhadap negara. Dan
semoga Allah SWT menjadikan amalan kita diterima disisi-Nya,
dan menjadikan kita sebagai wali-wali-Nya di muka bumi ini.
Aamiin
Bandung, 18 Mei
2015

PENULIS

DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR..................................................................... ii
DAFTAR ISI ...............................................................................iv
BAB I : PENDAHULUAN............................................................ 1
1.1..............................................................................L
atar Belakang....................................................................... 1
1.2..............................................................................R
umusan Masalah.................................................................. 2
1.3..............................................................................T
ujuan .................................................................................... 2
BAB II : KAJIAN TEORITIS........................................................ 3
2.1. Pengertian Otonomi Daerah........................................... 3
2.2. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah............................. 5
2.3. Dampak Adanya Otonomi Daerah................................. 6
2.3.1. Dampak Positif.............................................................. 6
2.3.2. Dampatk Negatif........................................................... 7
BAB III: KAJIAN KASUS
PENYALAH GUNAAN DANA APBD DI WILAYAH BEKASI....... 8
3.1. Korupsi Dana APBD di Wilayah Bekasi......................... 9
3.2. Krisis Anggaran di Bidang Pendidikan
....................................................................................................
10
3.3. Penyalahgunaan Dana Anggaran dalam Pelakasanaan Program E-KTP
...............................................................................................................................12
BAB IV: PENUTUP ............................................................................................14
4.1. Kesimpulan ..................................................................................................14
4.2. Saran .............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sebagai bangsa Indonesia sudah seharusnya untuk mentaati

butir-butir Pancasila sebagai dasar negara. Indonesia dengan


sumber daya alam yang melimpah, kebudayaan yang sangat
5

beragam dan luasnya tanah Indonesia menjadikan sebuah


tanggung jawab besar untuk putra-putri bangsa Indonesia ini.
Semenjak banyaknya perpecahan pada sistem sosial yang
mengancam kemerdekaan Indonesia pada masa Orde Lama yang
berlangsung di awal tahu 1950 dan menyerang hampir seluruh
lini mulai dari kultur, moral, tradisi kekristenan, Marxisme, dan
ketakutan bahwa masyarakat Jawa akan mendominasi dunia
politik membuat para tokoh-tokoh pada masa itu memutar otak
untuk meredam perpecahan ini agar tidak terus meluas dan
berkembang. Setelah mengalami beberapa masalah perpecahan
di tiap daerah, Soekarno kemudian datang sepulangnya dari
negri Tiongkok dengan berbegai rencana menuju Demokrasi,
hingga akhirnya demokrasipun terwujud sampai saat ini.
Dengan

sistem

demokrasi

ini

pemerintah

harus

bisa

bersikap adil dan bijaksana terhadap masyarakatnya yang


terdapat diberbagai wilayah Indonesia yang beragam. Sebagai
bentuk pengamalan Pancasila dari sila ke lima yang menyatakan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai Negara
Demokrasi, Indonesia harus rela mengubah sistem pemerintah
yang sentralisasi menjadi desentralisasi, hal ini memungkinkan
bagi setiap daerah di seluruh Indonesia akan mendapat hak dan
kewajiban yang sama tergantung pemerintahan yang ada pada
wilayah itu. Juga menuntut pemerintah pusat untuk mendenkonsentrasi

kepemerintahan

untuk

setiap

wilayah

di

Indonesia yang memungkinkan pemerintahan setempat dapat


bertanggung jawab atas wilayah yang diamanahkan, sehingga
dengan sumber daya alam yang berbeda-beda pada setiap
daerah menuntut pemerintah setempat dapat mengoptimalkan
potensi wilayahnya masing-masing. Hal ini yang mengharuskan
adanya

otonom

pada

setiap

daerah

untuk

mencapai

kepemerintahan yang merata yang tak bisa dicapai oleh


pemerintahan pusat.
Telah tercantum dalam berbagai UU mengenai bidang politik
dari

yang

berwatak

sentralisasian

ke

otonom-demokratis.

Sehingga mau tidak mau harus ada pemancaran kekuasaan baik


secara horizontal tinggi negara yang sejajar seperti DPR,
Presiden, BPK, MA dan DPA, sedangkan pemancaran horizontal
ditandai oleh adanya desentralisasi otonom daerah.
Dengan hal ini, ada kaitan erat antara demokrasi dan
otonomi daerah: pertama, untuk mewujudkan prinsip kebebasan
(Liberty), kedua, untuk membiasakan rakyat berupaya untuk
mampu

memutuskan

sendiri

berbagai

kepentingan

yang

berkaitan langsung dengan dirinya, ke-tiga, untuk memberikan


pelayanan

yang

maksimal

terhadap

masyarakat

yang

mempunyai tuntutan dan kebutuhan beragam.


1.2.
1.
2.
3.

Rumusan Masalah
Apa pengertian dari otonomi daerah?
Apa tujuan dari otonomi daerah?
Apa saja dampak dari otonomi daerah?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari otonomi daerah.
2. Untuk Mengetahui tujuan adanya otonomi daerah.
3. Untuk mengetahui dampak negatif dan positif dari otonomi
daerah.

BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1.

Pengertian Otonomi Daerah


Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang

berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau


aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997)
mengemukakan bahwa:
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak
dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin,

mengemukakan

bahwa

otonomi

mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi


bukan

kemerdekaan.

Kebebasan

yang

terbatas

atau

kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus


dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah
hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana
diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993)
bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk
rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal
berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood
(1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu
pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang
substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.

Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979)


bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah
memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan
mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk
berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah,
karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat
sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah
wujud

kesempatan

pemberian

yang

harus

dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban


serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusanurusannya

sepanjang

sanggup

untuk

melakukannya

dan

penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat


tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan
Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan
kebebasan

untuk

mengambil

keputusan

politik

maupun

administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundangundangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan
untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi
dalam

kebutuhan

daerah

senantiasa

disesuaikan

dengan

kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.


Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah
dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan
daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat

menurut

prakarsa

sendiri

berdasarkan

aspirasi

masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah
pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :

1.

Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah

2.

tangganya sendiri.
Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari
pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka
pemerintahan nasional.
Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai

3.

perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama


kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya
kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang
kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban
harus

mendorong

pelaksanaan

pemerintah

dan

pembangunan

nasional.

Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk


berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus
mampu :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan

kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah

2.2.

Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :


1.
2.
3.

mencegah pemusatan kekuasaan.


terciptanya pemerintahan yang efesien.
partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masingmasing.

Tujuan utama otonomi daerah adalah :


1.

kesetaraan politik ( political equality ).

2.

Tanggung jawab daerah ( local accountability ).

3.

Kesadaran daerah ( local responsiveness )


Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada

hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan.


Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka
Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah
meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1. Dari segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan

inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun


untuk mendukung politik dan kebijakan nasional;
2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan
masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program
pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi daerah adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.


sebagai sarana pendidikan politik.
sebagai persiapan karier politik.
stabilitas politik.
kesetaraan politik.
akuntabilitas politik.

2.3. Dampak adanya Otonomi Daerah


2.3.1.
Dampak Positif

Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah


maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan
identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga
pariwisata.
7

2.3.2.

Dampak Negatif

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi


oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat
merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu
terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi
Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah
tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan
Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan
dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1. Korupsi Pengadaan Barang Modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)

Modus :
a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan

pensiun dan sebagainya.


Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari
pemerintah ke pihak luar.

BAB III
KAJIAN KASUS
PENYALAHGUNAAN DANA APBD DI WILAYAH BEKASI
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri atas, Pendapatan Asli Daerah
(PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain
itu pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat juga memberikan
kontribusi terhadap APBD.
APBD merupakan instrument penting kebijakan ekonomi yang dimiliki
pemerintah dan menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas suatu
daerah. APBD merupakan bentuk hubungan antara warga negara pembayar pajak
dan aparat. Irene Rubbin, seorang ahli politik anggaran menegaskan APBD tidak
berbeda dengan anggaran lainnya. Yakni bagaimana membuat pilihan antara
kemungkinan-kemungkinan

pengeluaran,

keseimbangan

dan

proses

memutuskannya. Akan tetapi, APBD memiliki tipikal yang berbeda, seperti


bersifat terbuka, melibatkan berbagai aktor dalam penyusunannya yang memiliki
tujuan berbedabeda, mempergunakan dokumen anggaran sebagai bentuk
akuntabilitas publik, dan keterbatasan yang harus diperhatikan (budget
constraint).
Bekasi

merupakan

salah

satu

cerminan

buruk

dalam

proses

penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk dalam pengelolaan dana APBD.


Banyak terjadi kasus tentang penyelewengan dana APBD seperti korupsi dana
anggaran, penyelewengan anggaran di bidang pendidikan, pelayanan publik
seperti pengelolaan sampah, dan masih banyak kasus lainnya. Hal tersebut
merupakan permasalahan yang sangat krusial dimana penyelewengan tersebut

merabah ke sektor inti yang sangat menentukan terhadap keberhasilan proses


penyelenggaran pemerintahan di level daerah. Permasalahan penyelewengan ini
yang

kemudian

mengakibatkan

buruknya

nama

Bekasi

dalam

proses

penyelenggaran pemerintahan lokal dan menjadikan stigma bagi para aparat


penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.
3.1.

Korupsi Dana APBD di Wilayah Bekasi


Korupsi merupakan permasalahan yang mendesak yang harus diatasi, agar

tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang
korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun
elektronik, merupakan gambaran adanya peningkatan dan pengembangan modelmodel korupsi. Hal ini juga menimpa Wali Kota Bekasi non-aktif Mochtar
Mohamad dituntut hukuman 12 tahun penjara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana
Korupsi Bandung, Kamis 8 September 2011 lalu. Jaksa penuntut dari Komisi
Pemberantasan Korupsi menilai Mochtar terbukti melakukan empat kasus korupsi
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi Tahun 2009-2010.
Mochtar dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan atau Pasal 5 ayat (1) atau
pasal 12 huruf e atau pasal 13 jo pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Juga pasal 55 ayat (1) ke-1 dan
pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Selain itu, jaksa juga
menuntut agar Mochtar dihukum membayar uang pengganti kerugian negara Rp
639 juta. Apabila terdakwa tidak mampu maka hartanya akan disita dan apabila
hartanya tidak mencukupi, maka terdakwa mendapat pidana tambahan 2 tahun
penjara.
Mochtar terbukti telah melakukan 4 kasus korupsi selama menjabat
sebagai Kepala Daerah Bekasi. Pertama adalah dugaan penyalahgunaan dana
prasmanan dialog dan audiensi dengan tokoh masyarakat senilai Rp 639 juta. 1
Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut dipakai terdakwa
untuk melunasi hutang pribadinya ke Bank Jabar cabang Kota Bekasi. Selain itu,
1 Dikutip dari tempointeraktif, Kamis, 8 September 2011 diakses pada 18 Mei
2015.

10

Mochtar didakwa dalam kasus suap kepada tim panitia anggaran DPRD Kota
Bekasi untuk penyusunan APBD 2010 sekitar Rp 4,25 milyar. Juga kasus suap
kepada dua anggota tim audit keuangan daerah Badan Pemeriksa Keuangan RI
Wilayah Bandung Rp 400 juta, dan kepada tim Piala Adipura Rp 500 juta.
Semangat pengentasan korupsi di wilayah Bekasi baru menggelora di
tahun 2011. Buktinya dapat terlihat dari jumlah kasus yang ditangani Kejaksaan
Negeri Bekasi dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Jumlah kasus yang
tertangani meningkat dua kali lipat di tahun ini. Tiga kasus sudah sampai vonis,
tiga lagi siap disidangkan, termasuk yang melibatkan Staf Ahli Wali Kota Bekasi,
tiga masih dalam tahap penyidikan, dan satu lagi sedang proses persidangan. Hal
ini mencerminkan tingginya angka korupsi dana anggaran di wilayah Bekasi yang
semakin memperburuk proses penyelenggaran pemerintahan lokal di wilayah
Bekasi.
Dari sepuluh kasus tersebut, kalangan birokrat dan swasta berimbang
dalam hal keterlibatan. Namun dari kalangan instansi, Dinas Bina Marga dan Tata
Air yang paling tinggi potensi korupsinya. Meskipun jumlah kasus yang ditangani
mengalami peningkatan, bukan berarti kejaksaan tak menemukan kesulitan
untuk mengungkapnya. Minimnya peran serta masyarakat merupakan salah satu

alasannya. Selain itu, yang juga menjadi kendala ialah sulitnya mengakses
dokumen dan data pelengkap lain untuk mendukung pengungkapan. Sempitnya
kewenangan yang dimiliki kejaksaan membuat pemilik dokumen enggan begitu
saja memperlihatkan apalagi menyerahkan data yang dibutuhkan.
3.2.

Krisis Anggaran di Bidang Pendidikan

Peningkatan alokasi anggaran pendidikan ternyata tidak sepenuhnya memberikan


implikasi langsung terhadap perluasan kesempatan masyarakat Kota Bekasi untuk
memperoleh pelayanan pendidikan Di tingkat pendidikan dasar, pengaruh alokasi
anggaran pendidikan dari belanja daerah cukup besar dalam memperluas
kesempatan masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hal ini karena
tersedianya sarana dan prasana pendidikan yang memadai serta adanya
pembebasan biaya pendidikan dan subsidi biaya pendidikan untuk siswa di tingkat
11

pendidikan dasar, yang bersumber dari APBD. Sedangkan di tingkat pendidikan


menengah, alokasi anggaran pendidikan dari APBD belum memberikan pengaruh
yang besar bagi perluasan kesempatan masyarakat untuk memperoleh pelayanan
pendidikan setingkat SMA.
Hanya 45% dari seluruh anggaran pendidikan dialokasikan untuk
pembiayaan infastruktur sekolah.2 Persoalan pendidikan bukan hanya domain
pemerintah saja. Melainkan masyarakat serta lingkungan juga harus berperan.
APBD sampai kapanpun tidak akan bisa mengcover sektor pendidikan secara
keseluruhan. Pendidikan itu bukan hanya domain pemerintah saja melainkan
semua pihak harus ikut serta dan andil dalam permasalahan ini. Jika hanya
mengandalakan APBD saja itu tidak akan cukup, APBD lebih mengarah kepada
stimulus.
3.3.

Penyalahgunaan Dana Anggaran dalam Pelakasanaan Program EKTP

E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem
keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi
dengan berbasis pada database kependudukan nasional.3 Pemberlakuan program
baru ini tidak lepas dari penyalahgunaan dana yang terjadi di Kota Bekasi. Komisi
A DPRD Kota Bekasi mendesak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) Kota Bekasi mengalokasikan dana tambahan untuk kecamatan yang
menyelenggarakan pelayanan pembuatan e-KTP. Sebab selama ini, keterbatasan
dana yang dikucurkan Disdukcasip membuat aparatur kecamatan menalangi
berbagai anggaran secara swadaya.
Pelaksana Tugas Walikota Bekasi Rahmat Effendi menginstruksikan
kepada aparatur kecamatan dan kelurahan di wilayahnya untuk mendata besarnya
2Dikutip dari www.smeru.or.id/report/research/dak/dak_ind. diakses
pada 17 Mei 2015
3 Dikutip dari http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ diakses pada
17 Mei 2015.

12

dana

anggaran

instansi

yang

terpakai

untuk

menalangi

pembiayaan

penyelenggaraan program e-KTP. Ia akan mengupayakan alokasi anggaran untuk


mengganti dana tersebut

APBD Perubahan Kota Bekasi 2012. Hal tersebut

disampaikan Rahmat setelah mengetahui petugas kecamatan dan kelurahan


banyak yang harus menalangi kekurangan pembiayaan program e-KTP karena
dana dari pemerintah pusat tidak memadai.
Seperti yang dialami Camat Rawalumbu Edi Sutardi. Ia harus menalangi
biaya penambahan daya listrik yang memakan dana hingga Rp.6 juta. Sementara
lurah di wilayahnya menalangi kekurangan dana pengadaan alat tulis kantor
(ATK). Masing-masing lurah mendapatkan dana untuk pengadaan ATK sesuai
jumlah penduduk wajib e-KTP
Dikarenakan tidak adanya anggaran yang memadai dari pemerintah pusat,
aparatur kecamatan dan kelurahan akhirnya menggunakan dana operasional yang
sesungguhnya tidak diperuntukkan bagi program e-KTP.
3.4.

Kesimpulan

Politik anggaran merupakan salah satu komponen penting dari berjalannya suatu
pemerintahan. Tanpa anggaran suatu pemerintahan dikatakan tidak bisa
menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Anggaran yang ada ditujukan
untuk melakukan tugas pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan publik.
Dalam prinsip-prinsip politik anggaran, diperlukan otorisasi dari legislatif
sebelum anggaran tersebut dibelanjakan. Anggaran publik harus mendapatkan
otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan
anggaran tersebut. Disini dimaksudkan bahwa adanya keterikatan kuat dalam
melakukan kontrol anggaran. Secara komprehensif, anggaran harus menunjukan
semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah kepada publik. Terjadinya korupsi
yang mengakibatkan non-aktifnya walikota bekasi mengindikasikan adanya
koordinasi yang amburadul antara pihak eksekutif dan legislatif. Kondisi ini
semakin parah dengan adanya penyelewengan dana yang seharusnya dialokasikan
untuk kebutuhan dan pembangunan rakyat. Kurang kompetennya para pejabat ini
mengakibatkan kerugian yang besar bagi bangsa yang besar ini. Korupsi seakan
13

menjadi penyakit yang tidak bisa diberantas, pola rekrutmen yang kurang
berkualitas, budaya birokrasi yang monarki, serta tatanan penganggaran yang
tidak menitik-beratkan kepada skala prioritas menjadikan pemerintahan yang
absurd.
Masalah penganggaran dalam pendidikan juga terpaut sembrono. Besaran
persen yang dianggarkan dinilai tidak cukup untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan bagi kaum miskin menengah kebawah. Terlalu besarnya
alokasi untuk pembiayaan rutin tahunan PNS menjadi salah satu ironi dalam
penggunaan anggaran. Indonesia harus melakukan pembangunan politik
pendidikan yang solid dan prospektif. Pertama-tama hal ini tentu saja harus
diawali dari komitmen para penentu politik pendidikan itu sendiri, yaitu: para elite
politik, pejabat pemerintah di Pusat maupun Daerah serta para pengambil
kebijakan negara. Mereka semua harus memiliki komitmen dan kesadaran akan
betapa pentingnya pendidikan (sense of education). Untuk merealisasikan gagasan
besar, maka pemerintah harus mempunyai politik anggaran pendidikan, baik
untuk melaksanakan program pendidikan dasar, menengah, atas serta secara tegas
harus dituangkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ataupun
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Persoalan politik anggaran
pendidikan dewasa ini sangat penting sejalan dengan kebijakan otonomi daerah.
Oleh karena itu, sudah saatnya praktik pendidikan kita meninggalkan misi
reproduksi kelas sosial. Pendidikan harus diarahkan untuk membuka pemahaman
kritis dan pencarian alternatif atas keterbatasan struktur sosial dalam menciptakan
masyarakat adil, terbuka, dan partisipatif.

14

15

PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Otonomi

Daerah

merupakan

hasil

dari

sistem

kepemerintahan yang berasaskan demokrasi dimana setiap


daerah memiliki peraturan dan kemandirian, bertujuan untuk
mencegah pemusatan kekuasaan, terciptanya pemerintahan yang efesien dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Berbagai dampak yang ditimbulkan dengan adanya otonomi daerah ini
adalah bahwa setiap daerah bebas mendapatkan hak untuk menampilkan identitas
lokal masyakaratnya, dengan penyaluran dana APBD yang diserahkan sepenuhnya
terhadap daerah memungkinkan setiap daerah dapat melakukan pembangunannya
sendiri tanpa penekanan dari pemerintah pusat, hal ini juga memungkinkan dapat
dijadikan sebagai sarana untuk mempromosikan budaya sebagai tempat tujuan
wisata.
Namun dampak buruknya adalah berbagai tindak adanya kesempatan
bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat
merugika Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan
memungkinkan terjadinya pertentangan kewenangan antara daerah dan pusat
seperti PERDA yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undang di
Pemerintahan Pusat.
4.2. Saran
1.

Otonomi daerah dengan berbagai permasalahannya harus ada pembenahan


secara berkala baik secara mandiri maupun pengawasan langsung dari

2.

pemerintahan pusat.
Pemerintah pusat hendaknya harus bisa melihat potensi pada suatu daerah,

3.

dan mengkonsentrasikan potensi tersebut pada daerah tersebut.


Pengawasan pada pemerintahan daerah harus tegas, terbukti dengan
banyaknya pelanggaran serta oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab

4.

memakai dana APBD bukan sebagaimana mestinya.


Perbaikan alur penyaluran dana APBD dan keterbukaan.

16

DAFTAR ISI
Akbar, Firyal. 2013. Pemilihan-Pemilihan Kepada Daerah di Era
Reformasi.

Sumber:

http://feyyie21.blogspot.com/2013/03/pemilihan-pimpinankepala-daerah-di-era.html diakses 20 Mei 2015


Anonim,

2011.

e-ktp.

Sumber:

http://www.e-

ktp.com/2011/06/hello-world/ diakses pada 17 Mei 2015.


Anonim.

Sumber: www.smeru.or.id/report/research/dak/dak_ind.

diakses pada 17 Mei 2015


Prabowo, Yudi Agus. 2013. Pengertian Prinsip dan Tujuan
Otonomi.

Sumber:

http://yudiagusprabowo.blogspot.com/2013/06/pengertianprinsip-dan-tujuan-otonomi.html diakses pada 20 Mei 2015


UU NO.12 Tahun 2008 tentang Otonomi Daerah
UU NO.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

17

Anda mungkin juga menyukai