Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Untuk dapat mengelola jalan nafas dengan baik, seorang tenaga medis
harus mengetahui, dan memahami struktur anatomi jalan nafas, fisioiogi dan
patofisioligi terjadinya gangguan jalan nafas.
Anatomi jalan nafas dibagi menjadi dua bagian yaitu jalan nafas bagian
atas dimulai dari dua lubang yaitu rongga hidung dan berlanjut ke posterior
yang akan bertemu di faring, kemudian melewati epiglotis kemudian melewati
pita suara dan masuk ke laring. Laring dikelilingi oleh kartilago tiroid,
kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid.Jalan nafas bagian atas berakhir
disini.selanjutnya adalah jalan nafas bagian bawah yang diteruskan melalui
trachea dan berakhir di paru-paru. sumbatan jalan nafas dapat terjadi di
sepanjang jalan nafas ini. Pada bayi dan anak ada sedikit perbedaan anatomi
dimana lidah yang relatif lebih besar dibandingkan rahang bawah, glotis yang
letaknya lebih atas dan anterior epiglotis yang lebih besar dan mudah terlipat
serta pita suara yang terletak lebih anterior sehingga pada bayi dan anak
lebih mudah terjadi sumbatan jalan nafas.
Tujuan utama pengelolaan jalan nafas adalah untuk membersihkan atau membypass
sumbatan jalan nafas, mencegah aspirasi dan membantu pernafasan atau
mengambila alih pernafasan spontan dengan bantuan mesin ventilator.
Sumbatan jalan nafas bagian atas adalah kegawatdaruratan yang mengancam
nyawa.Penilaian yang cepat clan upaya mempertahankan patensi jalan nafas adalah
penting walaupun belum diketahui penyebab / diagnosis spesifik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Management jalan nafas adalah tindakan yang dilakukan untuk
membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal.
Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenase tubuh
Untuk menilai nafas yang tidak adekuat maka seorang penolong
harus melakukan :
1. Look :apakah naik turunnya dinding dada seirama dengan alunan nafas,
kesimetrisan pergerakan dinding dada selama pernafasan antara sisi kirikanan, kedalaman pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan, clan
retraksi dinding dada.
2. Listen :suara udara yang masuk dan keluar dari hidung/mulut, apakah
bebas, seperti berkumur, tersengal, merintih ataupun mengi.
3.

Feel :rasakan hembusan udara pernafasan.


Perhatikan pula adanya peubahan warna kulit menjadi keabuan atau kebiruan
(sianosis).

Tanda pernafasan yang tidak adekuat adalah :


a) Gerakan dinding dada yang menghilang, minimal ataupun tidak simetris
b) Gerakan saat bernafas terbatas pada perut (pernafasan perut (abdominal)
c) Hilang atau berkurangnya suara atau hembusan udara nafas
darihidung/mulut
d) Suara nafas tambahan seperti rnendengkur, berkumur, tersengal clan mengi Pernafasan sangat dalam atau sangat dangkal.
e) Warna kulit, mukosa bibir, lidah, telinga ataupun membiru (sianosis).

f)

Inspirasi yang memanjang (tanda sumbatan jalan nafas atas)

ataupunekspirasi yang memanjang (tanda sumbatan jalan nafas bawah)

g) Pasien tidak marnpu berbicara dalam kalimat lengkap karena nafas yangpendek

B.

Etiologi
Banyak sebab yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian
ataupun total, seperti :

Sumbatan pada lidah

Akibat berkurangnya tonus otot penahan lidah, lidah jatuh ke belakang dan
menutupi faring. Hal ini dijumpai pada pasien tidak sadar, intoksikasi
alokohol ataupun obat lain

Sumbatan kareana epiglotis


Akibat inspirasi paksa berlebihan sehingga epiglotis tertarik menyumbat jalan nafas
Benda asing
Kerusakan jaringan
Akibat luka tusuk ataupun benturan benda tumpul dan pembengkakan (edema)
faring dan trakea akibat trauma ataupun luka bakar
Penyakit
Infeksi saluran pernafasan clan reaksi alergi mengakibatkan peradangan dan edema
saluran nafas

C. Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas


tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara


mengatasi : chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa
orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara


mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :


cricotirotomi, trakeostomi.

D. Teknik management jalan nafas


Tehnik yang dapat dilakukan untuk mengelola jalan nafas meliputi tindakan
yang non invasif atau invasif tergantung dari sumbatan di atas atau di bawah
glotis, dan apakah bersifat surgikal atau non surgikal.

Tehnik yang dipilih tergantung dari masing-masing situasi, yang merupakan


konsekuensi dari interaksi faktor kondisi pasien, alat yang tersedia clan
pengalaman tenaga medis.
1. Tehnik Non Invasif
a) Tanpa alat
Pada kondisi dimana tidak terdapat alat maka dilakukan upaya membebaskan
jalan nafas secara manual dengan cara triple airway manuver meliputi:
ekstensi kepala, angkat dagu (Chin Lift maneuver), dan mendorong
mandibula/rahang bawah (Jaw thrust maneuver). Upaya ini dilakukan untuk
mengangkat lidah yang jatuh menutupi saluran nafas.jika terdapat benda
asing di jalan nafas.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk management airway tanpa
alat yaitu :
1. Teknik Cross Finger untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut
dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan bawah

Gambar : Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan


menggunakan teknik cross finger

2. Teknik sapuan jari. Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing
dalam rongga mulut

Gambar : Tehnik finger sweep


3. Teknik maneuver Heimlich, dilakukan jika Kegagalan membuka nafas
dengan cara sapuan jari. Ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan
jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea) Bila hal ini
terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut,
bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan
nafas
Teknik maneuver Heimlich ada beberapa macam yaitu :

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)


Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma
abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau


duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang
korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan
letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar
dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan
tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat
ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak


sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke
atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada
perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung
tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong
menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi


terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri


Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas
pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat,
beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk
berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja
atau belakang kursi
Gambar :Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust

Chest thrust

Back blow

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia

Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)

Gerak dada dan perut paradoksal

Sianosis

Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas
bebas

Beri oksigen bila ada 6 liter/menit

Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke


depan, posisi leher netral

Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Ada beberapa cara untuk penanganannya :


1. Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat
tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan
terganjal!
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien kemudian angkat.
2. Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh
dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah
sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan
lidahpun terangkat ke depan

Gambar :tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
3. Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas
Gambar : manuver Jaw thrust

4. Back Blow (untuk bayi)


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak
efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada
punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)

Gambar : Back blow pada bayi


5. Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan
jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi
antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang,
lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan
b) Bag - Mask Ventilation

Kombinasi antara triple airway manuver dengan ventilasi menggunakan bag


mask merupakan upaya yang sangat dasar dalam menangani jalan nafas.
tangan kiri melakukan jaw trust sambil memegang sungkup muka sementara
tangan kanan memompa baging. Berbagai jenis sungkup muka tersedia
tetapi yang disarankan adalah yang transparansehingga dapat melihat
langsung keadaan mulut dan hidung serta ada tidaknya
sumbatan.Kunci utama tehnik ini adalah kemampuanmempertahankan
seal antara sungkup muka clan wajah paten, jika tidak terjadi kebocoran
maka ventilasi akan adekuat. Komplikasi dari tehnik ini adalah HOW
lambung dan kemungkinan aspirasi paru.
c) Oro dan nasofaringeal airway
Pada pasien yang tidak sadar, obstruksi terjadi akibat
ketidakmampuan untuk mempertahankan tonus lidah sehingga akan
jatuh menutupi jalan nafas. Orofaringeal airway/gudel/mayo dapat
menahan lidah pada posisi yang seharusnya. Cara memasukkan
guedel adalah dengan memasukkan pada posisi lengkungnya
menghadap keatas sampai menyentuh palatum kemudian diputar 180 0
sambil didorong.
Nasofaringeal airway terbuat dari karet atau plastik yang lembut yang
dimasukkan melalui lubang hidung dan diteruskan sampai faring
posterior. Komplikasi pemasangan NPA adalah epistaksis, aspirasi,
laringospasme dan masuk ke esofagus.
d) Laryngeal Mask Airway (LMA)
Alat ini dimasukkan kemulut sampai dengan faring kemudian cuffnya diisi
udara sehingga akan terjadi seal. Berbeda dengan ETT alat ini tidak masuk
ke dalam trakea hanya ada lubang pipa nafas di depan glotis/pita suara.
e) Kombitube (oesofageal trakeal double lumen airway)
Alat ini merupakan kombinasi dari dua pipa, satu untuk esofagus dan yang
satunya untuk trakea. Dimasukkan secara blind ke dalam esofagus dan
kemudian balon udara dikembangkan.

2. Tehnik Invasif
a. Intubasi trakea
Pada kondisi gawat darurat jalan nafas merupakan komponaen yang
paling penting dan menjadi prioritas utama dalam penanganannya. Banyak
sekali pasien yang tidak sadar maupun yang sadar yang tidak dapt
mempertahankan jalan nafasnya terbuka, tidak mampu mengeluarkan sekret,
mencegah aspirasi dan membutuhkan bantuan ventilasi mekanik.
Tujuan utama dari penatalaksanaan jalan nafas darurat adalah
mempertahankan integritas jalan nafas, meyakinkan ventilasi adekuat, dan
mencgah aspirasi. Semua tujuan tersebut dapat dicapai dengan bantuan
inttubasi trakea. Indikasi utama intubasi trakea pada situasi gawat darurat
adalah :
1. Koreksi hipoksia atau hiperkarbia
2. Mencegah ancaman hipoventilasi
3. Mempertahankan patensi jalan
4. Jalan untuk pemberian obat obatan emergensi seperti lidokain, stropin,
nalokson, epinefrin.
Sebelum melakukan intubasi, persiapan alat merupakan hal yang sangat
penting, jika terjadi malfungsi alat atau tidak tersedianya alat yang
dibutuhkan karena persiapan yang kurang baik, maka akan sangat
membahayakan keselamatan dan nyawa pasien. Untuk menghindari hal itu
maka setiap alat harus dipersiapkan dengan baik dan lengkap dan dilakukan
pengecekan terhadap fungsinya.
Untuk mempermudah dan agar tidak ada alat yang terlewatkan maka
dibuatlah singkatan untuk persiapan alat yaitu: "S T A T I C S'
S (scope)
Scope terdiri dari laringoskop dan stetoskop.Berdasarkan bentuk bilahnya terdapat
dua macam laringoskop dengan berbagi ukuran mulai dari bayi sampai dewasa.yaitu
bilah yang melengkung (macintosh) dan bilah yanglurus (magil).

Tidak ada perbedaan fungsi diantara keduanya, perbedaannya adalah bilah


lurus digunakan untuk visualisasi pita suara dengan caramengangkat
epiglotis sedangkan bilah lengkung tidak mengangkat epiglotis secara

langsung tapi dengan cara menempatkan ujung bilah di dalam valecula dan
mengangkat epigfotis secara tidak langsung dengan menarik frenulumnya
tanpa menyentuh epiglotis. Penggunaannya tergantung dari situsi klinis dan
kondisi pasien. Bilah lengkung lebih sedikit menyebabkan trauma karena
sama sekali tidak menyentuh laring serta memberikan ruang yang lebih
besar untuk visualisasi saat menempatkan ETT sehingga sangat berguna
untuk pasien yang gemuk. Sedangkan bilah lurus lebih mudah
dimasukkan terutama pada bayi dan lebih mudahmencari pita suara
karena secara langsung mencari epiglotis dan mengangkatnya.
Stetoskop digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap penempatan
dan kedalaman ETT. Jika terdengar suara baging di paru-paru berarti ETT
beradi di posisi yang benar yaitu di trakea, sedangkan bila terdengar
suara baging di lambung berarti ETT pada posisi yang salah, harus segera
ditarik dan dilakukan intubasi ulang. Stetoskop juga digunakan untuk
mengecek kedalaman ETT, jika terlalu dalam maka ETT akan masuk ke
bronkus kanan sehingga suara nafas di paru kanan lebih keras daripada paru
kiri, ETT harus ditarik pelan-pelan 1 - 2 cm sambil terus didengarkan suara
nafas dan jika suara nafas paru kiri dan kanan telah sama maka penarikan
dihentikan clan batas ETT di mulut dilihat panjangnya kemudian ETT
difiksasi di level tersebut di bibir.
T (tube)
ETT tersedia dalam berbagai jenis clan ukuran. Berdasarkan bahan
pembuatnya ada yang dibuat dari karet ada pula dari PVC, berda~arkan ada
tidaknya Cuff (balon), ada yang memakai balon ada pula yang tidak memakai
balon, berdasarkan kemungkinan tertekuk atau tergigit, ada yang bisa tertekuk
(kinking) ada pula yang tidak bisa tertekuk (non kinking) karera disekeliling
ETT dilapisi oleh spiral yang terbuat dari logam.

Tube atau pipa nafas (ETT) harus dipilih sesuai ukuran trakea pasien, jika
ukuran yang digunakan terlalu kecil maka akan terjadi kebocoran, begitu pula
jika ukuran ETT terlalu besar maka tidak akan masuk ke trakea dan bisa
menimbulakan cedera apabila dipaksakan.

Pemilihan yang tepat berdasarkan umur dan jenis kelamin, biasanya


wanita memiliki ukuran trakea yang lebih kecil dari laki-laki. Rumus yang dapt
digunakan untuk anak-anak adalah 4+ (umur dalam tahun / 4) atau secara
sederhana dapat dilihat ukuran dari jari kelingking pasien. Ukursn untuk
pasien laki-laki dewasa adalah 7,5 8 sedangkan untuk wanita 7 7,5.
Setelah didapatkan 1 ukuran yang pas harus pula disiapkan satu ukuran
dibawahnya dan 1 ukuran diatasnya. Misalnya ukuran yang akan dipakai
adalah no 7 maka disiapkan pula no 6,5 dan 7,5.
A (Airway)
Segala peralatan yang digunakan untuk membuka dan mengmankan jalan
nafas sementara harus disiapkan seperti orofaringeal airway
(OPA/guedel/mayo) dan nasofaringeal airway (NPA). Ukuran guedel atau NPA
disesuaikan dengan ukuran jalan nafas. Panjangnya guedel yang dibutuhkan
diukur jarak dari sudut bibir sampai kebagian depan liang telinga.
T (Tape)
Tape atau plester berguna untuk melakukan fiksasi setelah intubasi selesai
dilakukan. Tanpa fiksasi kemungkinan ETT akan tercabuut atau terdorong
akan lebih besar sehingga perlu difiksasi dengan plester ke pipi atau wajah
pasien.

I (Introducer)
Introducer digunakan untuk membantu intubasi.Alat yang biasa digunakan
adalah mandarin yaitu kawat yang bisa dimasukan ke dalam ETT dan
dibentuk / dilengkungkan sesuai dengan anatomi jalan nafas. Sehingga akan
memudahkan mengarahkan ujung ETT melewati pita suara. Alat lain adalah
Klem magil, jerupa klem yang bisa menjepit ETT di,dalam rongga mulut
untuk diarahkan kemulut pita suara
C (Conector).

Merupakan a!at untuk merighubungkan ETT dengan alat lainnya yaitu baging,
ventilator, dll. Conecior ini mempunvai ukuran / diameter yang standar
sehingga dapat dihubungkan kesemua alat.
S (Suction)
Suction lengkap dengan kateter suction digunakan untuk menghisap
lendir, sekret ataupun darah yang berada di dalam rongga faring dan
menghalangi pandangan.
Dalam melakukan intubasi trakea seorang tenaga medis harus
melakukan evaluasi terhadap anatomi jalan nafas meliputi: pemeriksaan
gigi geligi, ukuran rongga mulut, jarak tiroid dan os mentalis mandibula,
mobilitas leher dan mandibula. Evaluasi tersebut untuk menyingkirkan
kemungkinan sulit intubasi.
Setelah semua perlengkapan disiapkan dengan baik dan lengkap,
pasien diposisikan daiam posisi snifing position yaitu; fleksi pada leher
bagian bawah denganekstensi pada atlantoocipital joint. Posisi ini
akanmenyebabkan aksis orofaringeolaringeal berada dalam satu garis
dan memudahkan visualisasipita suara.
Penambahan bantal atau kain yang dilipat setinggi 6 - 10 cm
akansangat membantu menempatkan pasien pada snifing position.
Setelah posisi pasien benar maka diteruskan dengan preoksigenasi, yaitu
pemberian oksigen 100 % selama beberapa menit melalui baging. Hal ini bertujuan
untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah dan paru-paru pasien
sehingga mencegah terjadinya hipoksia selama tindakan intubasi
Laringoskop dipegang oleh tangan kiri, kemudian bilah dimasukan dari sudut mulut
pasien sebelah kanan menyususri lidah.Setelah mendekati pangkal lidah,
laringoskop digeserkan ke sebalah kiri sampai berada di garis tengah dengan
menyingkirkan lidah ke sebelah kiri.Jika menggunakan bilah lengkung
(macintosh), maka ujung bilah ditempatkan di dalam valekula pada pangkal
epiglotis, -sedangkan jika menggunakan bilah lurus, maka ujung bilah
ditempatkan di bawah epiglotis secara langsung.Setelah itu epiglotis
diangkat untuk melihat / visualisasi pita suara.Setelah pita suara terlihat maka
tangan kanan memasukan ETT.Untuk membantu melakukan visualisasi pita
suara dapat dilakukan tindakan menekan jakun / kartilago tiroid agar glotis
turun sehingga pita suara terlihat.
Setelah ETT masuk ke daiann $rakhea, balon udara dikembangkan sampai tidak
terdengar kebo=an di rongga mulut, untuk konfirmasi posisi ETT dilakukan
auskultasi pada dada kiri kanan serta lambung. setelah suara nafas di paru kiri clan

kanan sama, lalu dilakukan fiksasi dengan menggunakan pester di wajah atau pipi.
Kemudian ETT dihubungkan dengan manual baging atau ventilator.

Komplikasi intubasi
Tindakan laringoskopi dapat mengakibatkantrauma jalan nafas jika tidak
dilakukan dengan hati-hati.Cedera pada bibir, atau gigi patah merupakan
kejadian yang spring terjadi.Tindakan laringoskopi merupakan tindakan yang
menyakitkan, untuk itu perlu diberikan analgetik atau anastetik lokal, jika nyeri
ini terjadi maka dapat mengakibatkan gangguan irama jantung sampai henti
jantung.
Tindakan intubasi juga mempunyai komplikasi ringan sampai berat yang
dapat membahayakan nyawa pasien.Edema pada pita suara yang mengakibatkan
nyeri clan suara serak, ETT yang didorong terlalu dalam sehingga masuk ke bronkus
sebelah kanan dapat mengakibatkan hipoksia clan hiperkarbia.Begitu pula ETT
yang masuk ke dalam esofagus menyebabkan distensi lambung sampai
perforasi.Untuk itu posisi ETT harus diyakinkan berada pada posisi yang tepat.

b. Krikotirodotomi
Merupakan upaya emergensi untuk membypass sumbatan dengan cara membuat
lubang pada membrana krikoid. Dalam keadaan emergensi dapat dilakukan
penusukan di membran krikoid dengan menggunakan Abocath no 14.

c. Trakeostomi
Trakeostomi dilakukan jika tidak memungkinkan untuk dilakukan intubasi.
Merupakan upaya bypass jalan nafas dengan membuat lubang secara langsung
pada cincin trakea.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Management jalan nafas adalah tindakan yang dilakukan untuk
membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal.
Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenase tubuh
Banyak sebab yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas sebagian
ataupun total, seperti : Sumbatan pada lidah, Sumbatan kareana epiglotis,
Benda asing, Kerusakan jaringan, Penyakit
Teknik airway managemet tanpa alat ada beberapa cara :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Teknik Cross Finger


Teknik sapuan jari
Teknik maneuver Heimlich
Teknik Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust
Teknik Head Tilt
Teknik Back blow
Teknik jaw thrust
Teknik Chest Thrust
Sedangkan teknik dengan menggunakan alat yaitu :

1) Intubasi Trakea
2) Krikotirodotomi
3) Trakeostomi

AIRWAY MANAGEMENT

AIRWAY MANAGEMENT
1.

Pengertian

Airway Manajement ialah memastikan jalan napas terbuka. Menurut The Commite on
Trauma: American College of Surgeon (Yayasan Essentia Medica, 1983: 20; Hendrotomo, 1986:
497) tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkang saluran
pernapasan, yaitu dengan cara:
1)
2)

Tripel airway maneuver


Maneuver heimlich.

I.

Triple Airway Manuever.


Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:

Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan tangan yang lain
pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan

yang lain
Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obtruksi hipofarings oleh

dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara larings dan rahang bawah.
Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.

II.

Manuever Heimlich
Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of Surgeon (Yayasan
Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi
saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam pharynx
posterior atau glottis.
Korban menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian. Pada
kondisi tersebut di atas, maneuver dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau
berbaring.

a.

Korban dalam keadaan sadar.


Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan kedua belah
tanggan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan
penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut
ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak
boleh memantul, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0.5-1
detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang-ulang beberapa kali. Naiknya
diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada,

meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam
saluran pernapasan.
b. Korban dalam keadaan tidak sadar.
Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong
menumpukan kedua belah tanggannya dan meletakkan panggkal salah satu telapak tangan pada
abdomen korban, kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri.
Airway Management merupakan tahapan awal PPGD. Untuk menilai airway, terdapat 3
tahapan, yaitu:

Look (lihat sumbatan pada jalan napas, daerah bibir, dan pengembangan dada),
Listen (dengar suara napas),
Feel (rasakan hembusan napas).

2.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat

Pengertian: tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal
Tujuan: membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pengkajian Jalan Napas :


L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna
mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Gambar: Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk
memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Tindakan
1. Membuka jalan nafas dengan proteksi cervical
a. Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
b. Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
c. Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw
thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross
Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi
atas dan bawah.

Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan

pembersihan manual dengan sapuan jari.


Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan

nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)


Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada
tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukanmaneuver
Heimlich.

Gambar: Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan):


Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi: chin lift, jaw thrust,
pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.
Berkumur (gargling), penyebab: ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi: finger sweep,
pengisapan/suction.
Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi :cricotirotomi, trakeostomi.
2.

Membersihkan jalan nafas


Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang
atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan
nafas hilang.
Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut

dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung
tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Gambar: Tehnik finger sweep


3.

Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust:

Abdominal thrust

Chest thrust

Back blow

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia


Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
Gerak dada dan perut paradoksal
Sianosis
Kelelahan dan meninggal
Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Gambar: Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak
menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban
pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian
angkat.
Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien
dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar: Tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada
di depan barisan gigi atas

Gambar: manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih


Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda
padat.

Gambar: Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnya

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)


Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua
lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada
perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan
tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke
atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut
di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas
pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama.
Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan,
yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah
ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma
dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut
pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar: Abdominal Thrust dalam posisi berdiri


Back Blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti,
lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat
dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar: Back blow pada bayi


Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari
tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila
penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukanchest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri
nafas buatan.

3.

Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat


Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil
dengan sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :

a.

Pemasangan Pipa (tube)

Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo), pipa nasofaring
atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.

Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka
dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan nafas
terutama bagi penderita tidak sadar

Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernafasan

b. Pengisapan benda cair (suctioning)

Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan alat bantu
pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk mencegah suction
masuk ke dasar tengkorak

Gambar : Suctioning
c.

Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas

Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka tidak mungkin
dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa : laringoskop, alat pengisap, alat
penjepit.

d. Membuka jalan nafas

Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi


Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak mungkin
dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih, dapat
melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.

e. Proteksi servikal

Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan control servikal terutama pada multiple
trauma atau tersangka cedera tulang leher.

Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak.

Posisi kepala harus in line (segaris dengan sumbu vertikal tubuh).

Anda mungkin juga menyukai