PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika lihat dari perkembangan hidup manusia, suatu hukum tersebut bisa terjadi mulai
dari diri manusia yang telah diberikan kesempurnaan yaitu berupa akal dan pikiran yang
belum tentu dimiliki oleh makhluk lain. Dimana perilaku-perilaku tersebut nantinya akan
menjadi kebiaasaan pribadi yang kemudian akan di ikuti oleh masyarakat sekitar yang
lambat laun akan menjadi suatu adat. Setelah adat terbentuk pada suatu masyarakat, mereka
akan saling mempercayai hal-hal yang dilakukan secara turun temurun tersebut. kemudian
kebiasaan masyarakat ini lambat laun akan menjadikan adat tersebut sebagai adat yang mau
tidak mau harus diikuti bagi semua masyarakat yang ada pa tempat tertentu yang memiliki
sanksi-sanksi, baik berupa sanksi moral, maupun sanksi dari Pemangku Adat setempat.
Perkembangan zaman maupun kemajuan teknologi dan gaya hidup masyarakat modern
ternyata sangat sulit untuk meninggalkan kebiasaan yang hidup didalam peri kehidupan
masyarakat, walaupun demikian mungkin hanya terlihat dalam proses zaman yaitu
kebiasaan tersebut slalu dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan
kehendak zaman, sehingga kebiasaan atau adat itu tetap berkembang dan lestaridalam
keberadaannya saat ini.
Oleh karena itu kami mengajak halayak banyak untuk melestarikan adat serta budaya
Indonesia mulai dari sabang sampai marauke.adat bangsa Indonesia ini slalu berkembang
dan senantiasa bergerak dan mengikuti peradaban-peradaban bangsa di dunia. Adat istiadat
yang hidup ditengah-tengah kita merupakan hal yang sangat mengagumkan bagi Hukum
Adat kita sebagai hukum asli dari masyarakat dan bangsa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah corak Hukum Adat Indonesia?
2. Bagaimanakah sistem Hukum Adat Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami corak-corak Hukum Adat Indonesia.
2. Untuk mengidentifikasi sistem Hukum Adat Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh :
Panjer di dalam jual beli atau dalam hal memindahkan hak atas tanah, Paningset
(payangcang) dalam pertunanangan, membalas dendam terhadap yang membuat
patung, boneka atau barang lain lalu barang itu di musnahkan, dibakar atau di
pancung.
Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional , artinya bersifat turun
temurun dari zaman nenek moyang sampai ke anak-cucu-cicit sekarang dimana
keadaannya masih tetap berlaku dan tetap dipertahankan oleh masyarakat yang
bersangkutan. Secara tidak langsung tradisi yang telah dilakukan oleh orang tua atau
nenek moyang kita terdahulu akan memberikan inspirasi kepada keturunan mereka
bahwa tradisi itu harus dipertahankan. Mereka lambat laun akan mempercayai hal-hal
yang berbau mitos menjadi hal yang bisa masuk akal.
Misalnya:
a. Di dalam hukum kekerabatan Adat Suku Sasak
Kekerabatan orang sasak terutama Bangsawan menarik garis keturunan lakilaki, sejak dahulu sampai sekarang adat kekerabatan tersebut masih terus
dilakukan. Perempuan yang garis keturunan bangsawan harus menikah dengan
laki-laki keturunan bangsawan. Sedangkan wanita yang tidak menikah dengan
mengatur, menyelesaikan suatu karya (hajat) biasanya berdoa memohon keridhoan Yang
Maha Pencipta, Yang GHaib, dengan harapan bahwa hajat tersebut dapat berjalan sesuai
dengan yang dikehendaki dan tidak melanggar pantangan atu pamali yang dapat
mengakibatkan timbulnya kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa (prof. Hilman
Hadikusumah).
Misalnya:
Adat masyarakat terutama yang beragama islam dalam memulai pembicaraan, datang
bertamu, selalu mengucapkan salam. Karna itu merupan ajaran Rasullah dan harus kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Umat hindu (Bali) ditempat-tempat tertentu
mereka mendirikan tugu tempat sesajen.
Corak keagamaan di dlam Hukum Adat ini sudah tertian di dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke-3 yang berbunyi : atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorong keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka Rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
3. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan (communal), artinya ia
lebih mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh
kepentingan bersama ( satu untuk semua. Semua untuk satu). Hubungan hukum antara
anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya didasarkan oleh rasa
kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong. Oleh karenanya
hingga sekarang kita masih dapat melihat adanya tanah pusaka yang tidak dibagi-bagi
secara individual melainkan menjadi milik bersama untuk kepentingan bersama. Di
pedesaan jika ada tetangga yang terkena musibah atau kematian, para tetangga akan
Jadi, hukum adat pada umumnya tidak dikodifikasikan seperti halnya hukum barat
( Eropa) yang disusun secara teratur dan sistematis di dalam kitab yang disebut kitab
Perundang_undangan, sehingga oleh karena hukum adat mudah berubah dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
8. Musyawarah dan Mufakat
Hukum Adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat di dalam keluarga,
didalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan
maupun didalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan didalam
menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang lainnya.
Didalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian secara
rukun dan damai dengan musyawarah mufakat, tidaklah tergopoh-gopoh begitu saja
langsung menyampaikannya atau menyelesaikannya ke pengadilan Negara. Jalan
penyelesaian damai yang demikian sangat membutuhkan adanya itikat baik dari para
pihak dan adanya semangat yang adil dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai
penengah, atau semangat dari Majelis Permusyawaratan Adat.
Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai Judge Made Law berbeda
Civil Law yang merupakan statury law.
Common Law di Inggris berkembang sejak formulaan abad ke
IX dibawah kekuasaan Raja William The Qonqueror yang meletakkan dasardasar pemerintahan pusat pada peradilan Raja yang disebut Curia Regis yaitu
peradilan yang menyelsaikan berbagai perkara suatu perselisihan secara damai.
Jadi, di Inggris dikenal adanya Juru Damai yang disebut Justice of the
peac. Hal ini mirip Peradilan Adat (peradilan desa) di Indonesia yang
menyelsaikan perkara perselisihan secara damai (dimasa-masa lalu dan sekarang
sudah tidak berlaku). Namun di Inggris seseorang menuntut orang lain di Muka
Hakim Pidana tanpa melalui badan penuntut.
2. Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat
Hukum Adat kita tidak seperti halnya Hukum Eropa dimana membedakan
antara hukum yang bersifat publik dan bersifat perdata. Hukum publik yang
menyangkut kepentingan umum seperti Hukum Ketata Negaraan yang mengatur
tugas-tugas pemerintahan dan anggota-anggota masyarakat. Hukum Perdata dan
Hukum Sipil (privat) yang mengatur hubungan antara anggota-anggota
masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan anggota masyarakat terhadap
badan negara sebagai badan hukum.
Pembagian Hukum Publik Hukum Privat ini berasal dari Hukum Romawi.
Hukum Publik dipertahankan oleh pribadi-pribadi individu. Hukum adat tidak
membedakan berdasarkan kepentingan dan siapa yang mempertahankannya dari
kepentingan yang dimaksud. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara
kepentingan umum dan kepentingan khusus.
3. Tidak Membedakan Hak Kebendaan Dan Hak Perorangan
Hukum Adat tidak membedakan antara hak kebendaan (zakelijke rechten) yaitu
hak yang berlaku bagi setiap orang dan hak perseorangan (persolijke
rechken) yaitu hak seseorang untuk menuntut orang lain agar berbuat atau tidak
berbuat terhadap hak-haknya.
Menurut Hukum Barat atau Eropa setiap orang yang mempunyai hak atas sesuatu
benda berarti ia berkuasa untuk berbuat (menikmati, memakai, mentransaksikan)
benda miliknya itu dan sekaligus karenanya mempunyai hak perseorangn atas hak
miliknya itu. Antara kedua hak itu tidak terpisah. Namun menurut Hukum Adat,
hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan baik berwujud benda maupun tidak
berwujud benda seperti hak atas nyawa, kehormatan hak cipta dan lain-lainnya
tidak bersifat mutlak sebagai hak pribadinnya sendiri oleh karena pribadinya tidak
lepas hubungan dengan kekeluargaan dan kekerabatannya.
4. Tidak membedakan Pelanggaran Perdata dan Pidana
Hukum Adat juga tidak membedakan antara perbuatan yang sifatnya
pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum pidana sehingga perkara
perdata diperiksa oleh hakim perdata dan perkara pidana diperiksa oleh hakim
pidana.
Menurut peradilan adat kedua pelanggaran dimaksud yang dilakukan
seseorang diperiksa, dipertimbangkan dan diputuskan sekaligus dalam suatu
persidangan yang tidak terpisah.
Misalnya:
A memiliki hutang kepada B, setelah B 2 kali menagih kepada A akan
tetapi A tidak nampak berusaha untuk melunasi hutangnya. Ketika B menagih A
untuk ketiga kalinya, bukannya B dilayani dengan baik namun malah memukul B
sampai kepalanya terluka. B kemudian melaporkan perkara tersebut ke pihak
yang berwenang untuk di sidangkan di pengadilan.
Menurut Hukum Barat (Eropa), perkara penganiayaan itu diperiksa oleh
Hakim Pidana dan perkara utang piutang di periksa oleh Hakim Perdata dalam
pengadilan yang terpisah. Namun Menurut Hukum Adat, kedua perkara tersebut
diperiksa sekaligus dalam persidangan (misalnya diputus oleh hakim bahwa A
bersalah dan dihukum agar melunasi hutangnya dan membayar denda pula kepada
B atas perbuatan penganiayaannya, kemudian keluarga B wajib meminta maaf
dan hidup rukun kembali dengan keluarga A). dengan demikian kehidupan yang
terganggu didalam kehidupam masyarakat yang bersangkutan dikembalikan
(dipulihkan) seperti sedia kala.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang fundamental dalam sistem ini
menurut Soerojo Wignjoedipoero, S.H., (1990:70) pada hakikatnya disebabkan
oleh karena hal-hal sebagai berikut:
a. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum Adat dan Hukum Barat
(Eropa),
b. Pandangan hidup (volkgeist) yang mendukung kedua macam hukum itupun
berbeda.
Aliran Hukum Barat bersifat libralistis dan bercorak nasionalistisintelektuallis, sedangkan aliran Timur khususnya aliran pikiran tradisional
Indonesia bersifat kosmis, tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia
ghoib, dunia manusia berhubungan erat dengan segala hidup di alam ini. Segala
sesuatu memiliki sangkut paut dan saling mempengaruhi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan demikian sumber hukum adat Indonesia adalah berasal dari kehidupan
sehari-hari yang langsung timbul sebagai kenyataan kebudayaan orang Indonesia asli.
Berbagai macam corak dan sistem hukum adat yang ada di Indonesia, namun masingmasing daerah di Indonesia memiliki cirri khas tersendiri. Mereka memiliki aturan masingmasing dalam menjalankan adat istiadat mereka.
B.
Saran
Lestarikanlah budaya dan adat dimanapun kalian berada tanpa meninggalkan nilainilai keagamaan yang menjadi keyakinan dalam setiap diri manusia. Tetaplah menjadi
manusia yang penuh rasa hormat terhadap budaya dan juga adat dari manusia ataupun
kelompok manusia lainnya. Karena kita berpijak diatas tanah Indonesia, dalam masyarakat
yang heterogen, Negara yang kaya akan warisan budaya dan adatnya yang dipersatukan
dalam semboyamnya Negara kita Bhineka Tunggal Ika.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoel Djamali R. S.H., (2008), Pengantar Hukum Indonesia, Raja Grapindopersa, Jakarta.
Achmad Sanusi, Prof. Dr. S.H.,(1991), Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia, Penerbit Tarsito, Bandung.
Hilman Hadikusuma, Prof. S.H.,(1992), Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,
Bandung.
Menurut Abdoel Djamali (2008)
Soekanto, Prof. Dr. Mr., (1985), Meninjau Hukum Adat Indonesia, Penerbit CV. Rajawali,
Jakarta.
Soepomo, R. Prof. Dr. S.H,(1993), Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Penerbit PT Raja Pradnya
Pramita, Jakarta.
Soerojo Wignjoedipoero, S.H, (1990:70),Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Haji
Masagung, Jakarta.
Tolib Setiadi, Bey, S.H. M. Pd.,(2000),Pokok-Pokok Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit EmpatTiga, Bandung.