Anda di halaman 1dari 18

Tugas Tektonik

Geologi Regional Daerah Bayat

Kelompok 04
Haidir Ali /410013156
Afif Brian Bindu P / 410013
Ardianton /410013219

Jurusan Teknik Geologi


Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka penulisdapat menyelesaikan sebuah
karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Geologi
Regional Daerah Bayat, dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang
besar bagi mahasiswa teknik geologi STTNAS untuk mempelajari mata kuliah
Tektonik, Khusunya di daerah bayat.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan mohon di
maklumi bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan kesalahan dalam
penulisanyang kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih kepada TuhanYang Maha Esa dan dosen Tektonik.semoga makala ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar......
Daftar Isi.......
BAB I PENDAHULUAN........
A. Latar Belakang.........................................................................................

B. Maksud Dan Tujuan...............................................................................


BAB II PEMBAHASAN.........
II.1 Fisiografi Daerah Bayat ..............
II.2 Stratigrafi Daerah Bayat ...............................................................
II.3 Struktur/ Tektonik...............................................................................
II.4 Sumber Daya Alam Daerah Bayat........................................................
BAB III PENUTUP........................
DAFTAR PUSTAKA.............

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumi terdiri dari beberapa lapisan, yaitu lapisan litosfer (kerak bumi),
astenosfer, mesosfer, dan inti bumi. Kerak bumi atau litosfer juga terdiri dari
lempeng-lempeng. Lempeng-lempeng tersebut dinamakan lempeng tektonik.
Lempeng-lempeng tersebut sewaktu-waktu dapat bergerak. Akibat dari pergerakan
lempeng tersebut maka terbentuklah patahan dan lipatan. Selain itu karena lempeng
tersebut dapat bergerak mendekati, menjauhi dan bergerak saling melewati sehingga
menyebabkan benua besar (Pangea) dapat terpecah belah menjadi benua-benua yang
lebih kecil seperti sekarang ini. Selain itu akibat pergerakan lempeng juga
menyebakan terbentuknya gunung dan penyebab terjadinya gempa bumi. Lempenglempeng itu.

B. Maksud dan Tujuan


Tujuannya yaitu untuk mempelajari dan mengetahui geologi regional didaerah
Bayat,Klaten Jawa Tengah khususnya tentang fisiografi,stratigrafi,struktur/tektonik
lempeng yang terjadi didaerah tersebut serta potensi sumber daya alam di daerah
Bayat sehingga kita dapat memahami sejarah terbentuknya daerah Bayat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fisiografi Daerah Bayat

Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan suatu inlier dari batuan Pra
Tersier dan Tersier di sekitar endapan Kuarter, yang terutama terdiri dari endapan
flufio-vulkanik dari Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak
lebih dari 400 meter diatas muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut
perbukitan rendah. Perbukitan itu tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda. Di
bagian barat (Jiwo Barat), jalur puncak-puncak bukit berarah utara selatan, yang
diwakili oleh puncak-puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo Sari, dan Tugu
dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat, yaitudaerah perbukitan
Kampak. Di sebelah timur (Jiwo Timur) arah jalurnya adalah barat-timur, dengan
puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, dengan percabangan kearah utara, yang
terwakili oleh puncak Jokotuo dan Bawak.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan
memanjang dengan pegunungan yang tumpul sehingga kenampakan puncak tidak
begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alur
tidak banyak dijumpai. Sebagai contoh adalah perbukitan Bawak-Temas di Jiwo
Timur dan perbukitan Tugu-Kapak di Jiwo Barat. Untuk daerah yang tersusun oleh
batuan metamorf, ini terisi oleh campuran endapan pasir Merapi, endapan lempung
hitam dan endapan rombakan dari Pegunungan Selatan. Endapan lepas yang
berumur kuater ini diduga menutup lembah sesar yang membatasi Pegunungan
Selatan dengan perbuukitan Jiwo. enis dan arah gerakan sesar ini belum diketahui
dengan pasti karena singkapannya saat ini belum ditemukan.

2.2 Stratigrafi Daerah Bayat


Batuan tertua yang tersingkap didaerah Perbukitan Jiwo adalah kompleks
batuan metamorf yang diduga berumur Pra Tersier. Kompleks Batuan ini merupakan
basement dari cekungan sedimen Paleogen, dan merupakan salah satu batuan yang
tertua di Jawa, serupa yang dijumpai di daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa
Tengah dan Ciletuh di Jawa Barat. Endapan Paleogen yang dijumpai berupa batupasir
dengan sisipan batugamping yang kaya akan foraminifera besar. Batuan tersebut

diterobos oleh tubuh batuan beku yang terutama terdiri dari mikrodiorit. Penerobosan
ini diduga terjadi pada Paleogen akhir.
Secara tidak selaras di atas batuan beku dan batuan sedimen Paleogen tersebut
terdapat batuan karbonat berumur Neogen yang dijumpai dlam bentuk 2 fasies yang
berbeda, yaitu fasies laut dan fasies laut dangkal.
Erosi yang terjadi pada Neogen atas berakibat bahwa batuan Kuarter
menumpang secara tidak selaras pada batuan dibawahnya. Batuan yang terbentuk
pada jaman Kuarter berturut-turut adalah breksi vulkanik, endapan koluvial, endapan
fluvio vulkanik dan endapan aluvial.
Pra Tersier
Batuan yang tertua di perbukitan Jiwo berupa kompleks batuan metamorf,
terutama berupa filit, sekis dan marmer. Filit dan sekisnya menunjukkan foliasi yang
secara umum mempunyai jurus barat-daya timur laut. Kedudukan filit terhadap sekis
sangat sukar ditentukan karena kebanyakan singkapan sudah lapuk dan di banyak
tempat terpotong oleh sesar yang sangat kompleks. Disamping itu dijumpai pula
kuarsit yang mempunyai kedudukan baik memotong maupun sejajar atau mengisi
celah diantara bidang foliasi. Erosi dari kuarsit ini menghasilkan butiran kuarsa susu,
berukuran kerikil sampai berangkal dan merupakan penciri khas daerah batuan
metamorf.
Batuan metamorf ini tersebar membentuk perbukitan dengan relief yang kuat
dan terbiku sedang sampai kuat, dengan puncak-puncak yang meruncing, beberapa
diantaranya membentuk kerucut. Di daerah Jiwo Barat penyebaran batuan ini meliputi
perbukitan Jabalkat di selatan hingga Sari di utara. Di lereng baratdaya Jabalkat,
didaerah Pagerjurang, dijumpai Serpentinit diantara filit dan sekis, yang menunjukkan
mineralisasi garnet. Di dekat puncak Cakaran, Kebo, dan Pegat batuan metamorf ini
diterobos oleh tubuh diorit, mikrodiorit dan gabro. Intrusi gabro juga dijumpai lereng
selatan dari G. Jabalkat. Sedangkan pada aliran sungai Kebo diantara puncak G.Kebo
dengan G.Cakaran dan G.Merak, dijumpai batuan terobosan yang berupa diorit dan
basalt. Pertanggalan absolut dari batuan beku di tempat ini menunjukkan umur 36 jtl.,
yaitu Oligosen (Soeria Atmaja,1991). Di daerah Jiwo Timur batuan metamorf
dijumpai dari daerah G.Konang di ujung barat, membentuk bukit yang memanjang
kearah timur. Perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata, dengan tebingtebing terbiku kuat. Kuatnya penorehan tebing tersebut berakibat bahwa di kaki
perbukitan ini banyak teronggok endapan hasil erosi yang dikenal sebagai endapan

colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun oleh batuan metamorf ini


kelihatan lebih menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut,
misalnya puncak Jabalkat dan puncak Semangu. Daerah dengan relief kuat ini
dijumpai di Jiwo Barat antara daerah puncak Jabalkat ke utara hingga daerah puncak
Sari, sedang di Jiwo Timur mulai dari daerah puncak Konang ke arah timur hingga
puncak Semangu dan Jokotuo. Daerah sekitar puncak Pendul adalah satu-satunya
tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondsi morfologinya cukup
kasar mirip perbukitan batuan metamorf, namun relief yang ditunjukkan puncakpuncaknya tidak sekuat perbukitan metamorf.
Di utara dan di tenggara Perbukitan Jiwo Timur terdapat bukit yang terisolir
yang mencuat dari dataran aluvial yang ada di sekitarnya. Inlier atau isolated hills ini
adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di Tenggara. Bukit Jeto secara umum
tersusun oleh batugamping Neogen, yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan
metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batugamping
Neogen tersebut. Di daerah Jiwo Barat juga dijumpai inlier, masing-masing bukit
wungkal (So) dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat
penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di
bukit tersebut.
Daerah Jiwo Barat dan Jiwo Timur dipisahkan oleh aliran sungai Dengkeng,
yang memotong deretan perbukitan secara anteseden. Sungai Dengkeng sendiri
mempunyai aliran yang memutari kompleks Jiwo Barat, bermula mengalir ke arah
selatan tenggara, berbelok kearah timur kemudian ke utara, memotong perbuktian
untuk kemudian mengalir kearah timur laut. Sungai Dengkeng ini merupakan
pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo. Dataran rendah ini
semula merupakan rawa yang luas, akibat air yang mengalir dari Gunung Merapi
tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini di daerah utara, yang lebih dekat
ke arah Gunung Merapi mengendapkan pasir yang berasal dari lahar, sedangkan di
bagian selatan atau pada lekukan antar bukit di Perbukitan Jiwo mengendapkan
endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu ciri khas suasana rawa. Pada
pertengahan kedua abad ke 19, daerah rawa yang mengandung sedimen Merapi yang
subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk
dijadikan daerah perkebunan, terutama untuk tanaman tembakau dan tebu. Reklamasi
ini dilakukan dengan jalan membuat saluran-saluran sungai yang ditanggung cukup

tinggi, sehingga air yang datang dari arah gunung Merapi tetap tertampung di sungai,
sedang daerah rendahnya yang semula berupa rawa berubah menjadi tanah kering
yang digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawa yang semula lebar disisakan di
daerah yang dikelilingi oleh puncak Sari, Tugu dan Kampak di Jiwo Barat, dan
dikenal dengan nama Rowo Jombor. Rawa yang disisakan ini berfungsi sebagai
tandon (reservoir) untuk keperluan irigasi daerah perkebunan di dataran di utara
Perbkitan Jiwo Timur. Untuk menyalurkan air rawa tersebut, dibuat saluran buatan
dari sudut tenggara rawa, menembus perbukitan batuan metamorf di Gunung Pegat
mengalir ke timur melewati desa Sedan dan memotong sungai Dengkeng lewat
aquaduct di selatan desa Jotangan terus ke arah timur laut melewati jalur yang hampir
sejajar dengan kaki utara dari Perbukitan Jiwo Timur.
Di selatan Perbukitan Jiwo, terdapat dataran rendah yang berarah memanjang
barat-timur, sejajar dengan kaki Pegunungan Selatan yang berada di selatannya.
Dataran Bukit ini terpotong oleh sesar dan singkapan batuan metamorf tergeser ke
arah timur laut di daerah Padasan, G. Semangu dan berbelok ke utara hingga daerah
Jokotuo, dijumpai marmer yang merupakan kantong diantara filit.
Umur batuan metamorf secara tepat belum dapat diketahui. Bothe (1929)
menyatakan bahwa di daerah Santren di kawasan Jiwo Timur dijumpai konglomerat
yang mengandung fragmen marmer, dan di dalam marmer tersebut dijumpai fragmen
foraminifera besar yang berupa Orbitolina. Atas dasar data ini maka ia menyatakan
bahwa batuan metamorf tersebut berasal dari batugamping yang terbentuk pada jaman
Kapur. Namun karena data ini merupakan satu-satunya data yang tidak disertai
dengan ilustrasi yang meyakinkan, maka kesimpulan asal jaman kapur tersebut belum
dapat dipegang. Untuk amannya, karena batuan metamorf tersebut terletak tidak
selaras di bawah batuan Tersier, maka secara umum dikatakan bahwa batuan
metamorf tersebut berasal dari jaman Pra Tersier.

Paleogen
Secara tidak selaras di atas batuan metamorf terdapat seri batuan klastika dan
karbonat yang kaya akan kandungan fosil foraminifera besar. Bothe (1929) menyebut
batuan ini sebagai Wungkal Beds untuk bagian bawah dan Gamping Beds di bagian
atas. Perbedaan diantara dua beds tersebut bukan atas dasar perbedaan Litologinya,

melainkan lebih didasarkan pada perbedaan kandungan fosilnya, sehingga nama


wungkal dan Gamping pada dasarnya adalah nama untuk satuan biostratigrafi.
Walaupun batuan neogen ini tersingkap di beberapa tempat, namun posisi
stratigrafi satu terhadap yang lain sangat sukar untuk ditetapkan. Singkapan utama
dari batuan ini adalah di Watuprahu-Padasan, lereng selatan G.Pendul, di dekat desa
Gamping Gede dan di daerah Dowo, keempat-empatnya terletak di kawasan Jiwo
Timur. Di Jiwo Barat batuan Paleogen tersingkap di lereng timur G.Jabalkat, lereng
barat G.Cakaran dan di dua perbuktian yang berupa inlier diantara endapan fluviovulkanik Merapi yaitu di G.Wungkal (G.So) dan di Salam. Rekonstruksi sementara
dari hasil korelasi singkapan-singkapan yang etrpencar tersebut menunjukkan bahwa
lapisan terbawah berupa konglomerat kuarsa yang tersingkap di sekitar puncak
Cakaran. Semakin ke atas, konglomerat ini berangsur berubah menjadi batupasir
kuarsa. Di atas batupasir kuarsa ini terdapat batugamping yang kaya akan kandungan
Numulites javanus, N. bagelensis, Assilina spira, seperti yang tersingkap di
G.Wungkal dan G. Salam, menunjukkan umur Tb atau Eosen atas (Bothe,1929 ;
Kurniawan, 1977). Singkapan serupa juga dijumpai pada singkapan di Dowo, lereng
baratdaya dari G.Pendul. Semakin ke atas disamping fosil foraminivera juga dijumpai
fosil coraline algae dan echinoid, seperti yang dijumpai pada singkapan di Padasan.
Algae tersebut biasanya membentuk struktur lapisan yang konsentris seperti bola
(oncoid) dengan inti foraminifera besar, menunjukkan hasil pengendapan laut
dangkal. Ke arah atas, batugamping ini berubah menjadi batupasir yang bersifat
gampingan dan mengandung fosil foraminifera plangton yang berjumlah sedikit
dengan pengawetan yang buruk. Seluruh rangkaian batuan ini mulai konglomerat,
batupasir kuarsa, batugamping berfosil hingga batupasir gampingan oleh Bothe
disebut sebagai Wungkal Beds. Nama ini diberikan karena singkapannya yang khas
dijumpai di daerah G.Wungkal.
Di dekat desa Gamping Gede dijumpai singkapan batugamping lempungan
dan napal, yang hanya sedikit mengandung Numulites javanus tetapi melimpah
dengan kandungan Discocyclina dispansa, D. omphalus serta Orthophragmina sp. dan
foraminifera plankton. Oleh Bothe batuan ini dianggap lebih muda dari Wungkal Beds
dan disebut dengan Gamping Beds. Namun penetapan urutan stratigrafi ini sangat
meragukan, karena kedudukan Gamping beds ini terhadap anggota dari Wungkal beds
tidak diketahui secara pasti, letaknya berjauhan dan terpisah oleh sesar. Dari fosil

foraminifera yang dijumpai masih menunjukkan umur yang sama, yaitu Tb atau
Eosen Atas, sehingga diduga bahwa hubungan antara Wungkal beds dan Gamping
beds bukan hubungan vertikal dengan umur yang berbeda dari dua formasi batuan
yang berbeda (lihat Sumarso & Ismoyowati, 1973), tetapi lebih bersifat hubungan
lateral dengan fasies yang berbeda. Numulites yang terbentuk lentikuler-eliptik
bersama dengan oncoid alga mencirikan kondisi laut yang dangkal, jernih dan
tertampi dengan baik, sedangkan Discocyclina dan Orthopragmina yang berbentuk
pipih tipis dan agak melebar dan terdapat batugamping lempungan mencirikan zone
laut dangkalyang lebih keruh tetapi lebih tenang (Hallock & Glenn, 1928). Dengan
demikian untuk batuan Paleogen di Perbukitan Jiwo ini lebih tepat disebut sebagai
fasies wungkal dan fasies gamping . Namun untuk kepentingan tatanama stratigrafi,
sebelum urutan stratigrafi yang pasti dapat diperoleh, diusulkan agar kedua fasies
tersebut dianggap sebagai satu formasi, dan untuk sementara disebut dengan Formasi
Wungkal-Gamping, berumur Eosen Atas.
Batuan metamorf Pra Tersier dan batuan Paleogen keduanya diterobos oleh
tubuh batuan beku yang terutama terdiri dari mikrodiorit. Karena singkapan utama
batuan beku ini terdapat di G.Pendul, maka untuk selanjutnya secara umum akan
disebut sebagai Mikrodiorit Pendul atau Formasi Pendul. Selain berupa mikrodiorit,
batuan beku ini menunjukkan variasi berupa diorit, dasit dan monzonit tetapi dalam
jumlah yang lebih sedikit. Didaerah Jiwo Barat yaitu di aliran S. Kebo dijumpai
variasi yang berupa basalt sedang di selatan G. Jabalkat dijumpai dalam bentuk
Gabbro. Batuan beku ini telah mengalami retakan dan pelapukan. Retakan
kebanyakan telah mengalami pengisian yang berupa kalsit. Akibat retakan tersebut
maka terjadi pelapukan mengulit bawang (sphaeroidal weathering) yang banyak
dijumpai di lereng selatan dan timur G.Pendul.
Di lereng utara dan timur laut G.Pendul dijumpai bongkah batupasir dari
formasi Wungkal-Gamping yang berada di dalam batuan beku sebagai xenolith.
Sedangkan di kaki timur G. Pendul dijumpai efek bakar (baking effect) pada daerah
kontak antara batuan beku ini dengan batupasir tersebut. Sedangkan di lereng
G.Cakaran dijumpai batugamping Numulites telah mengalami rekristalisasi menjadi
marmer pada daerah kontak antara singkapan batugamping ini dengan batuan beku.
Di daerah G. Pegat di selatan G. Sari di Jiwo Barat dijumpai singkapan diorit
memotong batuan metamorf pada arah yang hampir tegak lurus bidang foliasi. Atas

dasar semua data tersebut diambil kesimpulan bahwa batuan beku yang
termasukdalam Formasi Pendul tersebut bersifat menerobos batuan yang lebih tua.
Neogen
Di bagian utara dari Jiwo Barat yaitu di G. Tugu, G. Kampak dan daerah
Ngembel serta bagian utara, timur dan tenggara dari Jiwo Timur, msing-masing di G.
Jeto, G. Bawak, G. Temas dan di G. Lanang, tersingkap batugamping yang
menumpang secara tidak selaras di atas batuan yang lebih tua. Di bagian tenggara G.
Kampak dan di G. Jeto, batugamping ini menumpang di atas batuan metamorf, sedang
di Temas menumpang di atas batuan beku.
Batugamping ini terdiri dari dua fasies yang berbeda. Fasies yang pertama
terdiri dari batugamping algae, kenampakan perlapisan tidak begitu jelas. Algae
membentuk struktur onkoid dalam bentuk bola-bola berukuran 2 hingga 5 cm. Fasies
seperti ini dijumpai di G.Kampak, bagian selatan G.Tugu, G. Jeto, G. Bawak dan di
bagian barat G.Temas. Fasies yang kedua berupa batugamping berlapis, yang
merupakan perselingan antara kalkarenit dengan kalsilutit. Fasies batugamping
berlapis ini dijumpai di Ngembel, utara G. Tugu, bagian timur G. Temas dan di G.
Lanang. Di beberapa tempat kalsilutitnya menebal kearah lateral dan berubah menjadi
napal, seperti yang terdapat di utara G. Tugu. Fasies ini tidak menunjukkan struktur
alga dan kaya akan kandungan foraminifera plangon, kemungkinan diendapkan di
dangkalan karbonat yang lebih dalam ditandai dengan adanya struktur nendatan
(slump structures) seperti yang terlihat di bagian timur Temas dan di G. Lanang.
Di selatan G. Temas dijumpai kontak antara batuan beku dengan batugamping.
Batuan bekunya sudah sangat lapuk, menunjukkan tanda-tanda retakan yang
kebanyakan telah terisi oleh oksida besi (limonit) dan sebagian terisi oleh kalsit.
Retakan pada batuan beku tersebut tidak menerus pada batugamping. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum pengendapan batugamping, batuan bekunya telah
mengalami retakan, terisi oleh hasil pelapukannya sendiri yang berupa limonit.
Setelah terjadi pengendapan batugamping, sebagian dari karbonatnya mengisi celah
akibat retakan tersebut membentuk urat kalsit. Belakangan setelah batugamping
terangkat dan tererosi, sebagian dari urat kalsit pada batuan beku ini bersama batuan
bekunya tersingkap dan mengalami pelapukan, membentuk tanah. Urat kalsit yang
ada mengalami pelarutan dan pengendapan kembalidalam bentuk caliche, seperti yang
banyak dijumpaidi barat G. Temas dan lereng timur dan selatan G.Pendul.

Berdasarkan kandungan fosilnya, batugamping neogen di Perbukitan Jiwo ini


menunjukkan umur N12 atau Miosen Tengah (Sumarno & Ismoyowati, 1973,
Resiwati, 1985). Berdasarkan atas umur ini maka batugamping tersebut dapat
dikorelasikan dengan Formasi Wonosari untuk fasies batugamping algae , sedangkan
fasies batugamping berlapis adalah sepadan dengan formasi Oya.
Kuarter
Setelah pengendapan batugamping, di Perbukitan Jiwo tidak diketemukan lagi
batuan lain yang berumur Tersier. Jaman Kuarter terwakili oleh breksi lahar, endapan
pasir fluvio-vulkanik Merapi serta endapan lempung hitam dari lingkungan rawa.
Breksi lahar dijumpai pada bagian utara dari perbukitan Ngembel, berupa
breksi dengan fragmen andesit yang berukuran aneka ragam, mulai dari kerikil hingga
bongkah. Fragmen tersebut tersebar umumnya mengapung pada matriks yang
berukuran lanau sampai pasir halus, bersifat tufan. Gejala perlapisan dan fosil tida
ditemukan pada breksi ini. Breksi ini diduga berasal dari aktifitas aliran lahar dari G.
Merapi dari arah barat laut, yang berhenti karena membentur bukit batugamping
Ngembel, dan terjadi pada kala Pleistosen.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur
Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
2. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah
(N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
3. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung
dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi
Nglanggran.
4. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi
aliran.
5. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan
dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
6. Formasi Kepek.

Tabel. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penu

2.3 Tektonik Daerah Bayat


Tektonik daerah Bayat dimulai pada zaman kapur hingga- paleosen terjadi
interaksi konvergen antara lempeng hindia-Australia dengan mikro sunda. Akibat
tumbukan ini terbentukalah zona subduksi yang arahnya barat timur. Mulai jadi
Ciletuh, Luk Ulo, Bayat dan Maratus di Kalimantan tenggara. Ciri terjadinya zona
subduksi ialah terdapat palung di selatan pulau Jawa dan deretan gunung api
sepanjang selatan pulau jawa.
Akibat dari zona subduksi itu Bayat dijadikan laboratorium geologi karena
disana terdapat singkapan yang menceriakan zaman pre tersier hingga zaman kuarter.
Batuan dasar yang ada disana didominasi oleh filit yang banyak mengandung kuarsa,
batuan metamorf silikat dan marmer. Bothe (1929) Daerah perbukitan jiwo dibagi

menjadi dua yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur. Antara Jiwo Barat dan Jiwo timur
dipisahkan oleh sungai Denakeng yang memotong perbukitan tersebut.

Daerah Jiwo Barat


Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G.
Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki
litologi batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 40 cm.
Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh
yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di
antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan
batuan metamorfik (mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang
diwakili oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan
di bagian paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo,
G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit,
dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G.
Merak pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit.
Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi
jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh
sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang
menunjukkan kekar kolom (columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis talk,
terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat.
Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkahbongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area
pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa
serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai batuan
berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan ke dalam
Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit
Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat
penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di
bukit tersebut.
Daerah Jiwo Timur

Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan


deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung
Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak, terutama
mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang kala
terdapat ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur Gunung
Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami deformasi lokal
secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai
kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di daerah
dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika
telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan
penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah
barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, Gunung J
okotuo dan Gunung T emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-mika,
berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi
mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana pada
tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan Gunung Temas
merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg
nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping
nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran batugamping
nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan,
dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir
yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini
adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum
tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan
metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping
Neogen.

zona subduksi di selatan pulau Jawa


2.4 Sumber Daya alam Daerah Bayat
Daerah Bayat memiliki sumber daya alam yang begitu banyak mulai dari tempat
wisata serta,bahan galian yang terdapat di daerah Bayat yang memiliki nilai
ekonomis tinggi marmer,batugamping, lempung, breksi tufa dan batuan beku.

BAB III
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat,semoga bisa menjadi berguna bagi
para pembaca terutama mengenai tektonik didaerah Bayat.Saya mohon maaf apabila
ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini dan saya mengharapan
kritik dan sarannya yang bersifat membangun.Atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

http://budhygeologist.blogspot.com/2010/08/geologi-dan-stratigrafi-daerahbayat.html
http://rorygeobumi.blogspot.com/2010/12/geologi-daerah-perbukitan-jiwo.html
https://klastik.wordpress.com/2008/03/10/geologi-daerah-jiwo-kecamatan-bayat/
https://ibnudwibandono.wordpress.com/2010/07/12/geologi-regionalbayat-klaten/
https://defiaryanto.wordpress.com/2014/05/18/geologi-bayat-dari-preersier-sampai-kwarter/

Anda mungkin juga menyukai