Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok
Kodrat Zulfikar Bandoro
Nur Hana Safitri
Siti Khunaefah
Jannatul Ajilah
Kanti Rahmi Fauziyah
Sarah Minarni Tampubolon
Noor Ihsan Anzari Bakhtiar
B04120121
B04120122
B04120123
B04120124
B04120125
B04120126
B04120127
..................
..................
..................
..................
..................
..................
..................
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemenuhan protein hewani di Indonesia terutama pada daging sapi yang
berguna untuk kebutuhan gizi masyarakat dan pemenuhan pangan. Daging sapi
merupakan salah satu jenis pangan yang memiliki kandungan gizi dan protein
yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Namun ketersediaan
daging sapi di dalam negeri cukup terbatas dikarenakan rendahnya populasi sapi
yang dimiliki peternak sapi. Ditambah lagi dengan munculnya berbagai macam
penyakit yang dapat menurunkan produk maupun populasi sapi. Terdapat salah
satu masalah penyakit yang dihadapi peternak yaitu kriptosporidiosis yang
disebabkan oleh parasit Cryptosporodium sp.
Cyrptosporidium, Isospora belli, dan Cyclospora merupakan parasit
protozoa koksidia yang menginfeksi sel epitel saluran pencernaan pada banyak
spesies mamalia dan manusia, menyebabkan enteritis dan diare. Pada mulanya,
Cryptosporidium diduga pathogen secara tersendiri pada orang dengan
gangguan
imun,
dan
jarang
menyebabkan
penyakit
pada
individu
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi
Kingdom: Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Conoidasida
Sub Kelas: Coccidiasina
Ordo
: Eucoccidiorida
studydroid.com
PEMBAHASAN
Siklus Hidup
Tahap infeksi dari protozoa ini adalah ookista dengan ukuran 5-7m, yang
tahan terhadap kondisi lingkungan. Infeksi terjadi karena ookista masuk dan
teringesti ke induk semang yang cocok. Ookista melakukan eksitasi dan
mengeluarkan sporozoit infektif yang akan menjadi parasit pada sel epitel
terutama dalam saluran pencernaan inang (Pazra 2004).
Ookista yang telah mengalami sporulasi terdiri dari 4 sporozoit
dikeluarkan melalui feses organisme yang terinfeksi dan mengalami rute yang
lain seperti sekresi lewat pernafasan. Transmisi dari Cryptosporidium parvum dan
Cryptosporidium hominis umumnya terjadi melalui kontak dengan air yang telah
terkontaminasi. Empat sporozoit dikeluarkan dari tiap ookista, menembus sel
sepitel usus dan jaringan yang lain seperti saluran pernafasan. Sporozoit akan
berkembang menjadi trophozoit. Kemudian mengalami multiplikasi aseksual
(schizogoni atau merogoni) yang menghasilkan meront tipe I. Merozoit yang
dihasilkan dari meront tipe I dapat menginfeksi sel dan mengulang kembali siklus
aseksual atau menginfeksi sel dan berkembang menjadi meront tipe II. Tiap
meront II akan membebaskan 4 buah merozoit. Merozoit tipe II akan
berkembang dan mengalami multiplikasi seksual (gametogoni) menghasilkan
mikrogamont dan makrogamont. Mikrogamet yang keluar dari mikrogamont akan
membuahi makrogamont yang matang dan menghasilkan zigot yang akan
berkembang menjadi ookista berdinding tebal dan ookista berdinding tipis.
Ookista ini akan bersporulasi (berkembang menjadi sporozoit yang infektif).
Keluarnya sporozoit dari ookista berdinding tipis akan menyebabkan autoinfeksi.
Sementara ookista yang berdinding tebal akan dikeluarkan melalui feses dan
apabila tertelan segera akan menginfeksi inang lainnya (Pazra 2004).
Dosis infektif kasus kriptosporidiosis pada manusia adalah kurang dari
atau sama dengan 1.000 ookista. Sedangkan pada hewan 1-10 ookista sudah
dapat
menimbulkan
infeksi
(Pazra
2004).
Mekanisme
kriptosporidiosis
http://bvetlampung.com/diare-ganas-pada-pedet-sangat-mematikan/
Patogenesa
Faktor lingkungan yang endemis dapat mendorong terjadinya infeksi pada
berbagai tingkat umur. Keadaan lingkungan daerah dataran rendah dan dataran
tinggi
menyebabkan
perkembangan
C.
parvum
berbeda.
Prevalensi
tempertur 160oF (71oC) melalui pengeringan atau suhu -200C (Barbara et al.
2004).
Inang
Hewan yang peka terhadap infeksi Cryptosporidium sp. yaitu sapi,
kambing, ayam, tikus, babi, anjing dan kucing, sedangkan hewan yang sangat
rentan terhadap infeksi Cryptosporidium sp. yaitu sapi, domba, babi dan kuda.
Cryptosporidium sp. juga ditemukan pada spesies primata dan herbivore. Infeksi
Cryptosporidium sp. pada sapi dan domba dapat menyebabkan diare (Artama
2015).
Transmisi
Distribusi geografis parasit ini tersebar luas (ubiquitos) dengan vertebrata
sebagai inang. Parasit keluar bersama tinja dan mencemari lingkungan dalam
bentuk ookista. Ookista yang bersumber dari hewan maupun manusia dapat
mengkontaminasi lingkungan secara berlanjut (Grinberg et al., 2002). Ookista
bertahan hidup dalam periode waktu cukup lama pada lingkungan buruk, dan air
minum. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya infeksi secara endemis.
Penularan parasit ini terutama terjadi melalui air minum dan makanan yang
terkontaminasi ookista yang infektif. Infeksi terjadi secara langsung melalui tinja,
dan masuk melalui oral (Artama, 2005).
Penyakit
Cryptosporidium
kriptosporidiosis
sp
merupakan
parasit
yang
menyebabkan
yang berbahaya bagi manusia serta merupakan zoonotik patogen yang potensial
(Merle et al. 2004), dan memungkinkan terjadinya infeksi berlanjut. Pada hewan
dewasa infeksi nampak tidak begitu menonjol dibandingkan dengan hewan
muda. Hal ini disebabkan adanya peran sistem kekebalan yang telah terbentuk
sehingga kriptosporidiosis dapat terjadi secara asimtomatis yang bisa mencapai
80% (Nizeyi et al. 2002).
Penularan
Kriptosporidiosis dapat ditularkan melalui air minum ataupun makanan
yang terkontaminasi oleh ookista. Air permukaan yang diminum tanpa dimasak
seperti air sungai, danau, ataupun menelan air dalam jumlah sedikit ketika
berenang, dan air kolam yang sudah diklorinasi juga dapat menularkan
kriptosporidiosis. Air permukaan dapat tercemar ookista mencapai 97%
sedangkan dengan perlakuan penyaringan mencapai 54%, serta dapat
menyebabkan diare mencapai 27,30% (Barbara et al. 2004). Pengelolaan air
permukaan yang dialiri kotoran ternak merupakan salah satu resiko potensial
menyebarkan C. parvum (Sischo et al. 2000). Parasit juga dapat menyebar
melalui makanan yang tidak dimasak, ataupun makanan lainnya yang dicuci
dengan air terkontaminasi ookista. Buah-buahan segar yang tidak tercuci
ataupun sayuran kemungkinan juga mengandung ookista jika lokasi panen
dipergunakan menggembalakan ternaknya (Barbara et al. 2004).
Salah satu faktor penyebab kriptosporidiosis pada pedet adalah adanya
kontak langsung dengan lantai yang sebelumnya sudah tercemar C. parvum
yang berasal dari ternak dan lingkungan tercemar. Kualitas kolostrum yang
bermutu jelek juga merupakan predisposisi terjadinya kriptosporidiosis pada
pedet. Penggunaan pupuk kandang untuk tanaman baik di ladang dan sawah
merupakan factor yang dapat menyebarkan kejadian kriptosporidiosis pada
pedet (Sischo et al. 2000).
Kriptosporidiosis mencapai 93,30% terjadi pada sapi di daerah endemik
positif ookista C. parvum, dan 91% terjadi pada peternakan (Sischo et al. 2000).
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi C. parvum pada semua
tingkat umur adalah akibat tatalaksana peternakan. Perilaku peternak umumnya
menggabungkan ternak mereka pada satu kandang. Selain itu belum
tertanganinya limbah kotoran ternak secara baik, dan belum adanya bak
penampungan untuk menampung kotoran ternak. Penanganan tali pusat setelah
http://ilmuveteriner.com/gejala-klinis-kriptosporidiosis-pada-hewan/
Pengobatan
Pengobatan awal yang dapat dilakukan adalah dengan penggantian
cairan yang hilang yaitu dengan pemberian elektrolit hangat. Selanjutnya
pengobatan causatif dengan obat anti infeksius berdasar agen infeksinya.
Pemberian obat supportif juga sangat membantu cepatnya kesembuhan pada
pedet. Lepas dari semua treatment yang dilakukan, kondisi kekebalan tubuh dan
faktor pendukungnya (lingkungan, ketersediaan pakan, dan lainnya) menjadi
faktor yang paling utama dalam kesembuhan. Hal ini mengingat bahwa pedet
dengan immunitas baik akan mampu melawan dari agen infeksi dengan cara self
cure (Susilo 2014).
KESIMPULAN
Cyrptosporidium
sp
merupakan
parasit
protozoa
koksidia
yang
menginfeksi sel epitel saluran pencernaan pada banyak spesies mamalia dan
manusia, menyebabkan penyakit kriptosporidiosis, enteritis dan diare. Tahap
infeksi dari protozoa ini adalah ookista. Infeksi terjadi karena ookista masuk dan
teringesti ke induk semang. Ookista melakukan eksitasi dan mengeluarkan
sporozoit infektif yang akan menjadi parasit pada sel epitel terutama dalam
saluran pencernaan inang. Pencegahan dan pengendalian penyakit yang
terinfeksi oleh Cryptosporidium sp. dapat dilakukan dengan manajemen ternak
yang benar terutama pada sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum
yang bebas kontaminan serta pembuangan feses yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Artama, I Ketut, U. Cahyaningsih dan E. Sudarnika. 2005. Prevalensi Infeksi
Cryptosporidium parvum pada Sapi Bali di Dataran Rendah dan Dataran
Tinggi
di
Kabupaten
Karangasem
Bali.
[terhubung]
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1632%3Asemnas&catid=300%3As
emnas2005&Itemid=1#sthash.0sKWfRvq.dpuf (14 Maret 2015).
Barbara, K., dkk. 2004. Cryptosporidium; a Waterborne Pathogen. USDA Water
Quality Program, Cornell University Cooperative Extension.
Bazeley, K. 2003. Investigation of Diarrhoea in The Neonatal Calf. In Practice.
Causape, A.C., dkk. 2002. Prevalence and analisis of potential risk factors for
Cryptosporidium parvum infection in lambs in Zagaroza (northeastern
Spain). Vet. Parasitol. 104(4): 287298.
Centres for Disease Control and Prevention. 2005. Cryptosporidium parvum.
Foodborn Pathogenic Microorganism and Natural Toxins Handbook.
http://vm.cfsan.fda. gov/mow/chap24.html (14/3/2015).
Clinton W and TP Flanigan. 2003. Cryptosporidiosis. Current Treatment Options
in Infectious Diseases. 5: 301306.
El-On, J.,dkk . 1994. Detection of Cryptosporidium and Giardia intestinalis in
Bedouin Children from Southern Israel. International J. Parasitol. 24(3):
409411.
Faubert, G.M. and Litvinsky. 2000. Natural Transmission of Cryptosporidium
parvum between dams and calves on a dairy farm. J. Parasitol. 86(3):
495500.
Fonseca, I.P.D.A., dkk. 2002. Genetic characterizations of Cryptosporidium
parvum isolates from cattle in Portugal: animal and human implications. J.
Eukaryotic Microbiol. Portugal.
Grinberg, A. Marcovics, dkk. 2002. Controlling The Onset of Natural
Cryptosporidiosis in Calves with Paromomycin sulphate. Veterinary
Record. 151: 606608.
Hannahs G. 2004. Cryptosporidium parvum: An Emerging pathogen. Kenyon
College.
Manalu, Sarah Friska. 2014. Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada Sapi
Potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat.
T,
dkk.
2000.
Morphologic,
Host
Specificity,
and
Molecular
(14
Maret).
Upton, R.C.A., dkk. 2004. Basic Biology of Cryptosporidium. Division of Biology,
Kansas State University. http://www.ksu.edu/parasitology/basicbio. (14 Maret
2015)..