Anda di halaman 1dari 19

Antiphospolipid Syndrome (APS)

A. Pendahuluan
Sejarah tentang pengetahuan sindrom antifosfolipid (APS) muncul dari beberapa
temuan penelitian sebelumnya. Dari perkembangan tes serologik untuk sifilis, yang
diawali dengan tes Wasserman tahun 1907, kemudian pada tahun 1941 Pangborn
membuktikan adanya komponen antigenik yang merupakan zat dasar (esensial) dari
ekstrak jaringan yang digunakan dalam tes sebagai fosfolipid baru yaitu
CARDIOLIPIN, karena disolasi dari jantung sapi. Autoantibodi, baik Lupus
Anticoagulant (LA) maupun anti kardiolipin (aCL), selanjutnya dikenal sebagai
Antiphospholipid Syndrome (APS).
Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospolipid syndrome, APS)
didefinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya
antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin dan/atau antikoagulan lupus) yang
menetap (persisten) serta kejadian berulang trombosis vena/arteri/pembuluh darah
kecil, trombositopenia,1,2,5,6,8,9 livedo retikularis, anemia hemolitik,10 gangguan syaraf,4
komplikasi obstetri (keguguran kurang dari 10 minggu atau lebih tanpa ada
abnormalitas janin yang nyata, kelahiran prematur karena pre-eklamsi, 3 atau lebih
aborsi spontan kurang dari 10 minggu).3
Autoantibodi, baik Lupus Antocoagulan (LA) maupun antikardiolipin (aCL)
selanjutnya dikenal sebagai Antifosfolipid Syndrome (APS). Beberapa sinonim
untuk APS adalah sindrom aCL, sindrom anti-PL protein, sindrom antibodi
antifosfolipid, Hughes sindrom.
B. Etiologi
Penyebab dari sindrom antifosfolipid ini adalah bisa terjadi secara primer (idiopatik)
atau secara sekunder akibat adanya penyakit lain misalnya SLE (Systemic Lupus
Erythematosus) atau penyakit autoimum lainnya.1,2,3,5,8, 9
C. Epidemiologi
Antibodi antifospolipid dijumpai sejak usia muda, prevalensi ACA dan LA pada
subyek kontrol sehat adalah 1-5%. Sebagaimana autoantibodi lainnya, prevelensi
antibodi antifosfolipid meningkat seiring dengan bertambahnya umur, khususnya di
antara pasien usia lanjut dengan penyakit kronis sebagai penyerta.

Sindrom

antifosfolipid yang tampak pada penduduk hampir sama dengan pada golongan

penyakit jaringan ikat. Golongan yang paling sering menderita adalah perempuan usia
subur. Pada yang sekunder perbandingan antara perempuan terhadap pria adalah 7
sampai 9:1 dengan yang terjadi pada Lupus Eritomatosus Sistemik, sedangkan yang
primer lebih rendah yaitu 4:1.10
Biasanya, orang-orang yang mengalami gejala akan lakukan bertahun-tahun sehingga
antara usia 18 dan 40. Namun, kadang-kadang mereka dapat berkembang sangat dini
pada masa kecil.8
D. Patogenesa
Terdapat beberapa hipotesa untuk menjelasakan proses seluler dan molekuler dimana
antibodi antifosfolipid menyebabkan trombosis. 6,9,10 Teori pertama, aktifasi dari sel
endotel. Ikatan antibodi antifisfolipid dapat menginduksi aktifasi dari sel endotel,
akibat adanya mekanisme up-regulation yaitu ekspresi molekul adhesi, sekresi sitokin,
dan dari metabolisme prostacyclins antifosfolipid antibodi yang megenali Bglikoprotein 1 yang berikatan pada membran sel endotel. Teori kedua berfokus pada
oksidan-dimediasi low-density lipoprotein (LDL), kontributor utama aterosklerosis,
diambil oleh makrofag, menyebabkan aktivasi makrofag dan kerusakan sel endotel
setelah autoantibodies untuk LDL teroksidasi terjadi dalam kaitannya dengan ACL
(anticardiolipin), dan beberapa antibodi anticardiolipin reaksi silang (cross-react)
dengan LDL teroksidasi. Selain itu, anticardiolipin antibodi mengikat antikardiolipin
teroksidasi, menunjukkan bahwa antibodi mengenali anticardiolipin fosfolipid
teroksidasi, mengikat protein fosfolipid, atau keduanya, sehingga memberikan
kontribusi untuk hypercoagulation.
Teori ketiga adalah aPL (antiphospholipid) mengganggu atau memodulasi fungsi
mengikat protein fosfolipid yang terlibat dalam regulasi koagulasi dengan mekanisme
sebagai berikut:

Interaksi dari ACL dengan 2GPI terikat fosfolipid menghambat protein C, protein S,
yang antikoagulan alami.

antibodi antifosfolipid mengikat trombin mengaktifkan platelet, menghambat


trombin-dimediasi sel rilis prostasiklin endotel atau aktivasi protein C menghambat.

Autoantibodies berbagai protein permukaan sel endotel, termasuk thrombomodulin,


heparin sulfat, dan senyawa proteoglikan heparin sulfat telah dijelaskan. aPLs IgG
yang bereaksi dengan sulfat heparin telah terbukti menghambat pembentukan trombin
III kompleks-anti yang dapat berkontribusi pada trombosis vaskular.

Akhirnya, antibodi terhadap trombosit-mengaktifkan faktor pada pasien dengan


penyakit autoimun dan APS telah diidentifikasi.

E. Manifestasi Klinis
Aspek klinis pada sindrom antifosofolipid dapat berupa aspek klinis seluler dan
sistem. Aspek klinis seluelr meliputi anemia hemolitik, apoptosis trofoblastik
sehingga terjadi penurunan hormon hCG, dan leukopenia. Sedangkan aspek klinis
sistem dapat berupa perdarahan dan trombosis. Perdarahan disebabkan oleh
1)trombositopeni, 2) PT memanjang (tromboplastin sensitif-fosfolipid inefesien), 3)
aPTT memanjang (defesiensi faktor XIc dan/atau tromboplastin sensitif-fosfolipid
inefesien), 4)hioprotrombinemia. Sementara trombosis disebabkan oleh 1)apoptosis
endotelial, sehingga terjadi pelepasan mikropartikel endotelial dan materila adhesi,
2)trombosist teraktifasi, sehingga terjadi sticky platelet syndrome, 3)keadaan
hiperkogulabilitas, dan 4)keadaan trombofilik.10
F. Diagnosis
Diagnosis APS ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium, sesuai
dengan konsensus pada simposium internasional mengenai antibodi antifosfolipid di
Sapporo tahun 1998.2,3,6,10 Terdapat kriteria klasifikasi yang direvisi pada 2006 di
Kongres Internasional Eleventh aPLs di Sydney, Australia.9
1. Kriterian Klinis 2,3,6,9,10
Trombosis Pembuluh darah
Satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena atau pembuluh darah kecil
pada jaringan atau organ yang dapat dikonfirmasi dengan pencitraan Doopler atau

histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah)


Morbiditas Kehamilan
Satu atau lebih kematian janin berusia 10 minggu atau kurang, yang tidak dapat

dijelaskan/diketahui dengan ultrasonografi atau pemeriksaan langsung, atau


Satu atau lebih kehamilan prematur dari neonatus normal berusia 34 minggu atau

kurang, akibat eklamsia atau insufisiensi plasenta berat, atau


Tiga atau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu yang
tidak dapat dijelaskan dimana kelainan anatomi, genetika, atau hormonal telah

disingkirkan.
2. Kriteria Laboratorium 9
Adanya Lupus antikoagulan dalam plasma pada dua atau lebih pemeriksaaan dengan
interval sekurang-kurangnya 12 minggu, dideteksi menurut panduan dari The
International Society on Thrombosis and Hemostasis (Subcomitte on Lupus
Anticoagulan/Antiphospholipid Antibodies).

aCL atau IgG dan/atau isotipe IgM dalam serum plasma, titer sedang atau tinggi pada
2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 12 minggu, diukur

dengan standarisasi ELISA.


Anti-2GPI dari IgG dan atau isotipe IgM dalam serum atau plasma (titer >99%)
pada dua atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 12 minggu,

diukur dengan standarisasi ELISA berdasarkan prosedur yang direkomendasikan.


G. Penatalaksanaan
Manajemen sindrom antiphospolipid melibatkan tromboprofilaksis primer dan
sekunder manajemen kejadian tromboemboli (sekunder tromboprofilaksis). 9 Primer
Tromboprofilaksis menurut Wahl et al telah menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah
dapat digunakan dalam thromboprophylaxis primer tetapi studi baru-baru ini oleh
Erkan et al. dan studi kesehatan Dokter menunjukkan bahwa aspirin tidak berguna
dalam

mencegah

pembentukan

trombus

Kontroversi

atas

kebutuhan

thromboprophylaxis pada pasien yang tanpa gejala dengan aPL tetap belum
terpecahkan. Rand et al. [ membuktikan bahwa hydroxychloroquine mengurangi
pembentukan aPL - kompleks 2GPI dan dapat digunakan dalam thromboprophylaxis
dalam APS. Penghentian kontrasepsi oral, pengobatan hipertensi dan hiperlipidemia
dan menghindari merokok adalah ukuran tambahan untuk mengurangi kejadian
tromboemboli. 7,9,10
Sekunder tromboprofilaksis mengacu pada pengobatan dimulai setelah terjadinya
peristiwa trombotik untuk mencegah serangan lebih lanjut. LWMH telah digunakan
pada tahap awal diikuti oleh warfarin dalam pengelolaan APS. Rekomendasi saat ini
untuk thromboprophylaxis sekunder adalah pemberian

warfarin panjang. Bila

menggunakan antikoagulasi lisan dengan warfarin, dokter paling nikmat menjaga


rasio normalisasi internasional (INR) antara 2,0 dan 3,0 untuk menghindari
komplikasi perdarahan. Setiap peningkatan 1 nilai INR dapat meningkatkan risiko
pendarahan besar sebesar 42%

dan intensitas antikoagulasi tinggi membawa

peningkatan risiko pendarahan. LMWH digunakan sebagai pengganti warfarin untuk


perawatan selama kehamilan. Noble et al. telah membandingkan LMWH dan heparin
UF (unfractionated) bersama dengan aspirin dosis rendah dalam perawatan kehamilan
berhubungan berulang, disimpulkan bahwa LMWH aman seperti heparin UF untuk
mencegah keguguran berulang. Antiplatelet seperti dipyridamole, aspirin dengan
dipyridamole, ticlopidine atau bisulfat clopidogrel telah digunakan untuk pencegahan

sekunder setelah stroke non-cardioembolic atau TIA. imunoglobulin intravena (IVIG)


juga telah digunakan dalam pengobatan peristiwa trombotik dalam APS. 7,9,10

Daftar Pustaka
1. American Heart Association. Antiphospholipid Syndrome (APLS). 2010. Available at
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4459. Last accesed 8 May
2010.
2.

Belilos,

Elise.

Antiphospolipid

Syndrome.

2009.

Available

http://emedicine.medscape.com/article/333221-overview. Last accesed


2010.

at

19 April

3.

C. Carter, D. Houston, L. Vickers. The Antiphospholipid Syndrome. 2004. The


Thrombosis

Interest

Group

of

Canada.

Available

at

http://www.tigc.org/eguidelines/antiphoslipid04.htm Last accesed 8 May 2010.


4.

Centre for Arab Genomic Studies. Antiphospolipid Syndrome. 2006. Available at


http://www.cags.org.ae/pdf/107320.pdf. Last accesed 8 Mei 2010.

5.

Hanly, John G. Antiphospolipid Syndrome: An Overview. Review 24 June 2003.


Canadian

Mediacal

Association.

Available

at

http://www.cmaj.ca/cgi/content/full/168/13/1675. Last accesed 8 May 2010.


6. Levine, Jerrol S. Et al. The Antiphospolipid Syndrome. Review Article 2002; vol. 346;
No.10; Page 752-763. The New England Journal of Medicine. Available at
http://content.nejm.org/cgi/reprint/346/10/752.pdf. Last accesed 8 May 2010.
7.

Michael D. L and Doruk E. Treatment of the Antiphospholipid Syndrome. Editorial


2002; Vol. 349; No. 12; Page 1177-1179. The New England Journal of Medicine.
Available at http://content.nejm.org/cgi/reprint/349/12/1177.pdf. Last accesed 8 May
2010.

8. Nordqvist, Christian. What Is Antiphospholipid Syndrome (Hughes Syndrome)? What


Causes

Antiphospholipid

Syndrome?.

2010.

Available

at

http://www.medicalnewstoday.com/articles/181700.php. Last accesed 19 April 2010.


9.

Reena Rai, C Shanmuga Sekar, M Kumaresan. Antiphospholipid syndrome in


dermatology: An update. Review Article 2010; vol 76; page 116-124. Indian Journal
of

Dermatology,

Venerology

and

Leprology.

Available

at

http://www.ijdvl.com/article.asp?issn=03786323;year=2010;volume=76;issue=2;spage=116;epage=124;aulast=Rai. Last accesed


8 May 2010.
10. Sudoyo, Aru. Et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Edisi V; No II; Page 13451351..........

BAB 1
PENDAHULUAN DAN
PEMBAHASAN
SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID:
ASPEK HEMATOLOGIK DAN PENATALAKSANAAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS)
didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1)
antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang
menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran,
atau trombositopnia. Sindrom ini pertama kali diusulkan oleh Hughes dan Harris
antara tahun 1983-1986, oleh karena itu sindrom ini dikenal juga sebagaii sindrom
Hughes.
Antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibody, aPLA) didefiinisikan
sebagai immunoglobulin yang bereaksi dengan dinding biologis sel bagian luar yang
komponen utamanya adalah fosfolipid.
Fosfolipid antikoagulan disebut juga sebagai antifosfolipid (antiphospholipid,
aPL), yang secara structural hampir menyerupai komplemen. Secara alamiah
(fisiologis), aPL yang dibentuk oleh tubuh adalah 2 glikoprotein I (2GPI),
berfungsi sebagai pengontrol aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung
enzim fosfolipase A, PLA ). 2GPI merupakan enzim yang terikat oleh
apolipoprotein-H (Apo-H) sebagai penghambat enzim PLA2. Selain dari 2GPI,
secara alamiah tubuh juga membentuk annexia V atau placental anticoagulant
protein I yang disebut juga sebagai plasental aPL, yang sangat kuat menghambat
enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis). Penghambat
PLA2 yang secara patologis terbentuk diketahui sebagai inhibitor Lupus yang lebih
dikenal sebagai Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant, LA) yang terdiri dari
subgrup, yaitu: a). LA sensitif tromboplastin yang menghambat kompleks VIIa, III,
PL, dan Ca++, mengakibatkan pemanjangan massa protrombin (PT), khususnya pada
pemeriksaan dengan diluted PT; b). LA non-sensitif

tromboplastin yang

menghambat kompleks VIIIa, IXa, PL, Ca++ mengakibatkan pemanjangan masa


tromboplastin teraktifasi parsial (aPTT) dan/atau yang menghambat kompleks Xa, Va,
PL, dan Ca++ mengakibatkan pemanjangan dRVVT-1 pada dRVVT-2 normal.
Berbagai jenis aPLA dapat dibangun oleh berbagai antigen yang terikat pada
epitope fosfolipid pada bagian luar dinding biologis sel yang terpapar. Sebagai
contoh, aPLA dependen protrombin dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat
apolipoprotein, pengikat LA atau protrombin; aPLA dependen 2-GPI dibangun oleh
epitope fosfolipid pengikat Apo-H pengikat 2-GPI; dan aPLA dependen anneksin V
dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat apolipoprotein-pengikat annexin V;

sedangkan aPLA dependen LDL teroksidasi dibangun oleh epitope fosfolipid pengikat
apolipoprotein-pengikat LDL teroksidasi.
Kebanyakan jenis aPLA yang ditemukan dapat bereaksi langsung terhadap
kofaktor plasma protein (apolipoprotein) yang terikat kardiolipin (difosfatidilgliserol)
yang dapat dideteksi secara ELISA atau radioummunoassay (RIA), disebut sebagai
antibodi antikardiolipin (anticardiolipin antibody, ACA).

1.2. Epidemiologi
Antibodi antifosfolipid dijumpai sejak usia muda, prevalensi ACA dan LA pada
subyek control sehat adalah 1-5%. Sebagaimana autoantibody lainnya, prevalensi
antibodi antifosfolipid meningkat seiring dengan bertambah umur, khususnya di
antara pasien usia lanjut dengan penyakit kronis penyerta.
Di antara pasien dengan SLE, prevalensi ACA positif sekitar 12-30%, dan
sekitar 15-34% dengan antibodi LA positif. Banyak pasien yang menunjukkan bukti
laboratorium adanya antibodi antifosfolipid, tidak menunjukkan gejala klinis. Data
yang ada untuk subyek control sehat, tidak cukup untuk memperhitungkan presentase
mereka yang memiliki antibodi antifosfolipid dan akan menunjukkan gejala trombosis
atau komplikasi kehamilan yang sesuai dengan APS. Sebaliknya, APS dapat
berkembang dalam 20 tahun pada 50-70% pasien baik dengan lupus eritematosus
sistemik maupun antibody antifosfolipid. Meskipun demikian, hampir 30% pasien
lupus eritematosus sistemik dan dengan antibody antikardiolipin, sedikit sekali
menunjukkan bukti klinis APS pada pemantauan sekitar 7 tahun.
Studi prospektif telah menunjukkan hubungan antara antibodi antifosfolipid dan
episode pertamam dari thrombosis venadan infark miokard, serta strok berulang. Oleh
karena itu, hal yang menjadi penting adalah identifikasi pasien dengan antibodi
antifosfolipid yang risikonya terhadap kejadian trombotik meningkat. Faktor risiko
penting adalah riwayat trombosis, adanya antibody antikoagulan lupus, dan
peningkatan kadar antibody antikardiolipin IgG. Masing-masing meningkatkan risiko
trombosis sampai lima kali lipat, meskipun tidak semua studi melaporkan hasil yang
sama. Namun, kecuali riwayat kejadian trombotik, factor risiko yang lain tidak cukup
untuk digunakan sebagai faktor prediktif dilakukannya terapi.

1.3. Kriteria Diagnostik


Diagnosis APSrang ditegakkan dengan 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium,
sesuai dengan konsensus pada simposium internasional mengenai antibodi
antifosfolipid di Sapporo pada 1998.

1.4. Kriteria Klinis


1.4.1. Trombosis Pembuluh Darah
Satu atau lebih episode klinis dari trombosis arteri, vena atau pembuluh darah kecil
pada jaringan atau organ yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan/
Doppler atau histopatologis (tanpa inflamasi dinding pembuluh darah).
1.4.2. Morbiditas Kehamilan

Satu atau lebih kematian janin berusia 10 minggu atau kurang, yang tidak dapat

dijelaskan-diketahui dengan ultrasonografi atau pemeriksaan langsung, atau


Satu atau lebih kelahiran premature dari neonatus normal berusia 34 minggu atau

kurang, akibat eklampsia atau infusiensi plaseenta berat, atau


Tiga atau lebih aborsi spontan konsekutif sebelum usia kehamilan 10 minggu yang
tidak dapat dijelaskan dimana kelainan anatomi, genetika, atau hormonal telah

disingkirkan.
1.4.3. Kriteria Laboratorium
IgG Antibodi Antikardiolipin, dan/atau isotope IgM pada titer sedang atau tinggi pada
2 atau lebih pemeriksaan dengan interval sekurang-kurangnya 6 minggu, diukur

dengan ELISA terstandarisasi untuk antibody dependen 2GPI.


Adanya Antikoagulan Lupus dalam plasma pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan
interval sekurang-kurangnya 6 minggu, dideteksi menurut panduan dari The
International Society on Thrombosis and Hemostasis (Scientific Subcommite on
Lupus Anticoagulants/Phospholipids-Dependent Antibodies).
1.5. Patofisiologi
Asosiasi klinik trombosis dari anti-2GPI dan anti-anneksin V berupa trombosis vena
dan/atau arteri; antioksidan LDL berupa trombosis arteri; sedangkan LA (aPL
dependen protrombin) dapat berupa perdarahan atau trombosis, tetapi thrombosis
vena dan/atau arteri lebih sering dijumpai daripada perdarahan.

1.6. Trombogenesis

Trombosis dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut ini:


Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis 2GPI mengakibatkan ekspresi
berlebihan PL-A2
Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis Anneksin V mengakibatkan ekspresi
berlebihan PL-A2
Antibodi antifosfolipid merupakan antagonis trombomodulin, sehingga secara tidak
langsung antibodi antifosfolipid menghambat aktivasi protein C.
Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein sebagai kofaktor
protein C
Antibodi antifosfolipid secara langsung menginaktivasi protein C mengakibatkan
aktivasi FV dan FVIII berlebihan mengakibatkkan hiperkoagulasi.
Antibodi antifosfolipid secara langsung berinterferensi dengan autoantibody
kompleks heparin-antitrombin, mengaktifkan reseptor Fc sel imunoefektor
mengekspresikan tromboplastin jaringan yang akan mengaktivasi koagulasi.
1.7. Klasifikasi APS

Pada the 11th International Congress on Antiphospholipid Antibodies di Sydney,


2004, telah diusulkan klasifikasi sebagai berikut:
APS sebagai penyakit tunggal
APS yang berhubungan dengan penyakit lain termasuk
SLE
APS katastrofa

Tabel 1. Antigenik Fosfolipid Pengikat Protein sebagai Sasaran aPLA


Protein
Fosfolipid anionic
Glikoprotein 1-2
Anneksin V
Trombomodulin
Protein C
Protein S
Protrombin
Faktor Xlc
IL-3 & GM-CSF

Sel
Trofoblas Apoptosispenurunan ekspresi
HGC
Endotel Apoptosispelepasan EMP
VCAM -1, ECAM-1, E-selectin,
Faktor Jaringan
Trombositpelepasan PAF & ekspresi
Berlebihan GPllb/IIIaApoptosispelepasan
cPLA2,
PMPtrombositopnia
EritrositAnemia hemolitik

Ekspresi IL-3 & GM-CSF Leukopenia


EMP = endothelial microparticle, PMP = platelet microparticle,
PAF = platelet activating factors, cPLA2 = cytosol
Phospholipase A2
Klasifikasi ini memenuhi untuk stratifikasi risiko dan pilihan terapi.

Sebelumnya, pada The 8th International Congress on Antiphospholipid


Antibodies di Sapporo, 1998, APS diklasifikasikan menjadi: APS Primer, jika tidak
ada SLE atau kelainan autoimun lain. 2). APS Sekunder, jika dijumpai SLE.

1.8. Spektrum Gambaran Klinis


Asimptomatik pada LA dan/atau ACA positif
simptomatik pada LA dan/atau ACA positif:
Perempuan dengan:
Riwayat infertilisasi primer tanpa kelainan ginekologis dan kesuburan.
Riwayat keguguran.
Riwayat toksemia kehamilan
Adanya thrombosis
Arteri, vena atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau organ
Sindrom antibody antifosfolipid katastrofa.
Sindroma antibody antifosfolipid katastrofa adalah kegagalan organ multisystem,
sekunder terhadap thrombosis/infark dan menunjukkan gambaran mikroangiopati
pada pemeriksaan histology.

1.9. Manifestasi Klinis


Aspek klinis pada sindrom antifosfolipid dapat berupa aspek klinis seluler dan system.

Aspek klinis seluler adalah sebagai berikut:


Anemia hemolitik
Apoptosis trofoblastik, sehingga terjadi penurunan hormone hCG
Leukopenia
Aspek klinis system dapat berupa perdarahan dan thrombosis. Perdarahan
disebabkan oleh 1). Trombositopnia 2). PT memanjang (tromboplastin sensitiffosfolipid inefisien), 3). aPTT memanjang (Defisiensi FXIc dan/atau tromboplastin
sensitive-fosfolipid inefisien), dan 4). Hipoprotrombinemia didapat.
Sementara trombosis disebabkan oleh: 1)apoptosis endothelial, sehingga
pelepasan mikropartikel endothelial dan materi adhesi, 2) trombosit teraktivasi,
sehingga terjadi sticky platelet sydrom, 3) keadaan hiperkoagulalitas, dan 4) keadaan
trombolik.

1.10. Gejala dan Tanda


Kejadian vasopatik atau vaso-oklusif dapat terjadi pada setiap system organ, maka
padan anamnesis sangat penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien dan

kemungkinan manifestasi pada organ yang spesifik, Penyakit ini memiliki spectrum
klinis yang luas, mulai dari asimptomatik secara klinis dan indolen sarmpai yang
perjalanan penyakit progresif secara cepat.
Mata.penglihatan kabur atau ganda
Kardioresepsi.Nyeri dada, menjalar ke lengan; napas pendek
Gastrointestinal.Nyeri perut,kembung,muntah.
Pembuluh darah perifer.Nyeri pembengkakan tingaki,kladukasio,ulseri jari,dan nyeri
jari tangan.
Muskuluskeletal.Nyeri tulang, nyeri sendi.
Kulit.Purpura/ petekie,ruam livedo retikularis temporer atau menetap, jari-jari

tangan/kaki kehitaman atau terlihat pucat.


Neurologi dan psikiatri.Pingsan,kejang,nyeri
weakness,tremor,gerakan

abnormal,hilangnya

kepala,parastesi,paralis,ascending
memori,masalah

dalam

pendidikan( sulit mengerti, berkosentrasi yang dibaca dan dihitung)


Endokrin.Rasa lemah,fatique,artralagi,nyeri abdomen.
Urogenital.Hematuri, edema perifer
Riwayat kehamilan.Keguguran berulang,kelahiran premature, pertumbuhan janin
terlambat.
Riwayat keluarga.
Riwayat pengobatan

1.11. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda yang sesuai dengan organ yang terkena
dan dapat melibatkan system organ apapun.
Pembuluh darah perifer
Palapasi tulang atau sendi:nyeri tekan( infark tulang)
Nyeri saat sendi di gerakan, tanpa artritis( nekrosis avaskular)
Pembengkakan tungkai( trombosis vena dalam)
Penurunan pengisian kapiler, denyut nadi, dan perfusi( trombosis arterial/vasopasm)
Ganggren(trombosis arteri/infark)
Paru: Respiratory disteress,takipnea(emboli pulmuner,hipertensi pulmuner)
Ginjal
Hipertensi( tormbosis arteri renalis,lesi pembuluh darah intrarenal)
Hematuria(tormbosis vena renalis
Jantung
Murmur pada aktup aorta atau mitral
Nyeri dada,diaforesis(infark miokard)
Gastrointestinal:
Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, hepatomegali.
Nyeri tekan abdomen.

Endokrin:kelemahan otot,kekuan progresif pada otot-otot pelvis dan paha dengan

konfraktur fleksisyang berhubungan dengan insufiensi adrenal.


Mata
Oklusi arteri retina
Trombosis vena retina
Manifestasi kulit
Livedo retikularis
Lesi purpura
Tromboflebitis superfisial
Vasospasme
Splinter hemorrhages peringgual atau subungual
Infark perifer
Ulserasi
Memar
Kelainan sisitem saraf perifer
Strok
TIA
Parestesia,polineuritis.
Paralisis,hiperrefleksi,rasa lemah.
Kelainan pergerakan tremor khoreiform
Kelainan yang menyerupai sklerosis multiple
Kehilangan memori jangka pendek
Pemeriksaan adarah perifer lengkap
LDH,bilirubin,haptoglobin
Tes coombs direk
Analisi urine dipstik untuk hemoglobin
Antibodi antiplatelet.
Defisiensi sistem Koagulasi:
Protein C
Protein S
Antitrombin III
Antibodi protein koagulasi,seperti antivbodi anti fsktor II.
Polimorfisme genetik:
Mutasi faktor V Leiden
Mutasi gen protrombin 20210A
Mutasi Methylene tetrahydrofolate reductase (MTHFR)

1.12. Pemeriksaan Radiologis


Untuk kejadian trombotik
Ultrasonografi (USG) Dopppler
Venografi
Ventilation/perfusion scan

Untuk kejadian trombotik arterial


Computerized tomography(CT)
Magnetic resonance imagint (MRI)
Arteriografi
USG Doppler
Untuk kelainan jantung
Ekokardiografi dua dimensi
Ekokardiografi transensofagel
Angiografi dengan karaterisasi
1.13. Patologi
Biopsi dari organ yang terkena, seperti kulit atau ginjal, mungkin diperlukan untuk
menegagakan diagnosis vaskulopati/mikroangiopati pada APS.
Pemerikasaan histologi pada mikroangiopati trombotik menunjukan adanya
vaskulopti non-inflamasi tanpa vaskulitis. Fibrin thrombin dihubungkan dena
obstruksi dan hiperplasi intimafibrosa dengan rekanalisasi jaringan penyambung
intima.Lesi ginjal,terutama,ditandai dengan oklusi vaskular yang fibrotik dengan
trombosis akut dan lesi vasooklusif pada pembuluh-pembuluh darah intrarenal.Juga
dapat ditemukan fibrosis interstisial dan atrofi.

1.14. Diagnosis Banding


Sindrom antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan protrombik dimana
trombosis terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi lain yang dapat menjadi
predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat di deteksi malalui pemeriksaan
laboratorium rutin, adanay antibodi antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya
kelaianan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid sindrom primer.
Penting untuk dicatat bahwa karena waktu tromboplastin parsial teraktivasi yang
normal tidak menyingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus, seorang pasien yang
menunjukan kejadian trombolik pertama kali harus di scrining antibodi antikardiolipin
dan pemeriksaan lain yuang sensitif dengna antibodi antikoagulan lupus.Diagnosis
yang tidak diperkirakan pada yang sindrom antifosfolipidnya menunjukak proses
yang kronik dan lebihn endolen, mengakibatkan terjadinya isekemia dan hilngnya
fungsi organ yang lambat dan progresif.
Faktor resiko sekunder yang meningkatkan kecendrungan trombosis harus
dicari. Beberapa faktor dapat mempengaruhi dinding vena dan arteri, termasuk stasis,
cedera vaskuler, obat-obatn seperti kontrasepsi oral, dan faktor resiko tradisional

untuk aterosklerosis.Sangat penting untuk menghilangkan dan mengurangi faktorfaktor ini, karen kehadiran antibodi antifosfolipid saja tidak cukup untuk
menyebabkan terjadinya trombosis;serangan kedua dikombinasikan dengan
antibodi antifosfolipid diperlukan untuk terjadinya trombosis.Akhirnya, bahkan pada
pasien yang terbuky\ti menderita sindrom antifosfolipid, mengurangi penyebab dan
efeknya dapat sangat sulit. Sebagai contoh , sindrom antifosfolipid dikaitkan dengan
sindrom nefritis, yang juga merupakan faktor resiko tromboemboli. Penyakit lain
yang berhubungan dengan APS seperti: ITP,kelainan aotuimun sekunder, penyakit
kanker, penyakit infeksi, penyakit hati kronis, sindrom hemolitik, Inkompatibilitas ibu
dan bayi, dan talasemia.

1.15. Pengobatan
Pengobatan di bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah
kecil;2). Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar;
3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang
berhubungan dengan antibodi anti fosfolipid.
Urain berikut akan membahas mengenai pengobatan dua kelompok
pertama.Jenis-jenis obat yang digunakan dalam terapi medikamnentosa APS dapat
dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Beberapa obat yang digunakan


dalam pengobatan APS
NAMA
DOSIS
Asipirin
Tiklopidin
sehari
Diripidanol
mg/kg/hari, 3 atau 4 kali/hari
Heparin
170 U/kg IV infus

1-2 mg/kg/hari
250mg,2 kali
75-400
Dosis inisial:40-

pemeliharaan:18 U/kg/jam IV atau:


Dosis inisial:5025 U/jam,dosis
ditingkatkan 5 U/kg/jam q4h prn
berdasarkan
hasil PTT

Enoksaparin
rata-rata): 30 mg
subkutan setiap 12 jam

Profililasis(dosis
Terapi:

1mg/kg,subkutan setiap 12
Warfarin
,dosis dinaikan

jam.
5-15 mg/hari

berdasarkan INR ynag ingin


dicapai( 2,5-3,5).
ad 1
Pasien asimptomatik tanpa faktor risiko dan riwayat keluarga dengan trombosis
arteri/venaatau keguguran tidak berikan terapi yang spesifik.
Pasien asimptomatik dan terdapat anggota keluarga yang menderita trombosis
arteri/vena atau keguguran dapat diberikan profilaksis dengan aspirin, namun sebagi
klinik tidak menganjurkan pengobatan ini jika tidak terdapat faktor risiko yang lain.
Sebuah studi potongan lintang pada the physicians health stduy meneliti peranan
aspirin 325mg/hari sebagai obat profalaktis.Aspirin tidak menimbulkan proteksi
terhadap trombosis pada perempuan dengan sindrom antifosfolipid dan riwayat
keguguran.Hidroksiklorokuin dapat memproteksis pasien lupus eritematosus sistemik
dan sindrom antifosfolipid sekunder terhadap terjadinya predisposisi trombosis harus
disingkiran.Modifikasi faktor resiko sekunder untuk aterosklerosis

sebaiknya

dilakukan,sehubungan dengan peranan cedera vaskuler dalam pembentukan trombosis


yang berhubung dengan antibodi antifosfolipid , dan hubungannya dang antibodi
antifosfolipid dan LDL, teroksidasi.
ad 2
Peranan antikoagulan dalam menurunkan angka kejadian trombosis berlurang telah
ditunjukan melalui tiga penelitian retrospektif.Studi pada 19 pasien dengan sinrom
antobodi fosfolipid menunjukan angka rekurensi pada 8 tahun sebesar 0% pada pasien
yang mendapat antikoagulannya dihentikan, angka rekurensinya adalah 50% setelah 2
tahun dan 78 setelah 8 tahun. Dua seri studi lain yang lebih besar menunjukan
tingakat proteksi terhadap rombosis vena dan arteri berhubungan langsung dengan
antikoagulasinya. Pada 70 pasien sinrom antifosfolipid, pengobatan dengan warfirin
intensitas menengah dan intensitas tinggi mrngurangi angka trombosis rekurens

secara bermakna, dimana pengobatan intensitas rrendah tidak memberikan proteksi


yang bermakna.hasil yang serupa di laporkan oleh studi pada 147 pasien dengan
sindrom antifosfolipid.pada kedua studi tersebut, aspirin saja tidak efektif dalam
menurunkan angka trombosis rekurens.
Pasien APS primer dengan trombosit vena dapat diobati dengan terapi inisial
ysng terdiri dari heparrin yang diikuti dengan warfirin atau heparin berat molekul
rendah.Risiko kekambuhan tertinggi terjadi dalam 6-12 minggu pertama setelah
trombosis, namun biasanya pengobatan diteruskan setidanya sampai 6 bulan pada
pasien tanpa faktor risiko lain.
Pasien APS primer dengan trombosis arteri/infark tanpa faktor risiko lain dapat
diobatin dengan aspirin , sementara pemberian antikoagulan jangka panjang, namun
Antiphospholipid Antibodies in stroke study( APASS) melaporkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam rekurensi stroke anatar kelompok yang diobati dengan
aspirin saja dibandingkan dengan kelompok yang diobati dengan aspirin dan warfirin.
Pasien APS sekunder dengan trombosis arteri atau vena diindikasikan untuk
pemberian terapi antiplatelet ditamabah antikoagulan. Pada pasien dengan LA positif
dan memilik faktor risiko lain pemberian antikoagulan seumur hidup mungkin di
perlukan.
1.16. Pengobatan pada ibu hamil
Perempuan hamil dengan antibodi anftifosfolipid positif dan riwayat dua atau lebih
kehingalan kehamilan dari

atau satu atau lebih kehilangan kehamilan akhir

.preeklamsi, pertumbuhan janin terlambat, atau abrupsio , disarankan pemberian


aspirin anterpartum ditambah dengan profilaksis heparin dosis kecil atau sedang.
Perempuan hamil dengan antifosfolipid positif tanpa riwayat tromboemboli
vean atau kehilangan kehamilan harus di pertimbangkan mempunyai peningkatan
rid\siko timbulnya trombosis vena dan, barangkali, kehilangan kehamilan.Pendekatan
yang dapatv dilakukan adalah observasi,pemberian heparin dosis kecil, profilaksi
LMWH, dan/aspirin dosis rendah, 75-167 mg sehari.
Pasien dengan APLA dan riwayat trombosis vena, pada umumnya mendapat
antikoagualan oral jangka panjang oleh karena risiko kambuh yang tinggi.Selama
dalam masa kehamilan, di samping pemberian aspirin dosis mini direkomendasikan
dosis terapi LMWH atau UFH .Saat pascapartum, terapi antikoagualan oral jangka
panjang dilanjutkan

Perempuan homozygous MTHFR variantermolabil ( C677T) ,disarnakan


pemberian suplemen asam folat sebelum konsepsi atau, jika telah hamil, secepat
mungkin dan selama kehamilan.
Perempuan dengan suatu trombofilia kongenital dan keguguran berlulang pada
trimester kedua atau setelahnya, preeklampsi berulang atau hebat, atau abruksio,
disarankan pemberian aspirin dosis mini disamping profilaksis UFH atau MLWH
dosis kecil.Saat pascapartum, juga disarankan pemberian antikoagulan pada
perempuan ini.

Bab ii PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Sindroma antibodi antifosfolipid (antibody antiphospholipid syndrome, APS)
didefiinisikan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang ditandai dengan adanya 1)
antibody antifosfolipid (antibody antikardiolipin dan/ atau antikoagulan lupus) yang
menetap (persisten) serta 2) kejadian berulang thrombosis vena/ arteri, keguguran,
atau trombositopnia. Faktor risiko penting adalah riwayat trombosis, adanya antibody
antikoagulan lupus, dan peningkatan kadar antibody antikardiolipin IgG. Sindrom
antiphospolipid adalah satu dari beberapa keadaan protrombik dimana trombosis
terjadi baik pada vena atau arteri.Msekipun kondisi lain yang dapat menjadi
predisposisi terjadinya trombosis arteri dan vena dapat di deteksi malalui pemeriksaan
laboratorium rutin, adanay antibodi antifosfolipid mungkin menjadi satu-satunya
kelaianan pada pasien dengan sindrom antifosfolipid sindrom primer. Pengobatan di
bagi menjadi 4 kelompok :1).Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil;2).
Pencegahan trombosis

lanjutan pada pembuluh

darah sedang dan besar;

3).Pengobatan mikroangiopati trombolik akut dan ;4) Penanganan kehamilan yang


berhubungan dengan antibodi anti fosfolipi

Anda mungkin juga menyukai