BAB II
LANDASAN TEORI
A. KONSEP DIRI
gambaran, proses atau hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
sesuatu. Istilah ―diri‖ berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari yang
lain. Konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran seseorang mengenai dirinya
Konsep diri merupakan sebuah konstruk psikologis yang telah lama menjadi
pembahasan dalam ranah ilmu-ilmu sosial (Marsh & Craven, 2008). Shavelson,
Hubner, & Stanton (1976) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi
juga menambahkan bahwasanya konsep diri merupakan nilai dari hasil proses
pembelajaran yang dilakukan dan dari hasil situasi psikologis yang diterima.
terhadap diri individu, sikap dan opini mengenai dirinya, dan individu tersebut
merasa hal tersebut sesuai dengan kenyataan pada dirinya. Menurut Rice & Gale
(1975) konsep diri terdiri diri dari berbagai aspek, misalnya aspek sosial, aspek
fisik, dan moralitas. Konsep diri merupakan suatu proses yang terus selalu
berubah, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja. Menurut Gage dan
Berliner (1998) selain merupakan cara bagaimana individu melihat tentang diri
15
16
mereka sendiri, konsep diri juga mengukur tentang apa yang akan dilakukan di
masa yang akan datang, dan bagaimana mereka mengevaluasi performa diri
mereka.
mengarahkan perilaku dalam berbagai situasi. Jika konsep diri seseorang negatif,
maka akan negatiflah perilaku seseorang, sebaliknya jika konsep diri seseorang
positif, maka positiflah perilaku seseorang tersebut (Fits dan Shavelson, dalam
dengan masyarakat.
dari diri individu adalah proses mental. Freud mengatakan bahwasanya konsep
diri merupakan sebuah unit psikologis yang paling dasar untuk memahami proses
mental individu. Konsep ini terus dikembangkan oleh Freud dalam perkembangan
teori ego dan dalam interpretasi terhadap diri individu. Dalam perkembangannya,
konsep diri semakin luas digunakan dalam dunia terapi dan konseling. Lecky pada
tahun 1945 menggunakan istilah konsistensi diri yang mengacu pada dasar-dasar
16
17
perilaku individu dalam terapi dan pada tahun 1948, Raimy memperkenalkan
“self” dalam sebuah sistem psikologis. Roger menilai bahwa ―self” merupakan
dasar atau hal utama yang menjadi bagian dari kepribadian dan penyesuaian
yang tumbuh dari proses interpersonal yang dilakukan. Teori konsep diri semakin
berkembang pada tahun 1970 sampai tahun 1980-an dengan pola konsep diri
umum. Pada saat itu semakin banyak peneliti yang menyadari betapa pentingnya
sangat dipengaruhi oleh konsep diri seseorang. Sehingga banyak para peneliti
mengembangkan suatu cara bagaimana agar dapat menguatkan konsep diri untuk
Pada awalnya konsep diri merupakan suatu konstruk yang bersifat umum
atau yang lebih dikenal dengan istilah unidimensional (Prasetyo, 2006). Konsep
deskripsi spesifik dari apa yang dilihat secara khusus. Hal ini mengandung arti
bahwa konsep diri umum merupakan pemahaman seorang individu terhadap diri
mereka secara umum tanpa melihat bagian-bagian yang lebih spesifik dari diri
17
18
yang bersifat spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah multidimensional.
Konsep diri spesifik merupakan pola penilaian konsep diri individu yang melihat
ke dalam perspektif yang lebih luas terhadap diri individu, sehingga bisa
mendapatkan gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang yang beragam
dan dinamis (Metivier, 2009). Jika hanya ada satu penjelasan mengenai konsep
diri unidimensional, maka pada konsep diri multidimensional dapat melihat diri
seseorang dari berbagai konteks, seperti konsep diri spiritual, konsep diri sosial,
konsep diri terhadap lingkungan dan lain sebagainya (James, dalam Metivier,
2009).
mengembangkan konstruk konsep diri pada diri individu. Salah satu pola
pola konsep diri yang bersifat multidimensional (Marsh & Craven, 2008). Marsh
unidimensional.
18
19
multidimensional. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsep diri secara spesifik
sehingga mendapatkan berbagai macam konsep diri individu dari sudut pandang
yang beragam selain dari beberapa keunggulan pola konsep diri multidimensional
beberapa bagian, yakni general-esteem, konsep diri akademis dan konsep diri non
akademis. Dimana konsep diri akademis dan non akademis dibagi menjadi
Gambar 1
Struktur konsep diri Shavelson, Hubner, & Stanton (1976)
Konsep diri secara umum dibagi ke dalam 4 jenis konsep diri, yakni :
1. Konsep diri akademis (Academic self concept), yang terdiri dari konsep diri
pengetahuan alam.
19
20
2. Konsep diri Sosial (social self-concept), yang terdiri dari konsep diri teman
others).
4. Konsep diri fisik (physical self-concept), yang terdiri dari konsep diri
Kemudian pada tahun 1985, Marsh merevisi struktur konsep diri bersama
Gambar 2
Struktur Konsep Diri Marsh & Shavelson (1985)
Dalam pola ini Marsh & Shavelson tidak membentuk pola hierarkial.
Namun lebih kepada pola multifacet dari general konsep diri kepada banyak jenis
konsep diri seperti konsep diri penampilan fisik, hubungan dengan orangtua,
Marsh & Shavelson (1985) dalam teorinya membuat 13 jenis konsep diri
20
21
7. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin sama
8. Konsep diri yang berhubungan dengan teman yang berjenis kelamin berbeda
Dari berbagai macam jenis konsep diri Marsh & Shavelson di atas, peneliti
hanya mengambil tujuh jenis konsep diri yang akan diteliti. Hal ini dilakukan
peneliti karena ketujuh jenis konsep diri ini dianggap berpengaruh oleh peneliti
mentoring.
3. konsep diri spiritual, dalam prosesnya mentoring memiliki tujuan utama untuk
21
22
6. konsep diri emotional, dalam prosesnya mentoring melatih peserta untuk dapat
tujuan untuk membangun individu untuk menjadi insan yang lebih berguna secara
paripurna (keseluruhan).
Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal
intelegensi, motivasi dan emosi (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock,
episode keberhasilan dan kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998;
Hurlock, 1999; Ulfah, 2007), episode dalam kehidupan (Burger, 2008; Stuart &
2008; Hurlock, 1999), usia (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah, 2007;
Rola, 2006), kondisi dan penampilan fisik (Hurlock, 1999; Rola, 2006), persepsi
individu tentang kegagalan (Burger, 2008; Stuart & Sudeen, 1998), jenis kelamin
(Rola, 2006), aktualisasi diri (Fits, dalam Agustiani, 2006), religiusitas (Agustiani,
(Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger,
22
23
1981; Christa, 2007), teman sebaya (Marsh, 2003; Stuart & Sudeen, 1998; Ulfah,
2007; Shavelson & Roger, 1981; Christa, 2007), peran pendidik (Marsh, 2003;
Stuart & Sudeen, 1998; Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981;
Christa, 2007), kebudayaan (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger,
1981), status sosial (Hurlock, 1999; Ulfah, 2007; Shavelson & Roger, 1981), dan
1. Faktor internal :
oleh mahasiswa).
j. Jenis kelamin.
k. Religiusitas.
23
24
l. Usia.
m. Tingkat stres.
2. Faktor Eksternal
tinggal individu).
lain).
dan lain-lain).
dilakukan).
Dalam penelitian ini, hal yang difokuskan untuk meningkatkan konsep diri
mahasiswa muslim adalah melalui faktor religiusitas dari faktor internal, dan
Burns (dalam Strein, 1995) mengemukakan dua cara yang dapat dilakukan
1. Melalui respon atas aitem-aitem dalam skala konsep diri spesifik yang
2. Melalui pengamatan individual atas pola perilaku yang muncul dari subjek.
Untuk metode pelaporan yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri
individu di antaranya :
24
25
1. Skala Penilaian
Skala ini dapat berupa kuesioner, inventori, atau skala-skala sikap yang
2. Daftar ceklist
3. Teknik Sort-Q
Metode ini meminta subjek untuk memberikan jawaban yang tidak terstruktur
(bebas). Jenis soal yang ditawarkan biasanya tertulis dalam bentuk essay,
kosong.
5. teknik-teknik proyektif
Teknik ini sering digunakan dalam mengukur konsep diri yang tidak sadar
(unconscious self-concept).
6. Wawancara
Alat ukur yang dapat digunakan dalam mengukur konsep diri ini cukup
banyak. Marsh (1992) membuat beberapa alat ukur konsep diri yang dapat
Scale), SDQI, SDQII, & SDQIII (Self Description Questionnaire), ASDQI &
25
26
Selain di atas, alat ukur konsep diri lainnya yang sering digunakan adalah
merupakan alat ukur lanjutan dari SDQI dan SDQII. Alasan peneliti
menggunakan alat ukur ini karena SDQIII dapat digunakan untuk subjek yang
berusia remaja akhir hingga dewasa. Sejalan dengan tujuan penelitian ini adalah
untuk mengukur konsep diri remaja akhir (mahasiswa). Sedangkan metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah melalui teknik ceklist dan wawancara.
Teknik ceklist dilakukan dengan memberikan ceklist pada skala SDQIII yang
B. RELIGIUSITAS
1. Pengertian Religiusitas
hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia serta alam sekitarnya. Menurut
26
27
Joni (2008), religiusitas adalah suatu penghayatan ajaran agama yang mengarah
ajaran-ajaran agama tertentu yang dianut dan dampak dari ajaran agama dalam
lebih melihat kepada segala sesuatu yang ada dalam lubuk hati, getaran hati
nurani pribadi, serta sikap personal yang menjadi misteri bagi orang lain karena
menapaskan intimitas jiwa, yaitu cita rasa yang mencakup totalitas kedalaman isi
pribadi manusia.
berasal dari nurani pribadi seseorang yang diaplikasikan dalam bentuk komitmen
2. Aspek-Aspek Religiusitas
a. Religious belief atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh
27
28
agama punya harapan yang standar (umum) namun setiap pribadi penganutnya
Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh
agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. yang
ini mengidentifikasi efek dari keempat dimensi diatas dalam praktek, pengalaman
keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang tua, sekolah, kampus, tradisi-
28
29
tradisi sosial, tekanan dari lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan
b. Faktor kebutuhan
c. Faktor kehidupan
d. Faktor intelektual
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya ada dua faktor umum
Dalam hal ini peneliti akan melakukan intervensi untuk meningkatkan religiusitas
29
30
kelompok seperti yang dicontohkan oleh Nabi SAW, misalnya mentoring Agama
3. Metode Bercerita
perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi SAW yang hadir ditengah-tengah
mereka.
segala bentuk kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan taqwanya
manusia.
6. Metode Diskusi
pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah dari sudut
pandang Al-Quran.
30
31
8. Metode Imstal/Perumpamaan
Tuhan dalam menciptakan hal-hal yang haq dan yang bathil. Contoh
seperti laba-laba yang membuat rumah‖. Padahal rumah yang paling lemah adalah
rumah laba-laba.
disertai bujukan. Sedangkan tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan.
Cara membangkitkan jiwa dari rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan
sikap dan perasaan mampu untuk berbuat yang lebih baik dan diiringi dengan
metode yang utama digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode mutual
kelompok, salah satu contoh yang disebutkan diatas adalah dengan mentoring
31
32
1. Pengertian Mentoring
berkembang dari waktu ke waktu. Pada tahun 1970 hingga tahun 1980-an,
mentoring adalah suatu proses yang hanya diberikan untuk proses penjenjangan
karir. Namun seiring berjalannya waktu, mentoring hingga saat ini juga diterapkan
instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu.
Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan
kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini
bersama yang melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat
Mentoring adalah suatu proses yang lebih mengarah kepada keinginan untuk
(David dalam Brewerton, 2002). Inti dari proses mentoring adalah membangun
32
33
lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan tersebut ada visi
untuk meningkatkan kualitas diri antar sesama baik secara pemikiran maupun
emosional.
proses peningkatan kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam
sebuah metode pendidikan Islam yang efektif dilakukan untuk para mahasiswa di
perguruan tinggi. Dalam Islam, istilah mentoring Agama Islam lebih dikenal
dengan istilah halaqah atau usroh. sebuah istilah yang berhubungan dengan
individu yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok
kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam dengan
Mentoring Agama Islam adalah suatu proses pendidikan yang harus dilalui
mentoring Agama Islam ini dilakukan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Islam
langsung dengan seluruh dosen Agama Islam. Mentoring Agama Islam dilakukan
satu minggu sekali dengan waktu yang telah disepakati dalam kelompok tersebut.
33
34
mentoring Agama Islam. Pada acara tersebut, setiap mahasiswa muslim akan
yang diterapkan menjadikan program ini lebih menarik dan efektif serta memiliki
keunggulan tersendiri.
1. Pementor
proses mentoring. Biasanya pementor merupakan kakak kelas atau senior dari
suatu tingkatan yang telah mengikuti pelatihan dan seleksi pementor di tingkat
34
35
Berikut profil umum yang harus dimiliki oleh seorang pementor (Modul
3. Study oriented.
2. Kurikulum
3. Mentee
Peserta mentoring atau yang lebih dikenal dengan istilah mentee adalah
dalam jumlah yang berkisar antara 3-12 orang (Satria, 2010). Mentee biasanya
pertama).
a. Latar belakang
35
36
dengan cara yang menyenangkan lahir dari suatu pemikiran sebagai berikut :
1. Metode tradisional yang ada saat ini untuk mempelajari Islam tidak
komprehensif.
3. Konsep pendidikan Islam yang selama ini ada hanya sekedar keilmuan
saja, dan jarang mencapai tataran amal dalam aplikasi kehidupan sehari-
hari.
b. Visi
c. Misi
d. Tujuan Mentoring
e. Sasaran Mentoring
pementor.
f. Waktu
36
37
g. Tempat
Namun hal ini bisa tidak tetap setiap minggunya. Mentoring terkadang dapat
dilakukan di alam terbuka dan dimana saja sesuai dengan kesepakatan antara
1. Pembukaaan
Al-Qur’an secara bergiliran dan dibimbing oleh pementor. Jumlah ayat yang
dibaca tidak dibatasi, namun disesuaikan antara jumlah peserta dengan waktu.
ayat-ayat Qur’an yang telah dibacakan baik dari segi arti ayat, makna ayat,
asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), dan relevansinya dalam kehidupan sehari-
37
38
hari. Dalam hal ini yang membawakan adalah para mentee secara bergantian tiap
3. Penyampain Materi
juga menjadi hal yang penting. Materi mentoring ini terdapat dalam buku modul
Dalam hal ini pementor menyampaikan materi dengan pola pendekatan yang lebih
aplikatif dengan realita kehidupan sehari-hari dan fakta yang ada dalam kehidupan
nyata sehingga tidak terkesan menggurui para mentee, namun lebih saling
4. Diskusi
mentee atau kasus-kasus yang berkaitan dengan materi. Diskusi juga tidak mesti
selalu mengarah kepada pertanyaan seputar materi yang baru dibahas. Mentee
5. Sharing
Agenda ini merupakan agenda dimana para mentee dan pementor saling
serta aktifitas lainnya. Agenda ini merupakan sarana yang dapat mempererat
6. Penutup
38
39
Ada beberapa aspek yang perlu ditinjau untuk mengetahui sejauh mana
adalah :
pola fikir (mindset) yang dapat menjadi sebuah peta pemikiran (fikroh).
bersifat amal nyata. Hal ini dapat dilihat dari tingkah lakunya dan dapat
3. Afektif, yaitu aspek yang terkait dengan sikap mental, perasaan dan
kesadaran siswa. Hasil ini akan diperoleh melalui suatu proses internalisasi
39
40
pemahaman yang lebih baik tentang Agama Islam seperti materi tentang akidah,
1. Mentoring versus me
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah diharapkan peserta mampu
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami
ketakwaannya.
3. D’ messenger
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami
4. Islam forever
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta mentoring
mengaplikasikannya.
40
41
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta dapat
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta mampu
mengerti dan memahami tentang ghozwul fikri atau perang pemikiran dari
dunia barat.
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta dapat
mengamalkannya.
9. Sempurnakan baktimu!
Tujuan instruksional umum dari materi ini adalah agar peserta memahami
Selain dari 9 judul materi di atas, masih terdapat materi lain yang
disampaikan dapat berupa materi pengembangan diri seperti mengenal diri (who
41
42
diberikan materi psikologi Islami, pengobatan ala nabi di farmasi, hukum Islam di
Agama Islam
pementor
8. Kesiapan pementor.
9. Kedisiplinan pementor.
42
43
D. MAHASISWA
1. Definisi Mahasiswa
rentang usia 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Takwin, 2008). Para mahasiswa
khususnya mahasiswa baru masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia
sekitar 18 - 21 tahun (Monks dkk, 2001). Masa remaja adalah periode tengah
bagi pembentukan nilai diri mereka. Usia remaja merupakan masa peralihan
Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi atas periode 18/19 tahun
sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester 1 sampai dengan semester IV,
dan periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa semester V sampai
muslim adalah mahasiswa yang beragama Islam, terdata sebagai mahasiswa Islam
Indonesia.
43
44
Konsep diri belum ada ketika lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain
(Salbiah, 2003). Konsep diri itu terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung
sejak usia dini hingga dewasa. Saat individu semakin beranjak dewasa, maka
keberadaan konsep diri juga semakin kompleks (Dianingtyas, 2012). Pada masa
remaja konsep diri berkembang dengan sangat cepat. Oleh karenanya, pada masa
masa dewasa (Rola, 2006). Pada masa ini, terdapat banyak perubahan pada
remaja. Oleh karena itulah masa remaja disebut dengan masa-masa yang rentan
reaksi dari lingkungan lainnya (Dusek & Jerome, 1978). Namun diantara banyak
konsep diri remaja. Teman sebaya menggantikan peran orang tua sebagai orang
44
45
tingkah laku dari kelompok teman sebaya dari jenis kelamin yang sama
(Agustiani, 2006).
Secara umum, konsep diri antara remaja pria sama dengan remaja wanita
sama. Meskipun pada remaja wanita cenderung lebih rentan dalam menghadapi
tantangan hidup dibandingkan dengan remaja pria. Namun, remaja wanita lebih
memiliki konsep diri sosial dan kesadaran diri yang lebih tinggi daripada pria
(Florence & Roberta, 1975). Pada pria, rasa percaya mereka juga lebih tinggi
beberapa permasalahan kehidupan, konsep diri juga berada dalam keadaan terus
sulit. Namun, dari penyelesaian masalah dan konflik remaja inilah lahir konsep
diri orang dewasa. Ketika individu hampir mendekati 25 tahun biasanya ego orang
dewasa sudah terbentuk dengan lengkap, ketika saat itu tiba maka konsep diri
remaja khususnya pada remaja akhir sangat menentukan. Sebab, masa remaja
merupakan gerbang utama yang dekat menuju kepada masa dewasa. Peran teman
sebaya menjadi sangat berarti bagi remaja, yang terkadang lebih utama daripada
peran orangtua. Oleh karena itu, untuk membentuk konsep diri yang lebih baik
bagi remaja perlu dilakukan kontrol yang membangun bagi orangtua terhadap
anak remajanya.
45
46
lainnya. Namun pada kenyataannya, banyak perilaku moral yang kurang baik
yang ditunjukkan mahasiswa yang perlu menjadi perhatian utama bagi orangtua
dan civitas akademika kampus. Tak jarang mahasiswa menjadi sumber konflik
dengan aksi demonstrasi dan tawuran yang meresahkan warga masyarakat (Noe,
2012). Konflik internal dan penyimpangan perilaku etis juga kerap terjadi pada
bebas, dan lainnya (Monks, Knoers, & Hadinoto, 2001). Perilaku-perilaku negatif
dilihat dari satu aspek diri secara menyeluruh. Konsep diri juga ada yang bersifat
spesifik atau yang lebih dikenal dengan istilah multidimensional. Konsep diri
spesifik merupakan pola penilaian konsep diri individu yang melihat ke dalam
perspektif yang lebih luas terhadap diri individu, sehingga bisa mendapatkan
gambaran diri individu dari berbagai sudut pandang yang beragam dan dinamis
(Metivier, 2009). Pada konsep diri multidimensional kita dapat melihat beberapa
macam konsep diri seperti konsep diri akademis, konsep diri problem solving,
konsep diri spiritual, konsep diri kejujuran, konsep diri parent-relation, konsep
diri emosional, konsep diri umum dan konsep diri lainnya (James, dalam Metivier,
2009).
46
47
Konsep diri yang berhubungan dengan orang orang tua (parent relation) adalah
suatu masalah atau persoalan. Konsep diri umum (general esteem) adalah konsep
Menurut Brooks (dalam Debby, 2011) Semakin tinggi nilai konsep diri
seseorang tentu pribadi individu tersebut semakin baik dan semakin positif pula.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat dilihat dengan perilaku sebagai
berikut : merasa mampu mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain,
menerima pujian tanpa rasa malu, merasa mampu memperbaiki diri. Conger
(dalam Mönks dkk, 2001) menyatakan bahwa konsep diri yang negatif pada
Menurut Agustiani (2006), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
47
48
dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia serta alam sekitarnya.
terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa ahli sepakat bahwa
agama sangat potensial untuk mendorong dan mengarahkan hidup manusia pada
Konsep diri belum ada ketika lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain
(Salbiah, 2003). Konsep diri itu terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung
sejak usia dini hingga dewasa. Saat individu semakin beranjak dewasa, maka
keberadaan konsep diri juga semakin kompleks (Dianingtyas, 2012). Pada masa
remaja pembentukan konsep diri berada pada tahapan yang kritis. Selama masa
48
49
Untuk merubah konsep diri mahasiswa ke arah yang lebih baik maka
tepat diberikan untuk mahasiswa adalah melalui program mentoring Agama Islam
pola pendidikan teman sebaya efektif diterapkan kepada mahasiswa. Hal ini
E. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan kepada 7 jenis konsep diri yang
49
50
7. Ada pengaruh mentoring Agama Islam terhadap perubahan konsep diri umum
50