Anda di halaman 1dari 2

REVIEW PEMENANG NOBEL BIDANG FISIKA TAHUN 2014

Diode Pemancar Cahaya Biru (The Blue Light-Emitting Diode/LED) atau LED Biru
Oleh : Isamu Akasaki, Hiroshi Amano, dan Shuji Nakamura
Diode pemancar cahaya (light-emitting diodes/LEDs) adalah penghasil cahaya pendek yang
didasarkan pada komponen semikonduktor, dengan panjang gelombang antara gelombang cahaya infra
merah hingga ultraviolet. LED pertama kali dipelajari dan dikembangkan antra tahun 1950-an dan 1960-an
pada beberapa laboratorium. Mereka memancarkan cahaya pada berbagai panjang gelombang yang
berbeda, mulai dari cahaya infra merah hingga hijau. Akan tetapi, pemancaran gelombang biru merupakan
yang tersulit, dimana dibutuhkan waktu hingga tiga dekade untuk mendapatkannya. Pemancaran
gelombang cahaya biru membutuhkan pengembangan teknologi untuk membangkitkan Kristal kualitas
tinggi sebagaimana halnya kemampuan untuk mengontrol p-doping dari semikonduktor dengan jarak band
yang tinggi, yang dapat diperoleh menggunakan gallium-nitrade (GaN) pada akhir tahun 1980-an.
Pengembangan LED biru yang efisien juga membutuhkan produksi campuran logan berbasis GaN dengan
komposisi yang berbeda dan integrasinya kedalam struktur multilayer seperti pada kanal-kanal kuantum
dan sambunga-sambungan heteronya.
Peralatan lampu listrik pertama yang menggunakan emisi dari material padat dibuat oleh H.J Round
yang bekerja pada Marconi Electronics dalam tahun 1907. Ia mengaplikasikan tegangan (voltage) yang
melewati dua kontak pada sebuah kristal karbondum (SiC). Cahaya kuning diamati pada tegangan rendah,
tetapi akan semakin berwarna cahayanya pada tegangan tinggi. Elektroluminisens juga dipelajari oleh O.
Losev (1903-1942), yang juga mempublikasikan beberapa artikel tentang elektoluminisens dari karbondum
pada tahun 1920-an dan 1930-an. Penelitian-penelitian tersebut merupakan langkah awal dalam
memformulasikan teori modern tentang struktur elekteronik dari material padat.
Pemahaman tentang fisika semikondukor dan hubungan-hubungan p-n mulai berkembang selama
tahun 1940-an, mengarah pada penemuan transistor di Laboratorium Telefon Bell di Amerika Serikat pada
tahun 1947 (Penghargaan Nobel tahun 1956 kepada Shockley, Barden dan Brattain). Hal ini semakin
memperjelas bahwa hubungan p-n dapat menjadi alat yang menarik untuk pemancaran cahaya. Pada tahun
1955 dan 1956, J.R. Haynes dari Laboratorim Telofon Bell mendemonstrasikan bahwa elektroluminisens
dalam germanium dan silikon berkaitan dengan rekombinasi dari rongga dan elektron pada hubungan p-n.
Teknik untuk membuat hubungan p-n yang efisien dengan menggunakan GaAs dilakukan secara berulangulang pada tahun-tahun berikutnya. GaAs menjadi semakin diminati karena bad-gap (jarak band)
langsungnya, yang memungkinkan rokombinasi elekron dan rongganya tanpa melibatkan foton. Band-gap
yang dihasilkan sebesar 1.4 eV yang sesuai dengan cahaya dalam infra merah. Dalam musim panas tahun
1962, pengamatan terhadap emisi cahaya dari hubungan p-n dilakunan. Beberapa bulan kemudian, emisi
sinar laser dalam GaAs pada suhu nitrogen cair (77 K), didemonstrasikan secara mandiri dan dan hampir
secara bersamaan oleh tiga kelompok peneliti dari General Electric, IBM dan Laboratorium MIT Lincoln,
di Amerika Serikat.
Mengikuti penelitian-penelitian senelumnya, pada akhir tahun 1950-an, perkembangan dari
pembuatan LED yang efisien dengan menggunakan GaP (band-gap tidak langsung setara dengan 2.2 eV)
dilakukan secara bersamaan oleh tiga kelompok peneliti dari Laboratorium Pusat Phipils (Philips Central
Laboratory) di Jerman (H.G. Grimmeiss), Service Electronics Laboratories (SERL) di Inggris (J.W. Allen)
dan Laboratorium Telefon Bell (Bell telephone laboratories) di Amerika Serikat (M. Gershenzon). Mereka
memiliki tujuan yang berbeda-beda, mulai dari komunikasi, pencahayaan dan televise hingga lampu
indikator untuk peralatan elektronik dan telefon. Dengan menggunakan dopan (misalnya, Zn-O atau N)
pada berbagai konsentrasi, panjang gelombang yang berbeda dihasilkan berkisar dari merah hingga hijau.
Pada akhir 1960-an sejumlah pabrikan di berbagai negara membuat LED merah dan hijau berbasis pada
GaP. Langkah untuk pemancaran sinar biru terbukti sangat sulit dilakukan, usaha awal dengan
menggunakan ZnSe dan SiC, dengan band-gap tidak langsung yang tinggi, tidak mengarah pada efisiensi
pemacaran cahaya. Material yang memungkinkan untuk pengembangan LED biru adalah GaN (Gallium
Nitride). Pada akhir tahun 1950-an, kemungkinan untuk mengembangkan teknologi pencahayaan yang baru
dengan menggunakan GaN, telah dipertimbangkan dengan serius oleh Laboratorium Penelitian Philips.
H.G. Grimmeiss dan H. Koelmans mendapatkan fotoluminises efektif dari GaN dari jarak spectral besar
dengan menggunakan aktifator berbeda dan hasilnya dapat disimpan. Akan tetapi, pada saat itu sangatlah
sulit untuk mengembangkan kristal GaN. Hanya sebagian kecil kristal dalam bentuk bubuk yang dapat
dihasilkan, dimana dengan kondisi ini maka hubungan p-n tidak dapat dihasilkan. Hal ini mengakibatkan
para peneliti di Philips lebih berkonsentrasi pada penggunaan GaP dibandingkan dengan menggunakan
GaN.

Kristal GaN lebih banyak diproduksi pada akhir tahun 1960-an dengan mengambangkan GaN pada
sebuah substrat dengan menggunakan teknik HVPE (Hydride Vapour Phase Epitaxy). Sejumlah
laboratorium di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa mulai mempelajari teknik dan pendadahan GaN dengan
tujuan untk pengembangan LED biru, namun masalah material masih belum dapat diatasi. Pada tahun 1970an, teknik baru pengembangan kristal dikembangkan, yakni MBE (Molecular Beam Epitaxy) dan MOVPE
(Metalorganic Vapour Phase Epitaxy). Berbagai usaha pun dilakukan dengan teknik-teknik tersebut untuk
mengembangkan GaN. Isamu Akasaki mulai mempelajari GaN sejak awal 1974, pada saat ia mulai bekerja
di Institut Penelitian Matsushita (Matsushita Research Institute) di Tokyo. Dalam tahun 1981 ia
memperoleh gelar professor di Universitas Nagoya dan melanjutkan penelitiannya tentang GaN bersama
Hiroshi Amano dan rekan kerja lainnya. Dibutuhkan waktu hingga tahun 1986 sebelum diperoleh GaN
dengan kualitas kristal tinggi dapat dihasilkan dengann menggunakan teknik MOVPE. Terobosan yang
dilakukan merupakan hasil dari rangkaian penelitian dan pengamatan yang panjang. Lapisan tipis (30 nm)
dari polycrystalline AlN pertama diintikan pada substrat safir (batu nilam) pada suhu rendah (500 C) dan
kemudian dipanaskan hingga suhu pertumbuhan GaN (1000 C). Selama proses pemanasan, lapisan
membentuk sebuah tekstur kristal kecil dengan orientasi yang mengarah pada pembentukan GaN.
Kepadatan dislokasi dari pertumbuhan kristal GaN pada awalnya tinggi, tetapi akan menurun secara drastis
setelah berkembang beberapa m. Permukaan dengan kualitas tinggi dapat diperoleh, yang merupakan
bagian penting dalam pengembangan struktur kecil multilapisan pada tahap berikutnya dalam
pengembangan LED. Shinji Nakamura kemudian menggembangkan metode yang sama dimana AlN
digantikan dengan sebuah lapisan tipis dari GaN pada suhu rendah. Langkah penting dalam pengembangan
LED biru yang dilakukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Akasaki dan Nakamura, telah menjadi
langkah awal dalam penggunaan material AlGaN dan InGaN untuk menghasilkan bahan semikonduktor
yang sesuai untuk pengembangan sistem pencahayaan dengan menggunakan LED biru.
Intervensi mereka dinilai revolusioner. Lampu LED putih yang memancarkan cahaya putih terang
bertahan lama dan efisien energi. Akasaki bekerja bersama dengan Amano di Universitas Nagoya,
sedangkan Nakamura bekerja di Nichia Kimia, perusahaan kecil di Tokushima. Penemuan mereka
revolusioner. Bola lampu pijar menyala pada abad ke-20, sedangkan lampu LED menerangi abad ke-21.
Penemuan LED biru yang efisien telah mendorong penggunaan cahaya putih sebagai sumber
penerangan. Ketika material fosfor diperkuat dengan sebuah LED biru, cahaya akan memancar pada jarak
spektral hijau dan merah, yang dikombinasikan dengan cahaya biru, akan menghasilkan cahaya putih.
Sebagai alternatif, LED dengan perpaduan warna yang lengkap (merah, hijau dan biru) dapat digunakan
secara bersama. Kedua teknologi tersebut digunakan saat ini sebagai sumber cahaya putih dengan
electroluminescent tinggi yang efisisen. Sumber cahaya tersebut, dengan daya tahan yang sangat lama,
mulai menggantikan penggunaan lampu pijar dan lampu neon untuk tujuan penerangan. Sejak cahaya
mewakili 2030% dari konsumsi energi listrik kita, dan sejak sumber cahaya putih baru tersebut
membutuhkan energi sepulu kali lebih sedikit dari lampu yang umum, penggunaan LED biru yang efisien
mengarah pada penghematan energi yang signifikan, demi keuntungan umat manusia.
Lampu LED yang memancarkan cahaya putih terang, tahan lama, dan hemat energi. Perbaikan terus
dilakukan agar makin efisien dengan fluks bercahaya tinggi (diukur dalam lumen) per unit input daya listrik
(diukur dalam watt). Rekor teranyar hanya lebih dari 300 lm/W, ini setara 16 bola lampu biasa dan hampir
70 lampu neon. Meski temuannya baru berusia 20 tahun, LED biru telah berkontribusi untuk menciptakan
cahaya putih dengan cara yang sepenuhnya baru untuk keuntungan bagi semua, karena sekitar seperempat
konsumsi listrik dunia digunakan untuk tujuan pencahayaan, LED berkontribusi untuk penghematan
sumber daya bumi. Konsumsi materi juga berkurang karena LED bertahan sampai 100.000 jam. Sementara
itu, lampu pijar bertahan 1.000 jam dan 10.000 jam untuk lampu neon. Lampu LED menjanjikan
peningkatan kualitas hidup untuk 1,5 miliar orang di seluruh dunia yang kekurangan akses ke jaringan
listrik. Itu karena kebutuhan listrik yang rendah lampu ini bisa memanfaatkan tenaga surya yang murah.
Sumber Referensi:
Sinar Harapan. 2014. Trio Jepang Peraih Nobel Fisika. http://sinarharapan.co/news/read/141008077/triojepang-peraih-nobel-fisika. Diakses pada tanggal 05 Desember 2014.
The Royal Swedish Academy of Sciences. 2014. Efficient Blue Light-Emitting Diodes Leading To Bright
and Energy-Saving White Light Sources. Scientific Background on the Nobel Prize in Physics 2014.
http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/2014/advanced-physicsprize2014.pdf.
Diakses pada tanggal 7 Desember 2014.
The Royal Swedish Academy of Sciences. 2014. Blue LEDsFilling the world with new light. The Nobel Prize in Physics
2014, Popular Science Background. http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/physics/laureates/2014/popularphysicsprize2014.pdf. Diakses pada tanggal 7 Desember 2014.

Anda mungkin juga menyukai