Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Gambar
16.4
menyajikan
kecenderungan
prevalensi
balita
ketiga
indeks
BB/U,
BB/TB.
Terlihat
dan
menurut
TB/U
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013.
Prevalensi sangat pendek turun 0,8 persen dari tahun 2007, tetapi prevalensi pendek
naik 1,2 persen dari tahun 2007. Prevalensi sangat kurus turun 0,9 persen tahun 2007.
Prevalensi kurus turun 0,6 persen dari tahun 2007. Prevalensi gemuk turun 2,1 persen
dari tahun 2010 dan turun 0,3 persen dari tahun 2007.
Status gizi anak balita berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB
anak
balita
pendek-kurus,
Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8
persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan
8,8 persen.
Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI
Jakarta
(30,1%).
Sebanyak
Bali,
Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka
Belitung, Lampung dan DKI Jakarta.
Pravalensi Gemuk dan obesitas umur 13-15 tahun
Prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8 persen, terdiri
dari 8,3 persen gemuk dan 2,5 persen sangat gemuk (obesitas). Sebanyak 13 provinsi
dengan prevalensi gemuk diatas nasional, yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bali, Kalimantan Timur,
Lampung, Sulawesi Utara dan Papua
Pravalensi Gemuk dan obes umur 16-18 tahun
Prevalensi gemuk pada remaja umur 16 18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri
dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk
tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%). Lima
belas provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas prevalensi nasional, yaitu
Bangka Belitung, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Banten, Kalimantan Tengah, Papua,
Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, DI Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara dan DKI Jakarta.
Gambar 16.17 menyajikan prevalensi penduduk umur dewasa kurus, gizi lebih dan
obesitas menurut IMT/U di masing masing provinsi. Prevalensi penduduk dewasa kurus
8,7 persen, berat badan lebih
penduduk kurus terendah di provinsi Sulawesi Utara (5,6%) dan tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (19,5%). Dua belas provinsi dengan prevalensi penduduk dewasa kurus
diatas prevalensi nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sumatera Barat,
Jawa Timur, Maluku, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi penduduk
obesitas terendah di provinsi Nusa tenggara Timur (6,2%) dan tertinggi di Sulawesi
Utara (24,0%). Enam belas provinsi dengan prevalensi diatas nasional, yaitu Jawa Barat,
Bali, Papua, DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung,
Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Kalimantan Timur, DKI
Jakarta, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Pravalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa >18 tahun
Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9 persen, naik
18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari tahun 2010
(15,5%).
Prevalensi obesitas terendah di Nusa Tenggara Timur (5,6%), dan prevalensi obesitas
tertinggi di provinsi Sulawesi Sulawesi Utara (19,5%). Tiga belas provinsi dengan
prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Aceh,
Papua Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Maluku Utara, DKI
Jakarta, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Gorontalo dan Sulawesi Utara.
III.
Pengertian obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
berlebihan dengan ambang batas IMT/U > 2 Standar Deviasi (WHO, 2005).
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. (Waspadji, 2003)
Ditinjau dari segi ilmu gizi, obesitas adalah penimbunan trigliserida yang berlebihan
di jaringan-jaringan lemak tubuh. Menurut Bray, jumlah lemak tubuh manusia (pada orang
dewasa muda) yang normal pada laki-laki 15-18% berat badan, sedangkan pada wanita 2025% berat badan. Seseorang dikatakan obesitas bila 25% berat badan seorang laki-laki
terdapat lemak dan pada wanita lemak tubuhnya berjumlah 30%. (Waspadji, 2003)
berolahraga. Maka, obesitas saat ini dianggap sebagai faktor resiko sekunder yang
sangat penting dari terjadinya penyakit stroke.
5. Diabetes Tipe 2
Naiknya berat badan walaupun hanya sebesar 5 hingga 10 kg dari kisaran berat badan
yang sehat, akan meningkatkan seseorang terserang diabetes tipe 2 sebesar dua kali
lipatjika dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami berat badan. Sekitar lebih
dari 80% pengidap diabetes diketahui memiliki kelebihan berat badan.
6. Kanker.
Obesitas berkaitan dengan meningkatnya resiko beberapa jenis penyakit kanker,
termasuk kanker endometrium atau kanker lapisan rahim, kanker usus besar, kandung
empedu, prostat, ginjal, serta kanker payudara pasca menopause. Wanita yang
mengalami peningkatan dalam berat badan lebih dari 10 lg saat dari umur 18 tahun
hingga umur paruh baya akan meningkatkan resiko terserang kanker payudara pasca
menopause sebesar dua kali lipat, jika dibandingkan dengan wanita yang berat
badannya tetap dalam keadaan stabil.
7. Perlemakan hati.
Penyebab utama dari penyakit perlemakan hati non alkoholik ialah resistensi hormon
insulin, sebuah gangguan metabolisme dimana selsel mejadi tidak peka terhadap efek
insulin. Salah satu faktor resiko yang sangat umum terjadinya resistensi hormon
insulin adalah obesitas, terutama obesitas sentral. Dalam studi telah menunjukkan
bahwa ada hubungan yang erat antara derajat kerusakan hati dengan obesitas.
8. Penyakit kandung empedu.
Orang yang mengalami obesitas akan memiliki resiko batu empedu tiga kali lebih
besar jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya tetap stabil. Umunya
wanita lebih banyak terserang jika dbandingkan dengan pria. Semakin tinggi umur
seseorang maka semakin tinggi juga resiko terserang batu kandung empedu ini.
Umumnya menyerang pada seseorang yang umurnya diatas 40 tahun.
9. Ganguan pernapasan
Disebut juga dengan nama obstructive sleep apnea atau gangguan pernapasan saat
tidur, lebih umum terjadi pada seseorang yang mengalami kelebihan berat badan.
Obesitas dikaitkan dengan meningkatnya resiko penyakit pernapasan seperti asma,
bronkitis berat, besiktas sindrom hipoventilasiserta insufisiensi pernapasan.
10. Artritis
Gangguan pada muskuloskeletal, termasuk osteoarthritis, jauh lebih sering terjadi
pada orang yang mengalami obesitas, terutama pada orang yang didiagnosis
mengalami obesitas kronis. Studi kesehatan menunjukkan bahwa obesitas adalah
pediktor yang sangat kuat untuk gejala osteoarthritis, terutama pada bagian lutut.
Resiko osteoartritis akan meningkat setiap kenaikan 1 kg berat badan.
2. Pengaruh obesitas yang kedua berfokus pada wanita yang ingin segera
mendapatkan keturunan. Pasalnya, menurut hasil riset dari Academic Medical
Center di Amsterdam, kelebihan berat badan berpengaruh besar pada kematangan
sel telur. Akibatnya wanita yang menderita obesitas dikatakan lebih sulit untuk
hamil karena akan mendapatkan lebih banyak kesulitan pada proses pembuahan.
Kemungkinan hamil secara alami oleh wanita dengan BMI (body mass index)
sebesar 30 yang berlebih menurun sebesar dua puluh enam persen. Persentase
tersebut dapat meningkat seiring dengan semakin besar pula jumlah BMI yang
dimiliki oleh seorang wanita.
Obesitas digambarkan sebagai salah satu penyebab menurunnya produktivitas
kerja seseorang. Dapat dibayangkan secara sederhana bahwa seseorang dengan
tumpukan lemak berlebih akan lebih sulit untuk menggerakkan tubuh mereka. Oleh
karena itu, mereka akan lebih mudah merasa lelah dan kualitas kerja mereka juga
tidak akan maksimal. Pasalnya, produktivitas merupakan salah satu daya jual paling
penting pada diri seseorang yang mengandalkan karir mereka sebagai tumpuan hidup
karena produktivitas kerja yang tinggi secara otomatis meningkatkan daya saing.
Mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu bersaing dalam kompetisi dunia
kerja, obesitas adalah salah satu perusaknya.
VII. Upaya penanggulangan yang sudah dilakukan pemerintah
Kebijakan yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam mengatasimasalah gizi
adalah
1. Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalamRangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan disingkat menjadi Gerakan 1000 HPK, (KementerianKesejahteraan Rakyat
RI, 2013)
Gerakan
Seribu
Hari
Pertama
Kehidupan
merupakan
upaya
untuk
Posyandu
di
semua
tingkatan
administrasi
pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Laseduw, Jeffry. Penyakit Yang Muncul Karena Obesitas | Nectura Juice. (Availabe at
http://www.necturajuice.com/penyakit-yang-muncul-karena-obesitas/ pada tanggal
16-12-2014 pukul 17:03)
Michael J. Gibney, Shirley AA Beresford, dan John M Kearney. 2008. Gizi
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Revitalisasi
Posyandu
Atasi
Masalah
Gizi
(Available
at
http://www.tribunnews.com/kesehatan/2012/02/17/revitalisasiposyandu-atasi-masalah-gizi Pada tanggal 16-12-2012 pada tanggal
16-12-2012 pukul 18.39)
Sartika , Ratu Ayu Dewi, 2011. FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK 5-15 TAHUN
DI INDONESIA. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Siagan, Albiner. 2010. Epidemiologi Gizi. Erlangga.
Waspadji, Sarwono dan Slamet
Epidemiologi.Jakarta: FKUI
Suyono.2003.Pengkajian
Status
Gizi
Studi