Anda di halaman 1dari 16

Bab 1 : Latar belakang Reformasi

a. Pengertian Reformasi
Dalam rangka pelaksanaan penyelenggaraan hidup bernegara Republik Indonesia
termasuk jalannya ketatanegaraan, bangsa Indonesia telah mengalami momen sejarah
baru, yaitu reformasi. Gerakan reformasi terjadi sebagai akibat krisis yang bersifat
multidimensi di seluruh Negara Indonesia yang menyangkut segenap bidang
kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya, maupun keamanan dan ketertiban.
Diikuti pula oleh kondisi yang sangat rawan sebagai akibat perbedaan yang sangat
tajam antara golongan yang diatas (pemegang tampuk kekuasaan) dengan rakyat yang
mengalami kehidupan yang sangat menderita, tertekan, dan tidak berdaya.
Berangkat dari keprihatinan moral yang dalam atas berbagai krisis di dalam
negeri yang diakibatkan membumbung tingginya harga pokok kehidupan masyarakat,
merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme serta tingkah laku kepemimpinan yang
sangat menyimpang dari tatanan kehidupan, dimulailah gerakan reformasi yang
diprakarsai oleh para mahasiswa yang selanjutnya melibatkan lembaga sosial
masyarakat serta akhirnya menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Lebih tergugah
lagi dengan terjadinya tragedi 12 Mei 1998, selain pengorbanan jiwa raga dan harta
benda maka merebaklah semangat reformasi ke seluruh lingkup kehidupan
masyarakat untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan sebagai melakukan
perubahan kearah yang lebih baik dengan cara menata ulang hal-hal yang telah
menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan struktur ketatanegaraan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara

b. Tujuan Reformasi
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:

1.

Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai


baru dalam kehidupan berbangsaan bernegara.

2.

Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan


konstitusi
yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh
masyarakat

3.

Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial


budaya, maupun pertahanan keamanan.

4.

Mengapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam


masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti
KKN, kekuasaan sewenang-wenang/otoriter, penyimpangan dan penyelewengan
yang lain dan sebagainya.

c. Agenda Reformasi
d. Kronologi jatuhnya Orba
22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana
bantuannya.
12 Februari

Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.

5 Maret

Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk


menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional.
Mereka diterima Fraksi ABRI

10 Maret

Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali
dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

14 Maret

Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.


Bob Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.

15 April

Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena


sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri
melakukan berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik

18 April

Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14


menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan
Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi yang menolak dialog tersebut.

1 Mei

Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

2 Mei

Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan

reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).


Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan
bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan
represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.

4 Mei

Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan
dengan korban sedikitnya 6 meninggal.

7 Mei

Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di


kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan
sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya
terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat
pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.

8 Mei

Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.

9 Mei

Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15.


Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei

Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.

13 Mei

Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di Solo
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.

Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di


Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam
pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto

menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.


Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.

14 Mei

Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia,

demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.


Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika

rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.


Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran
yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei

Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke
tanah air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di
Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima
Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.

17 Mei

Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah


mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri
kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan
anak-anaknya.

18 Mei

Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung
DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi
persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil
Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan
bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail

Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.


Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden
Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat
menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII
dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih
lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu tampaknya
sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan

kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi

disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.


Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto
mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,
meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan

pembentukan "Dewan Reformasi".


Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman

dan menginap di Gedung DPR/MPR.


Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR

19 Mei

Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat,
yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha
Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis
Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar
Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil
Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja
dan Ma'ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5
jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite

Reformasi
Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet
Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi.
Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari
mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite

Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.


Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag
Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi
ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut
Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana
penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada
saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi;
Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana
Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka

intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.


Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk
memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga,


Surabaya.

20 Mei

Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah

80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.


500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono

X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.


Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22

Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru


Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung
Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier
tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi,
ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk
menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto,
tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea
pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari
jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak
mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu
adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno,
Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi
Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto

Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.


Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono.

Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.


Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar

Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.


Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza
Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI
Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres

BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi
keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan
mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan
Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto,

Soeharto kemudian memanggil Habibie.


Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam
pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari
jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most
probably has resigned". Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya

akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu
disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo
Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu
mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di
Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen
Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus
disampaikan kepada pemerintahan baru.
21 Mei

Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan
cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, "Selamat

tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru".


Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00
WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada
seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya,
Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala
Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B

2044 AR.
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantanmantan presiden, "ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para
mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta

keluarga."
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu
yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan
konstitusional.

Bab 2 : Pemerintah Reformasi (1998-sekarang)

a. Kebijakan pemerintahan Baharuddin Jusuf Habibie (1998-1999)

Pada bidang politik


Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa
pemerintahan Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi
Pembangunan. Kebijakan politik yang diambil yaitu: dengan dibebaskannya para tahanan
politik pada masa Orde Baru, peningkatan kebebasan pers, pembentukan parpol dan
percepatan Pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999, penyelesaian masalah Tomor-Timur,
pengusutan kekayaan Soeharto dan kroni-kroninya, pemberian gelar Pahlawan Reformasi
bagi korban Trisakti.
a)
Pembebasan Tahanan Politik
Secara umum tindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi
Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan
diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan
dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokohtokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberikan
kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung
Priok.
Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari
mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi
ABRI).
Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir
dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang
Subversi dan menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan
kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.

b)

Kebebasan Pers
Dalam hal ini, pemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam
pemberitaannya, sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan
media massa. Demikian pula kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan
berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis
Independen) dapat melakukan kegiatannya. Sejauh ini tidak ada pembredelanpembredelan terhadap media tidak seperti pada masa Orde Baru. Pers Indonesia dalam
era pasca-Soeharto memang memperoleh kebebasan yang amat lebar, pemberitaan yang
menyangkut sisi positif dan negatif kebijakan pemerintah sudah tidak lagi hal yang
dianggap tabu, yang seringkali sulit ditemukan batasannya. Bahkan seorang pengamat
Indonesia
dari
Ohio
State
University,
William
Liddle
mengaku
sempat shock menyaksikan isi berita televisi baik swasta maupun pemerintah dan
membaca isi koran di Jakarta, yang kesemuanya seolah-olah menampilkan kebebasan
dalam penyampaian berita, dimana hal seperti ini tidak pernah dijumpai sebelumnya pada
saat kekuasaan Orde Baru.
Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.

c)

1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
10).

d)

Pembentukan Parpol dan Percepatan pemilu dari tahun 2003 ke tahun 1999
Presiden RI ketiga ini melakukan perubahan dibidang politik lainnya diantaranya
mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999
tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Itulah sebabnya setahun setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan
menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah
diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang
memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol saja. Selanjutnya tanggal 7 Juni
1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai. Dalam pemilihan ini, yang hasilnya
disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di
DPR, adalah:
Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati Soekarno Putri
meraih 153 kursi
Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi
Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi
Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi
Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi
Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi
Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Mamun meraih 5 kursi
Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan Jendral (Purn) Edi Sudradjat meraih 4
kursi
Penyelesaian Masalah Timor Timur
Sejak terjadinya insident Santa Cruz, dunia Internasional memberikan tekanan
berat kepada Indonesia dalam masalah hak asasi manusia di Tim-Tim. Bagi Habibie
Timor-Timur adalah kerikil dalam sepatu yang merepotkan pemerintahannya, sehingga
Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan bagi penyelesaian
Timor-Timur yaitu di satu pihak memberikan setatus khusus dengan otonomi luas dan
dilain pihak memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan kewenangan atas
berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan
luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan
diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai
lepas dari NKRI.
Sebulan menjabat sebagai Presiden habibie telah membebaskan tahanan politik
Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta.
Sementara itu di Dili pada tanggal 21 April 1999, kelompok pro kemerdekaan dan
pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI
Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do
Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal
Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan
melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat
Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan

penentuan pendapat di Timor-Timur berlangsung aman. Namun keesokan harinya suasana


tidak menentu, kerusuhan dimana-mana. Suasana semakin bertambah buruk setelah hasil
penentuan pendapat diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan
bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Pada awalnya Presiden
Habibie berkeyakinan bahwa rakyat Timor-Timur lebih memilih opsi pertama, namun
kenyataannya keyakinan itu salah, dimana sejarah mencatat bahwa sebagian besar
rakyat Timor-Timur memilih lepas dari NKRI. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI
berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan
dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung
gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di
Atambua. Masalah Timor-Timur tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan Habibie
karena adanya bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana
kelompok kontra ini masuk ke dalam kelompok militan yang melakukan teror pembunuhan
dan pembakaran pada warga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario,
Fransisco, dan dewanto. Situasi yang tidak aman di Tim-Tim memaksa ribuan penduduk
mengungsi ke Timor Barat, ketidak mampuan Indonesia mencegah teror, menciptakan
keamanan mendorong Indonesia harus menerima pasukan internasional.
e) Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninya
Mengenai masalah KKN, terutama yang melibatkan Mantan Presiden Soeharto
pemerintah dinilai tidak serius menanganinya dimana proses untuk mengadili Soeharto
berjalan sangat lambat. Bahkan, pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap
MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan
Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Padahal mengenai hal ini, Presiden
Habibie - dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah
mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum
memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Namun
hasilnya tidak memuaskan karena pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung
Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto
yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagung tidak
menemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti
baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan.
Bersumber dari masalah di atas, yaitu pemerintah dinilai gagal dalam melaksanakan
agenda Reformasi untuk memeriksa harta Soeharto dan mengadilinya. Hal ini berdampak
pada aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998, dan aksi
ini mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada saat
penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Rangkaian penembakan
membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam. Darah
berceceran di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil
rakyat bersidang.Sampai sabtu dini hari, tercatat lima mahasiswa tewas dan 253
mahasiswa luka-luka. Karena banyaknya korban akibat bentrokan di kawasan Semanggi
maka bentrokan ini diberi nama Semanggi Berdarah atau Tragedi Semanggi.

f) Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban Trisakti


Pemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang
menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang
dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi
Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa
sebagai pelopor gerakan Reformasi.
Pada Bidang Ekonomi
Di dalam pemulihan ekonomi, secara signifikan pemerintah berhasil menekan
laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah
dalam kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak
mjempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Di
sisi lain, banyaknya kasus penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat
Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Pada tanggal 21 Agustus 1998
pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank
Dagang Nasional Indonesia. Kemudian di awal tahun selanjutnya kembali pemerintah
melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti
program rekapitulasi.
Untuk masalah distribusi sembako utamanya minyak goreng dan beras, dianggap
kebijakan yang gagal. Hal ini nampak dari tetap meningkatnya harga beras walaupun
telah dilakukan operasi pasar, ditemui juga penyelundupan beras keluar negeri dan
penimbunan beras.

Pada Bidang Manajemen Internal ABRI


Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahanperubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan
organisatornya.
Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi keputusan politik dan akademis
reformasi internal TNI, antara lain:
Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan
multidimensional, atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan diri.
TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyat.
TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagai komponen bangsa yang lainnya,
bahwa di masa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format
politik Orba
ABRI telah melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik
internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain: pemisahan
POLRI dari ABRI, Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, Likuidasi Staf
Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan
organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang
ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi
komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.
Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya
reaktif ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang

persoalan eksis peran Sospol ABRI yang diimplementasikan dari doktrin Dwi Fungsi
ABRI.
b. Kebijakan pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999 2002)
a) Pemberhentian Kapolri Jendral (pol.) Roesmanhadi yang dinilai
mengantisipasi terjadinya pembakaran sekolah Kristen STT Doulos.

tidak

mampu

b) Pemberhentian Kapuspen Hankam Mayjen. TNI Sudrajat yang diganti dengan Marsekal
Muda TNI Graito dari TNI AU. Pemberhentian tersebut dilatarbelakangi oleh
pernyataan Mayjen. Sudrajat bahwa Presiden bukan Panglima Tinggi TNI.
c) Pemberhentian Wiranto sebagai Menkopolkam yang dilatarbelakangi hubungan yang tidak
harmonis antara Wiranto dan Presiden K.H Abdurrahman wahid. Ketidakharmonisan itu
muncul ketika presiden mengizinkan dibentuknya Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP)
HAM untuk menyelidiki para jendral termasuk Wiranto dalam kasus pelanggaran HAM di
Timor Timur. Kemudian pada tanggal 13 Februari 2000 presiden mengeluarkan perintah
untuk menonaktifkan Wiranto dari jabatan Menkopolkam.
d)

Mengeluarkan pengumuman tentang adanya menteri - menteri Kabinet Persatuan


Nasional yang terlibat KKN.

e)

Gus Dur juga ingin mengadakan referendum Aceh, untuk memilih merdeka atau
bergabung dengan RI. Namun hal ini dibantah oleh pemerintah Karena bila diadakan
jajak pendapat, maka kemungkinan besar raykat aceh akan memilih untuk merdeka. Lalu
Gus Dur mengurungkan niatnya, dan hal ini membuat rakyat Aceh kecewa hingga
dibentuklah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

f)

Pada akhir 1999 presiden menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya dan
menyetujui pengibaran Bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua.
Dalam suasana sikap pro dan kontra masyarakat atas kepemimpinan presiden K.H
Abdurrahman Wahid muncul kasus Bulog Gate dan Brunei Gate.

c. Kebijakan pemerintahan Megawati (2002 2004)


1.

Menstabilkan fundamen ekonomi makro meliputi inflasi, BI rate, pertumbuhan


ekonomi, kurs rupiah terhadap dolar, angka kemiskinan.

2.

Melakukan stabilisasi kondisi polhukkam dalam negeri peninggalan pemerintahan


sebelumnya (1998-2001) yang penuh dgn kegaduhan sehingga Indonesia bisa
kembali membangun.

3.

Memberikan kondisi yang kondusif bagi legislative untuk melakukan fungsi


legislasinya sehingga banyak UU yang telah disahkan pada masa kepemimpinan mega
dibandingkan masa pemerintah lain (HBB, GD, Sby).

4.

Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital diantaranya meliputi Tol


Cipularang (Cikampek-bandung), Tol Cikunir, Jembatan Suramadu Jatim, Rel ganda
Serpong Jkt, Rel ganda Jakarta Bandung & bnyk pembangunan infrastruktur
lainnya.

5.

Mulai melakukan pemberantasan KKN diantaranya dengan keberanian me


-nusakambang- kan dan memenjarakan kroni Soeharto (Tommy Soehato, Bob Hasan
dan Probosutedjo) dan menangkap konglomerat bermasalah Nurdin Halid. KPK
didirikan pada masa pemerintahan megawati.

6.

Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang collapse setelah krisis ekonomi


1998 terbukti dengan dibubarkan BPPN pada Februari 2004 yang telah selesai
melaksanakan tugasnya. Hasilnya bisa dirasakan saat ini perbankan nasional menjadi
relative sehat.

7.

Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia
sudah keluar dari krisis ekonomi yg terjadi sejak tahun 1998 dan Indonesia yang
lebih mandiri.

8.

Melakukan pemerataan pembangunan dengan membentuk provinsi baru


berdasarkan kebutuhan yaitu Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, Sulawesi Barat,
dan Papua Barat.

9.

Politik luar negeri yang lebih bebas dan aktif diantaranya dengan mengutuk
agresi militer yg dilakukan AS ke Iraq dan menolak permintaan AS untuk
menyerahkan Abu Bakar Baasyir ke AS.

10.

Berhasil membeli pesawat tempur Sukhoi dan heli Mi-35 dari Rusia tanpa perlu
gembar gembor dan memberatkan APBN. Ini juga menjaga citra kemandirian
Indonesia dari kooptasi Negara adi daya Amerika Serikat.

11.

Berhasil menghasilkan 45 milyar dolar AS dari penjualan LNG Tangguh ke China,


Korea dan Meksiko selama 20 tahun ke depan. Harga kontrak dapat dievaluasi setiap
4 tahun.

12.

Berhasil mengungkapkan para pelaku terorisme diantaranya Bom Bali I dan II


yang telah menewaskan ratusan orang yaitu dengan menangkap Amrozi, Imam
samudra, Mukhlas dan Al faruq dan kasus pengeboman lain yaitu Bom JW marriot,
Kedubes Australia dan Bom BEJ dan Medan

13.

Melakukan operasi kesejahteraan dan militer di Aceh yaitu dengan


mengembalikan proporsi pendapatan dari Lapangan Arun sebagian besar kepada
rakyat Aceh dgn status daerah Otonomi Khusus dan menangkap anggota GAM
bersenjata sehingga jumlahnya hanya tinggal ratusan dan lari ke hutan. Indonesia
juga berhasil menangkap dan mengadili ratusan anggota GAM dan para petinggi GAM
di Indonesia yaitu Muzakir manaf, Irwandy Yusup dll dan memenjarakannya.
d. Kebijakan pemerintahan pada masa SBY (2004 2009)

1. Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7 persen dari angkatan kerja (9,9
juta jiwa) di tahun 2004 menjadi 5,1 persen (5,7 jutajiwa) pada tahun 2009
2. Mengurangi tingkat kemiskinan dari 16,6 persen dari total penduduk (36,1 juta jiwa)
menjadi 8,2 persen (18,8 juta jiwa) di tahun 2009
3. Untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan tersebut ditargetkan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun selama periode 2004-2009

Bab 3 : Dampak Reformasi

Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi
dan keterbukaan tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram
dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Konflik antar kelompok etnis
bermunculan di berbagai daerah seperti Kalimantan Barat. Konflik tersebut
dilatarbelakangi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan agama.

Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif


atau pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang
membuat pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada
jabatan publik yang diembannya.

Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas


yang tegas pada teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi
pengelolaan wilayah pengairan.

Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik


(misalnya: munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya
badan-badan umum milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial
(misalnya: rakyat berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap
pemerintah).

Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak


2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).

Bab 4 : Kesimpulan dan Saran


Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang dapat
merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan haruslah
berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti mengeluarkan senjata
(pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo. Sebaiknya ajaklah mereka
berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang dapat
merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan haruslah
berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan korban jiwa. Dan bagi
pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti mengeluarkan senjata
(pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo. Sebaiknya ajaklah mereka
berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai