PENDAHULUAN
(Levenspiel, 1972). Reaksi kimia biasanya dikaji dalam suatu proses batch berskala laboratorium
dengan mempertimbangkan kebutuhan reaktan, kemudahan pengendalian reaksi, peralatan,
kemudahan menjalankan reaksi dan analisis, dan ketelitian.
1. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap pada
berbagai waktu reaksi.
2. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase gas (kGa).
3. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase cair (kGa)
4. Mengtahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO 2
dan NaOH (k2).
5. Mengetahui hubungan CO2 yang terserap terhadap waktu
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana suatu
campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu atau lebih
komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat terjadi melalui dua mekanisme,
yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia.
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam
larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh proses ini adalah absorbsi
gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi
fisik. Mekanisme proses absorbsi fisik dapat dijelaskan dengan beberapa model, yaitu: teori dua
lapisan (two films theory) oleh Whiteman (1923), teori penetrasi oleh Dankcwerts dan teori
permukaan terbaharui.
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam
larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh peristiwa ini adalah absorbsi gas CO2
dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai
pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik Amonia seperti yang terlihat pada gambar 2.1
stripper
absorber
Gambar 2.1.Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA di pabrik Amonia
Proses absorpsi dapat dilakukan dalam tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan sparger,
kolom gelembung (bubble column), atau dengan kolom yang berisi packing yang inert (packed
column) atau piringan (tray column). Pemilihan peralatan proses absorpsi biasanya didasarkan
pada reaktifitas reaktan (gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan ekonomi.
2.2 Analisis Perpindahan Massa dan Reaksi dalam Proses Absorpsi Gas oleh Cairan.
Secara umum, proses absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH yang disertai reaksi kimia
berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO 2 melalui lapisan gas menuju
lapisan antarfase gas-cairan, kesetimbangan antara CO 2 dalam fase gas dan dalam fase larutan,
Liq. film
perpindahan massa CO2 dari lapisan gas kebadan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2
terlarut dengan gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebutdapatdilihat pada Gambar 2.2.
Gas film
(1)
Kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan :
A* H . pai
(2)
dengan H pada suhu 30oC = 2,88 10-5 g mole/cm3. atm.
A* dari lapisan gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi antara
Laju perpindahan massa CO
2
pai
Ra [ A*]a D A .k 2 .[OH ]
pg
(3)
Kedaan batas:
D A .k 2 .[OH ]
kL
(a)
D A .k 2 .[OH ]
kL
[OH ] D A
z. A * D B
(b)
[OH-}, yaitu = 2.
Di fase cair,reaksi antara CO2 dengan larutan NaOHterjadi melalui beberapa tahapan proses:
NaOH (s)
(a)
CO2 (g)
CO2 (l)
(b)
HCO3- (l)
(c)
(d)
Na2CO3(l)
(e)
Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga proses absorpsi
biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 ke dalam larutan NaOH terutama jika CO2
diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas lain atau dikendalikan bersama-sama dengan
reaksi kimia pada langkah c (Juvekar dan Sharma, 1973).
a.H . pg . D A .k 2 .[OH ]
1
a.H . D A .k 2 .[OH ]
k Ga
(4)
D A .k 2 .[OH ]
kL
Jika nilai kL sangat besar, maka:
Ra
a.H . D A .k 2 .[OH ] k L
k Ga
menjadi:
(5)
Jika keadaan batas (b) tidak dipenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam larutan.Hal ini
berakibat:
D A .k 2 .[OH ]
kL
[OH ] D A
z. A * D B
(6)
Dengan demikian, maka laju absorpsi gas CO 2 ke dalam larutan NaOH akan mengikuti
persamaan:
Ra
a.H . pg . .k L
a.H . .k L
1
k Ga
(7)
Dengan adalah enhancement faktor yang merupakan rasio antara koefisien transfer massa CO2
pada fase cair
jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak disertai reaksi kimia seperti
D A .k 2 .[OH ]
.
kL
[OH ] DB
1
.
z. A * D A
[OH ] D B
z. A * D A
1/ 2
(8)
Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC adalah 2,1 10-5 cm2/det
(Juvekardan Sharma, 1973).
Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau perpindahan
massa total CO2 ke dalam larutan NaOH yang terjadi pada selang waktu tertentu di dalam alat
absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa dapat dihitung menurut persamaan (Kumoro
dan Hadiyanto, 2000):
.Q
k Ga .dp 2
4,0777 CO 2 CO 2
DA
CO 2 .a
6(1 )
dp
Dengan
1, 4003
CO 2
CO 2 .D A
1/ 3
(9)
Vvoid
VT
dan
A.Z . . plm .
A.Z . . plm .
(10)
Jika tekanan operasi cukup rendah, maka plmdapat didekati dengan p = pin-pout. Sedangkan nilai
kla dapat dihitung secara empirik dengan persamaan (Zheng dan and Xu, 1992):
k la .dp
.Q
0,2258 NaOH NaOH
DA
.a
0, 3
.D A
0,5
(11)
Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan laju difusi
CO2 ke dalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO 2 pada batas film cairan dengan badan cairan
adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO 2yang sangat cepat selama reaksi sepanjang
film. Dengan demikian, tebal film (x) dapat ditentukan persamaan:
D A .( pin pout )
2
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
: 5,5 atm
manometer
2. Suhu
: 30 oC
3. Konsentrasi NaOH
: 0,3 N
b. Variabel berubah
Laju Alir NaOH
Hentikan jika tinggi cairan di dalam kolom tepat setinggi tumpukan packing.
Keluarkan cairan dalam kolom dengan membuka kran di bawah kolom, tampung
cairan tersebut dan segera tutup kran jika cairan dalam kolom tepat berada pada
packing bagian paling bawah.
Catat volume cairan sebagai volume ruang kosong dalam kolom absorpsi = Vvoid.
Tentukan volume total kolom absorpsi, yaitu dengan mengkur diameter kolom (D)
VT
dan tinggi tumpukan packing (H),
D 2 .H
4
3. Operasi Absorpsi
Vvoid
VT
NaOH 0,3 N dipompa dan diumpankan ke dalam kolom melalui bagian atas
kolom pada laju alir tertentu hingga keadaan mantap tercapai.
Mengalirkan gas CO2 melalui bagian bawah kolom. Ukur beda ketinggian cairan
dalam manometer 1, manometer 2 dan manometer 3, manometer 4 jika aliran gas
sudah steady.
Mengambil 10 mL sampel cairan dari dasar kolom absorpsi tiap 1 menit selama
10 menit dan dianalisis kadar ion karbonat atau kandungan NaOH bebasnya.
4. Menganalisis sampel
Menambahkan indikator fenol fthalein (PP) sampai merah jambu, dan titrasi
sample dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna merah hampir hilang (kebutuhan
titran = a mL), maka mol HCl = a 0,1 mmol.
Menambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga (MO), dan titrasi dilanjutkan lagi
sampai warna jingga berubah menjadi merah (kebutuhan titran=b mL), atau
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Variabel 1
Variabel 2
Variabel 3
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,121
0,114
0,104
0,108
0,118
0,105
0,123
0,112
0,115
0,115
0,131
0,117
0,118
0,118
0,12
0,124
0,129
0,129
0,120
0,130
0,128
0,130
0,122
0,121
0,122
0,122
0,123
0,121
0,117
0,115
0,116
0,115
0,113
KGa
KLa
K2
-8
0,008914
1,173 x 10
7,78 x 1029
0,008122
1,149 x 10-8
1,013 x 1030
0,009288
2,831 x 10-8
8,46 x 1029
(8mL/menit)
Variabel 2
(10mL/menit)
Variabel 3
(12mL/menit)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Laju Alir NaOH dengan CO2 yang terserap
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Laju alir NaOH dengan CO2 yang terserap
0.13
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.11
0.11
0.11
8
10
12
Gambar 4.1 diatas menunjukan semakin tinggi laju alir NaOH maka semakin
tinggi pula CO2 yang terserap. Hal ini dikarenakan semakin besar laju alir yang
digunakan maka semakin banyak larutan NaOH yang mengalami kontak dengan gas
CO2, sehingga semakin banyak pula partikel NaOH yang mampu menyerap CO2. Tapi
pada saat laju alir 12 mL/menit mengalami penurunan hal ini disebabkan pada proses
absorbsi dengan laju alir besar, menyebabkan waktu kontak antara NaOH dengan CO2
untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil. Karena waktu kontak yang singkat
menyebabkan tumbukan yang terjadi antara NaOH dan CO2 hanya sedikit sehingga CO2
yang terserap pada laju alir 12 mL/menit sedikit karena waktu kontak yang singkat.
(Levenspiel,1972)
4.2.2 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase gas
(KGa)
10
12
Grafik 4.2 menunjukkan hubungan laju alir NaOH dengan perpindahan massa gas
CO2 (KGa). Dapat dilihat pada laju alir 10 mL/menit perpindahan massa gas CO 2
mengalami penurunan hal ini disebabkan karena aliran pada packed column belum
mencapai keadaan steady, dimana telah terisi penuh oleh larutan NaOH. Karena keadaan
belum steady sehingga mempengaruhi kontak antara gas CO 2 dengan larutan NaOH
didalam packed column. Setelah itu nilai perpindahan massa gas CO2 mengalami
kenaikan pada laju alir 12 mL/menit dimana kenaikan laju alir larutan penyerap (NaOH)
dapat meningkatkan koefisien perpindahan massa antar fase gas cair. Hal ini dapat terjadi,
karena dengan semakin tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan
semakin baik. Dengan demikian, maka jumlah gas yang didapat berpindah dari fase gas
menuju fase cairan juga semakin besar. (M. Hasnan A. Najib, Putri Prima A, Nurul
Kumaeti, dan Hapsoro A. Aji,2008 ; Kumoro dan Hadiyanto,2000)
4.2.3 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase cair
(KLa)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Laju Alir NaOH dengan KLa
0
0
0
0
0
0
0
8
10
12
Gambar 4.3 diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alir NaOH maka
semakin tinggi KLa. Karena laju alir NaOH yang tinggi jumlah molekul NaOH sebagai
sorben menjadi lebih banyak sehingga akan semakin banyak molekul NaOH yang
bereaksi dengan CO2. Semakin banyak reaksi antara NaOH dengan CO2, maka semakin
banyak pula perpindahan massa pada interfase cair (Kla) yang terjadi. Tapi pada saat laju
alir 8 mL/menit dan 10 mL/menit laju alirnya sebenarnya mengalami penurunan tapi
tidak signifikan. Karena pada laju alir 8 mL/menit KLa yang didapatkan sebesar 1,173 x
10-8 sedangkan pada 10 mL/menit 1,149 x 10-8 hal tersebut karena aliran pada packed
column belum mencapai keadaan steady. Karena jika aliran pada packed column sudah
steady, maka nilai KLa akan semakin besar (grafik naik) seiring meningkatnya laju alir.
Hal ini disebabkan karena laju alir (Q) berbanding lurus dengan nilai KLa, sesuai rumus:
k la .dp
0,2258
DA
NaOH .Q NaOH
.a
0,3
0,5
.D A
Dari persamaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir suatu cairan,
maka nilai KLa semakin besar sebagai akibat dari kontak antara gas dengan cairan yang
semakin banyak. (M. Hasnan A. Najib, Putri Prima A, Nurul Kumaeti, dan Hapsoro A.
Aji,2008 ; Kumoro dan Hadiyanto,2000)
4.4 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2 dan NaOH
10
12
Dari gambar 4.4 semakin besar konsentrasi NaOH maka semakin besar konstanta
kecepatan reaksi (k2) antara NaOH dan CO2. Seiring meningkatnya konsentrasi NaOH
maka partikel NaOH terlarut semakin banyak. Akibat jumlah molekul NaOH semakin
banyak, maka jarak antar molekul, baik antara sesama molekul NaOH, sesama molekul
CO2, maupun antara molekul NaOH dengan CO 2 semakin dekat sehingga peluang
terjadinya tumbukan antara molekul larutan NaOH dengan molekul gas CO2 menjadi
semakin besar. Sesuai dengan persamaan Arhenius:
k =A x e
Ea
RT
8 mL/menit
10 mL/menit
12 mL/menit
0.06
0.04
0.02
0
0
10
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya waktu, semakin
besar laju alir NaOH maka semakin banyak pula CO2 yang terserap. Hal ini disebabkan
karena semakin besar laju alir yang digunakan maka semakin banyak larutan NaOH yang
mengalami kontak dengan gas CO2, sehingga semakin banyak pula partikel NaOH yang
mampu menyerap CO2. Jumlah CO2 yang terserap pada ketiga konsentrasi pada suatu
waktu tertentu akan menuju nilai konstan karena untuk mencapai nilai CO 2 terserap yang
tertinggi ada batas konsentrasi sorben tertentu dimana dengan menambah konsentrasi
sorben, jumlah CO2 yang terserap sudah tidak berubah lagi (Maarif, Fuad dan Januar Arif,
2008).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar laju alir NaOH maka semakin banyak jumlah CO2 yang terserap tetapi
pada laju alir yang paling besar yaitu 12 mL/menit mengalami penurunan hal ini
disebabkan pada proses absorbsi dengan laju alir besar menyebabkan waktu kontak
NaOH dengan CO2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil sehingga CO2
yang terserap semakin sedikit.
2. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan perpindahan masa fase gas lebih besar
karena dengan semakin tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan
semakin baik ketika laju alir 10 mL/menit mengalami penurunan disebabkan aliran pada
packed coloumn belum mencapai keadaan steady yang mempengaruhi kontak gas CO2
dengan larutan NaOH
3. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan perpindahan masa fase cair semakin
besar ketika laju alir 10 mL/menit mengalami penurunan disebabkan aliran pada packed
coloumn belum mencapai keadaan steady yang mempengaruhi kontak gas CO2 dengan
larutan NaOH
4. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan reaksi antara CO 2 dan NaOH semakin
besar tapi mengalami penurunan ketika laju alir 12 mL/menit hal ini disebabkan pada
operasi absorbs dengan laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO2 untuk
jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
5. Semakin lama waktu operasi, maka jumlah CO2 akan menuju nilai konstan karena untuk
mencapai nilai CO2 terserap yang tertinggi ada batas konsentrasi sorben tertentu.
5.2 Saran
1. Larutan NaOH dialirkan sampai overflow sebelum dikontakan dengan CO2
2. Laju alir sebaiknya dijaga agar tidak terlalu besar sehingga pengeluaran CO 2 dapat
diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
Arai, 2007, Absorbsi Gas CO2 Dengan NaOH,
http://tekimerzitez.wetpaint.com/page/Absorbsi+CO2+Dengan+NaOH?t=anon
Coulson, J.M. dan Richardson, J.F., 1996, Chemical Engineering: Volume 1: Fluid flow, heat
transfer and mass transfer, 5th ed. Butterworth Heinemann, London, UK.
Danckwerts, P.V. dan Kennedy, B.E., 1954, Kinetics of liquid-film process in gas absorption.
Part I: Models of the absorption process, Transaction of the Institution of Chemical
Engineers, 32:S49-S52.
Danckwerts, P.V., 1970, Gas Liquid Reactions, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York,
pp. 42-44,
Fatih, Selvy, dan Tri Wulandari, 2009, Absorbsi Gas CO 2 Dengan NaOH, Laporan Resmi
Praktikum Unit Proses, IV, 12-13.
Franks, R.G.E., 1967, Mathematical modeling in chemical engineering. John Wiley and Sons,
Inc., New York, NY, USA, pp. 4-6.
Higbie, R., 1935, The rate of absorption of a pure gas into a still liquid during short period of
exposure, Transaction of the Institution of Chemical Engineers, 31,365-388.
Juvekar, V. A. dan Sharma, M.M., 1972, Absorption of CO, in a suspension of lime, Chemical
Engineering Science, 28, 825-837.
Kumoro dan Hadiyanto, 2000, Absorpsi Gas Karbondioksid dengan Larutan Soda Api dalam
Unggun Tetap, Forum Teknik, 24 (2), 186-195.
Levenspiel, O., 1972, Chemical reaction engineering, 2nd ed. John Wiley and Sons, Inc., New
York, NY, USA, pp. 210-213, 320-326.
M. Hasnan.dkk, 2010, Studi Pengaruh Variabel Laju Alir NaOH Dalam Proses Absorbsi Gas
CO2. Dikutip dari : http:// jurnalabsorpsi-120613071152-phpapp02.com
Olutoye, M. A. dan Mohammed, A., 2006, Modelling of a Gas-Absorption Packed Column for
Carbon Dioxide-Sodium Hydroxide System, African Union Journal of Technology,
10(2),132-140
Rehm, T. R., Moll, A. J. and Babb, A. L., 1963, Unsteady State Absorption ofCarbon Dioxide by
Dilute Sodium Hydroxide Solutions, American Institute of Chemical Engineers Journal,
9(5), 760-765.
Zheng, Y. and Xu, X. (1992), Study on catalytic distillation processes. Part I. Mass transfer
characteristics in catalyst bed within the column, Transaction of the Institution of Chemical
Engineers, (Part A) 70, 459464.
LEMBAR PERHITUNGAN
A. Perhitungan Reagen
Larutan NaOH 0,3 N sebanyak 18 Liter
gr 1000
N=
Valensi
Mr
V
0,3=
gr 1000
1
40 18000
gr=216 gramNaOH
VHCl=2,58 ml
Vt=3,14 2,3 32 4
Vt=132,8848cm 3
Vvoid
Vt
132 cm 3
=
132,8848 cm3
=0,9933
C. Operasi Absorbsi
Variabel Tetap
1. Tekanan CO2
2. Konsentrasi NaOH
Variabel Berubah
Laju alir NaOH
: 5,5 bar
: 0,3 N
: 8 ml/menit, 10 ml/menit, 12 ml/menit
= 13,354 kg/m3
= 1,977 kg/m3
D1
= 0,04 m
D2
= 0,03 m
1
1
S 1= x x D21= x 3,14 x 0,04 2=0,001256 m2
4
4
1
1
S 2= x x D22= x 3,14 x 0,032 =0,000707 m2
4
4
P = Z . (raksa-udara) . g/gc
-P = 0,05 . (13,534 1,2) . 9,8/1
-P = 6,043 Pa
F
P
CO2
2 x gc x
V Udara=
V Udara=
6,043
0)
1,2
=3,602
0,001256
(
)1
0,000707
2.1 .1(
QUdara=V Udara x S1
QUdara=3,602 x 0,001256
2 x gc x
V Udara=
V Udara=
6,043
0)
1,2
=3,602
0,001256
(
)1
0,000707
2.1 .1(
QUdara=V Udara x S1
3
QUdara=3,602 x 0,001256
Q3 = Q gasses to column
Mass Balance :
Q3=Q 1+ Q2
Q3=0,021
Q1 = 0,021 L/min
Q2 = 0,075 L/min
C2 = 0,0258 % volume
L
L
+0,075
=0,096 L/min
min
min
Component Balance :
( 1 3 ) .Q 1=( 3 2 ) . Q2
Q1=
( 3 2 ) . Q 2
( 1 3 )
0,08314 L .
0,08314 L .
Q1=
( 3,0011,2 ) . 0,075
L
=0,134
min
( 1,977 3,001 )
(Q1 C 1+Q 2 C 2)
Q3
C 3=
P
= 10 mmHg+ 760 mmHg=770 mmHg=1,026
CO2
n NaHCO =
( ab ) x N HCl
val x sampel
( ba ) x N HCl
val x sampel
1. Variabel 1
Laju alir NaOH = 8 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
6,9
6,1
5,4
5,3
6
6,2
7,2
6
6
6
7,5
b
5,2
5,3
5,0
5,5
5,8
5,2
5,1
5,2
5,5
5,5
6,5
n Na2CO3
0,104
0,106
0,1
0,106
0,116
0,104
0,102
0,104
0,11
0,11
0,13
n NHCO3
0,017
0,008
0,004
0,002
0,002
0,001
0,021
0,008
0,005
0,005
0,001
n CO2
0,121
0,114
0,104
0,108
0,118
0,105
0,123
0,112
0,115
0,115
0,131
2. Variabel 2
Laju alir 10 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
7
6,8
7,1
7,2
7,4
7,6
7,7
7,7
7,8
7,8
7,9
b
4,7
5
4,7
4,8
5
5,3
5,2
4,3
5,2
5
5,1
n Na2CO3
0,094
0,1
0,094
0,096
0,1
0,106
0,104
0,086
0,104
0,1
0,102
n NHCO3
0,023
0,018
0,024
0,024
0,024
0,023
0,025
0,034
0,026
0,028
0,028
n CO2
0,117
0,118
0,118
0,12
0,124
0,129
0,129
0,12
0,13
0,128
0,13
3. Variabel 3
Laju alir 12 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
6,8
6,6
6,2
6,2
6
6,2
6,1
6,0
6,1
6,1
6,1
b
5,4
5,5
6
6
6,1
5,9
5,6
5,5
5,5
5,4
5,2
n Na2CO3
0,108
0,11
0,12
0,12
0,122
0,118
0,112
0,11
0,11
0,108
0,104
n NHCO3
0,014
0,011
0,002
0,002
0,001
0,003
0,005
0,005
0,006
0,007
0,009
= 132,8848
= 0,9933
= (Z + 760 mmHg) = (0,05 + 760) = 760,05 mmHg = 1,013 bar
0,3
) (
NaOH
NaOH x D A
0,5
n CO2
0,122
0,121
0,122
0,122
0,123
0,121
0,117
0,115
0,116
0,115
0,113
DA = 2,1 . 10-9
= 0,9933
6(1 ) 6 (10,9933) 0,0402
=
=
=
dp
dp
dp
NaOHkg/m3
NaOH = 3,95 x 10-3
N NaOH = 0,3 N
a. Variabel 1 (Laju alir 8 mL/menit)
KGa . dp 2
CO . QCO
=4,0777 x
DA
C O2 . a
1,4003
C O 2
x
CO . D A
) (
0,008914 . dp2
1,997 . 0,021
=4,0777 x
dp
9
2,1 x 10
15.106 . 0,0402
1,4003
) (
1/ 3
15.106
1,997 .2,1 x 109
1/3
0,3
) (
x
NaOH
NaOH x D A
KLa .1761,23
969,9 . 0,08
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95. 103 . 2,034 x 106
0,3
0,5
) (
3,95.103
x
969,9 x 2,1 x 109
1,4003
C O 2
x
CO . D A
) (
0,008122. dp2
1,997 .0,021
=4,0777 x
dp
9
2,1 x 10
15. 106 . 0,0402
1,4003
) (
x
1/ 3
15. 106
1,997 . 2,1 x 109
1/ 3
0,5
0,3
) (
x
NaOH
NaOH x D A
KLa .2056,85
969,9 .0,1
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95.103 . 1,625 x 106
0,3
0,5
) (
3,95.103
x
969,9 x 2,1 x 109
0,5
1,4003
) (
x
C O 2
CO . D A
0,009288. dp
1,997 . 0,021
=4,0777 x
dp
9
6
2,1 x 10
15. 10 .0,0402
1,4003
1/ 3
) (
15. 10
x
9
1,997 . 2,1 x 10
1 /3
0,3
) (
x
NaOH
NaOH x D A
KLa .1644,7
969,9 .1,2
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95. 103 . 2,033 x 106
0,3
) (
x
0,5
3,95. 103
969,9 x 2,1 x 109
0,5
aOH
= 969,9 kg/m3
k 2=
k 2=
k 2=
[
[
8,628
8,628
6
5
90,5
0,5
2,034 x 10 .2,88. 10 .2,1. 10
. ( 0,3 ) .1,997 0,008914
8,628
+ 967,915
9,78.1015
Ra
Ra
0,5
0,5
KGa
a . H . Da . ( OH ) CO2
k 2= 7,78 x 1029
b. Variabel 2 (Laju alir 10 mL/menit)
Ra = KGa (CO2 - aOH)
Ra = 0,008122 (1,977 969,9)
Ra = - 7,861
0,0402
= 24729,98 = 1,625 x 10-6
k 2=
[
[
Ra
Ra
0,5
0,5
a . H . Da . ( OH ) CO2 KGa
7,861
+967,86
15
7,81. 10
7,861
7,861
k 2=
6
5
90,5
0,5
1,625 x 10 .2,88 . 10 . 2,1.10
. ( 0,3 ) .1,997 0,008122
k 2=
k 2= 1,013 x 1030
c. Variabel 1 (Laju alir 8 mL/menit)
Ra = KGa (CO2 - aOH)
Ra = 0,009288 (1,977 969,9)
Ra = -8,990
0,0402
= 19764,20
k 2=
= 2,033 x 10-6
[
[
Ra
Ra
0,5
0,5
a . H . Da . ( OH ) CO2 KGa
8,990
+ 967,91
9,77.1015
8,990
8,990
k 2=
6
5
90,5
0,5
2,033 x 10 .2,88 . 10 . 2,1. 10
. ( 0,3 ) .1,997 0,009288
k 2=
k 2= 8,46 x 1029