Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir semua reaksi kimia yang diterapkan dalam industri kimia melibatkan bahan baku
yang berbeda wujudnya, baik berupa padatan, gas maupun cairan. Oleh karena itu, reaksi kimia
dalam suatu industri dapat terjadi dalam fase ganda atau heterogen, misalnya biner atau bahkan
tersier (Coulson, 1996). Walaupun terdapat perbedaan wujud pada bahan-bahan baku yang
direaksikan, namun terdapat satu fenomena yang selalu terjadi. Sebelum reaksi kimia
berlangsung. Maka salah satu atau lebih bahan baku (reaktan) akan berpindah dari aliran
utamanya menuju ke lapisan antarfase/batas atau menuju aliran utama bahan baku yang lain yang
berada di fase yang berbeda.
Absorpsi gas-cair merupakan proses heterogen yang melibatkan perpindahan komponen
gas yang dapat larut menuju penyerap yang biasanya berupa cairan yang tidak mudah menguap
(Franks, 1967). Reaksi kimia dalam proses absorpsi dapat terjadi di lapisan gas, lapisan
antarfase, lapisan cairan atau bahkan badan utama cairan, tergantung pada konsentrasi dan
reaktifitas bahan-bahan yang direaksikan. Untuk memfasilitasi berlangsungnya tahapan-tahapan
proses tersebut, biasanya proses absorpsi dijalankan dalam reactor tangki berpengaduk
bersparger, kolom gelembung (bubble column) atau kolom yang berisi tumpukan partikel inert
(packed bed column). Proses absorpsi gas-cair dapat diterapkan pada pemurnian gas sintesis,
recovery beberapa gas yang masih bermanfaat dalam gas buang atau bahkan pada industri yang
melibatkan pelarutan gas dalam cairan, seperti H2SO4, HCl, HNO3, formadehid, dll (Coulson,
1996).Absorpsi gas CO2 dengan larutan hidroksid yang kuat merupakan proses absorpsi yang
disertai dengan reaksi kimia order 2 antara CO2 dan ion OH- membentuk ion CO32-dan
H2O.Sedangkan reaksi antara CO2 dengan CO32- membentuk ion HCO3- biasanya diabaikan
(Danckwerts, 1970; Juvekardan Sharma, 1972). Namun, menurut Rehmet al. (1963) proses ini
juga biasa dianggap mengikuti reaksi order 1 jika konsentrasi larutan NaOH cukup rendah
(encer).
Perancangan reaktor kimia dilakukan berdasarkan pada permodelan hidrodinamika reaktor
dan reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Suatu model matematika merupakan bentuk
penyederhanaan dari proses sesungguhnya di dalam sebuah reaktor yang biasanya sangat rumit

(Levenspiel, 1972). Reaksi kimia biasanya dikaji dalam suatu proses batch berskala laboratorium
dengan mempertimbangkan kebutuhan reaktan, kemudahan pengendalian reaksi, peralatan,
kemudahan menjalankan reaksi dan analisis, dan ketelitian.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap
pada berbagai waktu reaksi ?
2. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO 2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase gas (kGa) ?
3. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO 2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase cair (kLa) ?
4. Bagaimana pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2
dan NaOH (k2) ?
5. Bagaimana hubungan CO2 yang terserap terhadap waktu ?
1.3 Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa mampu menjelaskan mengenai
beberapa hal berikut:
1. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap pada berbagai
waktu reaksi.
2. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase
gas (kGa).
3. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase
cair (kGa)
4. Pengaruh laju alir NaOH (atau CO 2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO 2 dan NaOH
(k2).
5. Hubungan CO2 yang terserap terhadap waktu

1.4 Manfaat Percobaan

1. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap jumlah CO2 yang terserap pada
berbagai waktu reaksi.
2. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase gas (kGa).
3. Mengetahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan perpindahan
massa CO2 fase cair (kGa)
4. Mengtahui pengaruh laju alir NaOH (atau CO2) terhadap nilai tetapan reaksi antara CO 2
dan NaOH (k2).
5. Mengetahui hubungan CO2 yang terserap terhadap waktu

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Absorbsi
Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana suatu
campuran gas dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu atau lebih

komponen gas tersebut larut dalam cairannya. Absorbsi dapat terjadi melalui dua mekanisme,
yaitu absorbsi fisik dan absorbsi kimia.
Absorbsi fisik merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam
larutan penyerap, namun tidak disertai dengan reaksi kimia. Contoh proses ini adalah absorbsi
gas H2S dengan air, methanol, propilen karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi
fisik. Mekanisme proses absorbsi fisik dapat dijelaskan dengan beberapa model, yaitu: teori dua
lapisan (two films theory) oleh Whiteman (1923), teori penetrasi oleh Dankcwerts dan teori
permukaan terbaharui.
Absorbsi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan peristiwa pelarutan gas dalam
larutan penyerap yang disertai dengan reaksi kimia. Contoh peristiwa ini adalah absorbsi gas CO2
dengan larutan MEA, NaOH, K2CO3 dan sebagainya. Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai
pada proses penyerapan gas CO2 pada pabrik Amonia seperti yang terlihat pada gambar 2.1

stripper

absorber

Gambar 2.1.Proses absorpsi dan desorpsi CO2 dengan pelarut MEA di pabrik Amonia

Proses absorpsi dapat dilakukan dalam tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan sparger,
kolom gelembung (bubble column), atau dengan kolom yang berisi packing yang inert (packed
column) atau piringan (tray column). Pemilihan peralatan proses absorpsi biasanya didasarkan
pada reaktifitas reaktan (gas dan cairan), suhu, tekanan, kapasitas, dan ekonomi.

2.2 Analisis Perpindahan Massa dan Reaksi dalam Proses Absorpsi Gas oleh Cairan.
Secara umum, proses absorpsi gas CO2 kedalam larutan NaOH yang disertai reaksi kimia
berlangsung melalui empat tahap, yaitu perpindahan massa CO 2 melalui lapisan gas menuju
lapisan antarfase gas-cairan, kesetimbangan antara CO 2 dalam fase gas dan dalam fase larutan,

Liq. film

perpindahan massa CO2 dari lapisan gas kebadan utama larutan NaOH dan reaksi antara CO 2
terlarut dengan gugus hidroksil (OH-). Skema proses tersebutdapatdilihat pada Gambar 2.2.

Gas film

Liq. bulk flow

Gambar2.2.Mekanisme absorpsi gas CO2 dalam larutan NaOH


Laju perpindahan massa CO2 melalui lapisan gas:
Ra kga ( pg pai )

(1)
Kesetimbangan antara CO2 dalam fase gas dan dalam fase larutan :
A* H . pai

(2)
dengan H pada suhu 30oC = 2,88 10-5 g mole/cm3. atm.
A* dari lapisan gas ke badan utama larutan NaOH dan reaksi antara
Laju perpindahan massa CO
2
pai

CO2 terlarut dengan gugus hidroksil:

Ra [ A*]a D A .k 2 .[OH ]

pg

(3)
Kedaan batas:

Gas bulk flow

D A .k 2 .[OH ]
kL

(a)

D A .k 2 .[OH ]
kL

[OH ] D A
z. A * D B

(b)

dengan z adalah koefisien reaksi kimia antara CO2 dan

[OH-}, yaitu = 2.
Di fase cair,reaksi antara CO2 dengan larutan NaOHterjadi melalui beberapa tahapan proses:
NaOH (s)

Na+ (l) + OH- (l)

(a)

CO2 (g)

CO2 (l)

(b)

CO2 (l) + OH- (l)

HCO3- (l)

(c)

HCO3- (l) + OH- (l)

H2O (l) + CO32- (l)

(d)

CO32- (l) + Na+ (l)

Na2CO3(l)

(e)

Langkah d dan e biasanya berlangsung dengan sangat cepat, sehingga proses absorpsi
biasanya dikendalikan oleh peristiwa pelarutan CO2 ke dalam larutan NaOH terutama jika CO2
diumpankan dalam bentuk campuran dengan gas lain atau dikendalikan bersama-sama dengan
reaksi kimia pada langkah c (Juvekar dan Sharma, 1973).

Eliminasi A* dari persamaan 1, 2 dan 3 menghasilkan :


Ra

a.H . pg . D A .k 2 .[OH ]
1

a.H . D A .k 2 .[OH ]
k Ga
(4)

D A .k 2 .[OH ]
kL
Jika nilai kL sangat besar, maka:

Ra

, sehingga persamaan di atas

a.H . pg. D A .k 2 .[OH ] k L

a.H . D A .k 2 .[OH ] k L

k Ga

menjadi:

(5)

Jika keadaan batas (b) tidak dipenuhi, berarti terjadi pelucutan [OH-] dalam larutan.Hal ini
berakibat:

D A .k 2 .[OH ]
kL

[OH ] D A
z. A * D B
(6)

Dengan demikian, maka laju absorpsi gas CO 2 ke dalam larutan NaOH akan mengikuti
persamaan:
Ra

a.H . pg . .k L
a.H . .k L
1
k Ga
(7)

Dengan adalah enhancement faktor yang merupakan rasio antara koefisien transfer massa CO2
pada fase cair

jika absorpsi disertai reaksi kimia dan tidak disertai reaksi kimia seperti

dirumuskan oleh Juvekar dan Sharma (1973):

D A .k 2 .[OH ]
.

kL

[OH ] DB
1
.
z. A * D A
[OH ] D B
z. A * D A

1/ 2

(8)

Nilai diffusivitas efektif (DA) CO2 dalam larutan NaOH pada suhu 30oC adalah 2,1 10-5 cm2/det
(Juvekardan Sharma, 1973).

Nilai kGa dapat dihitung berdasarkan pada absorbsi fisik dengan meninjau perpindahan
massa total CO2 ke dalam larutan NaOH yang terjadi pada selang waktu tertentu di dalam alat
absorpsi. Dalam bentuk bilangan tak berdimensi, kGa dapat dihitung menurut persamaan (Kumoro
dan Hadiyanto, 2000):
.Q
k Ga .dp 2
4,0777 CO 2 CO 2
DA
CO 2 .a

6(1 )
dp

Dengan

1, 4003

CO 2


CO 2 .D A

1/ 3

(9)

Vvoid
VT

dan

Secara teoritik, nilai kGa harus memenuhi persamaan:


k GA

mol (CO2 , liq ) mol (CO3 )

A.Z . . plm .
A.Z . . plm .

(10)
Jika tekanan operasi cukup rendah, maka plmdapat didekati dengan p = pin-pout. Sedangkan nilai
kla dapat dihitung secara empirik dengan persamaan (Zheng dan and Xu, 1992):
k la .dp
.Q

0,2258 NaOH NaOH
DA
.a

0, 3


.D A

0,5

(11)

Jika laju reaksi pembentukan Na2CO3 jauh lebih besar dibandingkan dengan laju difusi
CO2 ke dalam larutan NaOH, maka konsentrasi CO 2 pada batas film cairan dengan badan cairan
adalah nol. Hal ini disebabkan oleh konsumsi CO 2yang sangat cepat selama reaksi sepanjang
film. Dengan demikian, tebal film (x) dapat ditentukan persamaan:

D A .( pin pout )
2

mol (CO3 ).R.T


(12)

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan


1. Bahan yang digunakan
a. Kristal Natrium Hidroksida (NaOH)
b. CairanGas Karbondioksida (CO2) yang disimpan di tabung bertekanan
c. Udara
d. Aquadest (H2O)
e. Reagent untuk analisis yaitu larutan HCl 0,2 N dan indikator PP dan MO

2. Alat yang digunakan


Rangkaian alat praktikum absorbsi terlihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Utama

3.2 Variabel Operasi


a. Variabel tetap
1. Tekanan CO2

: 5,5 atm

manometer

2. Suhu

: 30 oC

3. Konsentrasi NaOH

: 0,3 N

b. Variabel berubah
Laju Alir NaOH

: 8 mL/menit, 10 mL/menit, 12 mL/menit

3.3 Respon Uji Hasil


Konsentrasi ion CO32- dalam larutan sampel dan CO2 yang terserap

3.4 Prosedur Percobaan


1. Membuat larutan induk NaOH dengan konsentrasi 0,3 N sebanyak 18 L

Menimbang 216 gr NaOH

Dilarutkan dalam aquadest sebanyak 18 L

Larutan NaOH ditampung dalam tangki untuk dioperasikan

2. Menentukan fraksi ruang kosong pada kolom absorpsi


Pastikan kran di bawah kolom absorpsi dalam posisi tertutup

Alirkan larutan NaOH dari bak penampung 2 ke dalam kolom absorpsi.

Hentikan jika tinggi cairan di dalam kolom tepat setinggi tumpukan packing.

Keluarkan cairan dalam kolom dengan membuka kran di bawah kolom, tampung
cairan tersebut dan segera tutup kran jika cairan dalam kolom tepat berada pada
packing bagian paling bawah.

Catat volume cairan sebagai volume ruang kosong dalam kolom absorpsi = Vvoid.

Tentukan volume total kolom absorpsi, yaitu dengan mengkur diameter kolom (D)

VT
dan tinggi tumpukan packing (H),

D 2 .H
4

Fraksi ruang kosong kolom absorpsi =

3. Operasi Absorpsi

Vvoid
VT

NaOH 0,3 N dipompa dan diumpankan ke dalam kolom melalui bagian atas
kolom pada laju alir tertentu hingga keadaan mantap tercapai.

Mengalirkan gas CO2 melalui bagian bawah kolom. Ukur beda ketinggian cairan
dalam manometer 1, manometer 2 dan manometer 3, manometer 4 jika aliran gas
sudah steady.

Mengambil 10 mL sampel cairan dari dasar kolom absorpsi tiap 1 menit selama
10 menit dan dianalisis kadar ion karbonat atau kandungan NaOH bebasnya.

Mengulangi percobaan untuk nilai variabel kajian yang berbeda.

4. Menganalisis sampel

Sebanyak 10 mL sampel cairan ditempatkan dalam gelas erlenmeyer 100 mL.

Menambahkan indikator fenol fthalein (PP) sampai merah jambu, dan titrasi
sample dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna merah hampir hilang (kebutuhan
titran = a mL), maka mol HCl = a 0,1 mmol.

Menambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga (MO), dan titrasi dilanjutkan lagi
sampai warna jingga berubah menjadi merah (kebutuhan titran=b mL), atau

kebutuhan HCl = b 0,1 mmol.


Jumlah NaOH bebas = (2a-b) 0,1 mmol di dalam 10 mL sample

Konsentrasi NaOH bebas = (2a-b) 0,01 mol/L

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan


Tabel 4.1.1 Hasil Percobaan CO2 yang terserap tiap variabel
t (menit)

Variabel 1

Variabel 2

Variabel 3

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

0,121
0,114
0,104
0,108
0,118
0,105
0,123
0,112
0,115
0,115
0,131

0,117
0,118
0,118
0,12
0,124
0,129
0,129
0,120
0,130
0,128
0,130

0,122
0,121
0,122
0,122
0,123
0,121
0,117
0,115
0,116
0,115
0,113

Tabel 4.1.2 Nilai KGa, KLa, k2


Variabel
Variabel 1

KGa

KLa

K2
-8

0,008914

1,173 x 10

7,78 x 1029

0,008122

1,149 x 10-8

1,013 x 1030

0,009288

2,831 x 10-8

8,46 x 1029

(8mL/menit)
Variabel 2
(10mL/menit)
Variabel 3
(12mL/menit)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Laju Alir NaOH dengan CO2 yang terserap
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Laju alir NaOH dengan CO2 yang terserap
0.13
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.11
0.11
0.11
8

10

12

Gambar 4.1 diatas menunjukan semakin tinggi laju alir NaOH maka semakin
tinggi pula CO2 yang terserap. Hal ini dikarenakan semakin besar laju alir yang
digunakan maka semakin banyak larutan NaOH yang mengalami kontak dengan gas
CO2, sehingga semakin banyak pula partikel NaOH yang mampu menyerap CO2. Tapi
pada saat laju alir 12 mL/menit mengalami penurunan hal ini disebabkan pada proses
absorbsi dengan laju alir besar, menyebabkan waktu kontak antara NaOH dengan CO2
untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil. Karena waktu kontak yang singkat
menyebabkan tumbukan yang terjadi antara NaOH dan CO2 hanya sedikit sehingga CO2
yang terserap pada laju alir 12 mL/menit sedikit karena waktu kontak yang singkat.
(Levenspiel,1972)

4.2.2 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase gas
(KGa)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Laju Alir NaOH dengan KGa


0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
8

10

12

Grafik 4.2 menunjukkan hubungan laju alir NaOH dengan perpindahan massa gas
CO2 (KGa). Dapat dilihat pada laju alir 10 mL/menit perpindahan massa gas CO 2
mengalami penurunan hal ini disebabkan karena aliran pada packed column belum
mencapai keadaan steady, dimana telah terisi penuh oleh larutan NaOH. Karena keadaan
belum steady sehingga mempengaruhi kontak antara gas CO 2 dengan larutan NaOH
didalam packed column. Setelah itu nilai perpindahan massa gas CO2 mengalami
kenaikan pada laju alir 12 mL/menit dimana kenaikan laju alir larutan penyerap (NaOH)
dapat meningkatkan koefisien perpindahan massa antar fase gas cair. Hal ini dapat terjadi,
karena dengan semakin tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan
semakin baik. Dengan demikian, maka jumlah gas yang didapat berpindah dari fase gas
menuju fase cairan juga semakin besar. (M. Hasnan A. Najib, Putri Prima A, Nurul
Kumaeti, dan Hapsoro A. Aji,2008 ; Kumoro dan Hadiyanto,2000)

4.2.3 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan perpindahan massa CO 2 fase cair
(KLa)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Laju Alir NaOH dengan KLa
0
0
0
0
0
0
0
8

10

12

Gambar 4.3 diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alir NaOH maka
semakin tinggi KLa. Karena laju alir NaOH yang tinggi jumlah molekul NaOH sebagai
sorben menjadi lebih banyak sehingga akan semakin banyak molekul NaOH yang
bereaksi dengan CO2. Semakin banyak reaksi antara NaOH dengan CO2, maka semakin
banyak pula perpindahan massa pada interfase cair (Kla) yang terjadi. Tapi pada saat laju
alir 8 mL/menit dan 10 mL/menit laju alirnya sebenarnya mengalami penurunan tapi
tidak signifikan. Karena pada laju alir 8 mL/menit KLa yang didapatkan sebesar 1,173 x
10-8 sedangkan pada 10 mL/menit 1,149 x 10-8 hal tersebut karena aliran pada packed
column belum mencapai keadaan steady. Karena jika aliran pada packed column sudah
steady, maka nilai KLa akan semakin besar (grafik naik) seiring meningkatnya laju alir.
Hal ini disebabkan karena laju alir (Q) berbanding lurus dengan nilai KLa, sesuai rumus:
k la .dp

0,2258
DA

NaOH .Q NaOH
.a

0,3

0,5

.D A

Dari persamaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar laju alir suatu cairan,
maka nilai KLa semakin besar sebagai akibat dari kontak antara gas dengan cairan yang

semakin banyak. (M. Hasnan A. Najib, Putri Prima A, Nurul Kumaeti, dan Hapsoro A.
Aji,2008 ; Kumoro dan Hadiyanto,2000)
4.4 Pengaruh laju alir NaOH terhadap nilai tetapan reaksi antara CO2 dan NaOH

Gambar 4.4 Grafik Hubungan laju alir NaOH dengan k2


1.20E+030
1.00E+030
8.00E+029
6.00E+029
4.00E+029
2.00E+029
0
8

10

12

Dari gambar 4.4 semakin besar konsentrasi NaOH maka semakin besar konstanta
kecepatan reaksi (k2) antara NaOH dan CO2. Seiring meningkatnya konsentrasi NaOH
maka partikel NaOH terlarut semakin banyak. Akibat jumlah molekul NaOH semakin
banyak, maka jarak antar molekul, baik antara sesama molekul NaOH, sesama molekul
CO2, maupun antara molekul NaOH dengan CO 2 semakin dekat sehingga peluang
terjadinya tumbukan antara molekul larutan NaOH dengan molekul gas CO2 menjadi
semakin besar. Sesuai dengan persamaan Arhenius:
k =A x e

Ea
RT

Nilai k dipengaruhi dengan adanya A, di mana A merupakan faktor tumbukan. Semakin


besar nilai A maka nilai k juga semakin besar. Tapi pada laju alir 12 mL/menit konstanta
kecepatan reaksi mengalami penurunan hal ini disebabkan pada operasi absorbs dengan
laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO2 untuk jumlah molekul yang sama
akan semakin kecil. Waktu kontak yang singkat ini menyebabkan tumbukan yang terjadi
antara NaOH dan CO2 hanya sedikit, dimana tumbukan ini merupakan faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya reaksi. (Levenspiel, 1972).

4.2.5 Hubungan jumlah CO2 yang terserap sebagai fungsi waktu


Gambar 4.5 Grafik Hubungan waktu dengan jumlah CO2 yang terserap
0.14
0.12
0.1
0.08

8 mL/menit

10 mL/menit

12 mL/menit

0.06
0.04
0.02
0
0

10

Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya waktu, semakin
besar laju alir NaOH maka semakin banyak pula CO2 yang terserap. Hal ini disebabkan
karena semakin besar laju alir yang digunakan maka semakin banyak larutan NaOH yang
mengalami kontak dengan gas CO2, sehingga semakin banyak pula partikel NaOH yang
mampu menyerap CO2. Jumlah CO2 yang terserap pada ketiga konsentrasi pada suatu
waktu tertentu akan menuju nilai konstan karena untuk mencapai nilai CO 2 terserap yang
tertinggi ada batas konsentrasi sorben tertentu dimana dengan menambah konsentrasi
sorben, jumlah CO2 yang terserap sudah tidak berubah lagi (Maarif, Fuad dan Januar Arif,
2008).

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar laju alir NaOH maka semakin banyak jumlah CO2 yang terserap tetapi
pada laju alir yang paling besar yaitu 12 mL/menit mengalami penurunan hal ini
disebabkan pada proses absorbsi dengan laju alir besar menyebabkan waktu kontak
NaOH dengan CO2 untuk jumlah molekul yang sama akan semakin kecil sehingga CO2
yang terserap semakin sedikit.
2. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan perpindahan masa fase gas lebih besar
karena dengan semakin tinggi laju alir cairan, maka kontak antara gas dengan cairan
semakin baik ketika laju alir 10 mL/menit mengalami penurunan disebabkan aliran pada
packed coloumn belum mencapai keadaan steady yang mempengaruhi kontak gas CO2
dengan larutan NaOH
3. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan perpindahan masa fase cair semakin
besar ketika laju alir 10 mL/menit mengalami penurunan disebabkan aliran pada packed
coloumn belum mencapai keadaan steady yang mempengaruhi kontak gas CO2 dengan
larutan NaOH
4. Semakin besar laju alir NaOH maka nilai tetapan reaksi antara CO 2 dan NaOH semakin
besar tapi mengalami penurunan ketika laju alir 12 mL/menit hal ini disebabkan pada
operasi absorbs dengan laju alir besar, waktu kontak antara NaOH dengan CO2 untuk
jumlah molekul yang sama akan semakin kecil.
5. Semakin lama waktu operasi, maka jumlah CO2 akan menuju nilai konstan karena untuk
mencapai nilai CO2 terserap yang tertinggi ada batas konsentrasi sorben tertentu.
5.2 Saran
1. Larutan NaOH dialirkan sampai overflow sebelum dikontakan dengan CO2
2. Laju alir sebaiknya dijaga agar tidak terlalu besar sehingga pengeluaran CO 2 dapat
diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Arai, 2007, Absorbsi Gas CO2 Dengan NaOH,
http://tekimerzitez.wetpaint.com/page/Absorbsi+CO2+Dengan+NaOH?t=anon
Coulson, J.M. dan Richardson, J.F., 1996, Chemical Engineering: Volume 1: Fluid flow, heat
transfer and mass transfer, 5th ed. Butterworth Heinemann, London, UK.
Danckwerts, P.V. dan Kennedy, B.E., 1954, Kinetics of liquid-film process in gas absorption.
Part I: Models of the absorption process, Transaction of the Institution of Chemical
Engineers, 32:S49-S52.
Danckwerts, P.V., 1970, Gas Liquid Reactions, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York,
pp. 42-44,
Fatih, Selvy, dan Tri Wulandari, 2009, Absorbsi Gas CO 2 Dengan NaOH, Laporan Resmi
Praktikum Unit Proses, IV, 12-13.
Franks, R.G.E., 1967, Mathematical modeling in chemical engineering. John Wiley and Sons,
Inc., New York, NY, USA, pp. 4-6.
Higbie, R., 1935, The rate of absorption of a pure gas into a still liquid during short period of
exposure, Transaction of the Institution of Chemical Engineers, 31,365-388.
Juvekar, V. A. dan Sharma, M.M., 1972, Absorption of CO, in a suspension of lime, Chemical
Engineering Science, 28, 825-837.
Kumoro dan Hadiyanto, 2000, Absorpsi Gas Karbondioksid dengan Larutan Soda Api dalam
Unggun Tetap, Forum Teknik, 24 (2), 186-195.
Levenspiel, O., 1972, Chemical reaction engineering, 2nd ed. John Wiley and Sons, Inc., New
York, NY, USA, pp. 210-213, 320-326.

M. Hasnan.dkk, 2010, Studi Pengaruh Variabel Laju Alir NaOH Dalam Proses Absorbsi Gas
CO2. Dikutip dari : http:// jurnalabsorpsi-120613071152-phpapp02.com
Olutoye, M. A. dan Mohammed, A., 2006, Modelling of a Gas-Absorption Packed Column for
Carbon Dioxide-Sodium Hydroxide System, African Union Journal of Technology,
10(2),132-140
Rehm, T. R., Moll, A. J. and Babb, A. L., 1963, Unsteady State Absorption ofCarbon Dioxide by
Dilute Sodium Hydroxide Solutions, American Institute of Chemical Engineers Journal,
9(5), 760-765.
Zheng, Y. and Xu, X. (1992), Study on catalytic distillation processes. Part I. Mass transfer
characteristics in catalyst bed within the column, Transaction of the Institution of Chemical
Engineers, (Part A) 70, 459464.

LEMBAR PERHITUNGAN
A. Perhitungan Reagen
Larutan NaOH 0,3 N sebanyak 18 Liter
gr 1000
N=

Valensi
Mr
V
0,3=

gr 1000

1
40 18000

gr=216 gramNaOH

Larutan HCl 0,2 N


VHCl=

0,2 36,5 100 ml


1,128 0,25 1000

VHCl=2,58 ml

B. Perhitungan Fraksi Ruang Kosong


Vvoid=132 cm 3
D=2,3 cm ; H=32 cm
D2 H
Vt=
4
2

Vt=3,14 2,3 32 4
Vt=132,8848cm 3

Vvoid
Vt

132 cm 3
=
132,8848 cm3

=0,9933

C. Operasi Absorbsi
Variabel Tetap
1. Tekanan CO2
2. Konsentrasi NaOH
Variabel Berubah
Laju alir NaOH

: 5,5 bar
: 0,3 N
: 8 ml/menit, 10 ml/menit, 12 ml/menit

Ketinggian manometer (Z) : 0,05 cm


D. Perhitungan Laju Alir Udara
Massa Jenis Raksa

= 13,354 kg/m3

Massa Jenis CO2

= 1,977 kg/m3

D1

= 0,04 m

D2

= 0,03 m

1
1
S 1= x x D21= x 3,14 x 0,04 2=0,001256 m2
4
4
1
1
S 2= x x D22= x 3,14 x 0,032 =0,000707 m2
4
4
P = Z . (raksa-udara) . g/gc
-P = 0,05 . (13,534 1,2) . 9,8/1
-P = 6,043 Pa
F
P

CO2

2 x gc x

V Udara=

V Udara=

6,043
0)
1,2
=3,602
0,001256
(
)1
0,000707

2.1 .1(

QUdara=V Udara x S1

QUdara=3,602 x 0,001256

QUdara=4,52. 103 m3 / s=0,075 L /menit


E. Perhitungan Laju Alir Udara
-P = Z . (raksa-udara) . g/gc
-P = 0,05 . (13,534 1,2) . 9,8/1
-P = 6,043 Pa
F
P

CO2

2 x gc x

V Udara=

V Udara=

6,043
0)
1,2
=3,602
0,001256
(
)1
0,000707

2.1 .1(

QUdara=V Udara x S1
3

QUdara=3,602 x 0,001256

QUdara=4,52. 10 m / s=0,075 L /menit


F. Penentuan Kadar CO2 Awal
Q Udara = Q2
Q CO2 = Q1

Q3 = Q gasses to column

Mass Balance :
Q3=Q 1+ Q2

Q3=0,021

Q1 = 0,021 L/min
Q2 = 0,075 L/min
C2 = 0,0258 % volume

L
L
+0,075
=0,096 L/min
min
min

Component Balance :

Menghitung Q1 (Aliran volumetric CO2)


Q1. 1+Q2. 2=Q 3. 3
Q1. 1+Q2. 2=( Q 1+Q 2 ) . 3

( 1 3 ) .Q 1=( 3 2 ) . Q2

Q1=

( 3 2 ) . Q 2
( 1 3 )

0,08314 L .

300 K (BM udara+ BM CO 2)


gmol . K
P3
3=

0,08314 L .

300 K ( 28,97+ 44 ) =3,001 Kg/m3


gmol . K
1,026
3=

Q1=

( 3,0011,2 ) . 0,075
L
=0,134
min
( 1,977 3,001 )

CO2 masuk kolom


C 3 Q 3=Q 1 C 1+Q 2 C 2
C 3=

(Q1 C 1+Q 2 C 2)
Q3

C 3=

(0,134 100 +0,075 0,0258 )


=1,396
0,096

Tekanan CO2 masuk kolom dari Manometer

P
= 10 mmHg+ 760 mmHg=770 mmHg=1,026
CO2

G. Perhitungan Hasil Percobaan


Jika a > b, maka :
2b x N HCl
n Na CO =
val x V sampel

n NaHCO =

( ab ) x N HCl
val x sampel

Jika a < b, maka :


2 a x N HCl
n Na CO =
val x V sampel
n NaHCO =

( ba ) x N HCl
val x sampel

n CO 2 terserap=mol Na2 CO 3+mol NaHCO

1. Variabel 1
Laju alir NaOH = 8 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

A
6,9
6,1
5,4
5,3
6
6,2
7,2
6
6
6
7,5

b
5,2
5,3
5,0
5,5
5,8
5,2
5,1
5,2
5,5
5,5
6,5

n Na2CO3
0,104
0,106
0,1
0,106
0,116
0,104
0,102
0,104
0,11
0,11
0,13

n NHCO3
0,017
0,008
0,004
0,002
0,002
0,001
0,021
0,008
0,005
0,005
0,001

n CO2
0,121
0,114
0,104
0,108
0,118
0,105
0,123
0,112
0,115
0,115
0,131

2. Variabel 2
Laju alir 10 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

A
7
6,8
7,1
7,2
7,4
7,6
7,7
7,7
7,8
7,8
7,9

b
4,7
5
4,7
4,8
5
5,3
5,2
4,3
5,2
5
5,1

n Na2CO3
0,094
0,1
0,094
0,096
0,1
0,106
0,104
0,086
0,104
0,1
0,102

n NHCO3
0,023
0,018
0,024
0,024
0,024
0,023
0,025
0,034
0,026
0,028
0,028

n CO2
0,117
0,118
0,118
0,12
0,124
0,129
0,129
0,12
0,13
0,128
0,13

3. Variabel 3
Laju alir 12 mL/menit
t (menit)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

A
6,8
6,6
6,2
6,2
6
6,2
6,1
6,0
6,1
6,1
6,1

b
5,4
5,5
6
6
6,1
5,9
5,6
5,5
5,5
5,4
5,2

n Na2CO3
0,108
0,11
0,12
0,12
0,122
0,118
0,112
0,11
0,11
0,108
0,104

n NHCO3
0,014
0,011
0,002
0,002
0,001
0,003
0,005
0,005
0,006
0,007
0,009

H. Perhitungan Harga KGa


mol CO2
3
KGa=
AZ P
A.Z

= 132,8848

= 0,9933
= (Z + 760 mmHg) = (0,05 + 760) = 760,05 mmHg = 1,013 bar

Variabel 1 (Laju alir NaOH = 8 mL/menit)


1,192
KGa=
=0,008914/m 3 menit
132,8848 x 0,9933 x 1,013
Variabel 2 (Laju alir NaOH = 10 mL/menit)
1,086
KGa=
=0,008122/m3 menit
132,8848 x 0,9933 x 1,013
Variabel 3 (Laju alir NaOH = 12 mL/menit)
1,242
KGa=
=0,009288/m3 menit
132,8848 x 0,9933 x 1,013
I. Perhitungan Nilai KLa
KLa . dp
NaOH . QNaOH
=0,2258 x
D
NaoH . a

0,3

) (

CO2 (keadaan normal) = 15 x 10-6 kg/ms


CO2 = 1,977 kg/m3

NaOH
NaOH x D A

0,5

n CO2
0,122
0,121
0,122
0,122
0,123
0,121
0,117
0,115
0,116
0,115
0,113

DA = 2,1 . 10-9
= 0,9933
6(1 ) 6 (10,9933) 0,0402
=
=
=
dp
dp
dp
NaOHkg/m3
NaOH = 3,95 x 10-3
N NaOH = 0,3 N
a. Variabel 1 (Laju alir 8 mL/menit)
KGa . dp 2
CO . QCO
=4,0777 x
DA
C O2 . a

1,4003

C O 2
x
CO . D A

) (

0,008914 . dp2
1,997 . 0,021
=4,0777 x
dp
9
2,1 x 10
15.106 . 0,0402

1,4003

) (

1/ 3

15.106
1,997 .2,1 x 109

1/3

4244761,905 dp2 = 375295615,1 dp 1,4003


dp0,5997 = 88,413
dp = 1761,23
0,0402
= 19764,2 = 2,034 x 10-6
KLa . dp
NaOH . QNaOH
=0,2258 x
D
NaoH . a

0,3

) (
x

NaOH
NaOH x D A

KLa .1761,23
969,9 . 0,08
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95. 103 . 2,034 x 106

0,3

0,5

) (

3,95.103
x
969,9 x 2,1 x 109

KLa . 8,386.1011 = 9840,163


KLa
= 1,173 x 10-8
b. Variabel 2 (Laju alir 10 mL/menit)
KGa . dp 2
CO . QCO
=4,0777 x
DA
C O2 . a

1,4003

C O 2
x
CO . D A

) (

0,008122. dp2
1,997 .0,021
=4,0777 x
dp
9
2,1 x 10
15. 106 . 0,0402

1,4003

) (
x

1/ 3

15. 106
1,997 . 2,1 x 109

1/ 3

0,5

3867619,048 dp2 = 375295615,1 dp 1,4003


dp0,5997 = 97,035
dp = 2056,85
0,0402
= 24729,98 = 1,625 x 10-6
KLa . dp
NaOH . QNaOH
=0,2258 x
D
NaoH . a

0,3

) (
x

NaOH
NaOH x D A

KLa .2056,85
969,9 .0,1
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95.103 . 1,625 x 106

0,3

0,5

) (

3,95.103
x
969,9 x 2,1 x 109

0,5

KLa . 9,794.1011 = 11254,458


KLa
= 1,149 x 10-8
c. Variabel 3 (Laju alir 12 mL/menit)
KGa . dp 2
CO . QCO
=4,0777 x
DA
C O2 . a

1,4003

) (
x

C O 2
CO . D A

0,009288. dp
1,997 . 0,021
=4,0777 x
dp
9
6
2,1 x 10
15. 10 .0,0402

1,4003

1/ 3

) (

15. 10
x
9
1,997 . 2,1 x 10

1 /3

4422857,143 dp2 = 375295615,1 dp 1,4003


dp0,5997 = 84,853
dp = 1644,57
0,0402
= 19764,20 = 2,033 x 10-6
KLa . dp
NaOH . QNaOH
=0,2258 x
D
NaoH . a

0,3

) (
x

NaOH
NaOH x D A

KLa .1644,7
969,9 .1,2
=0,2258 x
9
2,1 x 10
3,95. 103 . 2,033 x 106

KLa . 7,831.1011 = 22176,539


KLa
= 2,831 x 10-8
J. Perhitunagan K
CO2
= 1,977 kg/m3

0,3

) (
x

0,5

3,95. 103
969,9 x 2,1 x 109

0,5

aOH

= 969,9 kg/m3

a. Variabel 1 (Laju alir 8 mL/menit)


Ra = KGa (CO2 - aOH)
Ra = 0,008914 (1,977 969,9)
Ra = -8,628
0,0402
= 19764,2 = 2,034 x 10-6

k 2=

k 2=

k 2=

[
[

8,628
8,628

6
5
90,5
0,5
2,034 x 10 .2,88. 10 .2,1. 10
. ( 0,3 ) .1,997 0,008914

8,628
+ 967,915
9,78.1015

Ra
Ra

0,5
0,5
KGa
a . H . Da . ( OH ) CO2

k 2= 7,78 x 1029
b. Variabel 2 (Laju alir 10 mL/menit)
Ra = KGa (CO2 - aOH)
Ra = 0,008122 (1,977 969,9)
Ra = - 7,861
0,0402
= 24729,98 = 1,625 x 10-6
k 2=

[
[

Ra
Ra

0,5
0,5
a . H . Da . ( OH ) CO2 KGa

7,861
+967,86
15
7,81. 10

7,861
7,861
k 2=

6
5
90,5
0,5
1,625 x 10 .2,88 . 10 . 2,1.10
. ( 0,3 ) .1,997 0,008122
k 2=

k 2= 1,013 x 1030
c. Variabel 1 (Laju alir 8 mL/menit)
Ra = KGa (CO2 - aOH)
Ra = 0,009288 (1,977 969,9)
Ra = -8,990

0,0402
= 19764,20

k 2=

= 2,033 x 10-6

[
[

Ra
Ra

0,5
0,5
a . H . Da . ( OH ) CO2 KGa

8,990
+ 967,91
9,77.1015

8,990
8,990
k 2=

6
5
90,5
0,5
2,033 x 10 .2,88 . 10 . 2,1. 10
. ( 0,3 ) .1,997 0,009288
k 2=

k 2= 8,46 x 1029

Anda mungkin juga menyukai