PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyelenggaraan
pemerintahan
kecamatan
memerlukan
adanya
seorang
Kecamatan Pasarwajo, maka penyusun akan membatasi penelitian ini hanya pada peran
camat dalam bidang pengawasan terhadap efektifitas pembangunan fisik di Desa
Laburunci, dengan alasan karena banyaknya pembangunan fisik di Desa Laburunci yang
merupakan areal perkantoran.
Pemerintah Desa Laburunci Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton adalah
suatu lembaga dan organisasi pemerintah yang berupaya melakukan pelaksanaan peran
pemerintah kecamatan secara efektif demi terciptanya pembangunan disegala bidang
teruma dipembangunan fisik agar masyarakat dapat merasakan esensi dari otonomi
daerah yang berimbas kepada otonomi desa. Dengan adanya peran camat dalam bidang
pengawasan terhadap pembangunan dalam hal ini pengawasan pembangunan fisik desa
sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target yang telah dicapai sesuai
dengan target yang ditentukan terlebih dahulu, yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu
kualitas atau kemampuan dalam melakukan pekerjaan. Kuantitas atau Jumlah dalam hal
ini sebarapa banyak hasil yang telah dicapai. Kemudian yang terakhir yaitu waktu atau
kedisiplinan dalam masalah ketepatan waktu dalam penyelasaian program yang telah
ditetapkan. Selanjutnya Kepala Desa dalam menjalankan pengawasan pembangunan
desa tidak boleh menyimpang dari peraturan, instruksi dan rencana camat sehingga
tercapai efektifitas pembangunan desa.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: Peran Camat dalam bidang Pengawasan terhadap
Efektifitas Pembangunan Desa Laburunci Kecamatan Pasarwajo Kabupaten
Buton.
3
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, penulis dapat
merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Peran Camat dalam Bidang
Pengawasan Terhadap Efektifitas Pembangunan Desa Laburunci Kecamatan Pasarwajo
Kabupaten Buton ?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Peran Camat Dalam
Bidang Pengawasan Terhadap Efektifitas Pembangunan Desa Laburunci Kecamatan
Pasarwajo Kabupaten Buton.
2) Manfaat penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dalam hal peran camat dalam bidang pengawasan terhadap efektifitas pembangunan
desa.
b. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah di
Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya dan Kecamatan
Pasarwajo pada khususnya tentang efektifitas peran camat dalam mengawasi
pembangunan di masa mendatang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Istilah "peran" kerap diucapkan banyak orang. Sering kita mendengar kata peran
dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Atau "peran" dikaitkan dengan "apa
yang dimainkan" oleh seorang aktor dalam suatu drama. Mungkin tak banyak orang
tahu, bahwa kata "peran", atau role dalam bahasa Inggrisnya, memang diambil dari
dramaturgy atau seni teater. Dalam seni teater seorang aktor diberi peran yang harus
dimainkan sesuai dengan plot-nya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya.
Lebih jelasnya kata peran atau role dalam kamus oxford dictionary diartikan
:Actors part; ones task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi.
Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti Pemain sandiwara
(film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Ketika istilah peran digunakan
dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu
posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan
mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si
pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi
tersebut. Peran merupakan suatu istilah sehari-hari dan semua orang pasti sudah tahu
makna dan fungsinya. Misalnya, anak kecil berperan, wanita berperan, tentara berperan,
mamak berperan, pemerintah berperan. Pokoknya semua manusia berperan, yakni
bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan darinya oleh masyarakat, oleh normanorma, oleh orang-orang lain, oleh keluarga dan lain-lain. Sedangkan definisi camat
yaitu kepala pemerintahan daerah dibawah bupati/walikota yang mengepalai kecamatan.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2008, Camat atau sebutan lain adalah
5
kelurahan,
pembangunan
dan
pembinaan
kehidupan
kemasyarakatan,
menyelenggaraan koordinasi atas kegiatan instansi vertikal dengan dinas di daerah dan
diantara instansi vertikal lainnya di dalam wilayah kecamatan.
3. Fungsi camat yaitu penyelenggaran tugas-tugas pemerintahan umum dan pembinaan desa
dan kelurahan, pembinaan ketentraman dan pembinaan lingkungan hidup, pembinaan
kesejahteraan sosial, pembinaan pelayanan umum, penyusun rencana dan program,
pembinaan administrasi, ketatausahaan dan rumah ketertiban wilayah, pembinaan
pembangunan masyarakat desa yang meliputi pembinaan sarana dan prasarana
perekonomian, produksi, dan pembinaan pembangunan pada umumnya.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang selanjutnya digantikan
dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 telah mengubah status pemerintah
kecamatan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Suhariyono,(1999:40) bahwa
kecamatan selama ini merupakan tingkatan wilayah administrative paling rendah,
menjadi wilayah atau daerah kerja operasional daerah yang kedudukannya akan
disejajarkan dengan dinas dan lembaga teknis daerah yang sama-sama sebagai perangkat
daerah. Tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang semakin
komplek di tingkat kecamatan, menuntut adanya pendelegasian wewenang kepada
perangkat kecamatan. Salah satunya adalah dengan memberdayakaan perangkat
kecamatan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Revida (2005:110) bahwa munculnya
konsep pemberdayaan pada awalnya merupakan gagasan yang ingin menempatkan
manusia sebagai subjek dari dunianya sendiri. Pendapat di atas menjelaskan bahwa
seorang pimpinan dalam memberdayakan bawahannya dimulai dengan memberikan
tanggung jawab atas pekerjaannya, sehingga bawahannya mempunyai wewenang penuh
untuk dapat mengambil keputusan yang berkaitan dengan perbaikan hasil kerjanya. Hal
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Keban (2004 : 124) diharapkan kontrol hirarkis
dalam organisasi dialihkan ke tangan para pegawai yang berhadapan langsung dengan
pelayanan terhadap masyarakat.
B.
Konsep Pengawasan
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale
(dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: the modern concept of control
provides a historical record of what has happened and provides date the enable the
executive to take corrective steps . Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak
hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi
juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang
sesuai dengan apa yang direncanakan.
Dengan
demikian
pengawasan
pada
hakekatnya
merupakan
tindakan
membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan
(das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi
penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan
tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan,
pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme
pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu
rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan
berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya
sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
8
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para
ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang
dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan
antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang
dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpanganyang terjadi dalam
kegiatan manajemen, (Mockler, 2001 :213).
Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu (1)
harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2)
adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya
usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau
tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang
perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar,
kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikanperbaikan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11)
yang mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah
keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang
atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma, standar atau rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam
Wilhelmus dan Molan 1994:241) mengatakan bahwa: Pengendalian adalah suatu upaya
yang sistematis untuk menetapkan standard kinerja dengan sasaran perencanaan,
9
11
baru.
Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah
12
e.
1.
Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan
2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta
prinsip yang telah ditetapkan
3. Untuk mengetahui apakah kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan, sehingga
dapat diadakan perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan
4.
yang salah.
Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan
perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan
adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah
sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang
terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Sementara
berkaitan
dengan
tujuan
pengawasan,
Maman
Ukas
(2004:337)
mengemukakan:
a.
Mensuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang
c.
Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa
kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan
pencapaian yang memuaskan dari pada hasil yang diharapkan.
Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
1.
Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem
manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh
partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan
a.
b.
c.
d.
e.
14
apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata
dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya
tujuan pengawasan adalah:
1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-instruksi
yang telah dibuat.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan
serta efisiensi dan efektivitas kerja.
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau
dengan kata lain disebut tindakan korektif.
C.
Konsep Efektifitas
Efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu
tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas
menurut Hidayat (1986:49) yang menjelaskan bahwa :Efektifitas adalah suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai.
Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya.
Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984:31), Efektifitas
adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang
diharapkan dari sejumlah input. Efektivitas kerja pegawai yaitu suatu keadaan
tercapainya tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan
15
sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut
para ahli diantaranya sebagai berikut :
Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan definisi sebagai berikut :
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang
atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Sementara itu Abdurahmat (2003:92)
Efektivitas adalah pemanpaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
pekerjaan tepat pada waktunya.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu
pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, efisien apabila pekerjaan tersebut
dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan. Dari pengertianpengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai
oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.
Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus:
Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target= 1, jika output aktual berbanding output yang
ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas. Jika
output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka
efektifitas tidak tercapai.
16
D. Konsep Pembangunan
Definisi
pembangunan
merupakan
upaya
yang
sistematik
dan
program-program
pembangunan
17
menyebabkan
kegagalan
proses
dalam
menyeimbangkan
pembangunan
yang
berdapampak
pada
pembangunan infrastruktur (fisik) desa, dan perekonomian rakyat pedesaan (non fisik).
Untuk itu Wresniwiro (2007:202), mengemukakan suatu konsep pembangunan
untuk mengurangi ketimpangan spasial tersebut dengan menyeimbangkan pembangunan
yang dilakukan secara terpadu. Keseimbangan spasial tersebut dapat tercapai apabila
dalam perencanaan pembangunan pedesaan memperhatikan berbagai faktor yang terkait
dan pembangunan diarahkan untuk mencapai tujuan: (1) pemerataan, (2) pertumbuhan,
(3) keterkaitan, (4) keberimbangan, (5) kemandirian, dan (6) keberlanjutan.
Keterpaduan tujuan pembangunan tersebut dalam perencanaan dan proses pembangunan
akan meningkatkan produktifitas daerah pedesaan dengan berpegang pada prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keutamaan
yang dianut masyarakat. Pembangunan bukanlah kegiatan pada ruang kosong tetapi
kegiatan yang dilakukan pada tempat dimana sejumlah penduduk yang memiliki nilainilai tertentu menjadi obyek dan sekaligus sebagai subyek pembangunan.Sehingga nilai-
18
19
E. Konsep Desa
Desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah desa dimakani sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004, megakui
pemerintah desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah
desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun
pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu. Sebagai
perwujudan demokrasi sesuai dalam ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 maka
pemerintahan dalam tatanan pemerintah desa dibentuk Badan Pesmusyawaratan Desa
(BPD) atau sebutan lain yang disesuaikan dengan budaya yang berkembang di desa
bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengatur dan pengontrol dalam
penyelenggaraan pemerintah desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peratuan
Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
Kemudian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2005 tentang definisi Desa yaitu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
20
21
pemerintah desa kepada Camat dan selajutnya kepada Bupati atau Walikota,
memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaratan
Desa, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah desa kepada
masyarakat. Selanjutnya Kepala Desa menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintah desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa
selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan
dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau media lainnya.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Bupati atau Walikota
sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintah desa dan sebagai bahan
pembinaan lebih lanjut. Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan kepada
Bupati atau Walikota melalui Camat dan kepada Badan Permusyawaratan Desa.
22