Anda di halaman 1dari 4

INDUK-INDUK AKHLAK TERPUJI

Bagaimana Menilai Akhlak ?


Pembahasan yang mendalam tentang akhlak selalu mengharuskan kita
menjawab sebuah pertanyaan mendasar; bagaimana membuat penilaian atas
akhlak, apakah ia benar atau salah, apakah ia baik atau buruk, atau apakah
yang ini shalih dan yang itu tidak? Hal ini disebabkan pcnilaian ini akan
mengantar kita kepada pcnilaian tentang seseorang; apakah ia seseorang
yang shalih atau tidak, matang atau tidak, atau dewasa atau tidak?
Dengan kata lain, bertanya tentang bagaimana menilai berarti bertanya
tentang sumber pembenaran atas suati perbuatan. Darimanakah kita
menemukan sumber pembenaran itu? Apakah dari Allah swt. atau dari
manusia? Atau dari keduanya?
Para filsuf sepanjang sejarah pemikiran umat manusia seperti sepakat
untuk membagi nilai itu dalam tiga kategori yang masing-masing mempunyai
padanan berlawanan, yaitu sebagai herikut:
Nilai Kebenaran

Nilai Kebatilan

Nilai Kebaikan

Nilai Kejahatan

Nilai Keindahan

Nilai Keburukan

Islam sendiri memang meletakkan nilai moralnyra dalam tiga konteks


tadi, yaitu akal - yang dapat memahami nilai kebenaran dan kebatilan, hati
(dasar fitrah dan nurani)-yang dapat membedakan antara nilai kebaikan clan
kejahatan, dan dzauq (citarasa)-yang dapat merasakan nilai keindahan dan
nilai keburukan.
Akan tetapi, kemampuan akal, hati, dan dzauq manusia memberikan
penilaian atas suatu akhlak dengan nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan dilandasi beberapa spesifikasi berikut:
Penilaian manusia selalu bersifat umum, terbuka, namun tidak defenitif
dan rinci. Manusia dapat mcngatakan dengan kesepakatan bahwa adil itu
baik. Akan tetapi, manusia selalu berbeda antarsesama mereka saat
menentukan definisi tentang apa itu adil? Perbuatan apa saja yang
dikatakan adil?
Penilaian manusia sangat dipengaruhi oleh pertarungan antarnilai itu
sendiri dalam dirinya. Sebab, ada unsur hawa nafsu, syahwat, dan
tekanan lingkungan dalam diri manusia. Maka, penyimpangan akal bisa
membuat manusia menganggap kebatilan sebagai kebenaran;
penyimpangan fitrah bisa membuat manusia melihat kejahatan sebagai
kebaikan; dan penyimpangan citarasa bisa membuat manusia menilai
keburukan sebagai keindahan.
Jadi, kemungkinan terjadinya absurditas dalam penetapan nilai sangat
mungkin terjadi di kalangan manusia. Untuk itulah Allah menurunkan agama

agar manusia mendapatkan pedoman yang lebih rinci dalam penilaian,


sehingga bertemulah dua sumber pembenaran tersebut:
Pertama, sumber pembenaran dari Allah swt. melalui Al-Qur'an dan
Sunah.
Keduu, sumber pembenaran dari manusia dengan akal sehat, fitrah suci,
dan citarasa keindahannya.
Kriteria Penerimaan
Lalu, apa kriteria penerimaan akhlak shalih tersebut? Dengan memahami
penjelasan di atas, kriteria Islam berikut ini mudah dipahami, yaitu perbuatan
shalih adalah perbuatan yang dilakukan dengan motif (niat) semata-mata
untuk Allah swt. dan dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan
sunnah Rasulullah saw. Dengan demikian, perbuatan itu bukan saja diterima
di sisi Allah swt., tetapi juga sukses dalam ukuran manusia; bukan saja
mengantar pelakunya memperoleh keselamatan di akhirat; tetapi juga
kebahagiaan di dunia.
Kriteria tadi dapat dijelaskan dalam skema berikut:
Niat
Ikhlas untuk Allah
Diterima di Sisi Allah
Selamat di Akhirat

+
+
+
+

Amal
Benar Menurut Sunah
Sukses di Mata Manusia
Bahagia di dunia

Inilah perbedaan mendasar antara Islam dengan materialisme. Dalam


konsep materialisme, manusia adalah pusat penilaian dan penerimaan
sekaligus. Dikarenakan masyarakat merupakan sesuatu yang relatif, maka
penilaian dan penerimaan pun akhirnya berpusat pada individu. Apa yang
menentukan dalam diri individu kemudian adalah kebahagiaannya sendi ri.
Maka, penilaiannya sebagai berikut:
Suatu perbuatan dianggap baik dan benar, jika ketika manusia
melakukannya, ia mendapatkan kepuasan, kebahagiaan, dan tidak
merugikan orang lain. Bahwasanya masyarakat kemudian setuju atau
tidak setuju, menerima atau tidak menerima, menjadi tidak relevan dan
tidak penting.
Induk-Induk Akhlak Terpuji
Walaupun Islam telah merinci satuan akhlak terpuji, namun dengan
pengamatan mendalam, kita menemukan satuan tersebut sesungguhnya
mengakar pada induk karakter tertentu.
Induk akhlak terpuji tersebut adalah sebagai berikut:
Cinta Kebenaran
Kekuatan Kehendak
Himmah (Ambisi)

Kesabaran
Rasa Kasih
Naluri Sosial
Cinta Manusia
Kedermawanan
Kemurahan Hati

Penjelasan dari induk-induk akhlak terpuji tersebut adalah sebagai berikut:


Cinta kebenaran melahirkan akhlak turunan dan lawannya sebanai berikut,
Jujur
><
Dusta
Adil
><
Zalim
Komit
><
Nifaq
Amanah
><
Khianat
Kekuatan kehendak menurunkan sifat sebagai berikut,
- Optimis
- Inisiatif
- Tegas
- Serius
- Tegar
- Pengendalian diri
- Disiplin
Himmah (Ambisi) yang tinggi menurunkan sifat sebagai berikut,
- Dorongan berprestasi
- Dinamika
- Tegar (Tidak mudah menyerah)
- Harga diri
- Keseriusan
Kesabaran melahirkan sifat sebagai berikut,
- Tenang
- Konsisten
- Lembut
- Pengendalian diri
- Santun
- Mampu menjaga rahasia
Rasa kasih (Rahmah) rnelahirkan sifat sebagal berlkut,
- Pemaaf
- Empati
- Musyawarah
- Silaturahmi
- Lembut
- Penolong
- Berbakti kepada orang tua
- Santun kepada fakir miskin
Naluri sosial melahirkan sifat berikut,
- Bersih hati
- Ukhuwah
- Penolong

- Anti perpecahan
- Mampu bekerjasama
- Menutup aurat sesama
- Menjaga barang milik bcrsama
Cinta manusia melahirkan sifat berikut,
- Bersih jiwa
- Kerjasama
- Dermawan
- Adil
- Keterlibatan emosional
- Selalu berkehendak baik
Kedermawanan melahirkan sifat berikut,
- Pemurah
- Hemat
- Harga diri
- Itsar (Mendahulukan orang lain)
- Infaq
- Ukhuwah
Kemurahan hati melahirkan sifat berikut,
- Lembut
- Luwes
- Pemaaf
- Ridha
- Ceria
- Menyenangkan orang lain

Anda mungkin juga menyukai