Anda di halaman 1dari 1

Sosok kiai kharismatik inilah yang direkam secara menarik dalam buku bertajuk Matahari Pembaruan: Rekam Jejak

KH Ahmad
Dahlan. KH Ahmad Dahlan, yang bernama asli Muhammad Darwis, lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pada 1868.
Ayahnya, KH Abu Bakar adalah seorang imam dan khatib Masjid Besar Kauman Yogyakarta, sementara ibunya, Siti Aminah,
adalah anak KH Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta. Darwis ini juga diriwayatkan mempunyai keturunan dengan Maulana
Malik Ibrahim, salah seorang wali penyebar agama Islam di pulau Jawa yang dimakamkan di Gresik.
Melihat rekam jejak silsilahnya, Darwis terbukti sebagai keturunan elite Islam di Jawa. Tak salah kalau sejak kecil Darwis
mendapatkan pendidikan agama yang ketat dari kedua orang tuanya. Sejak kecil, Darwis sudah lancar membaca Al-Quran, juga
mengkaji keilmuan dasar dalam Islam. Bukan hanya dengan ayahnya Darwis berguru, tetapi juga kepada para ulama kesohor di
pulau Jawa, termasuk KH Soleh Darat, Semarang, yang juga guru RA Kartini dan KH Hasyim Asyari itu. Tidak puas hanya di
Jawa, Darwis akhirnya berangkat menuju Tanah Suci, bukan saja untuk menunaikan ibadah haji, tetapi juga berguru dengan para
ulama besar Indonesia yang bermukim di sana dan juga kepada para ulama penting yang terkenal keilmuannya saat itu (hlm.
132).
Salah satu pemikir Islam yang sangat berpengaruh dalam diri KH Ahmad Dahlan saat itu adalah Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridho dari Mesir. Kedua pemikir ini telah membangkitkan spirit pembaharuan dalam dunia Islam. KH Ahmad Dahlan benarbenar merasakan ruh kebangkitan pemikiran modern dalam Islam, sehingga terpantul dalam jiwanya untuk melakukan
pembaharuan di Indonesia. Jiwanya yang teguh, kuat, dan penuh gagasan, ditambah dengan rangsangan dari pemikiran
Muhammad Abduh, KH Ahmad Dahlan semakin matang dirinya untuk segerak kembali ke Indonesia dalam menggerakkan
kemajuan bagi masyarakat Islam.
Semangat pembaharuan dalam diri KH Ahmad Dahlan akhirnya terwujud dengan berdirinya Muhammadiyah pada 19 November
1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H. Berdirinya Muhammadiyah menandai lahirnya era baru dalam jelajah umat Islam Indonesia. Pada
awal abad ke-20, umat Islam Indonesia masih dirundung kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Umat Islam juga masih
terjebak dalam ruang mistisisme yang sangat akut, sehingga gagal memaknai pesan kemajuan yang sedang bergulir saat itu.
Melihat kondisi inilah, KH Ahmad Dahlan datang untuk mendobrak kejumudan yang terus mengepung umat Islam. Spirit
pembaharuannya dibuktikan dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan lainnya. Semua gerakan itu menjadi ciri
khas Muhammadiyah yang berbentuk amal usaha yang ikhlas dan tulus dalam mengabdikan diri kepada umat (hlm. 98).
Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan telah ikut serta dalam pergerakan nasional di Indonesia. Pada tahun
1909, KH Ahmad Dahlan sudah berkenalan dengan Boedi Oetomo (BO) yang kemudian menjadi anggota untuk kring
Yogyakarta. Pada tahun 1010, KH Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khoir, organisasi Islam yang banyak bergerak
dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang Arab. Keterlibatan KH Ahmad Dahlan dalam kedua organisasi
tersebut menjadikan beliau paham dengan masalah berorganisasi dan mengatur organsiasi secara modern serta dapat mempelajari
cara berorganisasi modern di kalangan Islam.
Di samping itu, watak Ahmad Dahlan sebagai pendobrak sangat penting akan lahirnya organisasi benama Muhammadiyah.
Walaupun beliau hidup di lingkungan keluarga Keraton, tetapi beliau sering turun ke bawah (turba) untuk mendakwahkan Islam
tanpa mengenal lelah. Diceritakan bahwa ketika beliau sakit keras, dakwah tak mengendorkan niat beliau untuk terus dijalankan.
Walaupun istri dan koleganya meminta beliau untuk istirahat, permintaan itu ditolak dengan halus oleh beliau. Beliau tak rela
dengan kondisi umat yang terbelakang. Bahkan beliau berdakwah sampai ke pelosok Surabaya, yakni di Gang Peneleh.
Disanalah, HOS Tjokraminoto, Soekarno, Roeslan Abdulghani pertama kalinya mendengarkan penjelasan tentang Islam dari KH
Ahmad Dahlan (hlm. 58).
Spirit pembaharuan sang kiai sampai detik seabad ini masih menjulang di Indonesia. Peradaban utama selalu didengungkan untuk
menggerakkan perjuangan sang pendobrak. Dalam melanjutkan perjuangan ini, pesan KH Ahmad Dahlan masih snagat terasa
sampai sekarang: hidupkanlah Muhammadiyah, jangan mencari kehidupan dalam Muhammadiyah!
*Pustakawan, Peneliti Center for Developing Islamic Education (CDIE) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai