Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah


Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan
energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang
masuk dalam tubuh kita.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar
ketika pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka
kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari
seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan
secarak ebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat
atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun .(Mariyani, 2003).
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah
akibat alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya
seperti kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari
proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang
ditimbulkan

sirosis

hepatis

akibat

perubahan

morfologi

dapat

menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan


komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.
1.2

Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sirosis hati?
2. Apa klasifikasi dari sirosis hati?
3. Bagaimana etiologi dari sirosis hati?
4. Bagaimana patofisiologi dari sirosis hati?
5. Bagaimana manifestasi klinis sirosis hati?
6. Apa komplikasi dari sirosis hati?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis sirosis hat?
8. Bagaimana pathway sirosis hati?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari sirosis hati?

1.2

Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan mengenai sirosis hati dan komplikasinya dan mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari sirosis hati
2. Untuk mengetahui sirosis hati
3. Untuk mengetahui etiologi dari sirosis hati
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari sirosis hati
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis sirosis hati
6. Untuk mengetahui komplikasi dari sirosis hati
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis sirosis hati
8 Untuk mengetahui pathway sirosis hati
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari sirosis hai

BAB 2
KONSEP TEORI
2.1

Definisi Sirosis Hati


Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal
dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah
penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
2

ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan


nekrosis selhati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hatiakan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare,2001).
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan
berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan
hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal,
tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan. (Barret, Kim E. Barman, Susan
M. Boitano, Scott. Brooks, Heddwen L. 2012. Ganongs Review of Medical
Physiology, 24th Edition. New York : Mc Graw Hill)
2.2

Klasifikasi Sirosis Hati


Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata.
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata .
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala
gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :


1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul.
Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis

makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai


campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada
nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik
atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi:
1. alkholik
2. kriptogenik dan post hepatitis(pasca nekrosis)
3. biliaris
4. kardiak
5. metabolik,keturunan,dan terkait obat
2.3 Etiologi
1. Sirosis laennec. Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman
beralkohol secara kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik,
nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah
portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis,
sering ditemukan di Negara Barat.
2. Sirosis pascanekrotik. Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel
hati oleh toksin. Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh
intoksikasi bahan kimia industry, racun, arsenic, karbon tetraklorida atau
obat-obatan seperti INH dan metildopa. Sirosis pascanekrotik, terdapat
pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut hepatitis virus akut
yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis biliaris. Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu
(obstruksi biliaris) pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu
pada sel hati. Statisnya aliran empedu menyebabkan penumpukan
empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan
sel-sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan jaringan parut biasanya

terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
4. Sirosis cardiac. Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul
akibat gagal jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.
2.4

Patofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab
yang utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut
menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang
berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien
sirosis berusia 40 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis
yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan
penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur
digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip
paku sol sepatu berkepala besar(hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan
perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati
rentang waktu 30 tahun/lebih.

2.5

Manifestasiklinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemuakan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
5

karena penyakit lain. Gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, BB
menurun, pada laki laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah
dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut gejala
gejala ini lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
demam tak begitu tinggi. Mungkin diserti adanya gangguan pembekuan
darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air
kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi,
2.6

sampai koma.
Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati diantaranya
adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada
suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium.
Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku,
karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu
disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada
penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises
esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari
76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan
oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena
erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis
adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat
dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum

primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,


parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut
koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal,
amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan
kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam
darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea
lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma
hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut
SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paruparu,

glomeluronefritis

kronik,

pielonefritis,

endokarditis, erysipelas maupun septikemi.


2.7

Pemeriksaan Penunjang

sistitis,

perikarditis,

1. Skan/biopsy hati : mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan


hati.
2. Kolesistografi/ kolangiografi : memeperlihatkan penyakit dukts empedu,
yang mungkin sebgai factor predisposisis.
3. Esofagoskopi : dapat menunjukkan adanya varises esophagus.
4. Portografi transhepatik perkutaneus : memperlihatkan sirkulasi system
vena portal.
5. Bilirubin serum : meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan
hati untuk mengkonjugasi, atau obstruksi bilier.
6. AST (SGOT)/ALT (SGPT), LDH : meningkat karena kerusakan seluler
dan mengeluarkan enzim.
7. Alkalin fosfatase : meningkat karena penurunan ekskresi.
8. Albumin serum : menurun karena penekanan sintesis
9. Globulin (IgA dan IgG) : peningkatan sintesis.
10.Darah lengkap : Hb/Ht dan SDM munkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan
defisiensi besi. Leukopeonia mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
11. Masa protrombin/PTT : memanjang (penurunan sitesis protrombin).
12. BUN : meningkat menunjukan kerusakan darah atau protein.
13. Amoneaserum : meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah dari
ammonia menjadi urea.
14. Glukosa serum : Hipoglikomia di duga mengganggu glikogenesis.

15.Elektroit: Hipokalemia menunjukkan penigkatan aldosterone , meskipun


berbagai ketikseimbangan dapat terjadi.
17.Kalsium : Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorpsi
vitamin D.
18.Pemeriksaan nutrient : defisiensi vitamin A, B12, C, K, Asam folat dan
mungkin besi.
19. Urobilinogen urine : ada atau tak ada. Bertindak sebagai penunjuk untuk
membedakan penyakit hati atau penyakit hemolitik, dan obstruksi bilien.\
20. Urobilinogen fekal : Menurunkan ekskresi.

2.8 Penatalaksanaan
Etiologi

sirosis

mempengaruhi

penanganan

sirosis.

Terapi

ditunjukkan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan bahan


yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Bila tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein 1gr/kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.Tatalaksana
pasien sirosis yang masih kompensata ditunjukkan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukkan untuk menghilangka
etiologi diantaranya : alkohol dan bahan bahan lain yang toksik dan dapat
menciderai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin, dan obat herbal yang bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sebagai kebutuhan. Pada penyakit hati
monolkholik menurunkkan BB akan mencegah terjadinya sirosis.Pada
hepatitis B, interferon alfa lamivudin merupakan terapi utama. Lamivodin

sebagai terapi dini partama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
1 th. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi
YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MIU, 3x seminggu selama 4-6 bulan.
Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan
dengan dosis 5 MIU 3x seminggu dan dikombinasi libivirun 800-1000
mg/hari sela 6 bulan. Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan anti
fiibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap
fibrosis. Dimasa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan
dan mediator vibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifitas dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktifasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian
sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vit.A juga dicobakan
sebagai antivibrosis. Selain itu, obat obatan herbal juga sedang dalam
penelitian.

10

11

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien meliputi : Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama : Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga
dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan
badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam ringan,
sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).

12

b. Riwayat kesehatan sekarang : Pada pasien sirosis hati biasanya datang


dengan berbagai macam keluhan seperti nyeri perut, perut membucit dan
c.

tegang, mual muntah, tidak ada nafsu makan, demam dan lain-lain.
Riwayat kesehatan masa lalu : Apakah pasien pernah dirawat dengan
penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit
hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hati karena sirosis hati
merupakan penyakit kelainan hati dari komplikasi pada sakit hati primer
yang sebelumnya telah ada. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol
dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan

dalam status jasmani serta rohani pasien.


d. Riwayat kesehatan keluarga : Adakah penyakit-penyakit yang dalam
keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang
menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal
yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala
yang memang bawaan dari keluarga pasien.
e. Riwayat Tumbuh Kembang : Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari
perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi
keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama,
atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak
terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
f. Riwayat Sosial Ekonomi : Apakah pasien suka berkumpul dengan orangorang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul
dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
3. Tanda-tanda vital :
TD : 120/70
RR: 20x/mnt
Nadi: 80x/mnt
Suhu: 36,5 0C
4. Pemerikasaan fisik :
1. B1 (Breathing)

13

Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan, Ekspansi paru


terbatas disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas
berbau aseton.
2. B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia
intra vaskuler
3. B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental,
(penurunan

kesadaran)

salah

satunya

bingung, , koma.

dengan

adanya

anemia

menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.


Flapping tremor.
4. B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5. B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan
abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus.
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna.
Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal
adanya sirpsis hati, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri
tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid
wave (+), hematemesis, melena
6. B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus (atropi otot). Kulit kering, turgor
buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan., perhatikan
adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya
diperhatikan adanya eritema palmaris
5. Pola Kebutuhan Dasar
1. Aktifitas/istirahat: Kelemahan, kelelahan, letargi
2. Sirkulasi: Disritmia

14

3. Eliminasi: Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),


Penurunan/tidak adanya bising usus, Kesesuaian warna tanah liat,
melena, urine gelap, pekat
4. Makanan/cairan: Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan,
edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik, nafas bau (fetor hepatikus),
perdarahan gusi.
5. Neurosensori: Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara
lambat/tak jelas.
6. Kenyamanan: Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas,pruritus.
7. Pernafasan: Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas
tambahan, expansi paru terbatas hipoxia.
8. Keamanan: Pruritus, ikterik.
9. Seksualitas: Gangguan menstruasi , atrofi testis , ginekomastia.
10. Pola Penanganan Masalah stress- toleransi. Stressor yang dihadapi,
tingkat toleransi, dan metode penanggulangan masalah
11.Pola Keyakinan Nilai-nilai. Nilai kehidupan, tujuan, falsafah,
agama/keyakinan.
3.2 Analisa Data
Nama pasien :
Umur
:
NO
1

Ruang/kelas
No. Reg
DATA

:
:

ETIOLOGI
Intake inadekuat

DS:

MASALAH
Perubahan

Pasien mengatakan perutnya

Nutrisi: kurang

tidak enak, mual dan nafsu

dari kebutuhan

makan menurun
DO:
Pasien tidak nafsu makan,
mual/muntah
A:
BB SMRS = 39 kg

15

BB MRS = 35 kg
TB = 149 cm
B: Hasil pemeriksaan laborat,
penurunan kadar protein dalam
darah tdk dlm batas normal (<3,5
mg/dl), Hb menurun (<10 mg/dl)
C: Turgor kulit menurun
(kembali > 2 dtk). Mukosa bibir
kering.
D: Penurunan nafsu makan,
Porsi makan tidak habis
2

Gangguan
DS:
Pasien

Penurunan
mengatakan

perutnya protein

membesar dan terasa begah,


badan terasa lelah/lemas.

plasma

volume cairan;
lebih dari
kebutuhan
tubuh

DO:
Distensi vena jugularis 5 3
cmH2O, asites, balance cairan 500 ml/24 jam, Ht : 23 %,
protein total 4,6 mmol, Cl;110,
ketidakseimbangan elektrolit,

16

DS:

Penurunan turgor

Kerusakan

kulit

integritas kulit

Pasien mengatakan kulitnya


kering / bersisik dengan turgor
kulit buruk
Do :
Pasien terlihat pucat, lemah,
lidah kotor, mukosa bibir kering,
turgor kulit jelek >2 detik
3.3

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
inadekuat
2. Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma
protein)
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.

3.4 Rencana Keperawatan


No
1.

Tujuan/ KH
Setelah dilakukan

Intervensi
1. Ukur masukan diet

Rasional
1. Memberikan

tindakan

harian dengan

informasi tentang

keperawatan 2x24

jumlah kalori.

kebutuhan

jam dengan
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi secara
adekuat
Kriteria Hasil:
-Menunjukkan
peningkatan berat

pemasukan/defisie
2. Timbang sesuai
indikasi.
Bandingkan
perubahan status
cairan, riwayat berat
badan, ukuran kulit

nsi
2. Mungkin sulit
untuk
menggunakan BB
sebagai indikator
langsung status
nutrisi karena ada

trisep.

badan

gambaran

(keseimbangan

edema/asites.

17

Ttd

pemeriksaan

Lipatan kulit trisep

nutrisi) mencapai

berguna dalam

tujuan dengan nilai

mengkaji

laboratorium

perubahan massa

normal.

otot dan simpanan

-Nafsu makan
meningkat.

3. Bantu dan dorong


pasien untuk makan,
jelaskan alasan tipe
diet. Bantu pasien
makan bila pasien
mudah lelah, atau
biarkan orang
terdekat membantu

lemak subcutan.
3. Diet yang tepat
penting untuk
penyembuhan.
Pasien mungkin
makan lebih baik
bila keluarga
terlibat dan
makanan yang

pasien.
Pertimbangkan
pilihan makanan
yang disukai.
4. Berikan tambahan

disukai sebanyak
mungkin.
4. Tambahan garam

garam bila

meningkatkan rasa

diizinkan; hindari

makanan dan

yang mengandung

membantu

amonium.

meningkatkan
selera makan;
amonia potensial

5. Berikan makanan
halus, hindari

resiko ensefalopati.
5. Perdarahan dari

makanan kasar

varises esofagus

sesuai indikasi.
6. Berikan perawatan

dapat terjadi pada

mulut sering dan


sebelum makan.

siriosis berat.
6. Pasien cenderung
mengalami luka
atau perdarahan

18

gusi dan rasa tak


enak pada mulut
7. kalori dan
karbohidrat
sederhana, rendah
lemak, dan tinggi
protein sedang;
batasi natrium dan
cairan bila perlu.
Berikan tambahan
cairan sesuai
indikasi.

dimana menambah
anoreksia.
7. Makanan tinggi
kalori dibutuhkan
pada kebanyakan
pasien yang
pemasukannya
dibatasi,
karbohidrat
memberikan energi
siap pakai. Lemak
diserap dengan
buruk karena
disfungsi hati dann
mungkin
memperberat
ketidaknyamanan
abdomen. Protein
diperlukan pada
perbaikan kadar
protein serum
untuk menurunkan
edema dan untuk
meningkatkan

2.

1. Ukur masukan dan

regenerasi sel hati.


1. Menunjukkan

tindakan

haluaran, catat

status volume

keperawatan 2x24

keseimbangan

sirkulasi,

jam dengan
Tujuan :

positif. Timbang

terjadinya/perbaika

berat badan tiap hari

n perpindahan

Setelah dilakukan

19

pemulihan balance

dan catat

cairan, dan respon

cairan dan elektrolit

peningkatan lebih

terhadap terapi.

adekuat

dari 0,5 kg/hari.

Peningkatan berat
badan sering

Kriteria Hasil: tidak

menunjukkan

terjadi kelebihan

retensi cairan

cairan, Tanda-tanda
vital stabil, Asupan

2. Auskultasi paru,

dan haluaran

catat penurunan /tak

seimbang, Edema

adanya bunyi napas

bekurang, Tonus

dan terjadinya bunyi

otot membaik, CRT

tambahan.

<2 detik

lanjut.
2. Peningkatan
kongesti pulmonal
dapat
mengakibatkan
konsolidasi,
gangguan
pertukaran gas, dan
komplikasi,

3. Ukur lingkar
abdomen per hari.

contoh: edema
paru.
3. Menunjukkan
akumulasi cairan
(asites) diakibatkan
oleh kehilangan

4. Awasi albumin
serum dan elektrolit
(kalium & natrium).

protein
plasma/cairan
kedalam area
peritoneal.
4. Penurunan albumin
serum
mempengaruhi
tekanan osmotik
koloid plasma,
mengakibatkan
pembentukan

20

edema. Penurunan
aliran darah ginjal
menyertai
5.

Batasi natrium dan


cairan sesuai
indikasi.

peningkatan ADH
dan kadar
aldosteron dan
penggunaan
diuretik dapat
menyebabkan
berbagai
perpindahan/ketida

6. Kolaboraasi
pemberian albumin
bebas garam/plasma

k seimbangan
elektrolit.
5. Natrium mungkin

ekspander sesuai

dibatasi untuk

indikasi.

meminimalkan
retensi cairan
dalam area
ekstravaskuler.
Pembatasan cairan

7. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi:
misal diuretik
(spironolakton/aldsct
on; furosemid/ lasix.

perlu untuk
memperbaiki/menc
egah hiponatremi.
6. Albumin mungkin
diperlukan untuk
meningkatkan
tekanan osmotik
koloid dalam
kompartemen
vaskuler, sehingga
meningkatkan
volume sirkulasi

21

efektif dan
penurunan
terjadinya asites.
7. Digunakan untuk
mengontrol edema
dan asites.
Mengambat efek
aldosteron,
meningkatkan
eksresi air sambil
menghemat
kalium, bila terapi
konservatif dengan
tirah baring dan
pembatasan
natrium tidak
3.

Setelah dilakukan

1. Awasi frekuensi,

mengatasi.
1. Pernapasan

tindakan

kedalaman, dan

dangkal

keperawatan 2x24

upaya pernapasan.

cepat/dispnea

jam dengan
Tujuan :

mungkin ada
sehubungan

Tujuan: perbaikan

dengan hipoksia

status pernafasan
Kriteria Hasil:

dan atau
2. Auskultasi bunyi

Mempertahankan

napas, catat krekels,

pola pernapasan

mengi, ronkhi.

akumulasi cairan
dalam abdomen.
2. Menunjukkan

efektif, Pasien akan

terjadinya

bebas dispnea dan

komplikasi,

sianosis, dengan

contoh: adanya

nilai BGA dan

bunyi tambahan

kapasitas vital

menunjukkan

22

dalam rentang

akumulasi

normal.

cairan/sekresi, tak
3. Selidiki perubahan
tingkat kesadaran.

ada /menurunnya
bunyi atelektasis),
meningkatkan
resiko infeksi.
3. Perubahan mental
dapat

4. Pertahankan kepala

menunjukkan

tempat tidur tinggi.

hipoksemia dan

Posisi miring.

gagal pernapasan,
yang sering
disertai koma

5. Ubah posisi dengan


sering, dorong
napas dalam, latihan
dan batuk.
6. Awasi seri BGA,

hepatik.
4. Memudahkan
pernapasan dengan
menurunkan
tekanan pada
diafragma dan

nadi oksimetri, ukur

meminimalkan

kapasitas vital, foto

ukuran aspirasi

dada

sekret.
5. Membantu

7. Berikan tambahan
oksigen sesuai
indikasi.

ekspansi paru dan


memobilisasi
sekret.
6. Menyatakan
perubahan status
pernapasan,

8. Siapkan untuk/bantu
untuk prosedur,
contoh: parasintesis.

terjadinya
komplikasi paru.
7. untuk
mengobati/menceg

23

ah hipoksia. Bila
pernapasan
/oksigenasi tidak
adekuat, ventilasi
mekanik sesuai
kebutuhan.
8. Kadang-kadang
dilakukan untuk
membuang cairan
asites bila keadaan
pernapasan tidak
mebaik dengan
tindakan

24

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai
pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan
ikat, degenerasi, dan regenerasi sel sel hati sehingga susunan parenkim
hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui
secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien
dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll. Untuk
menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun
pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan.
Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan
prognosisnya.

4.2

Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam
berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya

25

3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan

asuhan

keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan


komplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak, Gallo.(1992). Keperawatan Kritis.Jakarta: Penerbit ECC


Lestari. (2009). Jurnal Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis, FKUI, Jakarta
Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL
Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.
(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran (EGC).

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).


Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian

perawatan pasien. Jakarta: (EGC).

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis


proses- proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai