Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara
baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai
pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai
cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan
terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahanperubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan
semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk
sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan
makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur.
Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik
atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan
atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan
pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi
manusia? Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini
mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan
dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika
mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya
pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan
pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan
pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia
produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya
berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga
hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan
1

makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasus penggunaan belpagai bahan


tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengolahan atau pengawetan pangan dengan enkapsulasi ?
2. Apa pengolahan atau pengawetan pangan dengan iradiasi ?
3. Apa pengolahan atau pengawetan pangan dengan emulsi ?
4. Apa pengolahan atau pengawetan pangan dengan instan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengolahan atau pengawetan pangan dengan enkapsulasi.
2. Mengetahui pengolahan atau pengawetan pangan dengan iradiasi.
3. Mengetahui pengolahan atau pengawetan pangan dengan emulsi.
4. Mengetahui pengolahan atau pengawetan pangan dengan instan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengolahan atau Pengawetan Pangan dengan Enkapsulasi


1. Definisi
Enkapsulasi adalah proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti), seperti partikel
padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding), berupa
lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap
tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi
tertentu saat digunakan. Ide dasar enkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas
selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi
lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel.
Enkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk
melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
2. Bahan Pelapis untuk Enkapsulasi
Bahan pelapis untuk enkapsulasi adalah bahan polimer yang alami ataupun
sintetis, tergantung pada bahan yang akan dilapisi dan karakteristik yang diinginkan
dari hasil akhir mikrokapsulnya. Komposisi pelapis adalah penentu utama sifat
fungsional mikrokapsul dan metode yang akan digunakan untuk meningkatkan
kinerja bahan tertentu. Bahan pelapis yang efektif harus memilikisifat reologi yang
baik pada konsentrasi tinggi dan mudah direkayasa selama proses enkapsulasi. Jadi
bahannya harus diseleksi terlebih dahulu agar emulsi dan dispersinya stabil dengan
bahan aktif, dan tidak bereaksi ataupun mendegradasi bahan aktif selama pengolahan
dan penyimpanan. Selain itu, harus ditentukan sifat kelarutan kapsul dan pelepasan
bahan aktifnya. Bahan pelapis untuk enkapsulasi bahan makanan dapat dibagi
menjadi karbohidrat, selulosa, gum, lipid, dan protein. Misalnya, enkapsulasi dengan
metode spray drying dan ekstrusi terutama bergantung pada karbohidrat yang
digunakan untuk susunan enkapsulasi. Gum, biasanya digunakan sebagai pembentuk
tekstur bahan, menstabilkan emulsi, mengontrol kristalisasi, dan menghambat
sineresis (pelepasan air dari makanan yang dibuat), dengan demikian meningkatkan
sifat coating. Lipid umumnya digunakan untuk enkapsulasi bahan larut air. Bahan
Protein juga efektif dalam enkapsulasi bahan makanan. Secara khusus, gelatin
digunakan dalam coacervation.
3.

Keuntungan enkapsulasi
3

Peningkatan stabilitas suhu, kelembaban, oksidasi dan cahaya (misalnya,


perlindungan aspartam selama pembakaran, mencegah oksidasi beta-karoten,
perlindungan selama pembekuan dan thawing, dan peningkatan umur simpan).
Menutupi flavor yang tidak diinginkan (misalnya, menutupi rasa kalium
klorida untuk suplemen gizi);
Mengurangi

interaksi

negatif

dengan

senyawa

lain

(misalnya,

mikroenkapsulasi seperti Acidulants sebagai asam sitrat, asam laktat, dan


asam askorbat untuk mempertahankan warna, tekstur, nutrisi konten, dan rasa
makanan, dan enkapsulasi kolin klorida untuk menghambat interaksi dengan
vitamin dalam daya tahan tubuh).
Mendorong penanganan lebih mudah dari inti atau bahan interior dengan
mencegah

lumping,

meningkatkan

flowability,

kompresi,

dan

sifat

pencampuran, mengurangi dustiness inti partikel, dan memodifikasi kerapatan


partikel.
4.
a.

Jenis bahan makanan yang dapat di enkapsulasi


Penyedap
Beberapa contoh pemanfaatan enkapsulasi perasa adalah minyak sitrus,

minyak peppermint, minyak bawang putih maupun bawang bombay, minyak bumbubumbu. Ketertarikan pemanfaatan enkapsulasi dalam bumbu-bumbu terutama dalam
proses pembuatan saus. Mikroenkapsulasi perasa pada umumnya menggunakan spray
drying meskipun spray cooling/chilling, extrusion, inculsion complexation juga
sering digunakan. Spray drying paling sering digunakan untuk enkapsulasi karena
selain murah dalam ongkos produksi juga menghasilkan butiran (powder) yang lebih
seragam ukurannya. Bahan-bahan yang umum digunakan untuk menyimpan perasa
adalah bahan yang mengandung gula, seperti pati dan gum. Di dalam minyak sitrus
terdapat perasa yang meliputi lemon, orange, grape, lime, dan grapefruit. Enkapsulasi
minyak sitrus yang disimpan dalam maltodextrin menggunakan proses spray drying
memiliki kestabilan yang lebih baik dari pada minyak yang tidak dillindungi. Minyak
sitrus sangat mudah mengalami proses oksidasi karena adanya ikatan tidak jenuh
pada struktur mono dan sesquiterpenoid-nya. Proses oksidasi menghasilkan rasa yang
4

tidak menyenangkan seperti turpentine. Meningkatkan nilai dextrose equivalent pada


maltodextrin memberikan perlindungan yang lebih baik pada minyak karena adanya
sifat pelindung dari oksigen.
Enkapsulasi jinten oleoresin telah dikembangkan di India. Dengan memiliki
sifat yang sulit larut dalam makanan berair mengakibatkan bahan ini sulit tercampur
merata dalam makanan. Selain itu, mereka sensitif terhadap cahaya, panas dan
oksigen, serta memilki waktu simpan yang pendek jika tidak disimpan dengan benar.
Penyedap jinten ini mengandung bermacam-macam komponen kimia, termasuk
terpen (misalnya pinene, p-cymene,-terpinen), aldehida (misalnya cuminaldehyde,
1,3-p-Mentha dan 3-p-menthen-7-al) dan terpen alkohol (cuminyl alkohol). Penyedap
rasa ini memberikan rasa hangat, berbumbu seperti kare, yang didominasi oleh
cuminaldehyde.
Proses enkapsulasi ini efektif untuk sterilisasi bumbu maupun herbal dengan
kehilangan rasa yang minimal. Sehingga, bahan-bahan ini dapat digunakan dengan
aman dalam pendingin ataupun jika membutuhakan proses dalam suhu tinggi.
b.

Asam
Asam askorbat dapat meningkatkan penyerapan zat besi dari usus dengan

mereduksi zat besi menjadi senyawa yang lebih mudah larut dan mudah diserap.
Meskipun demikian, asam askorbat merupakan senyawa yang sangat tidak stabil dan
mudah hancur dalam pengolah oleh suhu, pH, oksigen dan sinar ultraviolet. Teknik
mikroenkapsulasi merupakan aplikasi yang baik untuk mengatasi kekurangan dari
asam askorbat. Bahan pelapis yang digunakan adalah polyglycerol monostearate
(PGMS) dan Medium Chain Triglyceride (MCT).
Asam dapat menghasilkan bau yang tidak sedap ketika ditambahkan secara
langsung ke makanan. Dengan mikroenkapsulasi, asam dapat ditambahkan pada
makanan tanpa bau mencolok hingga kadar tertentu, dimana tanpa mikroenkapsulasi
pada kadar yang sama memberikan bau mencolok. Manfaat dari enkapsulasi asam
adalah untuk mengatur saat pelepasan, melindungi dari panas dan cahaya.
c.

Enzim

Enkapsulasi laktase dikembangkan untuk menghindari adanya hidrolisa


laktose sebelum konsumsi. Enzim laktase, yang dihasilkan dalam usus kecil,
diperlukan untuk menghidrolisa laktose menjadi glukosa dan galaktosa. Ketiadaan
laktase dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada proses pencernaan saat
mengkonsumsi susu, seperti kram atau diare. Untuk mengatasi masalah ini, enzim
laktase ditambahkan pada susu sebelum dikonsumsi. Namun, hal ini mengakibatkan
terjadinya proses hidrolasi laktose sebelum dikonsumsi dan mengubah rasa susu
empat kali lebih manis dibanding sebelum ditambahkan. Dengan mikroenkapsulasi,
laktase yang ditambahkan akan bereaksi dengan laktose setelah dikonsumsi karena
rusaknya mikrokapsul akibat proses pencernaan. Bahan pelapis yang memberikan
efisiensi enkapsulasi hingga 94.9%.
Penambahan enzim secara langsung ke dalam susu pada proses pembuatan
keju memberikan hasil tidak seperti yang diinginkan karena hilangnya enzim dalam
whey, pendistribusian enzim yang kurang baik sehingga mengurangi kualitas keju.
Penambahan enzim yang telah dienkapsulasi menghilangkan masalah akibat
penambahan enzim langsung dan mencegah proteolisis yang segera dan ekstensif
serta kontaminasi whey. Secara fisik, immobilisasi enzim dalam mikrokapsul terpisah
dari substrat dalam campuran dadih susu dan keju selama proses pembuatan keju.
Enzim hanya dilepaskan ke dalam matrix keju ketika kapsul rusak selama proses
pematangan. Lemak susu digunakan beberapa peneliti untuk melapisi enzim yang
bertanggung jawab pada penghasil rasa di keju. Keju yang dihasilkan dengan
mikrokapsul ini memiliki rasa yang sangat kuat daripada keju tanpa mikroenkapsulasi
enzim.
d.

Minyak atsiri
Masih adanya kekurangan produk rempah-rempah dalam bentuk minyak atsiri

maupun oleoresin mendorong para ahli mengolah lebih lanjut kedua produk tersebut.
Pengembangan lebih lanjut dari oleoresin atau minyak atsiri diantaranya adalah
dengan teknik enkapsulasi. Dalam teknik ini flavor (misalnya minyak atsiri atau
oleoresin) diperangkap dalam suatu pelapis polimer, membentuk mikrokapsul bulat
dengan ukuran antara puluhan mikron sampai beberapa milimeter. Isi atau flavor
6

dalam mikrokapsul tersebut dapat dilepaskan dengan kecepatan terkontrol pada


kondisi tertentu.
Teknik-teknik mikroenkapsulasi yang banyak digunakan secara komersial
adalah spray drying, air suspension coating, akstruksi, sparay cooling and spray
chilling, centrifugal axstrusion, rotational suspension separation dan inclusion
complexing. spray drying atau pengering semprot merupakan teknik enkapsulasi
yang banyak digunakan untuk minyak atsiri dan oleoresin rempah-rempah.
Oleoresin atau minyak atsiri yang dienkapsulasi sangat efektif digunakan
dalam makanan olahan, proses pengisian, pencampuran kering, permen, makanan
formula, bumbu-bumbuan, makanan penutup (dessert), produk-produk susu dan lainlain. Keuntungan lainnya adalah flavor terlindung dari kehilangan (penguapan) dalam
masa penyimpanan yang lama; mudah dituangkan, mudah ditimbang, ditangani dan
dicampurkan; bebas dari enzim tannin, mikroba dan serangga; mudah digunakan
dalam pencampuran bahan-bahan kering; bebas dari garam-garam, dekstrosa dan
pengisi yang lain, kecuali pati atau gum yang digunakan sebagai bahan pelapis;
bersifat non higroskopis dengan stabilitas dalam penyimpanan yang baik; serta dapat
menghasilkan produk dengan kualitas flavor yang terstandarisasi.
Dalam proses enkapsulasi dengan pengering semprot, flavor atau cita rasa
bahan pangan, misalnya yang berbentuk oleoresin atau minyak atsiri rempah-rempah,
dicampur merata (sehingga membentuk emulsi) dengan pati (lebih baik dengan pati
termodifikasi, yaitu pati yang telah diubah sifat fungsionalnya) atau gum yang dapat
larut seperti gum akasia. Selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot (spray
dryer) dengan kondisi suhu dan kelembaban yang diatur. Pati atau gum yang
digunakan harus bersifat food grade jika produk enkapsulasi tersebut akan
digunakan untuk makanan, juga harus larut dalam air agar dapat membuat isi
mikrokapsul terlepas secara seragam pada saat digunakan. Bahan pengisi atau bahan
enkapsulasi yang dapat digunakan dalam proses enkapsulasi oleoresin dan minyak
atsiri dengan teknik pengeringan semprot antara lain dekstrin, CMC, gelatin, peti
termodifikasi, gum arab, gum xantan, dan gum akasia.
Keuntungan dari enkapsulasi dengan pengeringan

semprot

adalah

kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas.


7

Meskipun demikian, karena banyak bahan aktif seperti flavor mengandung 20 30


macam komponen yang berbeda (kelompok alkohol, aldehida, ester-ester dan keton)
yang mempunyai titik didih berkisar antara 30 dan 180oC, akan memungkinkan
kehilangan beberapa komponen aromatik bertitik didih rendah selama proses
pengeringan.
Disamping itu produk hasil sparay dryer biasanya mempunyai ukuran partikel
yang sangat kecil (umumnya kurang dari 100 mikron) sehingga mempunyai kelarutan
yang tinggi, tetapi dapat menimbulkan masalah jika dibuat untuk suatu campuran
kering (karena mudah memisah). Masalah terjadinya pemisahan tersebut dapat diatasi
dan fluiditasnya dapat ditingkatkan dengan cara agglomerasi, yaitu partikel-pertikel
enkapsulasi tersebut diberi perlakuan uap untuk membuat mereka melekat satu sama
lain sehingga menghasilkan partikel-pertikel yang lebih besar.
Jika produk yang akan dienkapsulasi bersifat sangat volatil atau termolabil,
dapat digunakan modifikasi proses spray drying yang disebut cold dehydration
process. Dalam proses ini, emulsi bahan aktif (misalnya oleoresin atau minyak atsiri)
dalam bahan pelapis disemprotkan ke dalam suatu cairan yang sudah menguap seperti
etanol atau polyglycol pada suhu ruang atau lebih dingin. Mikrokapsul yang
diperoleh disaring dan dikeringkan dengan pengeringan beku (freeze drying).
Zilberboim etal. (1986) telah menggunakan proses ini untuk mengenkapsulasi
oleoresin paprika dan beberapa ester dengan gum arab.
B. Pengolahan atau Pengawetan Pangan dengan Iradiasi
1. Definisi
Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang
menerapkan gelombang elektromagnetik, dengan energi ionisasi yang akan
mengakibatkan perubahan kimiia yang berpengaruh terhadap proses metabolism
dasar dari jaringan itu sendiri.
2.

Tujuan iradiasi
Untuk mengurangi kehilangkan akibat kerusakan dan pembusukan, serta

membasmi mikroba dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa


makanan dengan mekanisme menghancurkan mikroorganisme penyebab kerusakan,

mengianktifkan mikroorganisme penyebab penyakit, menghambat proses pematangan


dan menghancurkan serangga.
3.

Teknik iradiasi
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan

adalah radiasi elektromagnetik yaitu raidasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi
sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang
dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion
adalah radiasi partikel , , dan gelombang elektromagnetik . Apabila suatu zat
dilalui radiasi pengion, energy yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan ion.
Energy yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energy yang
diserap oleh tumbukan radiasi dengan partikel bahan pangan akan menyebabkan
eksitasi dan ionisasi beribu atom dalam lintasannya yang akan terjadi dalam waktu
kurang dari 0,001 detik.
4.

Sumber iradiasi

FAO, WHO memberi batasan penggunaan energy radiasi :


1. Sinar gama dari radionukleotida 60Co dan 137Cs
2. Sinar X dengan dosis rendah maksimal 5 Mev
3. Electron dengan dosis rendah maksimal 10 Mev
1 Mev = 1,602 X 10-13 joule
Jenis radiasi pengion bias dari berbagai macam : sinar gamma dari nnukleotida Co 60
atau Cs 137, sinar X maupun dari elektron.
Dua jenis radiasi pengiom yang umum digunakan untuk pengawetan makanan
adalah sinar gamma yang dilancarkan oleh radio nuklida 60Co dan 137Cs (caesium-37)
dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis
radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan. Perbedaan yang
sama terhadap makanan. Perbedaan keduanya adalah pada daya tembusnya. Sinar
gamma mengeluarkan energi sebesar 1 Mev untuk dapat menembus air dengan
kedalamn 20-30 cm, sedangkan berkas elektron mengeluarkan energy sebesar 10 Mev
untuk dapat menembus sedalam 3,5 cm.
Suatu persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam proses pengolahan
pangan dengan iradiasi adalah energy yang digunakan tidak boleh menyebabkan
9

terbentuknya senawa radioaktif pada bahan pangan. Sampai saat ini sumber iradiasi
yang banyak digunakan adalah 60Co dan 137Cs.
5.

Dosis iradiasi

Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan


Tujuan
Dosis rendah (s/d 1KGy)
Pencegahan pertunasan

Dosis (kGy)
0,05-0,15

Produk
Kentang, bawang putih,
bawang bombay, jahe.

Pembasmian serangga dan

0,15-0,50

parasit

Serealia, kacang-kacangan,
buah segar dan kering.

Perlambatan proses

0,50-1,00

Buah dan sayur segar.

Perpanjangan masa simpan

1,00-3,00

Ikan, arbei segar

Pembasmian

1,00-7,00

Hasil laut segar dan beku,

Fisiologis
Dosis sedang ( 1-10 kGy )

mikroorganisme perusak
dan pathogen

daging unggas segar/beku


2,00-7,00

Perbaikan sifat teknologi

Anggur (meningkatkan
sari), sayuran kering
(mengurangi waktu
pemaskan)

Dosis tinggi 1 (10-50 kGy)


Pensterilan industri
Pensterilan bahan

Daging, daging unggas,


10-50

tambahan makanan tertentu

hasil laut, makanan siap


hiding , makanan steril

dan komponennya
Target iradiasi ada 3 kelompok :
1. Kelompok I ( Dosis rendah sampai 1 kGy )
Untuk menghambat perkecambahan, membunuh serangga.
2. Kelompok II ( Dosis 1-10 kGy )
Untuk memperpanjang umur simpan bahan makanan segar, membunuh
mikroorganisme pathogen, memperbaiki bahan pangan sehingga mudah untuk
diolah lebih lanjut.
10

3. Kelompok III
Usaha untuk sterilisasi komersial terhadap makana kering dan untuk
dekontaminasi dari beberapa makanan yang mengalami pemanasan dan
pengalengan.
Dosis yang digunakan secara umum adalah ;
1. 0,15- kGy 0,30 kGy
Untuk membasmi serangga.
2. 0,25 kGy 0,50 kGy
Sebagai fumigan kimia untuk disinfeksi sperti padi-padian.
3. 0,15 kGy
Disinfeksi ikan kering dan curing ikan, rempah-rempah, dan bahan baku
obat tradisional.
4. 0,1 kGy
Penghambatan pertunasan pada bawang merah, umbi kentang, bawang
putih.
5. 1,0 kGy
Untuk menghambat pemasakan pada pisang, strawberi, mangga papaya,
6.

jamur.
Prinsip iradiasi pangan
Skema proses pengolahan bahan pangan dengan iradiasi
Sinar X, gamma, berkas elektron
Sumber Iradiasi

Bahan Pangan

Eksitasi, ionisasi dan

Efek fisik, kimia dan

Pertumbuhan sel bahan terhambat


Mikroorganisme pathogen dan pembusuk mati
Perubahan warna,11
aroma dan tekstur bahan
Perubahan nilai nutrisi

Penjelasan skema :
Terlihat bahwa sumber iradiasi (sinar X, gamma dan berkas elektron)
mengenai bahan pangan. Apabila hal ini terjadi maka akan menimbulkan eksitasi,
ionisasi dan perubahan komponen yang ada pada bahan pangan tersebut. Apabila
perubahan terjadi pada sel hidup, maka akan menghambat sintesis DNA yang
menyebabkan proses terganggu dan terjadi efek biologis. Efek inilah yang digunakan
sebagai dasar untuk menghambat tumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan.
Apabila jaringan hidup di iradiasi maka energi ionisasi akan mengakibatkan
perubahan kimia yang berpengaruh terhadapt proses metabolisme dari jaringan
tersebut.
7.

Pemakaian iradiasi
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan. Peraturan

tentang iradiasi pangan adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No.826 tahun 1987
dan No. 152 tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan
acuan dalam penyusunan Undang-Undang Pangan No.7 tahun 1996.
C. Pengolahan Atau Pengawetan Pangan Dengan Emulsi
1. Pengertian
Emulsi adalah campuran dua zat yang saling melarut, salah satu zat cair
ituterdispersi (fase terdispersi) dalam zat cair lain (fase kontinyu) dalam bentuk butirbutir yang sangat halus, emulsi adalah termodinasmis tidak stabil karena kontak yang
kurang baik antara minyak dan molekul air (Friberg, 1997), dan sebagai akibat
struktur fisik mereka yang akan cenderung berubah dari waktu kewaktu oleh berbagai
mekanisme (misalnya, creaming, flokulasi, dan peleburan) .
2. Fungsi emulsi
Fungsi emulsi yaitu untuk membuat bahan olahan pangan seperti mentega,
santan kelapa, mayonnaise, french dressing, cheese cream, kuning telur, serta susu.
Emulsi juga digunakan untuk membuat kue atau roti stabil dalam oven, mengurangi
12

waktu pengadukan, dan membuat roti lebih halus. Selain itu, emulsi juga berguna
untuk membersihkan minyak dari alat-alat rumah tangga dan pakaian.
3. Jenis emulsi
Berdasarkan fase terdispersinya, dikenal dua jenis emulsi yaitu:
a. Emulsi tipe (o/w) : emulsi minyak dalam air, yaitu

bila

fase

minyak didispersikan sebagai bulatan-bulatan ke seluruh fase kontinu air.


Emulsi obat untuk pemberian oral biasanya bertipe o/w dan membutuhkan zat
pengemulsi (emulgator) o/w. Contoh: zat-zat yang bersifat nonionic, akasia
(gom), tragacanth,gelatin.
b. Emulsi tipe (w/o) : emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase minyak
bertindak sebagai fase kontinu. Emulsi farmasi w/o digunakan hampir untuk
semua penggunaan luar. Emulgator yang digunakan: sabun-sabun polivalen
(kalsiumpalmitat), span, kolesterol, tween. Komponen-komponen yang
terdistribusi di dalam sebuah emulsi, dinyatakan sebagai fase terdispersi atau
fase terbuka. Komponen-komponen yang mengandung cairan disperse
dinyatakan sebagai bahan pendispersi atau fase luaratau tertutup. Umumnya
untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu faseketiga atau bagian ketiga
dari emulsi, yaitu zat pengemulsi (emulsifier). Stabilitas emulsi adalah sifat
emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur darifase terdispersi
yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Beberapa bahan yang dapat
berfungsi sebagai emulsifier yaitu: kuning telur, putih telur, gelatin, pektin,
pasta kanji, kasein, albumin, atau beberapa tepung yang sangat halus seperti
tepung paprika atau mustard. Emulsi dapat terjadi secara permanen dan
temporer. Emulsi Permanen merupakan bahan yang mampu membentuk
selaput atau film di sekeliling butiranyang terdispersi sehingga mencegah
bersatunya kembali butir-butir tersebut. Emulsi temporer terjadi misalnya
pada suatu minyak dan air yang dikocok bersama-sama, akan terbentuk butirbutir lemak dan kemudian terbentuk suatu emulsi, tetapi apabila dibiarkan
partikel-partikel minyak akan bergabung lagi dan memisahkan diri dari
molekul air. Contoh emulsi temporer adalah frenchdressing.
Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan
13

tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang


terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan
permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur kimia
yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Daya kerja emulsifier
mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (nonpolar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif
bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan
perilakunya dalam pengemulsian. Emulsifier apabila lebih terikat pada air atau lebih
larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam
air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), misalnya pada susu. Emulsifier
yang lebih larut dalam minyak (nonpolar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam
minyak (w/o), contohnya pada mentega dan margarine.
Secara umum Emulsifier dibedakan menjadi emulsifier alami danemulsifier
buatan. Pengemulsi alami dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam, misalnya
telur (kuning telur dan putih telur), kedelai, tepung kanji, susu bubuk.Telur
mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel.
Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut
bekerja dengan baik. Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang
bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan
emulsifier yang paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak,
tetapi yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam
bentuk kompleks sebagai lesitin protein. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang
cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut
lesitin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan
pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan. Sebagai contoh,
lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap
menyatu. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan.
Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagusehingga
penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier tepung kanji dapat
menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi, selain itu juga menghasilkan
14

butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat terdispersi. Susu bubuk
selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi
suatu bahan pangan yang sangat bagus. Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari
segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan
susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air
(polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air dan
menyebabkanterjadinya emulsi minyak dalam air.
Di samping Emulsifier alami telah dibuat Emulsifier buatan yang terdiri dari
monogliserida, misalnya gliseril monostearat. Radikal asam stearate merupakan
gugus nonpolar, sedangkan bagian sisa dari molekul, terutama dua gugus hidroksil
dan gliserol, merupakan gugus yang polar. Sabun juga merupakan emulsifier yang
terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat menurunkan tegangan
permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air dengan jalan mengemulsi
mengemulsi lemak yang ada. Contoh lain emulsifier buatan yaitu ester dari asam
lemak sorbitan yang dikenal sebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam
minyak, dan ester dari polioksietilena sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal
sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak dari air.
Pada kue-kue, penggunaan SPANS membentuk serta memperbaiki teksturdan
volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau mencegah kekeringan,
sehingga kue tetap lunak. Jenis emulsifier lain seperti gliseril laktopalmitat, merupakan
emulsifier yang banyak di gunakan dalam pembuatan cakes mixes. CMC (carboxyl methyl
cellulose) banyak digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan salad dressing
French Dressing merupakan salah satu jenis salad Dressing yang berbentuk
bahan pangan cair yang di buat dari minyak nabati tidak kurang dari 35% berat, cuka
atau lemon juice, lada dan mustard, dengan garam dan gula secukupnya. Sebelum di tuang
pada sayuran-sayuran mentah, French Dressing perlu dikocok terlebih dahulu agar
minyak dan cuka bercampur dengan baik. Lada dan mustard bertindak sebagai
emulsifier. Keuntungan menggunakan emulsifier adalah lebih ekonomis bahan telur
bisa dikurangi adonan tetap stabil meski lama belum bisa dimasukkan ke dalam oven.
Pengocokan bisa dilakukan dalam waktu singkat namun cepat mengembang.
Membuat cake lebih halus.
15

Kerugiannya adalah jika penggunaan emulsifier terlalubanyak akan menyebabkan


kue menjadi kurang enak rasanya .Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi
adalah Tegangan antar muka rendah, Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan
antarmuka, Tolakkan listrik double layer, Relatifitas phase pendispersi kecil,
Viskositas tinggi.
D. Pengolahan Atau Pengawetan Pangan Dengan Instan
Makanan siap saji disebut juga makanan instan, yaitu jenis makanan yang
dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana, bentuk pangan
tanpa air, tetapi mudah ditambahkan air dingin/air panas, mudah larut dansiap santap.
Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan
teknologi tinggi sehingga aman (safe), bergizi tinggi, bermanfaat khusus bagi
kesehatan, praktis (convenience), dan alami (slow food).
Instan menjadi sebutan yang populer karena makanan atau minumantersebut
cepat disajikan dan dinikmati, yaitu cukup dengan menyeduhnya dengan air saja.
Makanan instan kian hari banyak diminati karena selain praktis juga berkhasiat bagi
kesehatan. Sehat adalah berfungsinya organ tubuh secara fisiologis normal. Dalam
konsumsi pangan konsumen tidak hanya menilai dari cita rasa dan nilai gizinya tetapi
juga mempertimbangkan pengaruh pangan terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh,
atau menurunkan efek negatif suatu penyakit, dan kalau memungkinkan
menyembuhkan penyakit.
Makanan instan telah banyak beredar di pasar, baik dalam kemasan
besarmaupun kecil. Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan
agarkualitas makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, danmemudahkan
transportasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan
adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan
ekonomis. Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam
(pembungkus mie instant dan nugget), PVC (polyvinylclorida untuk pembungkus
kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk). Syarat suatu
bahan pangan dapat dikatakan makanan atau minuman instan apabila memenuhi
kriteria seperti, agromerat/granul mudah larut dan didispersikan dalam media air,
16

bahan hidrofobik, dibuat agar afinitas terhadap air besar, tidak ada lapisan gel yang
tidak permiabel terhadap air, mempunyai proses pembasahan yang baik (segera turun
atau tenggelam tanpa menggumpal), dan mudah terdispersi ke dalam air (tidak
mengendap). Keunggulan produk instan adalah mempermudah penyimpanan dan
transportasi peningkatan mutu karena hilangnya air, dan praktis disantap karena
mudah penanganannya.
Terdapat beberapa jenis Proses Instanisasi, yaitu proses mekanis, dengan cara
memberikan perlakuan mekanis khusus pada permukaannya pelembaban, pengadukan, dan
pemanasan. Dan cara Aditif memberikan zat aditif (lesitin) yang berfungsi sebagai
pembasah, pendispersi dan anti endap. Sifat keunggulan lesitin adalah pengaruh
pembasahannya besar, sifat pendispersi yang baik, sifat anti endap baik,
aggromeratnya

tidak

terlalu

besar/kecil,

mudah

melepas

partikel

(mengembang/mekar), dan aman sebagai aditif pangan. Proses penggabungan aditif


dengan pangan adalah penggabungan produk dengan aditif (membentuk pasta
homogeny), pencampuran sesempurna mungkin, penyemprotan aditif penginstan,
pelarutan aditif dan penyemprotan, dibuat larut dengan produk (lalu disemprot
kering), penyemprotan dispersi aditif berair, dan penyemprotan campuran dispersi
bubuk dan aditif berair. Proses instanisasi tergantung dari jenis bahan pembut, jenis
aditif. Proses Instanisasi yang baik adalah penggabungan antara mekanis dan aditif.

17

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara
baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai
pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai
cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan
terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Pengolahan atau pengawetan pangan
dapat dilakukan dengan cara enkapsulasi, irradiasi, emulsi dan instan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni Herlani.2008.Teknologi Pengawetan Pangan.Alfabeta:Bandung
Tersedia

pada:

https://www.scribd.com/doc/208545767/Teknologi-Pengolahan-

Enkapsulasi. Diakses pada: 10 Maret 2015


Tersedia pada: https://anthosusantho.wordpress.com/2012/04/25/mikroenkapsulasi-2/.
Diakses pada: 10 Maret 2015
Tersedia

pada:

https://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahan-dan-

pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya/ Diakses pada: 10 Maret


2015
Tersedia

pada:

http://sehatceriaavail.blogspot.com/2012/01/pengawetan-dengan-

teknik-iradiasi.html. Diakses pada: 10 Maret 2015


Tersedia pada : https://www.scribd.com/doc/91710939/makalah-itp. Diakses pada: 12
Maret 2015
Tersedia pada : https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/teknologi-pengolahanatsiri/sutrisno-koswara/. Diakses pada: 12 Maret 2015

19

Anda mungkin juga menyukai