Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Campak merupakan penyakit menular akut dari saluran pernafasan yang
disebabkan oleh virus, dan ditandai dengan 4 stadium, yaitu : stadium inkubasi,
stadium prodromal, stadium erupsi, dan stadium konvalesens. Campak merupakan
penyakit dengan insidensi yang tinggi pada anak dapat berakibat serius bahkan
fatal, serta ditemukan endemis di sebagian besar dunia. Penyakit ini menular
dengan cepat pada populasi yang belum memiliki imunitas terhadap campak. Pada
tahun 1970, terjadi wabah campak di pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di
antara 12.107 kasus) dan pulau Bangka (65 kematian di antara 407 kasus).
Kematian pada penyakit campak biasanya diakibatkan oleh komplikasi, seperti
pneumonia dan ensefalitis. Sampai sekarang wabah dan kejadian luar biasa
campak masih sering terjadi di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan
angka kematian cukup tinggi. Cara yang paling efektif untuk mencegah dan
memberantas penyakit campak adalah melalui vaksinasi, yang merupakan kendala
di beberapa daerah terutama pedesaan dimana akses pelayanan kesehatan,
khususnya program imunisasi masih terbatas1.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Usia puncak insidens penyakit ini adalah umur 5-10
tahun, di negara yang belum berkembang insidens tertinggi pada umur 2 tahun.
Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah
dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang
lemah. Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus
pertahun.
Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan
terutama karena akses pelayanan kesehatan yang sulit, khususnya dalam program
imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi terjadi wabah dengan angka
kematian yang tinggi. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah
rawan dan sumber kejadian luar biasa terhadap penyakit yang sangat menular
seperti campak1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Campak merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dan
secara khas terdiri dari empat stadium, yaitu stadium inkubasi, stadium
prodromal, erupsi, dan konvalesens2.
Penyakit ini umumnya menyerang anak dan sangat mudah menular.
Seseorang yang menderita campak dapat menularkan pada 90% orang yang belum
mendapat imunisasi apabila kontak dengannya3. Manusia merupakan satu-satunya
reservoir untuk4.
Campak (measles, Ing.) disebut juga rubeola ( nama ilmiah ). Nama lainnya
yaitu : hard measles, red measles, seven-day measles, eight-day measles, nine-day
measles, 10-day measles, dan morbili. Penyakit ini sering salah diartikan dengan
rubella, yang merupakan nama ilmiah dari campak Jerman, yang disebabkan oleh
virus yang berbeda5.
2.2 ETIOLOGI
Campak disebabkan oleh Morbilivirus, salah satu virus RNA dari
familiParamyxoviridae1.
Virus berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang
mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nukleoprotein
darimyxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein
yang berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin1.
Pada temperatur kamar virus campak kehilangan 60% sifat infeksifitasnya
selama 3-5 hari, pada 37C waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56C hanya satu
jam. Pada media protein ia dapat hidup dengan suhu -70C selama 5,5 tahun,
sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6C dapat hidup selama 5
bulan. Virus tidak aktif pada PH asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri dari
lemak maka ia termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu
kamar dapat mati dalam 20% ether selama 10 menit dan 50% aseton dalam 30
menit. Dalam 1/4000 formalin menjadi tidak efektif selama 5 hari, tetapi tidak
kehilangan antigenitasnya. Tripsin mempercepat hilangnya potensi antigenik1.
Infeksi dengan virus campak merangsang pembetukkan neutralizing
antibody, complement fixing antibody, dan haemagglutinine inhibition
antibody.Imunoglobulin kelas IgM dan IgG muncul bersama-sama diperkirakan
12 hari setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi sekitar 21 hari. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya
terukur, sehingga IgG menunjukkan bahwa pernah terkena infeksi walaupun
sudah lama. Antibodi protektif dapat terbentuk dengan penyuntikkan antigen
hemagglutinin murni1.

2.3 PATOGENESIS
Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak4. Penularan
campak terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa
hidung/faring. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan
jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening
lokal. Virus kemudian bermultiplikasi dengan sangat perlahan dan disitu mulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular (RES) seperti limpa, dimana virus
menyerang limfosit. Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu yang
membantu penyebaran ke seluruh tubuh4. 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus
infeksi terbentuk yaitu ketika ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah
(viremia primer) dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus. Pada hari 9-10 fokus infeksi yang
berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami nekrosis pada satu
sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke
dalam pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis
dari sistem pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai
selaput konjungtiva yang tampak merah.
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada stadium prodromal terdapat hiperplasia jaringan limfe. Distribusi yang
luas dari giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat
fusi-fusi sel dan inklusi intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh
tubuh (limfoid, tonsil, terutama appendix). Keadaan tersebut terjadi selama masa
inkubasi, biasanya 9-11 hari4. Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi proses
peradangan epitel saluran pernafasan, konjungtiva dan kulit yang mana terbentuk
eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel
polimorfonukleus di sekitar kapiler. Respon imun ini diikuti dengan manifestasi
klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke
seluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis1. Ruam pada kulit
terjadi sebagai akibat respon delayed hypersensitivityterhadap antigen virus,
sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang terinfeksi virus dalam pembuluh
darah kecil dan berlangsung sekitar 1 minggu. Kejadian ini tidak tampak pada
kasus yang mengalami defisit sel T 4. Pada kulit, reaksi terutama terjadi di sekitar
kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut 7.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


A. Fase Inkubasi
Berlangsung 10-12 hari, pada fase ini pasien tidak menunjukkan gejala.
B. Fase Prodormal
Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis campak yaitu bercak koplik, conjungtivitis,
coryza, dan cough (tanda 3C), disertai demam ringan sampai sedang. Bercak
koplik adalah bintik-bintik berwarna putih kelabu, berukuran sebesar butir pasir
dikelilingi areola berwarna kemerahan, kadang-kadang bercak tersebut bersifat
hemoragis. Selain itu cenderung timbul berhadapan dengan gigi molar bawah,
tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan mukosa pipi.
Meski jarang, bercak dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah,
langit-langit dan karunkula lakrimalis. Bercak koplik terdiri atas eksudat serosa
dan proliferasi sel-sel endotel, serupa dengan yang terdapat pada lesi-lesi kulit.
Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam.
Ketika menghilang pada mukosa penderita masih ditemukan bercak diskolorisasi
mukosa kemerahan7.
Kelenjar limfe pada sudut rahang dan daerah servikal posterior sering
mengalami pembesaran disertai splenomegali ringan. Limfadenopati mesenterik
menyebabkan timbulnya rasa nyeri abdomen. Perubahan patologis campak yang
khas pada lapisan mukosa usus buntu mengakibatkan penyumbatan lumen disusul
munculnya gejala apendisitis. Perubahan ini cenderung mereda dengan
menghilangnya bercak koplik7.
C. Fase Erupsi
Ruam makulopapular muncul 14 hari setelah awal infeksi dan pada saat itu
antibodi humoral dapat dideteksi. Ruamruam kulit biasanya mulai sebagai
makula tidak tegas, terdapat pada bagian samping atas leher penderita, di belakang
telinga, sepanjang batas rambut dan pada bagian belakang pipi. Setiap lesi
berubah menjadi makulopapular bersamaan dengan penyebaran cepat ruam kulit
di seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada dalam waktu kurang
lebih 24 jam pertama, disertai panas tinggi. Dalam 24 jam berikutnya, lesi-lesi
menyebar menutupi punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha. Proses
menghilangnya ruam kulit berlangsung dari atas ke bawah dengan urutan sesuai
proses pemunculannya. Lesi pada wajah mulai menghilang pada hari ke 2-3, yaitu
pada saat lesi mencapai kaki. Derajat penyakit berhubungan langsung dengan luas
dan penyatuan ruam-ruam tersebut7.
D. Fase Konvalesens
Pada fase akhir, ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang
deskuamasi, gejala-gejala lainnya menghilang.

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan konjungtivitis disertai batuk dan demam tinggi
pada beberapa hari serta diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu
diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke ke muka, dada, tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan deskuamasi. Jadi diagnosis campak dapat
ditegakkan secara klinis1.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Jumlah leukosit cenderung menurun disertai limfositosis relatif 7.
2. Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil
dari pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam
kulit (terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang
memadai untuk isolasi virus. Selama stadium prodromal, dapat terlihat sel
raksasa berinti banyak pada hapusan mukosa hidung7.
3. Serologis: konfirmasi serologi campak berdasarkan pada kenaikan empat kali
titer antibodi antara sera fase akut dan fase penyembuhan atau pada
penampakkan antibodi IgM spesifik campak antara 1-2 minggu setelah onset
ruam kulit. Bagian utama dari respon imun ditujukan langsung pada protein
NP. Hanya pada kasus campak yang tidak khas, yang pasti bereaksi terhadap
protein M yang ada4.
2.8 KOMPLIKASI
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai
dengan distres pernafasan, sesak, sianosis, dan stridor. Ketika demam
menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang1.
2. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah komplikasi campak yang sering dijumpai
(75,2%). yang sering disebabkan invasi bakteri sekunder, terutama
Pneumokokus, Stafilokokus, dan Hemophilus influenza7. Pneumonia terjadi
pada sekitar 6% dari kasus campak dan merupakan penyebab kematian
paling sering pada penyakit campak1.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam saat ruam keluar1.
4. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi,
biasanya terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil

pada periode pra-erupsi. Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000.


Diduga jika ensefalitis terjadi pada waktu awal penyakit maka invasi virus
memainkan peranan besar, sedangkan ensefalitis yang timbul kemudian
menggambarkan suatu reaksi imunologis. Gejala ensefalitis dapat berupa
kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan
cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel
mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batas
normal1.
5. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE (Dawsons disease) merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten,
suatu penyulit lambat yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin
meluas, kejadian SSPE menjadi sangat jarang. Kemungkinan untuk
menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah campak adalah 0,6-2,2
per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun1.
Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel
otak yang terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus
cacat karena kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali
adalah protein matrix. Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam sel
otak pasien dengan SSPE menandakan kegagalan sistem imun untuk
membersihkan infeksi virus4.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan
penurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti
oleh inkoordinasi motorik, dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik.
Selanjutnya pasien menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk,
ketidakmampuan berjalan, kegagalan berbicara dengan komprehensi yang
buruk, dysphagia, dapat juga terjadi kebutaan. Pada tahap akhir dari
penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma. Aktivitas elektrik di otak
pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama sakit yang khas
untuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari fungsi
sistem saraf pusat. Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat (1: 1280)11.
6. Otitis media
Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang
telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika
terjadi invasi bakteri menjadi otitis media purulenta1.
7. Enteritis dan diare persisten
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus. Diare persisten bersifat protein losing enteropathy sehingga
dapat memperburuk status gizi1.
8. Konjungtivitis
Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi
dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus
campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari

pertama sakit. Konjungtivitis diperburuk dengan terjadinya hipopion dan


pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan kebutaan.
9. Miokarditis
10. Hemorrhagic (black) measles
11. Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB
12. Trombositopenia.
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Ruam kulit pada campak harus dibedakan dari eksantema subitum, rubela,
mononukleosis infeksiosa, meningokoksemia, demam skarlatina, penyakit
riketsia, penyakit serum dan ruam kulit akibat obat, dan lain-lain7.
1. Rubella ( Campak German)

Tidak diawali suatu masa prodromal yang


spesifik. Remaja dan dewasa muda dapat
menunjukkan gejala demam ringan serta lemas
dalam 1-4 hari sebelum timbulnya kemerahan.
Pembesaran kelenjar getah bening khususnya
pada daerah belakang telinga dan oksipital
sangat menunjang diagnosis rubella.
2. Eksantema Subitum
Gejala demam tinggi selama 3-4 hari disertai
iritabilitas biasanya terjadi sebelum timbulnya
kemerahan pada kulit dan diikuti dengan
penurunan demam secara drastis menjadi
normal.
3. Demam Skarlatina
Kelainan kulit pada demam skarlatina
biasanya timbul dalam 12 jam pertama
sesudah demam, batuk dan muntah. Gejala
prodromal ini dapat berlangsung selama 2
hari. Lidah berwarna merah stroberi serta
tonsilitis eksudativa atau membranosa.
4. Steven-Johnson, drug eruption Tidak memiliki gejala prodromal
5. Penyakit Kawasaki
Demam tidak spesifik disertai nyeri
tenggorokan sering mendahului kemerahan
pada penyakit ini selama 2-5 hari. Sering juga
ditemui konjungtivitis bilateral.
6. Infeksi virus lain
Demam biasanya tidak tinggi, menghilang saat
timbulnya
kemerahan.
Pada
infeksi Coxsackie kadang-kadang
terjadi
bersamaan dengan kemerahan.
7. Meningococcemia
Kemerahan pada kulit 24 jam pertama.
Gejala : demam, muntah, kelemahan umum,
gelisah, dan kemungkinan adanya kaku kuduk.
8. Penyakit Rikets
Erupsi papulovesikular secara menyeluruh,
biasanya tidak mengenai wajah, sering

didahului oleh adanya gejala seperti influenza.


Sakit kepala lebih menonjol.
9. Staphylococcal toxic shock syn. Demam tinggi, nyeri kepala, batuk, muntah
serta diare, dan renjatan sering mendahului
atau juga bersamaan dengan keluarnya
kelainan kulit
2.10 TATALAKSANA
Supportif :
o Memperbaiki keadaan umum
o Istirahat cukup
o Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi (cukup cairan dan kalori)
o Perawatan kulit dan mata
o Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi
Simptomatik :
o Antipiretik, antitutif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.
Antibiotik bila ada infeksi bakteri sekunder.
Vitamin A dosis tinggi (rekomendasi WHO dan UNICEF)
Usia 6 bln-1 thn : 100.000 unit dosis tunggal p.o
Usia >1 thn : 200.000 unit dosis tunggal p.o
Dosis tersebut diulangi pada hari ke-2 dan 4 minggu kemudian bila telah
didapat tanda defisiensi vitamin A. Apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500
IU tiap hari2.
2.11 PROGNOSIS
Biasanya campak sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada
penyulit infeksi sekunder/malnutrisi berat, maka penyakit menjadi berat.
Kematian disebabkan karena penyulit (pneumonia dan ensefalitis)2.
2.12 PENCEGAHAN
1. Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada
bayi berumur 9 bulan atau lebih. Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam
vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus campak hidup yang
dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal dari virus
campak yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur dengan garam
alumunium). Namun sejak tahun 1967, vaksin yang berasal dari virus
campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena efek
proteksinya
hanya
bersifat
sementara
dan
dapat
1
menimbulkan gejala atypical measles yang hebat . Vaksin yang berasal dari
virus campak yang dilemahkan berkembang dari Edmonstone strain menjadi
strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain Moraten (1968). Dosis
baku minimal pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 0,5 ml,

secara subkutan, namun dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular


mempunyai efektivitas yang sama.
Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan
parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio
vaksin dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa
kombinasi tersebut pada umumnya aman dan tetap efektif 2.
2. Imunisasi pasif
Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma
globulin) dengan dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam
waktu 5 hari sesudah terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang
sempurna diindikasikan untuk bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan
para kontak di bangsal rumah sakit serta institusi penampungan anak.
Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah antibodi yang diberikan
harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan yang
diharapkan7.
Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau
gelatin, kehamilan, imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor
padat, imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang,
infeksi HIV dengan imunosupresi berat2.

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular dengan tingkat
insidensi yang tinggi pada anak-anak. Penularan yang cepat, terutama pada
kelompok dengan daya tahan imun rendah, kepadatan yang tinggi, serta
kurangnya akses pelayanan kesehatan dan pelaksanaan vaksinasi, terutama di
daerah pedesaaan. Kematian pada campak sering kali disebabkan oleh
komplikasi-komplikasinya, seperti pneumonia dan ensefalitis. Penyakit ini dapat
dicegah melalui vaksinasi, karena vaksin campak telah terbukti efektif
menurunkan insidensi penyakit.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo Soedarmo,
Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI : Jakarta. p 125-136.
2. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,. Morbili
(Campak, Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda Melinda D.
Nataprawira.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III.
2005. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD : Bandung. p 234-236.
3. Mayo
Clinic.
Measles.
2007. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/measles.html. 10 April 2014
4. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran.
Edisi I. Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta
5. HOOKER, EDMOND., STPPLER, MELISSA CONRAD. MEASLES
(RUBEOLA).
2008WWW.MEDICINENET.COM/MEASLES_RUBEOLA/ARTICLE.HTM.
10 MARET 2008
6. Wikipedia. Measles. 2008. (http://en.wikipedia.org/wiki/measles.htm) 10 April
2014
7. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993. EGC :
Jakarta. p 198- 203.
8. STANFORDEDUCATION.
PARAMYXOVIRUS.
2005.
(HTTP://WWW.STANFORD.EDU/GROUP/VIRUS/PARAMYXO/2005 10
APRIL 2014
9. Visual Health.Rubeola. 2008.
(http://www.visualdxhealth.com/child/rubeolaMeasles.htmt) 10 April 2014
10. CENTERS FOR DISEASE CONTROL AND PREVENTION. WHAT
WOULD
HAPPEN
IF
WE
STOPPED
VACCINATIONS?.
2007.HTTP://WWW.CDC.GOV/VACCINES/VAC-GEN/SIDEEFFECTS.HTM#MMR 10 APRIL 2014
11. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Subacute Sclerosing
Panencephalitis.2007.http://www.ninds.nih.gov/disorders/subacute_panenceph
alitis/subacute_panencephalitis.htm. 10 April 2014

11

Anda mungkin juga menyukai