Anda di halaman 1dari 2

Analisis Dinamika Percampuran Massa Air dari hasil pengukuran

menggunakan LADCP di lintasan Arlindo


Oleh : Isnaini Prihatiningsih
Indonesia memiliki perairan yang kompleks karena adanya monsun dan topografi
perairannya sangat beragam. Hal ini memungkinkan adanya interaksi antara proses fisik
laut dan amosfer yang mempengaruhi sifat-sifat massa air Perairan Indonesia dan iklim
global. Di Perairan Indonesia mengalir dua system arus utama, yaitu Arus Monsun
Indonesia (Armondo) dan Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Aliran massa air dari
Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang melintasi Perairan Indonesia dikenal
dengan nama Arlindo. Aliran massa air ini terjadi akibat perbedaan tinggi paras laut di
Samudera Pasifik yang lebih tinggi daripada Samudera Hindia sehingga menyebabkan
adanya perbedaan gradient tekanan horizontal (Wyrtki 1987). Armondo disebabkan
karena pengaruh angina monsun yang dalam satu tahun terjadi dua kali pembalikan arah
yang disebut angin Musim Barat dan angin Musim Timur.
Arus Lintas Indonesia (Arlindo) membawa massa air Samudra Pasifik memasuki
perairan Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur barat dan jalur timur. Pada jalur barat,
massa air masuk melalui Laut Sulawesi, lalu diteruskan ke Selat Makassar, Laut Flores
dan Laut Banda. Jalur ini dikenal sebagai jalur transpor utama Arlindo. Pada jalur timur,
massa air masuk melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera, lalu diteruskan ke Laut Banda
dan Selat Ombai (Mayer dan Damm 2012; Susanto et al. 2012).
Wyrtki (1961) mengatakan bahwa dalam mempelajari massa air suatu perairan
sangat dibutuhkan data suhu, salinitas, dan kandungan oksigen terlarut. King (1963)
mendefinisikan massa air sebagai badan air yang relatif homogen dan dapat digambarkan
dengan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang terpenting untuk dapat
menggambarkan karakteristik massa air adalah suhu, salinitas, dan densitas yang dapat
diperoleh dari nilai suhu dan salinitas. Massa air memiliki karakteristik sesuai dengan
daerah asalnya. Massa air yang terbentuk di perairan ekuator adalah hangat dengan
salinitas yang relatif rendah dan massa air yang terbentuk di perairan subtropik adalah
hangat dengan salinitas yang relatif rendah. Massa air perairan Indonesia lebih banyak
diisi oleh massa air yang berasal dari Samudera Pasifik, baik dari Samudera Pasifik Utara
maupun massa air Samudera Pasifik Selatan.
Massa air dapat dikenali berdasarkan karakteristik kombinasi dari sifat- sifat massa
air tersebut. Di seluruh perairan laut dunia, suhu dan salinitas suatu massa air bersifat
khas baik secara horizontal maupun vertikal. Saat massa air tenggelam maka massa air
akan membawa sifat-sifat tersebut bersamanya. Dalam lautan terbuka, beberapa massa
air yang memiliki sifat yang berbeda tersebut bercampur menjadi satu, namun ada
beberapa bagian dari massa air tesebut tetap mempertahankan karakternya terutama suhu
dan salinitas (Cahyaningrum 2009).
Pada umumnya kondisi massa air di perairan Indonesia bagian Timur memiliki jenis
Subtropical Lower Water, Intermediate Water, dan Deep and Bottom Water. Menurut
Kashino et al. (1999) pada lapisan termoklin ada beberapa massa air yang mengalir dari
Belahan Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS) yang kemudian bertemu

di perairan ini, massa air tersebut adalah: (1) Massa Air Tropis Pasifik Utara/North
Pacific Tropical Water (NPTW) mengalir dari Pasifik Utara dengan salinitas maksimum
pada kedalaman sekitar 100-400 m dengan temperatur sekitar 20 oC; (2) Massa Air
Tengah Pasifik Utara/North Pacific Intermediate Water (NPIW) mengalir dari Pasifik
Utara dengan salinitas minimum pada kedalaman sekitar 500-1500 m dengan temperatur
sekitar 10 oC; (3) Massa Air Tropis Pasifik Selatan/South Pacific Tropical Water (SPTW)
mengalir dari Pasifik Selatan dengan salinitas maksimum pada kedalaman sekitar 5001000 m dengan temperatur sekitar 7-16 oC; dan (4) Massa Air Tengah Antartik/ Antartic
Intermediate Water (AAIW) mengalir dari Pasifik Utara dengan salinitas minimum pada
kedalaman sekitar 500 1500 m dengan temperatur sekitar 6 oC (Radjawane dan
Hadipoetranto 2014).

Daftar Pustaka
Cahyaningrum AD. 2009. Karakteristik massa air arlindo di pintasan Timor pada musim
barat dan musim timur [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Kashino Y, Watanabe H, Herunadi B, Aoyama M, and Hartoyo D. 1999. Current
variability at Pacific Entrance of The Indonesian Throughflow. Journal of
Geophysical Research. 104(C5):11.021-11.025.
King CAM. 1963. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company Inc.
New York.
Mayer B and Damm PE. 2012. The Makassar Strait throughflow and its jet. Journal of
Geophysical Research. (117), C07020.
Radjawane IM dan Hadipoetranto PP. 2014. Karateristik massa air di percabangan arus
lintas Indonesia perairan Sangihe Talaud menggunakan data Index Satal 2010. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 6(2):525-536.
Susanto RD, Ffield A, Gordon AL, Adi TR. 2012. Variability of Indonesian throughflow
within Makassar Strait, 20042009. Journal of Geophysical Research. (117),
C09013.
Wyrtki K. 1961. Physical oceanography of the Southeast Asian waters. Naga Report (2).
Scripps Inst. Of Oceanography. The University of California. La Jolla, California.
Wyrtki K. 1987. Indonesian Through Flow and the Associated Pressure Gradient. Journal
of Geophysical Research. 92:12.941-12.946.

Anda mungkin juga menyukai