Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Keperawatan System Saraf Pada Anak Dengan

ENCEPHALITIS

Oleh :
Paska Trisnawaty Saragih
13.030

DosenPembimbing:

Nagoklansimbolon, SST.,M.Kes
Hotmaria, S.kep.Ns

DIII KEPERAWATAN
STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2014/2015

KATA PENGANTAR

Pujidan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatNya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.
Saya juga berterima kasih kepada Ibu Hotmarina selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing saya dalam menyelesaikan tugas Keperawatan Anak dengan judul
Asuhan Keperawatan Sistem Saraf Pada Anak Dengan Encephalitis
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan para
pembaca. Ada pun kekurangan dari makalah ini, saya harapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan makalah selanjutnya. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

Medan, januari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan Penulisan

1
1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis

2.1.1 Defenisi

2.1.2 Etiologi

2.1.3 Patofisiologi

2.1.4 Manifestasi Klinis

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.6 Komplikasi

2.1.7 Penatalaksanaan

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.3 Perencanaan Keperawatan

BAB III PENUTUP

12

3.1 Kesimpulan

12

3.2 Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

13

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di indonesia, penyakit ensefalitis merupakan penyakit yang paling sering dialami anak kecil.
Sebagaimana yang kita tahu Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe
dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksiinfeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit
yang menyebabkan peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah, kepekaan
penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan mengantuk,
kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan kesadaran ,
kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat yang tiba-tiba
dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan encephalitis.

1.2 TUJUAN
1.2.1

Tujuan umum
Agar mahasiswa/i dapat menggambarkan secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak dengan ensefalitis.

1.2. 2

Tujuan khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan ensefalitis


b. Menentukan masalah keperawatan pada anak dengan ensefalitis
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada anak dengan ensefalitis
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan pada anak
dengan ensefalitis

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi
Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh
virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.
Encephalitis adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa,
jamur, ricketsia atau virus.

2.1.2 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus
aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut
encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik
dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau
reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:
a.

Infeksi virus yang bersifat endemik


Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine
encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley
encephalitis.

b.

Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma,
Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus
tetapi belum jelas.

c.

Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca


mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang
tidak spesifik. (Robin cit. Hassan, 1997).

2.1.3 Patofisiolog
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a.

Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.

b.

Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan
berkembang biak di organ tersebut.

c.

Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah, iritabel,
perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis
tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis adalah :
a.

Panas badan meningkat.

b.

Sakit kepala.

c.

Muntah-muntah lethargi.

d.

Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.

e.

Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.

f.

Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


a.

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.


Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang
kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.

b.

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat
tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal

otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada
daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.

2.1.6 Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :


a.

Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau cacar.

b.

Susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran

c.

Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap

d.

Defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan


mental sering terjadi.

e.

Komplikasi pada bayi biasanya berupa :


-

Hidrosefalus

Epilepsi

Retardasi mental karena kerusakan SSP berat

2.1.7 Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi
organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral,
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata
laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
a.

Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan
Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

b.

Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan
pemberian oksigen.

c.

Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

d.

Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan
dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga

dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk.
Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
a.

Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

b.

Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

c.

Riwayat penyakit sekarang


Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.

d.

Riwayat penyakit dahulu


Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes,
penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.

e.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll.Bakteri
contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus, E, Coli, dll.

f.

Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat :


1)

Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar
di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)

2)

Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.

3)

Pola Nutrisi dan Metabolisme


Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi

4)

Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak
dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.

5)

Pola tidur dan istirahat


Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak
dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.

6)

Pola Aktivitas
a)

Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx


Ensefalitisgizi buruk mengalami kelemahan.

b)

Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan


gerak dilakukan
latihan positif. Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk
maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena
px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi
ke jantung ,ginjal, mudah terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb
turun,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan

7)

Pola Hubungan Dengan Peran


Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis
kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


a.

Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.

b.

Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.

c.

Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.

d.

Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

e.

Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas.

f.

Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah.

g.

Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan


susunan saraf pusat.

h.

Gangguan rasa nyaman b/d sakit kepala mual.

i.

Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

j.

Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


A.

Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi:

1)

Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau
pengunjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/ : menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber
infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas
atas.

2)

Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.


R/ : Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan
Meningkosamia .

3)

Berikan antibiotika sesuai indikasi


R/ : Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.

B.

Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.


Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi sensorik/motorik.
Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan sakit kepala.
Intervensi :
1)

Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/ : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi
batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.

2)

Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan


normalnya, seperti GCS.
R/ : Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,
penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral

3)

Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang
terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar
R/ : Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan
konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik.
Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral
local atau difus yang menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat
ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah
diastolic(tekanan darah yang melebar)

4)

Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan


R/ : Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya
menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat
menurunkan TIK.

5)

Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)


R/ : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema
serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinyafenomena rebound ketika
menggunakan manitol.

C.

Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum


Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1)

Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur


tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/ : Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak
tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.

2)

Pertahankan tirah baring dalam fase akut.


R/ : Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.

3)

Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/ : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

4)

Abservasi tanda-tanda vital


R/ : Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

D.

Dx 4 :

Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.

Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :


menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi :
1)

Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi

R/ : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat/rileksasi
2)

Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata


R/ : Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya
akan menurunkan nyeri

3)

Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting


R/ : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

4)

Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada
meningitis
R/ : Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

5)

Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan
bahu.
R/ : Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri
atau rasa tidak nyaman tersebut.

6)

Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein


R/ : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik
mungkin merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam
pemeriksaaan neurologis

E.

Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan
oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan
dan fungsi umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.
Intervensi :
1)

Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)


R/ : Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang
minimal(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan
(nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus
(nilai 3); tergantung secara total pada pemberi asuhan(nilai 4).

2)

Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu
perubahan posisi tersebut.

R/ : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau
keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari
daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat terbatas.
3)

Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak


R/ : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis.

4)

Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.


R/ : Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu
meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.

F.

Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat denganKriteria : BB dalam batas
normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi
Intervensi :
1)

Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai


R/ : Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI

2)

Kaji antropometri setiap hari


R/ : Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi

3)

Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin


R/ : Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien

4)

Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan
pedas/terlalu asam
R/ : Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien

5)

Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan


R/ : Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan
mulut dan memudahkan masukan diet

6)

Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan


R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori

G.

Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan


susunan saraf pusat.

H.

Dx`8 : Gangguan rasa nyaman b/d sakit kepala mual.

I.

Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.

J.

Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang


Tujuan : Tidak terjadi kontraktur
Kriteria hasil : Tidak terjadi kekakuan sendi dan dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi :
1)

Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik, terjadi
kekacauan sendi.
R/ : Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu
program perawatan.

2)

Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap


R/ : Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.

3)

Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam


R/ : Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar,
meningkatkan daya pertahanan tubuh .

4)

Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam


R/ : Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat
dilakukan inteR/ensi segera

5)

Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi


R/ : Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Encephalitis adalah adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh
virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan mengantuk,
kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan kesadaran ,
kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat yang tiba-tiba dan
kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan encephalitis.

3.2 Saran
Encephalitis ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan diharapkan kepada penderita agar
peduli terhadap penyakitnya dengan konsultasikan kepada dokter jika terjadi gejala-gejala yang tibatiba sakit kepala, muntah, kepekaan penglihatan pada sinar. Untuk menghindari resiko akibat penyakit
ecephalitis, perlu adanya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan bebas dari virus-virus terutama
virus yang menyebabkan encephalitis.

DAFTAR PUSTAKA

Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005


Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit
EGC.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aesculapius
Ngastiah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai