Anda di halaman 1dari 9

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SELULOSA MIKROKRISTAL

DARI
PELEPAH PINANG (Areca catechu L.)
ABSTRAK
Pelepah pinang (Areca catechu L.) merupakan sumber selulosa,
mengandung selulosa 43%. Derivat selulosa yaitu selulosa mikrokristal
merupakan bahan tambahan yang paling sering digunkanadalam pembuatan tablet
dengan metode cetak langsung. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan
mengkarakterisasi selulosa mikrokristal dari pelepah pinang. Selulosa mikrokristal
pelepah pinang (SMPP) dibuat dengan cara serbuk pelepah pinang dipanaskan
dengan NaOH 4% untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin, diputihkan
dengan NaOCl 2,5%, lalu dipanaskan dengan NaOH 17,5% untuk memperoleh selulosa. Alfa selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan HCl 2,5 N sehingga
diperoleh selulosa mikrokristal dan kemudian dikarakterisasi. SMPP yang
diperoleh sebesar 24,48%. Hasil karakterisasi SMPP meliputi organoleptik
berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 6,0; susut pengeringan 5,07%;
kadar abu total 0,47%; kelarutan zat dalam air 0,03%; bobot jenis nyata 0,46
g/cm3; bobot jenis mampat 0,56 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 g/cm3, indeks
hausner 1,21; indeks kompresibilitas 17,37%; porositas; 67,64%; analisis FT-IR
menunjukkan adanya gugus OH, C-H alkana, OH dari absopsi air dan C-O (ikatan
glikosidik) dan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan
bentuk tidak beraturan dan tekstur permukaan yang tidak rata. Dari hasil
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dibuat dari
pelepah pinang.

Kata kunci : selulosa mikrokristal, pelepah pinang, karakterisasi


PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF MICROCRISTALLINE
CELLULOSE FROM ARECA SHEATH (Areca catechu L.)
ABSTRACT
Areca sheath (Areca catechu L.) is sourse of cellulose, contains 43%
cellulose. Cellulose derivate that microcrystalline cellulose is an excipient which
most common used in the preparation of tablets by direct compression. The
purpose of this research was to prepare and characterization microcrystalline
cellulose from areca sheath (Areca catechu L.) Microcrystalline cellulose areca
sheath (SMPP) was made by areca sheath powder heated with 4% NaOH to
remove hemicellulose and lignin, bleached with 2,5% NaOCl, then heated with
17.5% NaOH to obtain -celulose. Alfa cellulose obtained was hydrolyzed with
2.5 N HCl so obtained microcrystalline cellulose and then characterized. SMPP
obtained was 24.48%. The results of characterization SMPP include organoleptic

white colour, odourless and tasteless; pH 6.0; loss on drying 5.07%; level of total
ash 0.47%; solubility in water 0.03%; bulk density 0.46 g/cm3; tap density 0.56
g/cm3, true density 1.43 g/cm3; hausner index 1.21; compressibility index 17.37%;
porosity 67.64%; analysis of FT-IR showed the presence of OH. Alkane C-H, OH
from absortive water and C-O (glicosidic bond) and analysis of Scanning Electron
Microscopy (SEM) showed irregular shapes and uneven surface texture. From the
result, it can be concluded that microcrystalline cellulose can be prepare from
areca sheath.
Keyword : microcrystalline cellulose, areca sheath, characterization
PENDAHULUAN
Pinang merupakan salah satu
tanaman palma yang terdapat hampir
di seluruh wilayah Indonesia
(Maskromo dan Miftahorrachman
2007).
Tanaman pinang (Areca
catechu L.)
telah banyak
dimanfaatkan
oleh
masyarakat
khususnya buah, sementara itu
bagian pelepah pinang kurang
dimanfaatkan
sehingga
sering
dibuang. Pelepah pinang merupakan
sumber
selulosa,
mengandung
selulosa sekitar 43% (Kalita, dkk.,
2006; Shashidar, dkk., 2013).
Selulosa adalah polimer dari
-glukosa dengan ikatan -1-4 antara
unit-unit glukosa. Selulosa dapat
dikonversi menjadi berbagai macam
senyawa kimia lain yang mempunyai
nilai
komersial
yang
tinggi.
Penggunaan berbagai bentuk selulosa
disebabkan sifatnya yang inert dan
biokompatibel
pada
manusia
(Jackson, dkk., 2011).
Derivat selulosa merupakan
eksipien yang penting dalam farmasi,
antara lain selulosa mikrokristal
(Bhimte dan Tayade, 2007). Selulosa
mikrokristal dibuat dengan cara
hidrolisis terkontrol dari alfa selulosa
dan tumbuhan yang berserat dengan
larutan
asam
mineral
encer
(Ohwoavworhua dan Adelakun,
2005; Ejikeme, 2007; Achor, dkk.,
2014). Salah satu produk selulosa
mikrokristal diperdagangan dikenal

dengan Avicel ( Siregar dan


Wikarsa, 2010).
Selulosa mikrokristal (Avicel
PH 102) yang digunakan selama ini
masih diimport dari luar negeri
sehingga harganya dan produk yang
dihasilkan relatif mahal. Untuk
mengatasi hal ini, maka peneliti
berminat untuk mencari selulosa
mikrokristal alternatif dari sumber
yang lebih ekonomis yaitu pelepah
pinang.
METODE PENELITIAN
Sampel
Sampel yang digunakan
adalah
pelepah
pinang
yang
diperoleh dari daerah Simalingkar B,
Kecamatan Medan Johor, Provinsi
Sumatera Utara.
Alat-alat dan Bahan-bahan
Alat-alat yang digunakan
yaitu alat-alat gelas laboratorium
(pyrex), ayakan mesh 60 dan 100,
blender (Philips), desikator, FT-IR
Spectrophotometer (Shimadzu), hot
plate, oven (Fisher Scientific), lemari
pengering, neraca analitik (Ohaus),
pH meter (Hanna), Scaning Electron
Microscope (TM3000 Hitachi), tanur
(Stuart), thermometer (Thermolyne).
Bahan-bahan yang digunakan
adalah bahan-bahan berkualitas pro
analisis yaitu asam klorida pekat,
avicel PH 102, benzene, etanol 96%

destilasi, natrium hidroksida, natrium


hipoklorit, akuades.
Isolasi -selulosa Pelepah Pinang
Serbuk
pelepah
pinang
sebanyak dimasukkan ke dalam
beaker glass, ditambahkan NaOH
4% dan dipanaskan selama 2 jam
pada suhu 100C. Setelah itu disaring
dan residu dicuci dengan akuades
hingga pH netral. Residu diputihkan
dengan cara direndam
dengan
natrium hipoklorit 2,5% selama 24
jam pada suhu kamar. Kemudian
disaring dan residu dicuci dengan
akuades
sampai
pH
netral.
Dilanjutkan dengan penambahan
NaOH 17,5% dipanaskan pada suhu
80C selama 1 jam. Kemudian
disaring dan residu dicuci dengan
akuades
hingga
pH
netral.
Selanjutnya dilakukan pemutihan
kembali dengan natrium hipoklorit
2,5% dan dipanaskan pada suhu
100C selama 5 menit. Disaring dan
residu dicuci dengan akuades sampai
pH netral. Dikeringkan di oven pada
suhu 60C (Herawan, dkk., 2013).
Pembuatan Selulosa Mikrokristal
Pelepah Pinang
Serbuk -selulosa dihidrolisis
menggunakan asam klorida 2,5 N
dengan pendidihan selama 10-15
menit dan disaring. Residu yang
diperoleh dicuci dengan akuades
sampai netral, lalu dikeringkan dan
dihaluskan secara mekanik (Yanuar,
dkk., 2003).
Karakterisasi Selulosa Mikrokristal

Organoleptik
Pengujian organoleptik yang
dilakukan
terhadap
selulosa
mirokristal pelepah pinang meliputi
pemerikasaan bau, warna dan rasa.

Penetapan pH
2 g selulosa mikrokristal
diaduk dengan 100 ml akuades
selama 5 menit dan pH dari cairan
supernatan diukur dengan pH meter
(Ohwoavworhua dan Adelakun,
2005; Ejikeme, 2007).
Susut pengeringan
Satu
gram
selulosa
mikrokristal dikeringkan di dalam
oven pada suhu 105 C selama 1 jam
dan dibiarkan dalam desikator
sampai suhu mencapai suhu kamar
lalu ditimbang. Pekerjaan ini
dilakukan sampai diperoleh berat
yang konstan (Ditjen POM, 1995).
Penentuan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk selulosa
mikrokristal dimasukkan ke dalam
krus porselin, dipijar dalam tanur
perlahan-lahan sampai arang habis,
pemijaran dilakukan pada suhu
600C selama 2 jam kemudian
didinginkan dan ditimbang sampai
diperoleh bobot tetap (Ditjen POM,
1995).
Kelarutan zat dalam air
Sampel sebanyak 5 g
dimasukkam ke dalam 80 ml air dan
diaduk selama 10 menit, disaring
dengan vakum. Filtrat dipindahkan
ke dalam beaker yang telah ditara
(wo), lalu diuapkan hingga kering,
selanjutnya dikeringkan pada 105 C
selama 1 jam, didinginkan dalam
desikator, lalu ditimbang (w1)
(Ejikeme, 2007). Perbedaan berat
antara residu dan beaker kosong
tidak boleh lebih dari 12,5 mg
(0,25%).
Bobot jenis nyata (Bj nyata)
Sebanyak 100 g serbuk (W)
dimasukkan ke dalam gelas ukur 200
ml, kemudian di ukur volumenya

(V). Bobot jenis nyata dihitung


dengan persamaan:

Indeks Hausner =

Bj. Nyata =
Bobot jenis mampat (Bj mampat)
Sebanyak 100 g serbuk (W)
dimasukkan ke dalam gelas ukur 200
ml.
selanjutnya
dilakukan
pengetapan sebanyak 500 kali tap,
kemudian di ukur volumenya (V500).
Bobot jenis mampat dihitung dengan
persamaan:

Indeks kompresibilitas
Indeks kompresibilitas zat uji
dihitung menggunakan persamaan:

Porositas
Porositas zat uji dihitung
menggunakan persamaan:

Bj. Mampat =

Porositas =1

Bobot jenis benar (Bj.benar)


Penentuan bobot jenis benar
dilakukan menggunakan piknometer
dan pelarut yang tidak melarutkan
sampel yaitu benzen. Piknometer
kosong
yang
telah
diketahui
volumenya (a) ditimbang beratnya
(b) kemudian diisi benzen dan
ditimbang beratnya (c) (Voigt, 1994).
Bobot jenis benzen dihitung dengan
persamaan:

Analisis FT-IR
Analisis
gugus
fungsi
dilakukan dengan menggunakan
instrumen spektrofotometer FT-IR
(Shimadzu) dengan teknik pellet
KBr.

benzen =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serbuk sebanyak 2 g yang


telah dikeringkan hingga berat
konstan dimasukkan ke dalam
piknometer, ditimbang (d), lalu
ditambahkan benzen ke dalam
piknometer sampai jenuh dan
ditimbang kembali beratnya (e).
Bj benar =

benzene
Indeks hausner
Dihitung menggunakan data
Bj mampat dan Bj nyata dengan
persamaan:

100%

Morfologi selulosa
Analisa morfologi selulosa
dilakukan menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM).

Hasil
Pembuatan
Selulosa
Mikrokristal
Pelepah
Pinang
(SMPP)
Alfa selulosa yang diperoleh
dari pengolahan pelepah pinang 100
g adalah 28,91 gram atau 28,91 %,
setelah dilanjutkan pada pembuatan
selulosa mikrokristal diperoleh hasil
sebesar 23,48 gram atau 81,21%.
Dengan demikian hasil SMPP dari
bahan awal adalah 23,48%. Hasil ini
diperoleh
setelah
terjadi
penghilangan beberapa zat seperti
lignin, hemiselulosa dan lainnya
yang terdapat dalam pelepah pinang
pada saat pemurnian -selulosa
pelepah pinang dan penghilangan

sebagian bentuk amorf dari struktur


selulosa setelah hidrolisis -selulosa
Hasil Karakterisasi SMPP
(Ohwoavworrhua dan Adelakun,
2005 ).
Hasil karakterisasi SMPP dibandingkan dengan Avicel PH 102 dan dapat
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi SMPP dan Avicel PH 102
Parameter

SMPP

Avicel PH 102

Putih, tidak berbau dan Putih, tidak berbau dan


tidak berasa
tidak berasa
pH
6,0
6,3
Susut pengeringan (%)
5,07
,75
Kadar abu total (%)
0,47
0,01
Kelarutan zat dalam air (%)
0,03
0,08
BJ nyata (g/cm3)
0,46
0,41
3
BJ mampat (g/cm )
0,56
0,48
BJ benar (g/cm3)
1,43
1,46
Indeks hausner
1,21
1,17
Indeks kompresibilitas (%)
17,37
14,58
Porositas (%)
67,64
71,92
memiliki nilai indeks Hausner lebih
Tabel 1. menunjukkan bahwa
kecil dari 1,25 artinya keduanya
hasil organoleptik dari SMPP sama
mempunyai sifat alir yang baik
dengan Avicel PH 102 yaitu
(Lachman, dkk., 1994). Indeks
keduanya berwarna putih, tidak
hausner menggambarkan gesekan
berbau dan tidak berasa. Nilai pH,
antarpartikel dimana semakin tinggi
susut pengeringan dan zat larut air
nilai indeks hausner maka semakin
keduanya
telah
memenuhi
buruk sifat aliran (Ejikeme, 2007;
persyaratan USP yaitu 5,0-7,5, <7%
Apeji, dkk., 2010).
dan <0,25%. Sedangkan nilai kadar
Indeks kompresibilitas SMPP
abu total SMPP berada di atas kadar
yang diperoleh sebesar 17,37% dan
abu total yang disyaratkan USP
Avicel PH 102 sebesar 14,58%. Nilai
yaitu lebih besar dari 0,1% (Rowe,
ini menunjukkan bahwa SMPP
dkk., 2009).
mempunyai sifat alir cukup baik dan
Indeks hausner dan indeks
Avicel PH 102 mempunyai sifat alir
kompresibilitas
merupakan
yang baik (Bhimte dan Tayade,
pengukuran secara tidak langsung
2007). Untuk meningkatkan sifat
dari kemampuan serbuk untuk
aliran SMPP dapat digunakan
mengalir
(Ohwoavworrhua dan
glindan(Apeji, dkk., 2010).
Adelakun, 2005). Indeks hausner
Hasil porositas SMPP adalah
merupakan rasio antara berat jenis
67,64% dan Avicel PH 102 71,92%.
mampat dan berat jenis nyata dari
Porositas
berguna
untuk
sampel. Hasil dari indeks hausner
memperbaiki laju disolusi tablet
SMPP sebesar 1,21 dan Avicel PH
dengan cara memberikan kemudahan
102 sebesar 1,17. Kedua bahan ini
pada pelarut untuk berpenetrasi ke
Organoleptik

dalam pori-pori tablet (Siregar dan


Wikarsa, 2010; Achor, dkk., 2014).
Sehingga dapat diketahui Avicel PH
102 lebih menyerap daripada SMPP.
Hasil Analisis Gugus Fungsi SMPP
Spektrum inframerah dari
SMPP dibandingkan dengan Avicel
PH 102 dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari data spektrum FT-IR


dapat diketahui bahwa SMPP dan
Avicel PH 102 mempunyai pola
spektrum IR yang sama dan memiliki
gugus OH, C-H alkana, O-H dari
absorpsi air dan C-O (ikatan
glikosidik).

Gambar 1. Grafik spektrum IR selulosa mikrokristal pelepah pinang dan Avicel


PH 102.
memiliki bentuk yang sama yaitu
Hasil Analisis Scanning Electron
bentuk tidak beraturan, tekstur
Microscopy (SEM) SMPP
permukaan yang tidak rata dan
Hasil analisis SEM SMPP
membentuk
sudut-sudut
yang
dibandingkan dengan Avicel PH 102
runcing dan tumpul.
dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 2. dapat dilihat
bahwa SMPP dan Avicel PH 102

(a)

(b)

Gambar 2. SEM dari SMPP (a) dan Avicel PH 102 (b) dengan perbesaran 200
kali
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan
Selulosa mikrokristal dapat dibuat
dari pelepah pinang dengan cara
isolasi -selulosa pelepah pinang
dan kemudian dihidrolisis dengan
HCl 2,5 N dengan rendemen
23,48 %.
2. Selulosa mikrokristal dari pelepah
pinang mempunyai kesamaan
hasil karakterisasi dengan Avicel
102. Hasil karakterisasi SMPP dan
Avicel PH 102 masing-masing
meliputi
organoleptik
yaitu
keduanya berwarna putih, tidak
berbau dan tidak berasa; pH 6,0
dan 6,3; susut pengeringan 5,07
dan 4,75%; kadar abu total 0,47
dan 0,01%; zat larut dalam air
0,03 dan 0,08%; bobot jenis nyata
0,46 dan 0,41 g/cm3; bobot jenis
mampat 0,56 dan 0,48 g/cm3;
bobot jenis benar 1,43 dan 1,46
g/cm3; indeks hausner 1,21 dan
1,17; indeks kompresibilitas 17,37
dan 14,58%; porositas 67,64 dan
71,51%. Analisis FT-IR SMPP
dan Avicel PH 102 yaitu keduanya
menunjukkan spektrum yang
sama dan analisis Scanning
Electron
Microscopy
(SEM)
menunjukkan
bentuk
tidak
beraturan dan tekstur permukaan
yang tidak rata.

Achor, M., Oyeniyi, Y.J., dan Yahata,


A. (2014). Extraction and
Characterization
of
Microcrystalline
Cellulose
Obtained from the Back of the
Fruit of Lageriana Siceraria
(Water Gourd). Journal of
Applied
Pharmaceutical
Science. 4(01): 057-060.

Saran

Ejikeme, M.P. (2007). Investigation


of
the
Physicochemical
Properties of Microcrystalline
Cellulose from Agricultural
Wastes I: Orange Mesocarp.
Journal Science. 15: 141-17.

Disarankan kepada peneliti


selanjutnya
untuk
membuat
formulasi tablet dengan dengan
menggunakan
selulosa
pelepah
pinang sebagai bahan tambahan.
DAFTAR PUSTAKA

Apeji, E.Y., Oyi, A., Musa, H. dan


Olowasulu.
(2010).
Investigation of the Direct
Compression Properties of
Microcrystalline Starch (MCS)
as A Filler/Binder/Disintegrant
in
Metronidazole
Tablet
Formulation.
International
Journal of Pharmaceutical
Research and Innovation. 1: 814.
Bhimte, N.A., dan Tayade, P.T.
(2007).
Evaluation
of
Microcristalline
Cellulose
Prepared From Sisal Fibers as
A
Tablet
Excipient:
A
Technical
Note.
AAPS
PharmSciTech. 8(1): E1-E7.
Ditjen POM. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen
Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman
1043, 1124.

Gohel, M.C., dan Jogani, P.D.


(2005). A Review of Co-

Processed
Directly
Compressible
Exipients.
Journal
Pharmaceutical
Science. 8(1): 75-93.
Herawan, T., Rivani, M., Sinaga, K.,
dan Sofwan, G.A. (2013).
Pembuatan
Mikrokristal
Selulosa Tandan Kosong Sawit
sebagai Pengisi Tablet Karoten
Sawit.
Jurnal
Penelitian
Kelapa Sawit. 21(1): 1-11.
Jackson, J.K., Letchford, K.,
Wasserman, B.Z., Ye, L.,
Hamad, W.Y., dan Burt, H.M.
(2011).
The
Use
of
Nanocrystalline Cellulose for
the Binding and Controlled
Release
of
Drugs.
International
Journal
Of
Nanomedicine. 6: 321-330.
Kalita, P., Dixit, U.S., Mahanta, P.,
dan Saha, U.K. (2006). Effect
of Moisture and Temperature
on Arecanut Leaf Sheath
Products. Proceedings of the
3rd BSME-ASME International
Conference
on
Thermal
Engineering.
Lachman L., Lieberman, H.A., dan
Kanig, J.L. (1994). Teori dan
Praktek Farmasi Industri.
Edisi II. Jakarta: UI Press.
Halaman 651-662.
Maskromo, I., dan Miftahorrahman.
(2007). Keragaman Genetik
Plasma Nuftah Pinang (Areca
catechu
L) di Provinsi
Gorontalo. Jurnal Littri. 13(4):
119-124.
Ohwoavworhua, F.O., dan Adelakun,
T.A. (2005). Some Physical
Characteristics
of

Microcrystalline
Cellulose
Obtained from Raw Cotton of
Cochlospermum
planchonii.
Tropical
Journal
of
Pharmaceutical
Research.
4(2): 501 507.
Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn,
M.E. (2009). Handbook of
Pharmaceutical
Exipients.
Edisi
6.
Chicago:
Pharmaceutical Press. Halaman
129-133, 136.
Shashidar, R., Swathi, A., Vasista,
K., dan Reshma, S. V. (2013).
Optimization of Cellulase
Yield From Areca Husk and
Areca
Sheath
Using
Pseudomonas
fluorescens.
Bangalore.
Biochemical
Engineering Journal. 3(13).
645-648.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S.
(2010). Teknologi Farmasi
Sediaan
Tablet.
Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Halaman 151-152.
Soekemi, R.A., Tanuwijaya, J.,
Aminah, F., dan Usman, S.
(1987). Tablet. Medan: PT.
Mayang Kencana. Halaman 15.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi. Cetakan
Pertama.
Penerjemah:
Soendani Noerono Soewandhi.
Yogyakarta:
UGM
Press.
Halaman 221222.
Yanuar, A., Rosmalasari, E. dan
Anwar, E. (2003). Preparasi
dan Karakterisasi Selulosa
Mikrokristal dari Nata de coco
untuk
Bahan
Pembantu
Pembawa Tablet. Departemen
Farmasi FMIPA Universitas

Indonesia. ISTECS JOURNAL,


4: 71-78.

Anda mungkin juga menyukai