Referat Koma
Referat Koma
PENDAHULUAN
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Koma dapat didefinisikan sebagai keadaan yang tidak sadar yang karenanya
tidak dapat dibangunkan melalui stimulus kata-kata (verbal), sensoris, atau fisik
biasa. Biasanya koma dapat dilihat dengan menggunakan Skala Koma Glasgow
dengan skor 7. Selain itu, jika tanda vital dan sistem kardiovaskuar normal
dapat juga diarahkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis.3
B. ETIOLOGI ,GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA
Adapun etiologi, gejala klinis dan diagnosa dari koma bisa dilihat secara rinci
pada tabel di bawah ini : 3
Hemoragik
Ruptur aneurisma
Infark
Empiema subdural
intraventrikular
Abses serebelli
mesensefalon
Tumor intraserebri
Tumor intrapontin
Tumor intra
mesensefalon
korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah
medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis
menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis
midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan
bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang
dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio
reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System),
suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei
reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus
ke semua area di korteks cerebri.6
Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,
menerima imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem
limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan
serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum,
hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks
cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan
depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik
dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat
tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal
sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke
korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui
cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi
ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.6
Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik,
monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri
sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi
kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan
kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7
brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial
hemisfer.6
Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri
menuju ARAS diproyeksikan kembali ke korteks cerebri terjadi
peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran.6
E. PATOFISIOLOGI
Koma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan
langsung atau tidak langsung terhadap formatio retikularis di talamus,
mesensefalon, atau pons. Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan koma
dapat dibagi sebagai berikut : supratentorial (15%), infratentorial (15%), dan difus
(70%), misalnya pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik.7,8
1. Koma kortikal-bihemisferik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya
penyediaan O2. Pada individu sehat dengan konsumsi O2 otak 3,5 mL/100 gram
otak/menit maka aliran darah otak adalah 50 mL/100 gram otak/menit. Bila
aliran darah otak turun menjadi 20-25 mL/100 gram otak/menit, mungkin akan
terjadi kompensasi dengan menaikkan ekstraksi O2 dari aliran darah. Apabila
aliran darah otak turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan konsumsi
O2 secara proporsional.7,8
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan
teroksidasi menjadi CO2 dan air. Untuk memelihara integritas neuronal,
diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk mengeluarkan ion Na 2+ dari
dalam sel dan mempertahankan ion K+ di dalam sel. Apabila tidak ada oksigen,
maka terjadilah glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP. Glukosa dapat
berubah menjadi laktat dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkan menjadi lebih
kecil.7,8
Dengan demikian, glukosa dan O2 memegang peranan yang penting dalam
memelihara kesadaran dengan baik. Meskipun demikian, kesadaran dapat
dipengaruhi oleh hal lain seperti gangguan asam basa darah, elektrolit,
osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.7,8
a. Hipoventilasi
6
akut,
malaria
falsiparum,
dan
emoboli
lemak
mampu
menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan secara klinis akan memberi
gambaran iskemia serebral difus.7,8
f. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme yang paling sering menimbulkan gangguan adalah
gangguan
metabolisme
karbohidrat
yang
meliputi
hiperglikemia,
Pada umumnya berbentuk SOL sebagai akibat dari beberapa hal seperti
gangguan peredaran darah otak dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses
otak, edema otak, dan hidrosefalus obstruktif. SOL tersebut menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang kemudian menekan formatio
retikularis di mesensefalon dan diensefalon.5,6,7
b. Lesi infratentorial
Meliputi dua macam proses patologis dalam ruang infratentorial. Pertama
proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak sistem retiukularis,
dan yang kedua merupakan proses di dalam batang otak yang secara langsung
mendesak dan merusak sistem retiularis batang otak. Proses yang timbul
berupa :7,8
1. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon
2. Herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli
yang kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon
3. Herniasi tonsilo serebellum ke bawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medula oblongata
c. Herniasi sentral
10
11
dan alvi serta gejala gegenhalten dan negativisme motorik atau paratonia
(pada setiap rangsangan akan timbul gerakan melawan secara refelktorik).7,8
F.
Pemeriksaan Saraf
1. Observasi, posisi tidur : alamiah atau posisi tertentu
Menguap, menelan, berarti batang otak masih utuh. Mata terbuka dan
rahang tergantung (mulut terbuka) berarti gangguan kesadaran berat.
2. Pola pemafasan
a. Cheyne-Stokes dan central hyperventilation dapat dilihat pada
gangguan metabolik dan lesi struktural di beraneka ragam tempat di
otak dan tidak dapat menunjukkan tingkat anatomi lesi yang
menyebabkan koma.
b. Ataxia dan gasping paling sering dilihat pada lesi pontomeduler.
c. Depressed, pola pernafasan tidak efektif, dangkal dan lambat
disebabkan oleh lesi medula oblongata, atau diakibatkan obat-obatan.
3. Posisi kepala dan mata
Pada lesi hemisfer, kepala dan kedua mata melirik ke arah lesi dan
menjauh dari hemiparesis, lesi di pons kebalikannya. Pada lesi di talamus
dan mesensefalon bagian atas, kedua mata melirik ke arah hidung.
4. Funduskopi
Papil edema menandakan peninggian tekanan intrakranial. Perdarahan
subhyaloid, biasanya menandakan ruptur aneurisma atau malformasi
arteriovena.
5. Pupil
a. Diperhatikan besar, bentuk dan refleks cahaya direk dan indirek.
b. Midposition (3-5 mm) dan refleks cahaya negative kerusakan
mesensefalon (pusat refleks pupil di mesensefalon).
c. Refleks pupil normal, refleks kornea dan gerakan bola mata tidak ada
koma metabolik dan obat-obatan seperti barbiturat.
12
satu sisi ke sisi lainnya. Ini berarti batang otak masih utuh.
Retractory nystagmus ciri kerusakan tegmentum mesensefalon.
Convergence nistagmus yaitu ciri kerusakan mesensefalon.
Ocular bobbing yaitu ciri kerusakan caudal pontin.
Nystagmoid jerking of a single eye yaitu ciri kerusakan midpontine-
lower pontine.
g. Seesaw nystagmus yaitu ciri lesi di regio ventrikel III dan bukan di
batang otak. Gejala tersebut dapat menunjukkan lokasi lesi struktural
penyebab koma.
G. TATALAKSANA
Untuk penetalaksaan dari koma, kita harus mengetahui penyebabnya.
Seorang dokter dengan pasein koma, harus mendapatkan banyak informasi. Tapi
yang paling utama adalah memperhatikan tanda vital dari pasien. Misalnya koma
yang disebabkan oleh infeksi, maka kita harus memberikan terapi antibiotik, koma
yang disebabkan oleh hipoglikemik maka, kita harus memberikan glukosa. Dan
juga bisa dilakukan tindakan operasi apabila ada massa yang ,enekan otak atau
adanya cairan.10
13
BAB III
KESIMPULAN
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya koma, dengan
penanganan yang mungkin berbeda disetiap penyebab. Faktor risiko yang
14
ditimbulkan sering kali beragam, bergantung dari kondisi awal penyebab pasien
koma. Prinsip penanganan koma sebagian besar sama, tetapi jika terdapat penyulit
atau terdapat beberapa penyakit lain, maka penanganan yang lebih kompleks
dibutuhkan untuk menangani penyakit tersebut. Prongosis dari koma bergantung
dari banyak hal, dan sering kali berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik,
atau meskipun sudah ditangani dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
15
16