Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
Intususepsi merupakan suatu kondisi yang berpotensi mematikan dan merupakan
penyebab paling umum dari suatu obstruksi usus akut pada anak-anak berusia di bawah 5
tahun. Dalam beberapa kasus, kondisi ini terkadang dikaitkan dengan pemberian lini pertama
rotavirus vaksin, yaitu the reassortant rhesus-human tetravalent rotavirus vaccine (RRV-TV;
RotaShield ). Namun hal ini masih merupakan suatu kontroversi apakah vaksin rotavirus
benar-benar dapat meningkatkan insiden intususepsi.1
Paul Barbette dari Amsterdam adalah orang pertama yang menggambarkan
intususepsi pada tahun 1674. Wilson pada tahun 1830 merupakan orang pertama yang
berhasil mengobati pasien dengan operasi. Harald Hirschsprung merupakan orang yang
pertama kali menjelaskan tentang reduksi hidrostatik dan kemudian melaporkan kematian
sebanyak 35% dengan teknik ini pada tahun 1876. Pada tahun 1959 Fiorito dari Argentina
pertama kali menjelaskan pengobatan intususepsi dengan insuflasi udara, ini merupakan
teknik yang telah digunakan di Argentina dan China selama lebih dari 25 tahun dan dalam 20
tahun terakhir telah menjadi teknik radiologi yang disukai di Inggris.2
Intususepsi sendiri adalah suatu kondisi anatomi yang ditandai oleh invaginasi satu
segmen saluran gastrointestinal ke dalam lumen segmen yang berdekatan. Biasanya suatu
segmen tersebut merupakan usus bagian proksimal yang masuk ke dalam lumen usus bagian
distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian
mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan kematian. Segmen usus bagian
proksimal disebut sebagai intususeptum, masuk ke bagian segmen usus bagian distal yang
disebut sebagai intussussipien.2
Triad klasik gejala dari intususepsi yaitu sakit pada perut, teraba massa pada perut,
serta buang air besar berdarah. Dari pengobatan konservatif seperti barium, udara atau saline
enema pada 81% kasus, terdapat beberapa yang mengalami komplikasi namun hasil
pengobatan umumnya menguntungkan, kekambuhan hanya terjadi pada 1 dari 10 pasien, dan
hanya 1 kematian yang dilaporkan. Insiden intususepsi akut pada anak-anak di Eropa,
berkisar 0,66-2,24 per 1.000 anak. Insiden di Inggris 1.64 kasus per 1000 kelahiran hidup
dengan rasio laki : perempuan adalah 3:2. Insiden puncak ditemukan pada anak-anak berusia
3-9 bulan.1

II.1. DEFINISI
Intususepsi didefinisikan sebagai invaginasi dari segmen usus bagian proksimal
(intususeptum) yang masuk ke dalam lumen usus bagian distal (intussuscipiens) yang
mengarah pada terjadinya obstruksi usus. Presentasi ileo-kolik sekitar 80% dari jumlah kasus,
sisanya seperti ileo-ileum, ileoileo-kolik atau colo-kolik tetap dapat terjadi. Konsekuensi dari
terjadinya obstruksi usus dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada usus. Awalnya aliran
vena dan limfatik dari mesenterium terhambat menyebabkan edema progresif dan sumbatan.
Akhirnya aliran pembuluh darah terganggu dan terjadilah nekrosis kemudian.2

Gambar 1.Intususepsi Ileo-cecal


Dikutip dari : Huppertz. Hans-Iko et all. The Pediatric Infectious Disease Journal : Intussusception Among Young Children in Europe.
Volume 25, Number 1. 2006.

II.2. EPIDEMIOLOGI
Insiden kejadian intususepsi di Inggris adalah 1.64 kasus per 1000 kelahiran hidup
dengan rasio laki-laki : perempuan yaitu 3:2. Beberapa laporan menyebutkan bahwa insiden
puncak terjadinya intususepsi di Inggris berkaitan dengan terjadinya infeksi Rotavirus dan
Adenovirus.1
Ada beberapa kontroversi mengenai apakah benar bahwa vaksin rotavirus
meningkatkan insiden intususepsi, tetapi hal ini belum diketahui dengan pasti karena tidak
ada kasus seperti ini yang terjadi di Amerika Serikat. Insiden intususepsi akut pada anak-anak
di Eropa, berkisar 0,66-2,24 per 1.000 anak. Di Belanda dan Jerman jumlah insiden
intususepsi 1,2-1,4% dari seluruh pasien rawat inap (usia populasi tidak ditentukan). Di
2

Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat kejadian intususepsi 0,50-2,30 kasus per 1000
kelahiran. Di Afrika, tidak ada penelitian yang melaporkan angka kejadian dari intususepsi.
Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari intususepsi adalah 0,77 per
1000 kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun.
Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup.1
Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden puncak intususepsi muncul
antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan. Di Inggris ditemukan
pada anak-anak berusia 3-9 bulan. Umumnya intususepsi ditemukan lebih sering pada anak
laki-laki. Di Afrika, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio
perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan
berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1.
Insiden kematian dari kasus Intususepsi. Insiden kematian dari kasus intususepsi
sangat langka, di Eropa hanya 1 kematian yang telah dilaporkan, dari jumlah 151 pasien.
Data otopsi dari Australia menunjukkan bahwa dari semua otopsi 0,05% penyebab kematian
pada anak adalah intususepsi. Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa 2,3 kematian
per 1.000.000 kelahiran hidup disebabkan oleh intususepsi, Di negara berkembang, mortalitas
dari intususepsi tetap tinggi (hingga 54% di Afrika).2
II.3. ETIOLOGI
Intususepsi yang didapat dari hasil pathological lead points, seperti divertikulum
Meckel, polip, limfoma, hematoma pada dinding usus di Henoch-Schonlein purpura atau
hemofilia, duplikasi usus, kista atau neurofibroma. Di Eropa, kejadian intususepsi yang
dikaitkan dengan pathogical lead points poin terdapat dalam 1-11% dari kasus
intususepsi yang ada. Etiologi tepat intususepsi masih belum jelas di sebagian besar kasus
(sekitar 60-100%) disebut dengan istilah intususepsi idiopatik, di mana tidak ada lead poin
yang berhubungan dengan kejadian yang ditemukan. 1
Pembengkakan jaringan limfoid usus (kelenjar getah bening mesenterika dan patch
Peyery) diperkirakan sebagai penyebab intususepsi idiopatik yang terjadi biasanya setelah
infeksi atau juga dapat disebabkan oleh faktor makanan. Di Eropa, pembesaran kelenjar
getah bening mesenterika ditemukan pada 19-50% dari jumlah pasien yang

menjalani

operasi atau investigasi dengan ultrasound. Pada dua penelitian kecil lain, ditemukan pula
kejadian intususepsi dalam kaitannya dengan penyakit rotavirus.1
3

Gambar 2. Pembedahan mengurangi intususepsi ileo-kolik sekunder


untuk divertikulum Meckel sebagai poin. (a) divertikulum terbalik sebagai poin
Di kutip dari : Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

Gambar 3. (b) divertikulum membalik keluar dalam orientasi normal


Di kutip dari : Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

II.4. PATOFISIOLOGI
Patogenesis intususepsi tidak diketahui secara pasti, tetapi diyakini akibat sekunder
dari ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.
Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai
pathological lead point atau oleh pola yang tidak teratur dari peristaltik. Sebagai hasil dari
ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terusberjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum
berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan
vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke
dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku.
4

Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan
perforasi usus. Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi
mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi
yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.3
II.5. GAMBARAN KLINIS
Triad klasik intususepsi terdiri dari nyeri pada perut, teraba massa pada perut, buang
air besar berdarah yang disebut red currant jelly stool. Gejala tersebut hanya didapatkan pada
sekitar sepertiga dari jumlah pasien. Rata-rata anak-anak mungkin menjerit kesakitan dan
lekas marah, terlihat lesu, perut terasa nyeri, muntah, diare atau sembelit, perdarahan pada
rektum atau buang air besar berdarah, demam, dehidrasi, syok, sebuah usus prolaps atau perut
atau terdapat massa pada daerah dubur.

Pada pemeriksaan klinis umumnya teraba masa di

sisi kanan perut dan perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances Sign
ini akibat caecum dan kolon naik keatas, ikut proses invaginasi, pada pemeriksaan colok
dubur kadang didapatkan teraba massa yang keluar dari anus . 2 Mengingat bahwa tandatanda dan gejala intususepsi yang mengkhawatirkan dibanyak kasus, kebanyakan orangtua
akan mencoba untuk mencari bantuan medis dengan cepat, ini hal yang menguntungkan bagi
paramedis, karena keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan dapat menyebabkan hal
yang tidak diinginkan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG hanya pada
10% dari jumlah pasien. Kebanyakan kasus memerlukan pengobatan konservatif atau
pembedahan: apabila tidak diobati dengan cepat, akan terjadi hambatan berkepanjangan pada
vena, edema dinding usus dan dapat menyebabkan obstruksi usus, infark serta perforasi
dinding usus. 1
Pemeriksaan Radiologis
Kebanyakan bayi dan anak-anak yang mengalami keluhan nyeri perut akut akan
menjalani pemeriksaan radiografi berupa foto polos abdomen, yang mungkin menunjukkan
beberapa temuan yang dapat membantu dalam mendiagnosis anak dengan intususepsi.
Kehadiran jaringan lunak / massa di kuadran kanan atas atau epigastrum pada dasarnya
patognomonik untuk intususepsi pada bayi dengan gejala klinis yang mengacu pada
diagnosis, terdapat pada 25-60% kasus. Hal ini terutama berlaku jika massa jaringan lunak
menunjukkan penampilan karakteristik dua lingkaran konsentris kepadatan jaringan lunak
yang mewakili intususeptum dan intussuscipiens. Tanda-tanda tidak langsung lainnya seperti
5

kekurangan gas di fossa iliaka kanan tidak cukup dapat diandalkan untuk banyak membantu
dalam mengarahkan diagnosis lebih lanjut. Kadang-kadang, satu-satunya temuan radiografi
foto polos abdomen adalah pola gas pada usus (air fluid level) yang menunjukkan tandatanda obstruksi pada usus kecil. 3

Gambar 4. Radiografi Foto Polos Abdomen menunjukkan jaringan lunak / massa di kuadran
kanan atas (Vasavada P, 2004 ;79)
Di kutip dari : Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

Berdasarkan studi normal sejak tahun 1980, ultrasonografi telah muncul sebagai
'standar emas' untuk pemeriksaan non-invasif intususepsi. Penampilan cross-sectional
karakteristik dari intususepsi adalah tampaknya konfigurasi usus berbentuk 'target' atau
'donat' dan bila dilihat di sepanjang sumbu memanjang / longitudinal tampak pseudo-kidney
sign. Temuan ini sangat handal dan memungkinkan diagnosis yang akurat dari intususepsi.
Dalam beberapa laporan, nilai prediktif pendekatan ultrasonografi adalah 100%.
Ultrasonography juga memiliki keuntungan untuk mendeteksi intususepsi usus kecil,
menghindari radiasi pengion, dan memelihara kenyamanan pasien. Kurangnya aliran darah di
intususeptum dinilai oleh warna Doppler sonografi dan telah terbukti sangat prediktif
terhadap iskemia irreversible. 3

Gambar 5. Pseudo-kidney sign


Dikutip dari: Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

Gambar 6. Ultrasonografi menunjukkan target sign


Dikutip dari: Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

Pemeriksaan CT-Scan bisa sangat akurat dalam mendiagnosis intususepsi, meskipun


menawarkan sedikit keuntungan dari pada pemeriksaan ultrasonografi tetapi benar adanya
bahwa terdapat biaya tambahan yang diperlukan, belum lagi pasien dapat tereksposur radiasi.
Meskipun CT-Scan tidak umum digunakan sebagai primer modalitas diagnostik untuk
intususepsi, kadang-kadang CT-Scan dilakukan untuk indikasi lain. Diagnostik akurasi CTScan dalam hal ini cukup tinggi. 3
II.6. PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis ditetapkan, perhatian segera terfokus pada penanganan intususepsi
yang paling aman dan cara yang paling cepat. Kemungkinan berhasil dalam penanganan
intususepsi dan usaha untuk menghindari komplikasi akan menurun dengan cepat dengan
7

berlalunya waktu. Strategi penanganan intususepsi disini mencakup penanganan secara nonoperatif dan Operatif. Pilihan teknik penatalaksanaan ditentukan oleh kondisi anak dan faktor
yang dapat memprediksi kemungkinan terjadinya komplikasi seperti perforasi dan keadaan
patologis lainnya. Adanya tanda peritonitis klinis, pneumoperitoneum dan shock merupakan
kontra indikasi absolut untuk dialkukan penanganan secara non-operatif, dan pasien dengan
keadaan ini harus segera diresusitasi dan menjalani pembedahan eksplorasi. 3
1. Tindakan Non-Operatif
a. Hydrostatic Reduction Barium Enema
Pengurangan intususepsi dengan penerapan tekanan pada intususeptum melalui
kolom cairan adalah metode yang paling umum yang dilakukan saat ini. Hirschsprung
menganjurkan penggunaan terapi barium enema untuk mengurangi intususepsi pada
tahun 1876, dan memperoleh kesuksesan pada tahun 1905. Teknik ini diperkenalkan di
Amerika Serikat pada tahun 1939. Selanjutnya, penggunaan barium enema menjadi
universal dalam penerapannya, dan dilaporkan berhasil dalam 50-85% kasus.3
Meskipun reduksi hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan
fluoroskopi telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan
pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isotonik) karena barium memiliki
potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal.3
Semua pasien anak yang akan dilakukan tindakan hydrostatic reduction harus
memiliki akses intravena yang memadai untuk menghindari terjadinya dehidrasi apabila
pasien mengalami muntah, pasien juga harus dipasang tabung nasogastric untuk
mencegah terjadinya distensi abdomen dan untuk menghindari terjadinya toksisitas
sistemik pasien harus menerima antibiotik spektrum luas.3
Hydrostatic Reduction dengan 60% suspensi barium harus terbatas pada
ketinggian kolom 100 cm, pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan sebesar 100-120 mmHg dipertahankan sepanjang reduksi
berlangsung selama kurang lebih 3-5 menit, tekanan diharapkan tidak lebih dari itu
karena menurut Ravitch dapat mereduksi gangren intususeptum sehingga terjadi
perforasi. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95%
dengan kasus tanpa komplikasi. 3

Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%. Teknik non pembedahan ini
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara operatif.
Diantaranya yaitu : penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah
sakit.3

Gambar 7. Reduksi hidrostatik intususepsi ileokolika dengan barium enema.


Intususeptum ini ditemui melintang pada usus besar.
Dikutip dari: Magnuson. David K. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711-721.

b. Pneumatic Reduction Air Enema


Konsep prosedur Reduksi Pneumatik diperkenalkan pada tahun 1889 oleh Holt.
Namun prosedur ini menjadi populer di Argentina dan China pada tahun 1950 dan di
akhir tahun 1980-an di Amerika Utara. Reduksi Pneumatik telah banyak digunakan di
dunia sejak tahun 1950-an.4

Reduksi Pneumatik Enema Udara memiliki beberapa keuntungan :4

Prosedur ini dapat digunakan untuk mendiagnosa serta tindakan non-operatif


intususepsi pada anak-anak.

Prosedur ini membutuhkan dosis radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
Reduksi Hidrostatik Barium Enema, baik untuk mendiagnosis maupun tindakan nonoperatif pengurangan intususepsi.
9

Prosedur ini menyebabkan kurangnya kotoran di rongga peritoneal apabila terjadi


kasus perforasi.

Prosedur ini murah, cepat dan sangat mudah untuk dilakukan.

Memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi sekitar lebih dari 75% di pusat-pusat
mereka.

Prosedur :4
1.

Pasien ditempatkan di atas meja dari mesin fluoroskopi dalam posisi terlentang.

2.

Pasien dibius menggunakan ketamin hidroklorida dengan dosis 1-2 mg / kg berat


badan.

3.

Tingkat pernapasan pasien dan warna lidahnya dimonitor selama prosedur.

4.

Kateter Reduksi Pneumatikum dimasukkan ke dalam anus dan balon kateter


kemudian dikembangkan 7-10 ml air.

5.

Sebuah film kontrol diambil.

6.

Lelepaskan udara ke dalam usus besar pelan-pelan ( Tekanan dipantau secara hatihati menggunakan aneroid dan tidak diperbolehkan apabila tekanan berada di atas
120 mmHg) sampai massa benar-benar hilang dan gas terlihat bergerak bebas ke
ileum.

7.

Pasien kemudian dibawa kembali ke ruang USG untuk mengkonfirmasi


penguranganan intususepsi.

Gambar 8. Peralatan untuk pengurangan intususepsi. (a) komponen individu. (b) Rakitan.
(c) Rakitan dengan sebuah balon.
Dikutip dari: Mensah. Boateng Yaw et all. African Journal of Pediatric Surgery : Pneumatic reduction of intussusception in
children at Korle Bu Teaching Hospital: An initial experience. Volume 8. May-August 2011.

10

Kriteria untuk pengurangan lengkap adalah sebagai berikut: 4

Penghilangan intususepsi.

Gerakan Bebas gas dari usus besar ke usus kecil.

Konfirmasi USG setelah prosedur dilakukan terlihat gambaran pengurangan


lengkap.

Apabila dengan prosedur ini gagal untuk mengurangi intususepsi atau ada usus
yang mengalami perforasi, maka pasien segera dikirim ke ruang operasi untuk manajemen
bedah.4

Gambar 9. Plain radiografi menunjukkan intususeptum memproyeksikan ke


dalam kolom udara selama proses pengurangan.
Dikutip dari: Mensah. Boateng Yaw et all. African Journal of Pediatric Surgery : Pneumatic reduction of intussusception in
children at Korle Bu Teaching Hospital: An initial experience. Volume 8. May-August 2011.

Gambar 10. Plain radiografi menunjukkan gas di kedua usus kecil dan besar setelah
prosedur pengurangan sukses.
11

Dikutip dari: Mensah. Boateng Yaw et all. African Journal of Pediatric Surgery : Pneumatic reduction of intussusception in
children at Korle Bu Teaching Hospital: An initial experience. Volume 8. May-August 2011.

2. Tindakan Operatif
a. Laparascopy
Kehadiran pathological lead points atau terjadinya nekrotik pada usus adalah
indikasi untuk operasi. Dengan meningkatnya keterampilan dokter bedah dan
kelengkapan instrumen, laparoskopi reduksi wajib dicoba tanpa peningkatan yang
signifikan dalam angka kematian. laparoskopi pada intussuscepsi lebih sulit karena
penahanan kronis pada jaringan, memerlukan konversi dan pengurangan manual atau
bowel reseksi.5
Pasien dengan perut dis-tention akut, sakit perut, mual dan muntah dirawat di
departemen emergency. USG sudah dilakukan dan didapatkan gambar khas intususepsi
ileokolika. Keputusan dibuat dengan eksplorasi laparoskopi. 10 mm trocar
ditempatkan di kuadran rendah, trocar 5 mm di kuadran kiri atas dan akhirnya 5 mm
tro-mobil di daerah suprapubik (Gambar A). Eksplorasi menyeluruh pada rongga
peritoneum dilakukan dan intussusception ileokolika dikonfirmasi (Gambar B).
Pengurangan ileum lengkap kombinasi dengan tekanan halus langsung pada
transversecolon dan dengan lembut menarik usus halus segmen bagian distal (Gambar
C). Lampiran coloni dikerahkan dan usus buntu dilakukan (Gambar D). Pada akhir
usus buntu, specimen diambil lalu rongga perut dibersihkan. Semua trocar ditutup di
bawah kontrol visual yang ketat. Waktu operasi adalah 30 menit.5

12

Gambar 11. Gambar A menampilkan penempatan trocar (10 mm trocar ditempatkan di


kuadran rendah rendah, trocar 5 mm di kuadran kiri atas dan akhirnya 5 mm trocar di daerah
suprapubik). Gambar B. Intususepsi ileokolika Gambar C. Pengurangan intususepsi selesai
dengan kombinasi tekanan langsung halus pada transversecolon dan lembut menarik pada
usus halus distal. Gambar D: Sebuah usus buntu dilakukan.
Dikutip dari : Ramon. Villalonga et all. International Journal of Surgery Case Reports 7 : Laparoscopic treatment of intussusception. 2015.
Hal 3234.

b.

Laparatomi
Pembedahan dilakukan jika ada kontraindikasi untuk radiologi reduksi atau
prosedur radiologi reduksi tidak berhasil atau orang tua menolak untuk memberikan
persetujuan prosedur radiologi reduksi.2
Dilakukan insisi melintang pada otot di sisi kanan perut, biasanya di atas
umbilikus (Gambar 12) (kadang-kadang diperlukan mobilisasi usus untuk mencapai
hal ini). Dilakukan usaha untuk mengurangi intususepsi dengan lembut mendorong
intususeptum kembali hulu. Menarik intususeptum tidak boleh terlalu dipaksakan,
karena kemungkinan akan menyebabkan serosal tears. Tekanan di sekitar intususepsi
tidak boleh terlalu tinggi dalam rangka untuk membantu proses pengurangan
intususepsi. Jika intususepsi sudah berkurang, usus harus selalu dinilai untuk
memperbaiki kelangsungan hidup dan untuk memeriksa pathological lead poin.2
Intususepsi kolon distal juga perlu diperiksa tekananannya untuk menghindari
terjadinya nekrosis. Jika belum memungkinkan untuk mengurangi intususepsi atau
ada kekhawatiran atas kelangsungan hidup reseksi usus reseksi dapat dilakukan
dilakukan dengan anastomosis end-to-end. Pasca operasi anak harus dipasang tabung
nasogastrik, diberikan analgesia yang memadai, cairan dan antibiotik serta diawasi
secara ketat. 2

13

Gambar 12. Gambar intraoperatif dari intususepsi yang telah


dilakukan operasi.
Dikutip dari: Rogers. Timothy N. & Andrew Robb. Pediatric Surgery : Intussusception in infants and young children. Edisi II.
Elsevier Ltd. 2010. Hal 402-405.

Reccurent Intususception
Intususepsi berulang setelah prosedur reduksi hidrostatik atau prosedur pneumatik
reduksi merupakan hal yang tidak biasa. Dalam kebanyakan kasus, kekambuhan didefinisikan
yaitu kejadian intususepsi berulang setelah minimal 12 jam setelah prosedur reduksi.
Intususepsi berulang mungkin merupakan tantangan diagnosis dan terapi bagi dokter anak,
ahli radiologi dan bedah anak. Pengelolaan intususepsi berulang masih kontroversial,
mengangkat dua pertanyaan utama yaitu, apakah ada penyebab lokal untuk setiap kasus
intususepsi berulang dan, jika dilakukan eksplorasi bedah harus dilakukan secara sistematis.6

III. KESIMPULAN
Intususepsi didefinisikan sebagai invaginasi dari segmen usus bagian proksimal
(intususeptum) yang masuk ke dalam lumen usus bagian distal (intussuscipiens) yang
mengarah pada terjadinya obstruksi usus.2 Intususepsi yang didapat dari hasil pathological
lead points, seperti divertikulum Meckel, polip, limfoma, hematoma pada dinding usus di
Henoch-Schonlein purpura atau hemofilia, duplikasi usus, kista atau neurofibroma. Di Eropa,
kejadian intususepsi yang dikaitkan dengan pathogical lead points poin terdapat dalam 114

11% dari kasus intususepsi yang ada. Etiologi tepat intususepsi masih belum jelas di sebagian
besar kasus (sekitar 60-100%) disebut dengan istilah intususepsi idiopatik, di mana tidak ada
lead poin yang berhubungan dengan kejadian yang ditemukan.1
Triad klasik intususepsi terdiri dari nyeri pada perut, teraba massa pada perut, buang
air besar berdarah yang disebut red currant jelly stool. Gejala tersebut hanya didapatkan pada
sekitar sepertiga dari jumlah pasien. Berdasarkan studi normal sejak tahun 1980,
ultrasonografi telah muncul sebagai 'standar emas' untuk pemeriksaan non-invasif
intususepsi.1
Setelah diagnosis ditetapkan, perhatian segera terfokus pada penanganan intususepsi
yang paling aman dan cara yang paling cepat. Kemungkinan berhasil dalam penanganan
intususepsi dan usaha untuk menghindari komplikasi akan menurun dengan cepat dengan
berlalunya waktu. Strategi penanganan intususepsi disini mencakup penanganan secara nonoperatif yaitu Hydrostatic Reduction Barium Enema dan Pneumatic Redution Air Enema
serta penanganan secara Operatif yaitu laparatomy dan laparoscopy. 3

DAFTAR PUSTAKA
1. Huppertz H.I, Gabarro M.S, Grimprel E, Franco E, Mezner Z,
Desselberger U et all. The Pediatric Infectious Disease Journal : Intussusception
Among Young Children in Europe. Volume 25, Number 1. 2006.
2. Rogers N.T. & Robb A. Surgery : Intussusception in infants and young children. Edisi
II. Elsevier Ltd. 2010. Hal 402-405.
3. Magnuson K.D. Intussusception in infants and children. Chapter 45. 2004. Hal 711721.
15

4. Mensah B.Y, Addy G.H, Etwire V, Twum B.M, Asiamah S, Mensah A.W et all.
African Journal of Pediatric Surgery : Pneumatic reduction of intussusception in
children at Korle Bu Teaching Hospital: An initial experience. Volume 8. May-August
2011.
5. Ramon V, Jacques H, Femke V. International Journal of Surgery Case Reports 7 :
Laparoscopic treatment of intussusception. 2015. Hal 3234.
6. Ksia A, Mosbahi S, Brahim B.M, Sahnoun L, Haggui B, Youssef B.S et all. African
Journal of Paediatric Surgery : Recurrent intussusception in children and infants.
Volume 10. October-December 2013. Hal 299-301.

16

Anda mungkin juga menyukai