Anda di halaman 1dari 27

BAB I: PENDAHULUAN

Menelan atau deglutisi merupakan suatu proses neuromuskular kompleks


yang melibatkan struktur-struktur pada rongga mulut, faring, laring dan esofagus.(1)
Setiap unsur yang berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi
dan berkesinambungan.(2) Proses menelan memungkinkan pergerakan makanan dan
cairan dari rongga mulut ke lambung. Menelan merupakan suatu proses kompleks
yang diawali dengan refleks volunter yang kemudiannya diikuti oleh refleks
involunter. Refleks ini dikoordinasi oleh pusat menelan yang terletak di medula serta
dibantu oleh refleks peristaltik pada media dan distal dari esofagus yang dikoordinasi
oleh sistem saraf enterik.(3, 4, 5) Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu
gejala kelainan atau gangguan pada proses menelan yang melibatkan orofaring
dan/atau esofagus.(2) Keluhan disfagia itu sendiri bukanlah suatu penyakit tetapi
merupakan suatu gejala atau kelainan sekunder akibat dari satu atau lebih proses
patologi termasuklah komplikasi yang berhubung dengan faktor usia, struktural,
kelainan neurologik dan neuromuskular, efek samping dari obat, gangguan pasca
operasi, trauma kapitis, infeksi, massa tumor atau iatrogenik. (5, 6, 7) Keluhan ini akan
timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Jenis dan konsistensi makanan yang dapat
menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi mengenai kelainan yang terjadi. (2,
8, 9)

Salah satu metode pemeriksaan penunjang diagnostik disfagia adalah dengan


menggunakan endoskopi fleksibel, yang dikenal sebagai Flexible Endoscopic
Evaluation of Swallowing (FEES).(2,

7)

Metode ini dapat dikenal dengan pelbagai

nama antaranya Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing, Endoscopic


Evaluation of Swallowing, atau Laryngoscopic Evaluation of Swallowing.(7) Metode
ini pertama kali diperkenalkan oleh Susan Langmore pada tahun 1988. (10) FEES
merupakan suatu metode pemeriksaan evaluasi menelan yang menggunakan
instrumen yang dikenal sebagai nasofaringoskop serat optik lentur atau endoskop
fleksibel yang dimasukkan lewat hidung (trans-nasal) ke dalam faring untuk
membolehkan visualisasi dari orofaring dan hipofaring semasa menelan. (2, 7, 10) Tujuan
FEES adalah untuk mengevaluasi fisiologi laringofaringeal, melihat manajemen
sekresi serta menilai kemampuan menelan makanan padat dan cair pada fase
orofaringeal.(10) FEES dapat menegakkan diagnosis kelainan disfagia pada fase
orofaringeal, menentukan kelainan anatomi dan fisiologi penyebab disfagia dan
menentukan posisi dan cara pemberian makanan yang aman dan lebih efisien untuk
menelan pada penderita disfagia.(7, 8, 10, 11)

BAB II: PEMBAHASAN

I. ANATOMI

GAMBAR 1. Potongan sagital kepala dan leher yang memperlihatkan


anatomi dari kavum nasi, kavum oris, faring, dan laring.
Dikutip dari kepustakaan(12)

A. Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris
yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan

gigi adalah vestibulum oris. Palatum atau bumbung dari rongga mulut dibentuk oleh
tulang yang terdiri dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari
palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi yang
berbentuk seperti bulan sabit dibentuk terutamanya oleh m. mylohyoideum yang
meregang dari origo di sepanjang linea mylohyoideum pada aspek medial dari
mandibula hingga ke insertio di sepanjang rafe median ke dalam os. hyoideus. Bagian
atas dari m. mylohyoideum adalah tempat letaknya organ muskular aktif yaitu lidah
yang mana dua per tiga anteriornya terpisah dari dasarnya oleh papila sirkumvalata
dan foramen sekum. Dua pertiga depan lidah dapat digerakkan, sedangkan
pangkalnya terfiksasi. Bagian anterior lidah dihubungkan dengan dasar mulut oleh
frenulum dengan letak muara dari kelenjar submandibular di bagian samping dasar
dari frenulum kiri dan kanan. Kelenjar sublingual pula terletak di bawah mukosa
dasar mulut dengan letak muaranya pada dasar mulut. Dua pertiga anterior lidah
terdiri dari papila (sirkumvalata, filiformis dan fungiformis) yang memiliki tunas
pengecap. Pada satu pertiga posterior lidah tidak terdapat papila tetapi mempunyai
banyak nodul limfoid yang menyatu bersama tonsila palatina dan adenoid
membentuk suatu lingkaran limfoid yang dikenal sebagai cincin Waldayer.

Korda

timpani mempersarafi cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus
mempersarafi sepertiga lidah bagian belakang. Semua otot lidah dipersarafi oleh n.
hipoglosus (n. XII) kecuali m. palatoglosus (otot pada palatum mole) dipersarafi oleh
cabang faringeal dari n. vagus (n. X). (3, 12, 13)

B. Faring

GAMBAR 2. Faring posterior


Dikutip dari kepustakaan(12)

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong


dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra
servikal ke-6. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan
berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring
berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otototot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular).

Otot-otot yang sirkular terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior.
Otot-otot terletak di sebelah luar dan berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya
menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang
disebut rafe faring. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot
ini dipersarafi oleh n. vagus (n. X). Otot-otot yang longitudinal adalah m. stilofaring
dan m. palatofaring yang terletak di sebelah dalam. M. stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m. palatofaring mempertemukan
ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini
bekerja sebagai elevator yang sangat penting pada waktu menelan. M. stilofaring
dipersarafi oleh n. glosofaringea (n. IX) sedangkan m. palatofaring dipersarafi oleh n.
vagus (n. X). (2, 3, 12, 13, 14)

GAMBAR 3. Muskulus faring posterior


Dikutip dari kepustakaan(12)

Berdasarkan letaknya faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan


laringofaring (hipofaring).

i.

Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian
bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke

belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil


berhubungan erat dengan beberapa struktur penting seperti tonsil
nasofaring yang dikenal sebagai adenoid yang terdiri daripada jaringan
limfoid yang letaknya di dalam submukosa pada bagian bumbung dan
belakang dari nasofaring. Adenoid membentuk bagian dari lingkaran
limfoid (cincin Waldeyer) bersama dengan tonsila palatina dan nodulnodul limfoid pada bagian dorsum dari lidah. Pada dinding lateral terdapat
muara dari tuba auditorius dengan tonjolan yang disebut sebagai torus
tubarius yang mana di belakangnya terdapat suatu cekungan yaitu resesus
faring yang disebut fosa Rosenmuller. (2, 3, 9, 12, 13, 14)
ii.

Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah
palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah
rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal ke-2 dan
ke-3. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior,
uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) dan arkus faring posterior (arkus palatofaringeal) terletak di
dinding lateral kiri dan kanan dengan tonsila palatina terletak di dalam
cekungan antara kedua arkus tersebut. (2, 3, 9, 12, 13, 14)

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat tiga macam tonsil
yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang
ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
Tonsila palatina terletak di dalam cekungan, fosa tonsil yang dibatasi oleh
arkus anterior dan posterior. Batas lateral dari fosa tonsil adalah m.
konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas
terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa ini
berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terejadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang
merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang
sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenar.(2, 3, 9, 13) Tonsila palatina
mengandung kumpulan jaringan limfoid yang ditutupi oleh epitel
skuamosa. Ianya merupakan suatu kombinasi histologi yang unik yang
memudahkannya terdeteksi pada suatu pemeriksaan. (3)
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada
radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan
otot-otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama
dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. (2, 3)

iii.

Laringofaring (hipofaring)
Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas
anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal ke-6, serta
esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek
menggunakan kaca laring struktur pertama yang tampak di bawah dasar
lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang
dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan
laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke
sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan di bawah
dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. (2, 3, 13, 14)
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faringealis.

Pleksus ini dibentuk oleh nervus kranialis IX, X dan XI. Nervus kranialis V2 (n.
maksilaris) mempersarafi daerah nasofaring. N. glossofaringeus mempersarafi
orofaring sedangkan hipofaring dipersarafi oleh cabang laryngeal dari n. vagus.(13, 14)

C. Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring
dengan lambung.

Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak

setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebral servikal 6. Di dalam
perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam
10

rongga toraks, esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna
vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus
diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan
vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan
lambung di daerah kardia.

Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian

servikal, torakal, dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan
pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara
esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos.
Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung
aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan
terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada
kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murani bersifat sfingter. Inervasi esofagus
berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis N. vagus dan saraf simpatis
dari serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, N. torakal dan N.
splangnikus.(3)

11

II. FISIOLOGI MENELAN

GAMBAR 4. Fase menelan


Dikutip dari kepustakaan(15)

Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :


1. fase oral

12

Fase oral terjadi secara sadar, makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga
mulut ke dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi M.
levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,
palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring akan terangkat pula.
Bolus kemudian akan terdorong ke posterior karena lidah yang terangkat ke atas.
Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi M.
levator palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi M. palatofaring, sehingga bolus
makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.(3, 14, 16, 17)
2. fase faringeal
Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan
bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh
kontraksi M. stilofaring, M. salfingofaring, M. tirohioid dan M. palatofaring. Aditus
laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
arieepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi M.
ariepiglotika dan M. aritenoid obliqus. Bersamaan dengan itu terjadi penghentian
aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan sehingga bolus
makanan tidak akan masuk ke saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan
meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam
keadaan lurus. (3, 14, 16, 17)
3. fase esofagial
13

Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke


lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, mka terjadi relaksasi M.
krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan makanan masuk ke esofagus.
Gerakan bolus makanan pada esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
M. konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus akan
didorong ke distal oleh gerak peristaltik esofagus. (3, 14, 16, 17)

III. EVALUASI MENELAN DENGAN ENDOSKOPI FLEKSIBEL (FEES)


FEES merupakan prosedur instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
fungsi menelan dan menuntun penatalaksanaan kelainan menelan. Dengan
menggunakan endoskopi transnasal untuk memvisualisasikan secara langsung
anatomi struktur yang penting dalam proses menelan agar dapat mengevaluasi
pergerakan struktur tersebut selama menelan makanan maupun minuman. Secara
umum komponen dasar FEES meliputi: (2, 7, 8, 10,19)

Penilaian anatomi dan fisiologi menelan: anatomi faring dan laring,

pergerakan dan sensasi yang berkaitan dengan proses menelan


Penilaian fungsi menelan makanan dan cairan secara langsung.
Aplikasi manuver terapi, modifikasi diet dan strategi perilaku, serta evaluasi
efektifitasnya.

A. Indikasi

14

Secara umum, indikasi FEES adalah untuk mengevaluasi pasien dengan


kesulitan menelan dan kemungkinan risiko aspirasi dalam proses menelan. Metode ini
juga dapat menentukan intake nutrisi yang optimal untuk meminimalkan risiko
aspirasi. Indikasi lain adalah: menilai struktur anatomi orofaring, nasofaring, dan
laringofaring. Menilai integritas sensorik struktur faring dan laring. Menilai
kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas pada saat menelan. (2, 7, 8, 10,19)
Tanda dan gejala disfagia di bawah ini dapat mengindikasikan untuk
dilakukan pemeriksaan FEES, yakni :

Riwayat disfagia
Kesulitan mengolah sekret oral
Kesulitan dalam mengkoordinasikan proses menelan dan bernapas.
Kualitas fokal yang abnormal disertai suspek disfagia
Fatig selama menelan
Globus pharyngeus (sensasi globus yaitu sensasi seolah-olah ada benjolan
atau benda asing di tenggorokan yang dapat persisten atau intermiten)

Aplikasi FEES pada kelompok pasien dengan disfagia telah diketahui dalam
literatur (Langmore,2001). FEES dapat diaplikasikan pada beberapa populasi
berbeda, yakni pasien-pasien dengan kelainan neurologis seperti stroke dan tumor di
kepala serta post bedah kepala leher.(2, 7, 8, 10,19, 20)
B. Kontraindikasi

Agitasi berat (kegelisahan, cemas) dan tidak kooperatif


Kelainan pergerakan yang berat
Riwayat vasovagal (kehilangan kesadaran yang terjadi mendadak dan dalam

waktu yang singkat)


Riwayat epistaksis yang berat

15

Trauma nasal
Riwayat penatalaksanaan pada kanker kepala maupun leher (bedah,

kemoterapi, radioterapi)
Obstruksi pada kedua saluran nasal
Kondisi kardiovaskuler yang tidak stabil
Riwayat pengobatan antikoagulan
Stenosis nasofaringeal
Fraktur pada wajah atau basis kranii
Pasien dengan kelainan darah
Etiologi disfagia berlokasi di esofagus. (2, 7, 8, 10)

C. Keuntungan
FEES memberikan informasi anatomi yang lebih baik termasuk ada tidaknya
akumulasi sekret. FEES juga sensitif dalam mengevaluasi masuknya bolus, aspirasi
dan residu faringeal dibanding pemeriksaan Modified Barium Swallowing (MBS).(10)
Beberapa keuntungan FEES dibanding evaluasi fungsi menelan yang lain
adalah sebagai berikut:

Non radiaktif
Portabel
Tidak memerlukan ruangan khusus
Hasilnya dapat langsung diketahui.(10)

D. kelemahan

Blind spot (visusalisasi tertutup pada saat menelan)


Tidak dapat mengevaluasi krikofaring
Tidak dapat mengevaluasi kelainan dalam esofagus.(10)

E. Prosedur pemeriksaan

16

Agar pemeriksaan FEES ini dapat berlangsung dengan baik dan untuk
menghindari komplikasi yang mungkin timbul, perlu diperhatikan persiapan yang
optimal. Persiapan meliputi:
1. Persiapan penderita
Sebelum tindakan FEES perlu dilakukan:

Anamnesis lengkap dan cermat


Pemeriksaan THT rutin
Pemeriksaan darah tertutama penderita dengan kecurigaan gangguan

perdarahan.
Pemeriksaan tanda-tanda vital sesaat sebelum pemeriksaan.(10)

2. Anestesi
Anestesi dan atau dekongestan topikal digunakan untuk mengurangi rasa
tidak nyaman. Namun demikian penggunaannya tidak dianjurkan karena dapat
mempengaruhi aspek sensoris dari menelan. Pemakaian lubrikan (K-Y Jelly) di ujung
endoskop dapat memudahkan insersi endoskop.(10, 20)

3. Persiapan alat
Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan adalah :

Endoskop fleksibel
Light source
Monitor televise/komputer/laptop
Kamera dan video untuk merekam
Minuman dan makanan yang berwarna dengan berbagai konsistensi.(2, 10)

17

GAMBAR 5. Alat-alat pemeriksaan FEES


Dikutip dari kepustakaan(10)

4. Tahap Pemeriksaan
Tahap pemeriksaan dibagi dalam 3 tahap : (2)
a. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswallowing assesment) untuk
menilai fungsi muskular dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral.
Penilaian otot ekspresi muka
Otot muka sebaiknya diinspeksi saat istirahat maupun saat melakukan
gerakan, bandingkan kesimetrisannya.
Penilaian otot mastikasi (mengunyah)

18

Otot masseter dan temporalis dipalpasi saat pasien melakukan gerakan


menggigit dan mengunyah. Berikan tahanan halus untuk menilai kekuatannya.
Lakukan pemeriksaan yang sama terhadap otot pterygoideus externus yang
berfungsi menggerakkan mandibula dari sisi ke sisi pada gerakan memutar.

Penilaian otot palatofaringeal

Otot-otot palatofaringeal dinilai sebagai satu unit. Konstriksi palatofaringeal


dinilai kesimetrisannya pada saat bernafas, fonasi dan stimulasi reflek
muntah. Sekaligus dinilai ada tidaknya nasal emisi dan suara sengau.
Tes menelan
Pemeriksa dapat merasakan saat terjadinya reflek menelan bila jari-jari
diletakkan pada thyroid notch antara os hyoid dan laring dan terasa laring
bergerak ke atas dan ke depan. Bila terdapat kelemahan otot atau reflek tidak
adekuat maka jari pemeriksa akan tertinggal dan berbelok oleh elevasi laring.
Pada keadaan ini, cricofaringeus gagal membuka dan epiglottis tidak adekuat
terbawa ke dasar lidah sehingga jalan nafas tidak aman.
*Penilaian preswallowing sangat penting karena tes menelan dengan
makanan padat dan cairan beresiko menyebabkan aspirasi. Reflek batuk yang
adekuat adalah penting sebelum manajemen nutrisi per-oral dimulai.

b. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi makanan,


dinilai kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman

19

untuk pasien. Jika aman, lanjutkan pemeriksaan dengan evaluasi menelan


menggunakan beberapa konsistensi dan jenis makanan yang berbeda (ice
chips, thin liquids, thick liquids, puree, soft food, solid food, mixed
consistencies).

Beberapa

tetes

pewarna

makanan

(hijau

atau

biru)

ditambahkan pada makanan atau cairan untuk memudahkan visualisasi


pemeriksa. (2, 10, , 19, 20)
c. Pemeriksaan terapi dengan mengaplikasikan berbagai maneuver terapeutik
seperti supraglottic swallow, effortfull swallow dan Mendelsohn maneuver;
dan posisi kepala seperti chin tuck atau chin down; head turn atau head
rotation, head back/chin up dan lain-lain untuk menilai apakah terdapat
peningkatan kemampuan menelan.(2, 10)

5. Teknik pemeriksaan
FEES dilakukan di poliklinik atau ruang perawatan. Pasien dalam posisi
duduk menghadap pemeriksa. Endoskop dimasukkan ke dalam vestibulum nasi
menelusuri dasar hidung, ke arah velofaringeal masuk ke dalam orofaring. Pada
pemeriksaan FEES perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Evaluasi laring dan
supraglottis meliputi plika ariepiglotik, incisura interaritenoid, plika vokalis dan plika
ventrikularis, subglotik dan bagian proksimal trakea. Evaluasi pergerakan laring pada
saat respirasi dan fonasi. Evaluasi pengaturan sekret. Terdapat dua tahap pemeriksaan
FEES, pertama yaitu evaluasi refleks adduktor laring terhadap rangsangan berupa

20

pulsasi udara yang diberikan melalui saluran khusus dalam endoskop dan yang kedua
evaluasi menelan makanan berwarna dengan berbagai konsistensi.(2, 10)

GAMBAR 6. Gambaran skematik pemerksaan FEES


Dikutip dari kepustakaan(10)

F. Evaluasi
Pemeriksaan
Dengan pemeriksaan FEES dinilai 5 proses fisiologi dasar seperti: (2,19, 20)
a. Sensitivititas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan
dalam terjadinya aspirasi.
b. Spillage (preswallowing leakage): masuknya makanan ke dalam hipofaring
sebelum refleks menelan mulai sehingga mudah terjadi aspirasi.
c. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis
kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan
tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat proses menelan terjadi
ataupun sesudah proses menelan.

21

d. Aspirasi: masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang sangat
berperan terhadap terjadinya komplikasi paru.(10)

G.

Evaluasi Transpor Bolus


Setelah evaluasi kemampuan proteksi jalan napas, selanjutnya dilakukan

penilaian transpor bolus makanan dan cairan yang telah diberi pewarna (biasanya
hijau). Konsistensi makanan yang diberikan berdasarkan diet yang terakhir diberikan
dan temuan evaluasi disfagia sebelumnya. Makanan diberikan dengan ukuran bolus
yang makin besar mulai dari sendok teh (sdt), sdt, dan 1 sdt. Cairan diberikan
lewat sendok teh, cangkir dan sedotan. Proses menelan di evaluasi untuk masingmasing presentasi. Urutan pemberian makanan mulai dari cairan, makanan lunak dan
makanan padat. Zat makanan atau cairan yang diberikan terdiri dari cairan jernih
(thin liquid), cairan pekat (thick liquid) seperti susu, bubur (konsistensi lunak),
biskuit/crackers (makanan padat). Faktor-faktor yang dinilai adalah oral transit time,
tepatnya waktu inisisasi menelan, elevasi laring, spillage, residu, kekuatan dan
koordinasi menelan, penutupan laring (retrofleksi epiglotis dan penutupan plika
vokalis), refluks, penetrasi, dan aspirasi. Perhatikan kemampuan membersihkan
residu makanan atau minuman, penetrasi dan aspirasi, baik secara spontan ataupun
dengan cara-cara tertentu misalnya dengan merubah posisi kepala ke kiri atau ke
kanan, menelan beberapa kali atau menelan kuat-kuat.(19, 10)
H. Komplikasi

22

Survei yang dilakukan oleh Langmore pada tahun 1995 menemukan hanya
27 kasus dari 6000 prosedur FEES yang mengalami komplikasi. Adapun komplikasi
yang bisa timbul pada pemeriksaan FEES adalah sebagai berikut:
a. Rasa tidak nyaman : biasanya ringan, dari 500 pemeriksaan dengan FEES
dilaporkan 86% pasien merasa tidak nyaman yang ringan.
b. Epistaksis : terdapat kurang dari 1,1% kasus epistaksis dilaporkan selama
pemeriksaan FEES. Pemeriksaan dianjurkan untuk waspada pada pasien yang
diberikan terapi antikoagulan, mereka dengan kelainan pembekuan darah serta
yang memiliki riwayat bedah nasal sebelumnya.
c. Respon vasovagal: sinkop vasovagal merupakan tipe sinkop yang
berkemungkinan terjadi selama prosedur FEES. Hal ini jarang terjadi namun
jika ada diduga karena pasiennya terlalu cemas. (10)

BAB III: KESIMPULAN

23

Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) merupakan prosedur


yang paling sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan proses menelan karena
banyak keuntungannya: mudah dan sangat kompatibel untuk digunakan di samping
resiko efek samping yang sedikit. FEES memberikan informasi anatomi yang lebih
baik termasuk ada tidaknya akumulasi sekret. FEES juga sensitif dalam mengevaluasi
masuknya bolus, aspirasi dan residu faringeal. Dengan pemeriksaan FEES dapat
dinilai lima proses fisiologi dasar seperti; Sensitivititas pada daerah orofaring dan
hipofaring yang sangat berperan dalam terjadinya aspirasi, spillage (preswallowing
leakage): masuknya makanan ke dalam hipofaring sebelum refleks menelan mulai
sehingga mudah terjadi aspirasi, residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah
valekula, sinus piriformis kanan dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior
sehingga makanan tersebut akan mudah masuk ke jalan napas pada saat proses
menelan terjadi ataupun sesudah proses menelan, aspirasi: masuknya makanan ke
jalan napas melewati pita suara yang sangat berperan terhadap terjadinya komplikasi
paru.(2, 8, 10)

DAFTAR PUSTAKA

24

1.

Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA,
Richardson MA, Schuller DF. Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th ed.
Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005. p. 1438-42

2.

Soepardi EA. Disfagia.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala & Leher. 6 ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 276-80.


3.

Ellis H. The Head and Neck. Clinical Anatomy. Applied Anatomy for Students and
Junior Doctors. 11 ed. Blackwell; p. 270-82.

4.

Malagelada JR, Bazzoli F, Elawaut A, Fried M, Krabshuis JH et al. Dysphagia. World


Gastroenterology Organisation Guidelines, 2007. p. 1-14

5.

Ott DJ, Pikna LA. Clinical and Videofluoroscopic of Swallowing Disorders. AJR:161
1993. p. 507-13.

6.

Pennsylvania Patient Safety Advisory. Does Your Screening Adequately Predict


Aspiration Risk; article [online]. 2009 [cited 2009 Dec]. retrieved from
http://www.patientsafetyauthority.org

7.

Wellman L, Cleary S. Guideline: Swallowing (Dysphagia) and Feeding Alberta


College of Speech-Language Pathologists and Audiologists; 2013. p. 3-31

8.

Nacci A, Ursino F, Vela RL, Matteucci F, Mallardi V, Fattori B. Fiberoptic


Endoscopic Evaluation of Swalloeing (FEES): proposal for informed consent. ACTA
Otorhinolaryngologica Italica. 2008:28. p. 206-11.

9.

Bailey JB, Johnson JT. Head & Neck Surgery-Otolaryngology. 3 rd ed. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001. p. 200-22.

25

10.

Kelly A.M., Hydes K., McLauhlin C. and Wallace S. Fiberoptic Endoscopic


Evaluation of Swallowing (FEES): The role of speech and language therapy. RCSLT
Policy Statement 2007. p. 4-28.

11.

Badenduck LA, Matthews TW, McDonough A, Dort JC, Wiens K, Kettner R,


Crawford S and Kaplan BJ. Fiber-optic Endoscopic Evaluation of Swallowing to
Assess Swallowing Outcomes as a Function of Head Position in a Normal
Population. J Otolaryngol Head Neck Surg 2014, 43:1-6.

12.

Netter FH, Atlas of Human Anatomy, 4th ed: Saunders Elsevier. Philadelphia. 2006. p.
63-8.

13.

Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. editors. A Short Textbook of ENT Diseases.
7th ed: Usha Publications; 2005. p. 215-24.

14.

Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. Lippincott Williams and Wilkins. p.
634-9.

15.

Banerjee A. Gastrointestinal Physiology. Swallowing. Clinical Physiology An


Examination Primer. Cambridge: 2005. p. 318-9.

16.

Shaker H. Clinical Physiology of Swallowing Mechanism. Medical Speech and


Swallowing Disorder. p. 1-14.

18.

Pasha R. Esophageal and Swallowing Disorders. Otolaryngology Head and Neck


Surgery. Clinical Reference Guide. Singular/Thomson Learning; p. 142-5.

19.

Langmore SE. Endoscopic Evaluation of Oral and Pharyngeal Phases of Swallowing.


Oral cavity, pharynx and esophagus. GI Motility online: 2006. p. 1-18.

26

20.

Warnecke T, Teismann I, Oelenberg S, Hamacher C, Ringelstein EB, Schabitz WR,


Dziewas R. The Safety of Fiberoptic Evaluation of Swallowing in Acute Stroke
Patients. ahajournals.org. 2009:40. p. 482-6.

27

Anda mungkin juga menyukai