Anda di halaman 1dari 8

Nama : IFTITAH DIAN HUMAIROH

NIM

: 120210302015

KELAS: B
M.K

: Metodologi Sejarah dan Historiografi


HISTORIOGRAFI LAMA

A. Pengertian historiografi
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history (sejarah) dan
graph (tulisan). Jadi historiografi artinya adalah tulisan sejarah, baik itu yang
bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang tidak bersifat ilmiah (no
problem oriented). Problem oriented artinya karya sejarah ditulis bersifat
ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah (problem solving), yang
tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode penelitian.
Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya tulis
sejarah yang ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan ditulis
secara naratif, dan tidak menggunakan metode penelitian.
Dalam arti sempit historiografi adalah perkembangan penulisan
sejarah dalam peradaban dunia. Dalam menulis sejarah penulisan dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan dimana dia tinggal. Sedangkan dalam arti luas,
historiografi adalah perkembangan penulisan sejarah yang mencakup teori dan
metodologi sejarah. Dalam tahap historiografi kita harus tahu perkembangan
budaya dan lingkungan pada saat tulisan itu dibuat yaitu pada jiwa zamannya.
Historiografi adalah pengerjaan studi sejarah secara akademis dan
kritis dengan berusaha sejauh mungkin mencari kebenaran dari setiap fakta,
yang bermula dari suatu pertanyaan pokok yang dituangkan dalam bentuk
tulisan. Atau dengan kata lain, historiografi merupakan puncak penulisan dari
semua fakta sejarah yang telah ditemukan. Penulisan sejarah dalam
historiografi lebih merupakan ekspresi kultural daripada usaha untuk

merekam masa lalu. Oleh karena itu, historiografi adalah ekspresi kultural dan
pantulan dari keprihatinan kelompok sosial masyarakat atau kelompok sosial
yang menghasilkannya.
B. Historiografi Lama Di Eropa (Zaman Yunani dan Romawi)
Sejarah historiografi Eropa dilihat sebagai gejala yang terikat oleh waktu
(time bound) dan terikat oleh kebudayaan (culture bound) zamannya (Kuntowijoyo,
2013: 29). Penulisan sejarah dari Yunani yang terkenal ialah Herodotus (484 S.M.
425 S.M.), Thucydides (456 S.M. 396 S.M.) dan Polybius (198 117 SM).
Penulisan sejarah pada zaman Yunani dan Romawi ini bersifat naratif yang hanya
menerangkan tentang kronologis terjadinya suatu peristiwa. Beberapa gaya penulisan
pada zaman itu: kronik biara, memori politik, risalah kuno, dan sebagainya. Penulisan
sejarah seperti ini kurang mendapat tempat di dalam ranah ilmiah karena data yang
digunakan untuk penulisan kurang bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu
penulisan sejarah pada masa ini pada masa selanjutnya hanya dianggap sebagai cerita
mitos dan laporan kejadian saja.
Zaman Yunani dan Romawi
Penemuan waktu dan kronologi sebenarnya sudah sejak lebih dari 4.000 SM
di Mesir, tetapi orang tidak segera menulis sejarah. Tulisan sejarah di Eropa muncul
di Yunani dalam bentuk puisi, yaitu karya Homer, ditulis berdasar cerita-cerita lama,
menceritakan kehancuran Troya pada 1.200 SM. Tulisan itu banyak mengandung
informasi mengenai kebudayaan dan masyarakat pada zamannya. Tulisan sejarah
dalam bentuk prosa baru muncul pada abad ke-6 SM di Ionia, karena waktu itu
masyarakatnya memungkinkan perseorangan untuk berekspresi.
Penulisan sejarah dari Yunani yang terkenal ialah Herodotus (484 S.M. 425
S.M.), Thucydides (456 S.M. 396 S.M.) dan Polybius (198 117 SM). Herodotus
melukiskan abad ke-6 dan abad ke-5, sehingga ia menulis semacam sejarah
kebudayaan. Dialah bapak sejarah (Kuntowijoyo, 2013: 30). Tulisan-tulisannya
bersifat rasional, factual, dan banyak menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di

masa lampau. Tulisan-tulisannya berbentuk prosa dan bersifat komphrehensif. Selain


tulisannya merupakan karya sejarah, ia juga menulis tentang apa yang sekarang
disebut sebagai antropologi dan sosiologi, semua aspek dalam kehidupan manusia
sudah menjadi topik dalam tulisannya. Ia melukiskan Perang Yunani-Persia pada
tahun 478 SM, perang antara peradaban Hellenic dan Timur yang dimenangkan oleh
Yunani.
Thucydides menulis perang antara Athena-Sparta, perang antara demokrasi
dan Tirani yang dimenangkan oleh Athena. Thucydides adalah seorang jenderal dan
politisi, sehingga tulisannya tentang perang Peloponnesos (431-404 SM) yang dapat
dianggap sebagai laporan perang oleh saksi mata yang tidak memihak. Tulisan
Thucydides ini berbentuk prosa dan bersifat kontemporer. Penulisan sejarah
Tuchydides ini berkonsentrasi tentang tokoh-tokoh besar, kalangan raja, bangsawan
dan sebagainya. Tuchydides dalam tulisannya sudah melakukan metode kritis yang
didasarkan pada suatu peristiwa, sedangkan Herodotus tidak menggunakan metode
kritis.
Polybius, meskipun ia orang Yunani, tetapi ia banyak dibesarkan di Roma.
Kalau Herodotus kebanyakan menulis tentang periode awal Yunani, maka Polybius
banyak menulis tentang perpindahan kekuasaan dari tangan Yunani ke Romawi. Ia
berjasa dalam mengembangkan metode kritis dalam penulisan sejarah. Konsep
penulisan sejarah dari Polybius ini yaitu suatu Negara terbentuk karena terjadinya
siklus yang bergerak yaitu sebuah Negara yang Monarkhi akan menjadi Oligarkhi
kemudian menjadi Aristokrasi dan menjadi Demokrasi. Demokrasi nanti akan
mengarah pada peristiwa-peristiwa yang berbentuk Anarkhi kemudian menjadi
Monarkhi kembali. Itulah yang diamati oleh Polybius tentang perubahan Negara yang
terjadi di Romawi.
Penulisan sejarah Romawi pada awalnya menggunakan Bahasa Yunani,
kemudian berubah memakai Bahasa Latin, tetapi tulisan sejarah Yunani tetap menjadi
model atau contoh. Penulis sejarah Romawi diantaranya ialah Julius Caesar (100-44

SM), Sallusitius (86-34 SM), Livius (59-17 SM) dan Tacitus (55-120 M)
(Kuntowijoyo, 2013: 31).
Julius Caesar adalah jenderal Romawi yang menaklukkan Gaul. Bukunya
adalah Commentaries on Gallic Wars, yang berisi tentang suku Gallia dan Civil War
yaitu pemebelaannya mengapa perang itu dilakukan. Dalam buku tersebut ia
melukiskan tentang suku Gallia sehingga menjadi sumber yang sangat penting
tentang adat istiadat bangsa itu.
Sallustius (Gaius Sallustius Crispus) terkenal dengan monografi dan biografi.
Ia menulis History of Rome, Conspiracy of Catiline, dan Jugurthine War. Analisisnya
mengenai manusia dan politik tidak memihak, tetapi ia tidak dapat menyembunyikan
pesimismenya. Ia tidak berhati-hati dalam kronologi dan geografi karena ia hanya
mengandalkan sekretaris.
Livius (Titus livius) adalah seorang penulis sejarah yang luar biasa, sehingga
ia mengorbankan kebenaran sejarah demi retorika. Ia menulis sejarah Romawi
sebagai sejarah dunia dengan semangat patriotisme. Tulisannya tentang berdirinya
Kota Roma adalah antara fantasi dan fakta, sehingga perbandingan antara Livius dan
Polybius adalah antara fantasi dan fakta.
Tacitus (Publius Cornelius Tacitus) menulis Annals, Histories, dan Germania.
Tulisannya berada di tengah-tengah antara Livius yang cenderung pada retorika dan
Polybius yang cenderung pada sejarah. Dialah yang mengemukakan sebab moral
keruntuhan Romawi. Tulisannya mengenai bangsa Jerman adalah semacam sosiologi
deskriptif dan menjadi satu-satunya informasi mengenai bangsa Jerman pada waktu
itu.
C. Historigrafi Lama di Indonesia (Konvensional)

Dalam terminologi historiografi, sejarah kekuasaan termasuk dalam katagori


sejarah politik. Pada mulanya politik merupakan tulang punggung sejarah karena
dalam historiografi yang konvensional, tulisan sejarah banyak berisi tentang
rentetan kejadian-kejadian tentang raja, negara, bangsa, pemerintahan, parlemen,

pemberontakan,

kelompok-kelompok

kepentingan

(militer,

partai,

ulama,

bangsawan, pateni) dan interaksi antara kekuatan-kekuatan dalam memperebutkan


kekuasaan (Kuntowijoyo, 2003 : 174). Ciri lain dari sejarah konvensional adalah
lebih banyak menampilkan orang-orang besar seperti para raja (Burke, 1995 : 26). Sejarah dalam terminologi sejarah konvensional adalah sejarah cerita orangorang besar. Orang-orang besar ini pun banyak para penguasa.
Pendekatan politik dan interpretasi kekuasaan sangat mewarnai dalam
penyusunan sejarah suatu negara. Dalam konteks negara moderen sebutan
warganya dengan istilah bangsa sehingga muncul istilah negara bangsa (Nation
State). Bangsa adalah sekelompok para warga negara yang kedaulatan kolektifnya
membentuk suatu negara yang merupakan ekspresi politik mereka (Hobsbown,
1992 : 21). Negara moderen terbentuk biasanya dilatarbelakangi oleh adanya latar
belakang sejarah yang sama. Dalam kasus beberapa negara di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, pembentukan negara bangsa dilatarbelakangi adanya kolonialisme
atau penjajahan yang berlangsung pada negara tersebut. Kolonialisme sebagai
sebuah ideologi yang selalu dikontraskan dengan nasionalisme karena nasionalisme
lahir sebagai bentuk reaksi terhadap munculnya kolonialisme.
Dalam kasus di Indonesia, historiografi mengalami pula adanya kolonisasi
yaitu penulisan sejarah dengan pandangan yang neerlandosentrisme. Untuk
membangun historiografi yang nasionalis perlu dirumuskan kembali suatu
historiografi yang indonesiasentris, suatu historiografi yang dilihat dari kaca mata
bangsa Indonesia. Perumusan penulisan sejarah yang indonesiasentris merupakan
bentuk dari dekolonisasi historiografi Indonesia (Kartodirdjo, 1992).
Upaya penulisan sejarah Indonesia yang indonesiasantris dilakukan melalui
Seminar Sejarah Nasional I yang dilaksanakan pada tanggal 14 sampai dengan 18
Desember 1957 di Yogyakarta. Hal yang menarik dari materi seminar ini adalah
munculnya konsepsi filosofis sejarah nasional sebagaimana yang diungkapkan oleh
Moh. Yamin (Yamin,1976 : 203-215). Konsepsi ini mencerminkan perlu adanya
ideologisasi dalam penyusunan historiografi Indonesia. Ideologisasi yang dimaksud

di sini adalah sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang bermuara pada


nasionalisme harus menjadi landasan ideologi dalam penulisan sejarah Indonesia.
Walaupun pendapat Yamin ini bertentangan dengan pandangan Soejatmoko.
Menurut Soejatmoko Filsafat Sejarah adalah suatu yang netral tidak mengabdi pada
suatu ideologi. Filsafat sejarah merupakan bagian dari filsafat ilmu (Soejatmoko,
1995 : 183-201).
Terlepas dari pebedaan antara Yamin dan Sujatmoko, dalam perkembangan
berikut tentang historiografi Indonesia bermuara pada konsepsi Sejarah Nasional.
Hal ini dapat dilihat dengan terbitnya buku Sejarah Nasional Indonesia sebanyak 6
jilid. Ideologisasi sangat nampak kalau kita lihat dari Dasar Hukum penyusunan
buku tersebut yakni Surat Keputusan (SK) Mendikbud No. 0173/1970 yang berisi
mengangkat Panitia Penyusunan Buku Standar Sejarah Nasional Indonesia
berdasarkan Pancasila (Kartodirdjo, 1977). Pancasila sebagai dasar negara harus
dijadikan landasan dalam penyusunan buku Sejarah Nasional tersebut. Dengan
demikian rekonstruksi sejarah yang dibuat harus mengikuti apa yang diinginkan
oleh negara dan bersifat iedologis.
Ideologisasi dalam sejarah Negara tampak dalam Sejarah Nasional
Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia pada dasarnya adalah historiografi yang
benang merahnya merekontruksi tentang bagaimana asal-usul, proses pembentukan,
lahir dan eksistensi setelah lahir negara Indonesia. Sejarah direkonstruksi secara
periodesasi dan menunjukkan adanya suatu kesinambungan dalam proses eksistensi
Negara Indonesia. Untuk mencerminkan suatu kesinambungan maka dibuatlah
periodesasi mulai dari periode prasejarah hingga periode setelah kemerdekaan dan
zaman Orde Baru. Indonesia sebagai sebuah negara dicari asal usulnya, mulai asal
usul masyarakatnya yang dicari sejak zaman prasejarah ; pembentukan suatu
institusi politik, dicari sejak zaman kerajaan-kerajaan (Hindu Budha dan Islam),
perjuangan pembentukan Negara Republik Indonesia, dicari pada masa penjajahan ;
perjuangan proklamasi kemerdekaan, dicari pada periode kemerdekaan ; dan

perjuangan mempertahankan hingga mengisi kemerdekaan, dicari pada periode


Revolusi hingga Orde Baru.
Periodesasi dalam sejarah nasional Indonesia lebih banyak menggunakan
pendekatan yang konvensional (Kuntowijoyo, 2008 : 21). Ciri-cirinya sebagaimana
telah dikemukakan dalam pendekatan historiografi yang konvensional tema politik
menjadi ciri utama dalam alur periodesasinya. Misalnya dalam jilid II dan III tema
utamanya adalah kerajaan-kerajaan Hindu Budha dan kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan adalah suatu institusi politik atau negara. Jilid IV dan V adalah zaman
Kedatangan Bangsa Barat dan Penjajahan di Indonesia. Bangsa Barat di sini adalah
bangsa-bangsa yang kemudian menjajah Indonesia. Terminologi penjajahan
merupakan

terminologi

politik

yaitu

kekusaan

pemerintahan

penjajah

(Pemerintahan Hindia Belanda). Jilid V periode Jepang dan kemerdekaan.


Eksplanasi tentang periode Jepang pun lebih banyak membahas tentang
pemerintahan pendudukan Jepang sebagai suatu institusi politik yang kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan peristiwa-peristiwa politik yang mengantarkan
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan uraian pada jilid VI
periode Republik Indonesia pendekatan tema politik nampak ketika membicarakan
bagaimana Republik Indonesia dipertahankan, mendapatkan berbagai cobaan
hingga lahirnya suatu pemerintahan yang menyelematkan Republik Indonesia yaitu
Orde Baru.
Penyebutan istilah Orde Baru dalam penulisan Sejarah Nasional Indonesia
mencerminkan ada interpretasi kekuasaan. Terminologi Orde Baru menunjukkan
bahwa Sejarah Nasional Indonesia adalah sejarah perjuangan. Perjuangan dimulai
dengan jaman kolonial yaitu perjuangan yang penuh dengan perang dalam mengusir
penjajah atau perjuangan antara kekuatan nasionalis melawan kolonial (penjajah).
Hasil dari perjuangan ini melahirkan sebuah negara yang merdeka yaitu Republik
Indonesia. Ketika Indonesia merdeka perjuangan belum selesai, timbul berbagai
macam ancaman dan gangguan bagi eksistensi Negara Republik Indonesia.
Gangguan dan ancaman itu baik dalam bentuk konflik fisik atau perjuangan

bersenjata maupun pergolakan politik. Ancaman dan gangguan baik datang dari luar
maupun dari dalam. Tantangan dari luar yaitu datangnya kembali Belanda yang
ingin menjajah Indonesia sehingga terjadilah perang atau konflik bersenjata antara
pihak Indonesia dengan Belanda. Periode ini dikenal dengan Periode Revolusi.
Sedangkan ancaman dari dalam berupa pemberontakan-pemberontakan yang
dianggap merongrong terhadap kedaulatan Republik Indonesia. Pemberontakanpemberontakan itu seperti PRRI/PERMESTA, PKI, DI/TII, RMS, dan sebagainya.
Eksistensi Negara Republik Indonesia akhirnya dapat diselamatkan oleh suatu
kekuatan yang kemudian membentuk pemerintahan yang disebut dengan Orde
Baru. Kekuatan utama yang menjadi pendukung Orde Baru adalah militer. Dengan
demikian pada masa Orde Baru terjadi militerisasi dalam sejarah (McGregore, 2008
: 51-64).
Sejarah Nasional Indonesia yang direkontruksi oleh Orde Baru adalah
Sejarah Nasional yang penuh dengan interpretasi kekuasaan. Penulisan Sejarah
Nasional pada dasarnya merupakan promosi dari pemerintah, karena sejarah
nasional terkait erat dengan legitimasi negara dan identitas nasional (Sutherland,
2008 : 38). Orde Baru mencoba membuat satu identitas atau mendefinisikannya
sendiri yaitu koreksi total atas penyelewengan-penyelewengan di segala bidang, dan
berusaha menyusun kembali kekuatan Bangsa dan menentukan cara-cara yang tepat
untuk menumbuhkan stabilitas nasional jangka panjang sehingga mempercepat
proses pembangunan Bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 (Notosusanto, 1987 : 173). Pemerintahan yang berlangsung sebelum Orde
Baru diinterpretasikan sebagai suatu keadaan yang tidak lebih baik daripada
pemerintahan Orde Baru bahkan diinterpretasi dengan kondisi yang kontraproduktif
sehingga disebut dengan Orde Lama.

Anda mungkin juga menyukai