Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat.
Survei kesehatan Rumah Tangga 2004 menunjukkan TB merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan saluran napas dan nomor satu diantara penyakit
infeksi. Menurut WHO setiap tahun di dunia diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus baru TB
dan 1,7 juta kematian karena TB.1
Seiring dengan meningkatnya kasus TB maka angka resistensi terhadap obat
antituberkulosis (OAT) juga meningkat baik resistensi primer maupun sekunder. Multi drug
resisten tuberculosis (MDR-TB) merupakan masalah terbesar pemberantasan TB di dunia.
WHO memperkirakan sekitar 425.000 kasus MDR-TB per tahun.1,2
Pada tahun 2006 , CDC, WHO, dan IUATLD melaporkan hasil survey MDR-TB
dari 25 laboratorium, bahwa terdapat 20% MDR-TB dan 2% resisten pada obat lini kedua.
Hal ini ditemui di setiap bagian dunia, termasuk United State, dimana 4 % dengan MDRTB juga resisten terhadap obat lini kedua. MDR-TB disertai dengan resistensi dengan obat
lini kedua di kenal dengan Extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB). XDR-TB
meerupakan strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap INH dan Rifampisin
juga terhadap minimal satu jenis fluorokuinolon dan satu diantara OAT injeksi (kanamisin,
kapreomisin atau amikasin).1,3,4,5,7
World Health Organization (WHO) dan United States Centers for Desease Control
and prevention (CDC) pada Maret 2006 menyatakan XDR-TB sebagai masalah serius dam
memerlukan tindakan penanggulangan segera karena berdampak besar terhadap kesehatan
masyarakat dan control Tb dunia.1

BAB II
ISI
II.1 Definisi
Extensively

drug-resistant

tuberculosis

(XDR-TB)

merupakan

strain

Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap INH dan Rifampisin juga terhadap
minimal satu jenis fluorokuinolon dan satu diantara OAT injeksi (kanamisin, kapreomisin
atau amikasin)1,3,4,5,7
II. 2 Epidemiologi
Laporan Anti-Tuberculosis Drug Resistance in the World, didasarkan pada
informasi yang dikumpulkan antara tahun 2002-2006 pada 90.000 pasien TB di 81 negara.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa extensively drug-resistant tuberculosis (XDRTB), salah satu yang hampir tidak dapat diobati dari penyakit saluran pernapasan, telah
tercatat di 45 negara.10

II.3 Resistensi Mycobacterium Tuberkulosis


Resistensi sel mikroba adalah sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh
antimikroba. Sifat ini merupakan mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Resistensi
adalah keadaan kuman yang tidak peka lagi terhadap suatu obat meskipun dalam kadar
tinggi.kuman resisten terjadi akibat perubahan genetik pada kuman secara spontan
(mutasi), makin banyak jumlah kuman makin besar kemungkinan timbulnya mutasi.
Resistensi juga terjadi melalui proses adaptasi progresif kuman sensitive, contohnya pasien
kaviti pada gambaran rradiologisnya. Obat anti tuberculosis akan sulit menembus dinding
kaviti karena vaskularisasi kurang sehingga konsentrasi obat dalam kaviti rendah. Hal ini
menyebabkan basil secara bertahap akan beradaptasi dan resisten.1
Resistensi TB secara klinis dibagi atas dua jenis yaitu primer dan sekunder.
Resistensi primer terjadi pada penderita yang belum pernah menggunakan OAT. Resistensi
sekunder adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang menggunakan yang
menggunakan OAT minimal 4 minggu atau lebih.1
Laporan dari Afrika Selatan menyebutkan bahwa lebih dari 50% pasien XDR-TB
tidak pernah diterapi OAT. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien XDR-TB
tidak diakibatkan pengobatan yang gagal atau tidak efektif namun disebabkan strain XDR
atau terjadi resistensi primer. Data hasil pemeriksaan genotip menyebutkan 85% sampel
XDR-TB berasal dari strain TB KZN family yang pertama kali ditemukan tahun 1943.1
Resistensi sudah dikenal sejak streptomisin ditemukan sebagai OAT tahun 1943.
Streptomisin yang diberikan tanpa kombinasi dengan obat lain menyebabkan keluhan
penderita akan menurun namun beberapa basil akan tumbuh lagi dan keadaan pasien cepat
memburuk. Hal ini disebabkan dalam populasi kuman telah ada sebagian yang resisten
terhadap satu jenis obat dan bila populasi itu hanya diberi satu jenis obat saja maka jumlah
kuman yang sensitif akan turun jumlahnya sedangkan kuman resisten akan meningkat
jumlahnya seingga dalam beberapa waktu populasi kuman akan berubah menjadi hanya
kuman resisten. Keadaan ini disebut fall and rise phenomena dan menjadi dasar pemberian
OAT lebih dari satu macam. Selain itu dikenal juga fenomena addition syndrome yaitu
suatu obat yang ditambahkan kedalam satu rejimen yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu
disebabkan kuman TB telah resisten terhadap rejimen pertama maka penambahan obat
akan menambah panjang daftar obat resisten.1

Faktor faktor yang menyebabkan resistensi OAT terhadap kuman TB antara lain:
1. Faktor mikrobiologik
a. Resistensi yang natural
b. Resistensi yang didapat
c. Amplifier effect
d. Virulensi kuman
e. Tertular galur kuman MDR
2. Faktor klinik
a. Penyelenggara kesehatan
- Keterlambatan diagnosis
- Pengobatan tidak mengikuti pedoman
- Penggunaan panduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya
yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang
-

tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH.


Tidak ada guideline / pedoman
Tidak ada / kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada satu
paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman TB telah
resisten pada paduan yang pertama maka penambahan 1 jenis obat

tersebut akan menambah panjang daftar yang resisten.


- Organisasi program nasional TB yang kurang baik.
b. Obat
- Pengobatan TB jangka waktunya lama, lebih dari 6 bulan sehingga
-

membosankan pasien
Obat toksik menyebabkan menyebabkan efek samping sehingga pengobatan

gagal sampai selesai / komplit


Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah

makan, atau ada diare


Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi tetap yang

mana bioavailabilitas rifampisin berkurang


- Regimen / dosis obat yang tidak tepat
- Harga obat yang tidak terjangkau
- Pengadaan obat yang terputus
c. Pasien
- PMO tidak ada / kurang baik
- Kurangnya informasi atau penyuluhan
- Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang
- Efek samping obat
- Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada
- Masalah social
- Gangguan penyerapan obat
3. Faktor program
a. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan

b. Amplifier effect
c. Tidak ada program DOTS-PLUS
d. Program DOTS belum berjalan dengan baik
e. Memerlukan biaya yang besar
4. Faktor HIV/AIDS
a. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
b. Gangguan penyerapan
c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. Faktor kuman
Kuman M.tuberculosis super strains
- Sangat virulen
- Daya tahan hidup lebih tinggi
- Berhubungan dengan TB-MDR
II.4 Mekanisme Resistensi Obat Antituberkulosis
Antimikroba membutuhkan suasana optimal saat bakteri bereplikasi sehingga pada
keadaan inaktif terdapat resistensi. Organisme dalam keadaan resisten ini tidak dapat
dibasmi dengan antimikroba namun jika berkembang biak menjadi peka. Penyebab
resistensi obat secara umum bias dibedakan secara genetik dan non genetik. Secara genetik
resistensi dibagi menjadi resistensi kromosomal dan ekstrakromosomal. Resistensi
ekstrakromosomal berhubungan dengan plasmid. Gen plasmid dapat mengontrol
pembentukan enzim yang mampu merusak antimikroba. Mekanisme sebagai berikut:
Rifampin
Rifampisin memiliki efek bakterisid kuat baik saat bakteri aktif membelah maupun saat
tidak aktif. Rifampin bekerja secara spesifik mengikat subunit enzim RNA polymerase
menyebabkan hambatan pada proses transkripsi. Mekanisme resistensi terhadap rifampin
didasari terjadinya mutasi spesifik gen rpo (penyandi unit enzim RNA polimerase)
sehingga terjadi perubahan konformasi protein sub uint menurunkan afiniti ikatan
rifampisin terhadap enzim polymerase. Resistensi ini terjadi pada 1 dalam 10 7-108 populasi
dan saat ini ditemukan pada lebih 90% isolate klinis TB.
Pirazinamid
Pirazinamid aktif hanya terhadap M.Tb dan M.africanum, mekanisme kerja pirazinamid
belum sepenuhnya dimengerti. Pirazinamid memasuki M.Tb dengan cara difusi pasif,
diubah menjadi pyrazinoic acid oleh enzim pyrazinamidase kemudian dieksresi dengan
efek pump lemah. Protonated pyrazinoic acid kemudian diabsorbsi ke dalam basil dalam

kondisi asam dan terjadi akumulasi karena eskresi tidak efisien menyebabkan kerusakan
sel basil. Resisten terhadap pirazinamid berhubungan dengan mutasi gen pncA (penyandi
enzim piramidase yang menghidrolisis pirazinamid menjadi bentuk aktif)
Etambutol
Obat ini menghambat biosintesis arabinogalaktan, polisakarida penting dinding sel
mikobakterium. Mutasi paling sering terjadi pada kodon 306 dari Emb (penyandi
arabinoyltransferase) meskipun hal ini juga terjadi pada residu asam amino Asp328, Gly
496 dan Glu 49.penelitian di Rusia menunjukkan bahwa mutasi Emb 306 tidak hanya
terdeteksi pada 48,3% strain resisten namun juga pada 31,2 % strain sensitive. Meskipun
telah banyak yang ditemukan banyak gen baru yang berhubungan dengan resistensi
terhadap etambutol namun 24% diantaranya tidak didapatkan mutasi. Diperlukan
penelitian genetik dan biokimia lebih lanjut untuk konfirmasi berbagai gen lain yang
mungkin terlibat
Streptomisin
Obat injeksi utama OAT adalah streptomisin dan pilihan selanjutnya adalah kanamisin dan
amikasin. Mekanisme kerja ketiganya adalah dengan menggangu proses translasi sehingga
terjadi gangguan sintesis protein yng berakhir dengan kematian organism. Streptomisin
berkaitan dengan proses pembentukan protein tetapi juga berefek pada kerusakan
membrane sel, ihibisi pada proses respirasi sel serta merangsang pembentukan RNA.
Streptomisin dapat menimbulkan misscoding kode genetic. Tempat kerja streptomisin
DNA pada ribosom subunit S12 terutama protein ribosom 125 dan 165 rRNA.
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon generasi akhir yaitu gatifloksasin dan moksifloksasin mempunyai aktiviti
invitro dan invivo yang terbaik terhadap M.Tb. Aktivitas awalnya tidak berbeda bermakna
dengan INH dan secara keseluhan aktiviti dapat menyamai rifampisin. Target kerja
fluorokuinolon pada enzim yang berperan untuk masih topologi DNA yaitu DNA
topoisomerase terutama gyrase. Resistensi sering terjadi akibat mutasi pada gen Gyr A,
Gyr B yaitu penyandi DNA gyrase subunit A dan B serta ifr A.
II.5 Faktor Risiko XDR-TB

Pasien yang rentan menderita MDR-TB adalah:8


-

Minum obat TB yang tidak teratur


Minum obat TB yang tidak sesuai dengan anjuran dokter
Menderita TB lagi setelah minum obat TB sebelumnya
Berasal dari daerah yang bnayk kasus TB resisten
Kontak dengan pasien yang diketahui menderita drug resisten TB
Penderita HIV
Penderita Silikosis
Penderita DM
Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
gastrektomy dengan penurunan berat badan dan malabsorbsi, jejunoileal
bypass, transplantasi ginjal dan jantung, karsinoma pada kepala atau leher
dan neoplasma lainnya (kanker paru, limfoma, dan leukemia).

II.6 Penatalaksanaan
Prinsip umum WHO12
- Penggunaan paling tidak 4 obat-obatan sangat mungkin akan efektif.
- Jangan menggunakan obat yang mempunyai resistensi silang (cross-resistance).
- Singkirkan obat yg tidak aman untuk pasien.
- Gunakan obat dari grup 1-5 dgn urutan yang berdasarkan kekuatannya.
- Harus siap mencegah, memantau dan menanggulangi efek samping obat yg
dipilih.
Alternative method of grouping antituberculosis agents12
Group
Group 1 First-line oral agents
Group 2 Injectable agents

Nama obat
isoniazid (H); rifampicin (R); ethambutol (E);
pyrazinamide (Z); rifabutin (Rfb)*
kanamycin (Km); amikacin (Am);
capreomycin (Cm); streptomycin (S)

Group 3 Fluoroquinolones

moxifloxacin (Mfx); levofloxacin (Lfx);


Fluoroquinolones ofloxacin (Ofx)

Group 4 Oral bacteriostatic second-line


agents

ethionamide (Eto); protionamide (Pto);


cycloserine (Cs); terizidone (Trd); paminosalicylic
acid (PAS)

Group 5 Agents with unclear efficacy not


recom mended by WHO for routine use in
MDR-TB patients

clofazimine (Cfz); linezolid (Lzd);


amoxicillin/
(clavulanate (Amx/Clv); thioacetazone (Thz);

imipenem/cilastatin (Ipm/Cln); high-dose


isoniazid (high-dose H)**;b clarithromycin
(Clr)
*

Rifabutin is not on the WHO List of Essential Medicines. It has been added here as it is used routinely
in patients on protease inhibitors in many settings.
**
b High-dose H is defined as 1620 mg/kg per day.

Dosis obat XDR-TB11


Obat
1. First line oral agents
EthambutolA
PyrazinamideA
2. First line injectable agents
StreptomycinB
3. Second line injectable agents
AmikacinB
CapreomycinB
KanamycinB
Fluroquinolones

Dosis
1200 mg (15 mg/kg)
1500 mg (20-30 mg/kg)
0.75-1 g IM (15 mg/kg)
0.75-1 g IM (15 mg/kg)
0.75-1 g IM (15 mg/kg)
0.75-1 g IM (15 mg/kg)

4. First generation fl uroquinolonesC


Ciprofl oxacin
Ofl oxacin

1.5 g (750 mg BD)


800 mg (400 mg BD)

5. Later generation fl uroquinolones


Levofl oxacin
Sparfl oxacin
Moxifl oxacin*

500 mg OD
200 mg BD
400 mg OD

6. Other second line oral agents


CycloserineA
EthionamideA
Paraaminosalicylic acid (PAS)D

250-500 mg BD
500-750 mg OD (10-15 mg/kg)
5 g BD (300 mg/kg)

7. Other agents
Amoxycillin-clavulanateA
ClarithromycinB
ClofazimineD
RifabutinD
TerizidoneA
LinezolidB

100-300 mg
300-450 mg
600-900 mg
600 mg BD

8. ATP synthase inhibitors


Diarylquinolones (TMC207)
*
*Since in patients with MDR-TB a successful outcome is independently associated with absence of previous
treatment with fl uroquinolones. Regimen for the treatment of XDR-TB should
include fl uroquinolones [1]. A recent report of double blind randomized controlled phase II trial is that
Moxifl oxacin substituted for Ethambutol signifi cantly improves 8 week culture status
and cures patients in 3-4 months rather than 6 months. This prompts us to include Moxifl oxacin in
management of XDR-TB [17].
**http://dev.tbsouthafrica.org (USAID Tuberculosis Project South Africa)
A: Inhibit mycobacterial cell wall synthesis.
B: Inhibit protein synthesis.
C: Inhibits DNA gyrase.
D: Inhibits nucleic acid synthesis.

Guidelines penatalaksanaan pasien XDR-TB10


1. Gunakan obat group 1 yang masih efektif
2. Gunakan obat injeksi yang masih efektif dan pertimbangkan untuk merpenpanjang
durasi penggunaannya (12 bulan). Jika resisten dengan semua obat-obat injeksi ,
direkomendasikan obat yang sebelumnya belum pernah digunakan
3. Gunakan generasi terakhir fluoroquinolone seperti moxifloxacin
4. Gunakan obat grup 4 yang sebelumnya belum pernah digunakan atau yang masih
efektif
5. Gunakan dua atau lebih obat grup 5
6. Pertimbangkan penggunaan isoniazid dosis tinggi, jika dosis rendah terbukti
resistaen
7. Pertimbangkan operasi adjuvant jika ada penyakit yang terlokalisir
8. Pastikan infeksi terkontrol
9. Atasi HIV
10. Monitoring yang komprehensif dan dukungan penuh
II.6 Pencegahan
TheWHO Global Task Force on XDR-TB di Jenewa 9-10 oktober 2006 merumuskan
tujuh butir rekomendasi pencegahan dan kontrol XDR-TB sebagai berikut:1
1. Pencegahan XDR-TB dengan memperkuat kontrol dasar tehadap TB dan HIV.
Strategi baru dan perencanaan global stop TB sangat penting sebagai pedoman
intervensi utama ini.

10

2. Peningkatan

penatalaksanaan

terhadap

pasien

suspek

XDR-TB

dengan

memperbnayak fasiliti laboratorium yang memadai, termasuk uji sensitivity OAT


yang cepat untuk mendeteksi strain MDR-TB baik di area prevalens HIV tinggi
maupun rendah
3. Memperkuat penatalaksanaan XDR-TB dan rancangan pengobatan HIV positif dan
negatif. Intervensi ini akan didasarkan ataspenerapan protokol baaru WHO untuk
kasus TB resisten dengan OAT lini kedua yang adekuat dan pendekatan dan
pengawasan individual
4. Standarisasi definisi XDR-TB dan diharapkan penggunaan definisi baru secara
global akan meningkatkan validasi data dan perbandingannya.
5. Peningkatan kontrol dan proteksi terhadap infeksi HIV. Intervensi ini dicapai
melalui pencegahan penularan MDR-TB terutama pada daerah prevalensi HIV
tinggi.
6. Pelaksanaan surveillance XDR-TB segera sehingga dibutuhkan laboratorium
rujukan nasional dan internasional untuk mencapai terselenggaranya survey global
secepatnya mulai awal 2007.
7. Inisiasi aktiviti advokasi komunikasi dan mobilisasi social karena hal yang sangat
penting adalah meningkatkan informasi dan kewaspadaan terhadap TB khususnya
XDR-TB

11

BAB III
KESIMPULAN
1. Tuberkulosis masih merupakan masalah global seiring dengan angka morbiditi dan
mortaliti yang makin meningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya masalah
TB resisten terutama XDR-TB
2. Berbagai faktor berperan dalam timbulnya XDR-TB yang berhubungan dengan
pasien, kuman M.Tb maupun pemberian OAT
3. Belum terdapat pedoman atau rejimen standar pada kasus XDR-TB
4. Diperlukan peran serta berbagai pihak terkait dalam menanggulangi masalah XDRTB

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Viska, Oke. 2007. Extensively Drug Resistant Tuberculosis (XDR-TB). FKUI.


Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Available from: http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=viska+oke%2C+XDRTB&source=web&cd=1&ved=0CCEQFjAA&url=http%3A%2F
%2Fisjd.pdii.lipi.go.id%2Fadmin%2Fjurnal%2F5okt081923.pdf&ei=mBJ7T6HAYSrrAeM0_iHAg&usg=AFQjCNEQ0tfVqmVnDzo6pIK6m3y1fZ596g&cad=rja.
[Accesed 03 April 2012]
2. Aditama, Tjandra Yoga. XDR-TB. Dep Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FKUI
/ RSP Pimpinan Redaksi Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia.
3:20-22.
Available
from:
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=jurnal+TB+3+PPTI&source=web&cd=1&ved=0CB8QFjAA&url=h
ttp%3A%2F%2Fwww.tbindonesia.or.id%2Fpdf
%2FJurnal_TB_Vol_3_No_2_PPTI.pdf&ei=BQR7T5PHGMnSrQfKu82DAg&usg
=AFQjCNGsUsYps292rT8D-YbEeUmb_zpnWw&cad=rja. [Accesed 03 April
2012]
3. CDC. 2009. Extensively Drug-Resistant Tuberculosis (XDR TB). TB Elimination.
Available from: http://www.cdc.gov/tb/publications/factsheets/drtb/xdrtb.htm.
[Accesed 03 April 2012]
4. Shah, N.S, Wright, Abigail, et al. 2007. Worldwide Emergence of Extensively
Drug-resistant Tuberculosis. CDC. 13: 380-387. Available from:
http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/13/3/06-1400_article.htm. [Accesed 03 April
2012]
5. Lobue, Philip, Sizemore, Christine, et al. 2009. Plan to Combat Extensively DrugResistant TuberculosisRecommendations of the Federal Tuberculosis Task Force.
MMWR.
CDC.
58:
1-43.
Available
from:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5803a1.htm.[Accesed 03 April
2012]
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 32-33

13

7. Mandep, Jassal, Bishai, W,R. 2009. Extensively Drug Resisten Tuberculosis.


Lancet
Jounal.
9:
19-30.
Available
from:
http://www.thelancet.com/journals/laninf/article/PIIS1473-3099%2808%29702603. [Accesed 03 April 2012]
8. Marwar, Anaga, Shakker, I, A, et al. 2011. Extensively Drug Resisten Tuberculosis
A Potential Threat. Journal of Basic and Clinical Pharmacy. 002: 27-32. Available
from:
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=Extensively+drug+resistant+tuberculosis+%28XDR-TB
%29:+A+potential+threat&source=web&cd=1&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A
%2F%2Fwww.jbclinpharm.com%2FVolume2Issue1Articles%2FPDF
%2FJBCP_V2_I1_40.pdf&ei=cwh7TWtM4fVrQe1k6SYAg&usg=AFQjCNEC0luEYY8idZr4nmcWQftKwQ4XA&cad=rja. [Accesed 03 April 2012]
9. RNTCP Briefing and Response to Dual Challenges of MDR and XDR TB. 2010. 15. Available from: tbcindia.nic.in/Pdfs/RNTCP%20response%20to%20MDR
%20XDR.pdf. [Accesed 03 April 2012]
10. WHO. 2008. Guidelines for the Programmatic Management of Drug-Resistant
Tuberculosis
Emergency
Update
2008.
54-69.
Available
from:
http://www.who.int/tb/challenges/mdr/en/. [Accesed 03 April 2012]

Anda mungkin juga menyukai