Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BADMINTON

DISUSUN OLEH:
A RYAN ARMANDA

(12211092)

UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG


FAKULTAS HUKUM
2014/2015

SUSI SUSANTI

Legenda Bulutangkis Putri Indonesia dan


Dunia

Biodata
Nama: Lucia Francisca Susi Susanti
Lahir: Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971
Menikah: 9 Februari 1997
Suami: Alan Budikusuma
Anak:
Lourencia Averina (1999)
Albertus Edward (2000)
Sebastianus Frederick (2003)

PENGHARGAAN

Prestasi:
Tunggal Putri:
Medali Emas Olimpiade Barcelona 1992
Medali Perunggu Olimpiade Atlanta 1996
Medali Perunggu Asian Games 1990, dan 1994
Juara World Championship 1993, semifinalis World Championship 1991, 1995
Juara All England 1990, 1991, 1993, dan 1994, Finalis All England 1989
Juara World Cup 1989 ,1990, 1993, 1994, 1996, 1997
Juara World Badminton Grand Prix 1990, 1991, 1992, 1993, 1994 dan 1996
Juara Indonesia Open 1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997
Juara Malaysia Open 1992,1993, 1994, 1995, dan 1997
Juara Japan Open 1991 1992, 1994, dan 1995
Juara Korea Open 1995
Juara Dutch Open 19931994
Juara German Open 1992, 1993 1994
Juara Denmark Open 1991 dan 1992
Juara Thailand Open 1991, 1992, 1993, dan 1994
Juara Swedish Open 1991 1992
Juara Vietnam Open 1997
Juara China Taipei Open 1991, 1994 dan 1996
Juara SEA Games 1987,1989, 1991,1993 dan 1995
Juara PON 1993
Juara World Championship junior 5 kali 1985(di nomor tunggal, ganda putri, dan ganda
campuran) serta 1987(tunggal dan ganda putri)
Beregu Putri:
Juara Piala Sudirman 1989 (Tim Indonesia)
Juara Piala Uber 1994 dan 1996 (Tim Indonesia)
Finalis Piala Sudirman 1991, 1993, 1995 (Tim Indonesia)
Finalis Piala Uber 1998 (Tim Indonesia)
Finalis Asian Games 1990, 1994 (Tim Indonesia)
Semifinalis Piala Uber 1988, 1990, 1992 (Tim Indonesia)
Juara SEA Games 1987, 1989, 1991, 1993, 1995 (Tim Indonesia)
Juara PON 1993 (Tim Jawa Barat)
Penghargaan:
Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama, 1992
The Badminton Hall of Fame 2004

BIOGRAFI

Susi Susanti lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971. Pemain bulutangkis putri
terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia ini ternyata sudah menyukai permainan bulutangkis
sejak duduk di bangku SD. Dukungan orangtuanya membuat ia mantap untuk menjadi atlet
bulutangkis. Ia pun memulai karir bulutangkis di klub milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya.
Setelah berlatih selama 7 tahun di sana dan memenangkan kejuaraan bulutangkis tingkat junior,
pada tahun 1985 ia pindah ke Jakarta. Saat itu ia kelas 2 SMP, namun telah berpikir untuk serius
di dunia bulutangkis.
Di Jakarta, Susi tinggal di asrama dan bersekolah di sekolah khusus untuk atlet. Pergaulannya
terbatas dengan sesama atlet, bahkan pacaran pun dengan atlet pula. Jadwal latihannya pun
sangat padat. Enam hari dalam sepekan, Senin s.d. Sabtu mulai dari pukul 07.00 hingga pukul
11.00. Kemudian disambung lagi dari pukul 15 sampai pukul 19.00. Ada aturan tersendiri untuk
makan, jam tidur, sampai tentang pakaian. Ia tidak diperbolehkan menggunakan sepatu dengan
hak tinggi untuk menghindari kemungkinan keseleo. Untuk berjalan-jalan ke mall pun hanya
bisa pada hari Minggu. Itu pun jarang dilakukan karena lelah berlatih.
Untuk menjadi juara ia memang harus selalu disiplin dan konsentrasi. Akhirnya ia pun
menyadari dalam meraih prestasi memang perlu perjuangan dan pengorbanan. Kalau mau santai
dan senang-senang terus, mana mungkin cita-cita saya untuk jadi juara bulutangkis tercapai?
Sekarang rasanya puas banget melihat pengorbanan saya ada hasilnya. Ternyata benar juga kata
pepatah: Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, kata Susi mengenang.
Pada awal kariernya di tahun 1989, Susi sudah berhasil menjadi juara di Indonesian Open. Selain
itu berkat kegigihan dan ketekunannya, Susi berhasil turut serta menyumbangkan gelar Piala
Sudirman pada tim Indonesia untuk pertama kalinya dan belum pernah terulang sampai saat ini.
Setelah itu ia pun mulai merajai kompetisi bulutangkis wanita dunia dengan menjuarai All
England sebanyak empat kali (1990, 1991, 1993, 1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun
1993.
Puncak karier Susi bisa dibilang terjadi pada tahun 1992 pada saat ia menjadi juara tunggal putri
cabang bulutangkis di Olimpiade Barcelona, 1992. Susi menjadi peraih emas pertama bagi
Indonesia di ajang Olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang merupakan pacarnya ketika itu,
turut menjadi juara di tunggal putra. Mereka berhasil mengawinkan gelar juara tunggal putra dan
putri bulutangkis pada Olimpiade Barcelona. Media asing menjuluki mereka sebagai Pengantin
Olimpiade, sebuah julukan yang terjadi menjadi kenyataan di kemudian hari.
Susi kembali berhasil meraih medali, kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di Atlanta,
Amerika Serikat. Selain itu, Susi turut serta menorehkan prestasi dengan merebut Piala Uber
tahun 1994 dan 1996 bersama tim Uber Indonesia, gelar yang telah lama lepas dari genggaman
srikandi-srikandi kita. Puluhan gelar seri grand prix juga berhasil ia raih sepanjang karirnya.
Untuk lebih lengkapnya, bisa dilihat pada daftar prestasi Susi Susanti pada bagian Biodata.
Saat masih aktif menjadi pemain, Susi selalu berusaha menjadikan dirinya sebagai contoh yang
baik bagi pemain lainnya. Ia sangat disiplin terhadap waktu latihan atau pun di luar latihan.
Kiprah Susi Susanti di dunia bulutangkis memang luar biasa. Dalam setiap pertandingan, ia
selalu menunjukkan sikap yang tenang dan tanpa emosi bahkan pada saat tertinggal jauh

perolehan angkanya. Semangatnya yang pantang menyerah selalu berhasil membuat para
pendukungnya yakin Susi akan memberikan usaha yang terbaik.
Walaupun telah puluhan gelar tingkat internasional ia raih, ada satu sikap yang tidak pernah
hilang dari diri Susi Susanti. Ia selalu bersikap rendah hati dan terus berusaha untuk menjadi
lebih baik lagi. Baginya, kekalahan bukanlah akhir dari segalanya, namun justru kesempatan
untuk memperbaiki kemampuan dan menghindarkan dari sikap sombong. Sungguh satu sikap
yang patut dicontoh oleh para generasi muda bangsa Indonesia.

Kehidupan Pasca Gantung Raket


Setelah menggantungkan raketnya, Susi memulai kehidupannya dari nol lagi. Suaminya, Alan
Budikusuma mencoba berbagai macam jenis usaha, sampai menjadi pelatih di Pelatnas.
Untunglah, Susi dan Alan mendapatkan banyak dukungan dari orang-orang terdekatnya.
Akhirnya mereka bisa berdiri sendiri dan mempunyai keyakinan untuk membuka usaha sendiri.
Susi akhirnya membuka sebuah toko di ITC Mega Grosir Cempaka Mas yang menjual berbagai
macam pakaian asal Cina, Hongkong dan Korea, serta sebagian produk lokal. Usaha ini
dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu dari 3 orang anak, Lourencia
Averina, Albertus Edward, dan Sebastianus Frederick. Selain itu, Susi bersama Alan mendirikan
Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai gedung pusat pelatihan bulutangkis. Mereka
berdua juga membuat raket dengan merek Astec (Alan-Susi Technology) pada pertengahan tahun
2002.
Pada bulan Mei 2004, International Badminton Federation (sekarang Badminton World
Federation) memberikan penghargaan Hall Of Fame kepada Susi Susanti. Selain Susi, pemain
Indonesia lainnya yang memperoleh penghargaan Hall Of Fame antara lain Rudy Hartono
Kurniawan, Dick Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King. Susi juga mendapatkan
penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari pemerintah Republik Indonesia atas
prestasinya mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Kini Susi dan Alan menjalani hari-harinya bersama ketiga putra mereka di rumah nan asri di
Komplek Gading Kirana, Jakarta Utara. Mereka masih rutin bermain bulutangkis sampai saat ini,
minimal dua kali seminggu untuk menjaga kondisi.

Liem Swie King

Nama Lengkap : Liem Swie King


Profesi : Agama : Kristen
Tempat Lahir : Kudus, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Selasa, 28 Februari 1956
Zodiac : Pisces
Warga Negara : Indonesia

BIOGRAFI
Liem Swie King adalah salah satu pemain bulu tangkis legendaris Indonesia asal Kudus. Ia telah
puluhan kali mengharumkan nama Indonesia yang terkenal dengan pukulan jumping smash dan
mendapat julukan sebagai King Smash.
Menurut informasi dari kerabat dekatnya, Liem Swie King sebenarnya bermarga Oei, bukan

marga Liem. Pergantian marga seperti ini pada masa zaman Hindia Belanda biasa terjadi. Pada
masa itu, seorang anak di bawah usia ketika memasuki wilayah Hindia Belanda (Indonesia
sekarang) harus ada orang tua yg menyertainya, bila anak itu tidak beserta orang tua aslinya,
maka oleh orang tuanya akan dititipkan kepada "orang tua" yang lain, "orang tua" ini bisa saja
bermarga sama atau berbeda dengan aslinya.
Sejak kecil, King sudah bermain bulu tangkis atas dorongan orang tuanya di Kudus. Ia juga
masuk ke dalam klub PB Djarum yang telah banyak melahirkan para pemain nasional. King
berhasil meraih berbagai prestasi selama 15 tahun berkiprah di bulu tangkis. Pertama kali, King
meraih Juara I Yunior se-Jawa Tengah (1972). Pada usia 17 tahun (1973), ia menjuarai Pekan
Olahraga Nasional.
Setelah itu, King direkrut masuk pelatnas yang bermarkas di Hall C Senayan. Ia pun meraih
Juara Kejurnas 1974 dan 1975. Sementara itu, di kejuaraan internasional, King meraih Juara II
All England (1976 & 1977), tiga kali menjadi juara All England (1978, 1979, 1981), peraih
medali emas Asian Games di Bangkok 1978, dan tiga medali emas Piala Thomas (1976, 1979,
1984) dari enam kali membela tim Piala Thomas.
Pebulu tangkis asal Kudus ini juga sempat menjadi buah bibir ketika menantang Sang
Legendaris Rudy Hartono di final All England tahun 1976, yang waktu itu usianya masih 20
tahun. Setelah itu, Liem Swie King menjadi penerus kejayaan Rudy.
Setelah pensiun dari dunia bulu tangkis pada tahun 1988, King terjun di dunia hotel dan spa
milik mertuanya di Jalan Melawai Jakarta Selatan. Setelah itu, ia melebarkan sayap dengan
membuka usaha griya pijat kesehatan berkantor di Kompleks Perkantoran Grand Wijaya Centre
Jakarta Selatan. Ia juga membuka usaha griya pijat kesehatan Sari Mustika. Kini, King telah
membuka griya pijatnya di tiga lokasi, Grand Wijaya Centre, Jalan Fatmawati Jakarta Selatan,
dan Kelapa Gading Jakarta Utara.
Pebulu tangkis yang pernah terjun ke dunia film sebagai bintang film Sakura dalam Pelukan ini
kini tinggal bersama isteri dan tiga orang anaknya Alexander King, Stevani King dan Michele
King, dimana yang lucu adalah ternyata anak-anaknya tidak tahu bahwa King merupakan
seorang pahlawan bulu tangkis Indonesia. Karier King di dunia perfilman berlanjut ketika Nia
Zulkarnaen dan Ari Sihasale, pemilik rumah produksi Alenia, menjadikan kehebatan Liem Swie
King dalam dunia bulu tangkis Indonesia sebagai inspirasi untuk membuat film tentang bulu
tangkis.
Film yang diberi judul "King" memang bukan bercerita tentang kisah kehidupan King, akan
tetapi dalam film tersebut King menjadi inspirasi bagi seorang ayah yang kagum pada King, lalu
memotivasi putranya untuk bisa menjadi juara seperti King.
Pada bulan Mei 2004, International Badminton Federation (sekarang Badminton World
Federation) memberikan penghargaan Hall Of Fame kepada Lim Swie King.

PENDIDIKAN

SD, Kudus (1968)

SMP, Kudus (1971)

SMA, Kudus (1974)

KARIR

Bintang film Sakura dalam Pelukan

Pengusaha hotel (pekerjaan kini)

Atlet Bulutangkis

PENGHARGAAN
Nasional:

Juara I Yunior se-Jawa Tengah (1972)

Juara II PON 1973

Juara Kejurnas 1974, 1975

Tunggal Internasional:

1974: Semi Finalis Asian Games Tehran

1976: Finalis All England Open, Finalis Kejuaraan Asia

1977: Finalis All England Open, Juara Denmark Open, Juara Swedia Open,
Juara SEA Games

1978: Juara All England Open, Juara Asian Games Bangkok

1979: Juara All England Open

1980: Finalis Kejuaraan Dunia, Finalis All England

1981: Juara All England Open, Semi Finalis World Games St.Clara, Juara SEA
Games

1982: Finalis Asian Games New Dehli, Juara Piala Dunia

1983: Finalis Kejuaraan Dunia, Juara Indonesia Open, Juara Malaysia Open

1984: Finalis All England Open, Finalis World Badminton Grand Prix

1985: Semi Finalis All England Open

Ganda Internasional:

1983: Finalis SEA Games (bersama Hadibowo)

1984: Juara Piala Dunia (bersama Kartono Hariamanto)

1985: Juara Piala Dunia, Juara Indonesia Open, Semi Finalis Kejuaraan Dunia ,
Finalis SEA Games (bersama Kartono Hariamanto)

1986: Juara Piala Dunia, Semi Finalis Asian Games Seoul (bersama Bobby
Ertanto); Juara Indonesia Open (bersama Kartono Hariamanto)

1987: Juara Asia (bersama Bobby Ertanto); Juara SEA Games, Juara Japan
Open, Juara Indonesia Open, Juara Taiwan Open, Finalis Thailand Open
(bersama Eddy Hartono)

Beregu Internasional:

1976: Juara Piala Thomas

1977: Juara SEA Games

1978: Juara Asian Games

1979: Juara Piala Thomas, Juara SEA Games

1981: Finalis SEA Games

1982: Finalis Piala Thomas, Finalis Asian Games

1983: Juara SEA Games

1984: Juara Piala Thomas

1985: Juara SEA Games

1986: Finalis Piala Thomas, Semi Finalis Asian Games

1987: Juara SEA Games

Rudy Hartono

Nama Lengkap : Rudy Hartono


Profesi : Agama : Kristen
Tempat Lahir : Surabaya, Jawa Timur

Tanggal Lahir : Kamis, 18 Agustus 1949


Zodiac : Leo

BIOGRAFI
Rudy Hartono Kurniawan lahir dengan nama Nio Hap Liang adalah salah satu mantan pemain
bulu tangkis Indonesia yang namanya pernah diabadikan dalam Guiness Book of World Records
pada tahun 1982 karena berhasil membawa Indonesia meraih juara All England delapan kali dan
memenangkan Thomas Cup sebanyak empat kali.
Rudy Hartono yang juga pernah dinobatkan sebagai salah satu Asian Heroes kategori Athletes &
Explorers versi Majalah Time ini merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara dengan ayah
Zulkarnaen Kurniawan. Dua kakak Rudy, Freddy Harsono dan Diana Veronica juga pemain
olahraga bulu tangkis meskipun baru pada tingkat daerah.
Ketika kecil, Rudy tertarik untuk mengikuti beragam cabang olahraga di sekolahnya. Di SD,
Rudi menyukai berenang, kemudian di SMP, ia suka bermain bola voli, dan di SMA, ia menjadi
pemain sepak bola yang baik. Meski demikian, bulu tangkis menjadi minatnya yang paling besar.
Ayah Rudy yang juga pernah bermain bulu tangkis di kompetisi kelas utama di Surabaya ini
menyadari bakat Rudi ketika usianya menginjak 11 tahun. Rudy pun mulai dilatih secara
sistematik pada Asosiasi Bulu Tangkis Oke yang didirikan oleh Zulkarnain sendiri pada tahun
1951 dengan pola latihan yang telah ditentukan oleh ayahnya.
Program kepelatihan Zulkarnain ditekankan pada empat hal utama, yaitu kecepatan, pengaturan
nafas yang baik, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput target. Sebelum di
Oke, Rudy lebih banyak berlatih dengan turun ke jalan. Ia berlatih di jalan-jalan beraspal yang
seringkali masih kasar dan penuh kerikil, di depan kantor PLN di Surabaya, yang sebelumnya
bernama Jalan Gemblongan.
Setelah beberapa lama bergabung dengan klub ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan untuk
pindah ke klub bulu tangkis yang lebih besar yaitu Rajawali Group yang telah banyak
menghasilkan pemain bulu tangkis dunia. Di akhir tahun 1965, Rudy lantas bergabung dengan
Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup.
Setelah bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup, kemampuannya
meningkat pesat. Ia menjadi bagian dari tim Thomas Cup yang menang pada 1967. Setahun
kemudian, di usia 18 tahun, ia meraih juara yang pertama di Kejuaraan All England mengalahkan
pemain Malaysia Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9. Ia kemudian menjadi juara di
tahun-tahun berikutnya hingga 1974.

Gerakan Rudy di arena lantai permainan dikenal cepat dan kuat. Ia sangat menguasai permainan
dan tahu kapan harus bermain reli atau cepat. Sekali ia melancarkan serangan, lawannya nyaris
tidak bisa berkutik. Meski sudah mengundurkan diri, banyak orang yang masih percaya bahwa ia
masih bisa menjadi pemenang, sehingga banyak orang menjulukinya sebagai "Wonderboy".
Kunci keberhasilan Rudy diakuinya karena dia selalu memperkuat pikiran dan imannya dengan
berdoa. Rudy memegang teguh prinsip manusia yang berusaha, tapi Tuhan yang memutuskan.
Setelah pensiun, Rudi sempat menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI (1981-1985) di bawah
kepengurusan Ferry Sonneville. Ia memimpin klub yang terdiri dari pemain-pemain yang lebih
muda darinya, seperti Eddy Kurniawan, Hargiono, Hermawan Susanto dan Alan Budikusuma.
Selain itu, Rudy juga mengembangkan bisnis peternakan sapi perah di daerah Sukabumi dan
bisnis alat olahraga dengan menjadi agen merk Mikasa, Ascot, juga Yonex.
Kemudian melalui Havilah Citra Footwear yang didirikan pada 1996, ia mengimpor berbagai
macam pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah menjadi pengusaha oli merek Top 1 dan
menjadi pemain dalam film Matinya Seorang Bidadari pada tahun 1971 bersama Poppy
Dharsono. Bahkan, berkat nama besarnya di dunia bulu tangkis, United Nations Development
Programme (UNDP) sempat menunjuk Rudy sebagai duta bangsa untuk Indonesia. UNDP
adalah organisasi PBB yang berperang melawan kemiskinan dan berjuang meningkatkan standar
hidup, dan mendukung para perempuan.
Kini, Rudy tidak lagi mengayunkan raketnya di udara. Faktor usia dan kesehatan membuat ia
tidak bisa melakukannya. Sebab sejak ia menjalani operasi jantung di Australia pada 1988, ia
hanya bisa berolahraga dengan berjalan kaki di seputar kediamannya. Walaupun demikian,
dedikasinya pada bulu tangkis tidak pernah mati.
PENDIDIKAN

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta

KARIR

Atlet Bulutangkis

Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI, 1981-1985

Pengusaha

PENGHARGAAN

Prestasi:

Juara tunggal putra All England 8 kali (1968, 1969, 1970, 1971, 1972, 1973,
1974, dan 1976)

Runner-Up All England 2 kali (1975, 1978)

Juara bersama Tim Indonesia dalam Thomas Cup 4 kali (1970, 1973, 1976
dan 1979)

Juara Dunia World Championship, 1980

Juara Denmark Open 3 kali (1971, 1972, 1974)

Juara Canadian Open 2 kali (1969, 1971)

Juara US Open, 1969

Juara Japan Open, 1981

Penghargaan:

Olahragawan terbaik SIWO/PWI (1969 dan 1974)

IBF Distinguished Service Award 1985

IBF Herbert Scheele Trophy 1986

Honorary Diploma 1987 dari the International Committee's Fair Play Award

Asian Heroes, TIME Magazine, 2006

Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama

Anda mungkin juga menyukai