Tugas Mandiri THT Selvi
Tugas Mandiri THT Selvi
SELVIA ( 110.2008.235 )
anogenital. HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah dapat diidentifikasi pada papiloma
inverted. Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik hibridasi dan reaksi rantai
polimerase memperlihatkan bahwa HPV 11 dan HPV 6 berhubungan dengan banyak kasus
papiloma tipe fusiform tetapi sangat jarang pada tipe silindrikal dan inverted.
Prevalensi
Inverted papilloma merupakan tumor ini masih jarang ditemukan, sekitar 0,5%-4%
dari seluruh tumor hidung primer. Angka kejadiaannya sekitar 0.74-1.5 kasus per 100.000 per
tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4 : 1.
Orang berkulit putih adalah yang paling berisiko, dibandingkan dengan orang-orang dari ras
lain. Inverted papiloma umumnya mengenai usia 50-70 tahun, ,meskipun rentang usia untuk
kejadian adalah 6-90 tahun, inverted papilloma jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda.
Klasifikasi
Klasifikasi Inverted papilloma (IP)
Secara anatomi, inverted papilloma dapat dibagi menjadi dua yaitu papiloma dinding
lateral dan papilloma septal. Kedua jenis papilloma ini menunjukkan pola yang berbeda.
Papilloma septal hanya berada di septum nasi dan jarang melibatkan kavum nasalis. Bentuk
keganasan jarang dijumpai pada papilloma septal. Pada papilloma dinding lateral sering
mengenai beberapa tempat seperti dasar dari kavum nasi, sinus para nasalis dan duktus
nasolakrimalis. Bentuk keganasan sering dijumpai pada jenis ini.
Secara histologi, papilloma dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) bentuk papillary atau
bentuk fungiform, tipe ini menunjukkan proliferasi epitel dengan jaringan ikat sebagai
intinya, inversi dari epitel tidak terlihat pada jenis ini, (2) inverted papilloma (klasik) pada
tipe ini pertumbuhan epitel dominan berada di bawah stroma, (3) papiloma sel kolumnar,
merupakan varian dari papiloma yang ada di kavum nasi, sel pada tipe ini adalah sel
kolumnar dan pada tipe ini angka rekurensi dan keganasannya lebih tinggi dari tipe lain.
Patofisiologi
Sinonasal SPs hampir selalu unilateral. 3 gejala utama atribut karakteristik klinis dari
tumor (1) kecenderungan untuk kambuh, (2) kemampuan mereka untuk merusak struktur
sekitarnya, dan (3) kecenderungan mereka untuk dihubungkan dengan keganasan. Tingkat
kekambuhan lesi neoplastik sangat bervariasi (0-78%), terutama tergantung pada jenis
pendekatan bedah dan kelengkapan reseksi. Phillips et al menemukan bahwa tingkat
kekambuhan setelah rhinotomy lateral dan medial maxillectomy rendah dibandingkan
dengan setelah eksisi transnasal dengan Caldwell-Luc operasi (35%) atau non-endoskopik
eksisi transnasal saja (58%), dimana tingkat kekambuhan secara signifikan lebih tinggi [6]
asal multicentric dari SPs juga telah diusulkan sebagai faktor lain yang mengarah ke tingkat
kekambuhan tinggi,. namun, hal ini telah didokumentasikan hanya dalam beberapa kasus.
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma ganas yang paling umum yang terkait
dengan SPs. Jenis lain keganasan jarang dikaitkan dengan SPs adalah adenokarsinoma dan
karsinoma sel kecil. Dari 3 subtipe SPs, papillomas fungiform belum dilaporkan memiliki
potensi ganas. Sebaliknya, papillomas terbalik telah dilaporkan untuk berkembang menjadi
karsinoma pada 5-10% kasus. Papillomas Silinder tampaknya memiliki frekuensi yang lebih
tinggi (14-19%) dari asosiasi keganasan. Korelasi ada jelas antara jumlah rekurensi atau
interval
antara
pengulangan
dan
pengembangan
keganasan.
Lesi gabungan dari karsinoma sel skuamosa dan SP muncul untuk membentuk 3 kategori
histologis, dan kebanyakan pasien memiliki lesi di kelompok pertama dan kedua. Pada
kelompok pertama, SP dan karsinoma sel skuamosa menempati wilayah anatomi yang sama,
tapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa papilloma menimbulkan karsinoma. Pada
kelompok kedua, papiloma mengandung fokus karsinoma invasif. Pada kelompok ketiga,
karsinoma invasif berkembang setelah papilloma yang resected.
Gejala Klinis
Gejala klinis
Lamanya timbul gejala IP bervariasi antara beberapa minggu sampai tahunan, tidak
ada gejala spesifik yang dapat membedakan IP dan IP dengan keganasan. Gejala klinis pada
IP adalah sebagai berikut Obstruksi hidung unilateral, hal ini terjadi karena adanya massa
yang cukup besar sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas.
a. Rinore, hal ini terjadi karena penumpukan sekresi dari kavum nasi dan sekresi mukus
yang berlebihan dari kelenjar pada mukosa nasal.
b. Epistaksis, biasanya terjadi unilateral dan tidak dipicu oleh sesuatu. Epistaksis akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan.
c. Sakit kepala, hal ini terjadi karena adanya penyumbatan drainase dari sinus. Jika sakit
kepala terasa terus-menerus dan nokturnal maka harus dicurigai adanya tranformasi
malignan yang merusak basis cranii.
d. Sinusitis dan bengkak pada kedua hidung, hal ini karena adanya massa yang
mengakibatkan obstruksi dari drainase sinus.
e. Anosmia, hal ini sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi apabila mengenai kedua
hidung.
f. Gangguan pendengaran, hal ini disebabkan oleh adanya massa yang meluas ke
nasofaring dan melibatkan tuba eustachius. Tinitus juga dapat terjadi tetapi sangat
jarang.
g. Epifora, hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan pada duktus nasolakrimalis pada
meatus inferior
h. Kaku pada wajah, hal ini disebabkan oleh keterlibatan dari nervus infraorbital
i. Gangguan berbicara, Hal ini terjadi apabila massa telah melibatkan nasofaring
j. Proptosis, terlihat apabila lamina papyracea telah rusak.
Diagnosis
Diagnosa dari Inverted Papilloma ddapat ditegakkan dari :
1. Anamnesa
Keluhan
utama
penderita
umumnya
berupa
hidung
tersumbat
unilateral. Gejala lain berupa epistaksis, Anosmia, rasa penuh di hidung, bersin-bersin,
proptosis dan lakrimasi yang berlebihan, Gejala berupa hidung tersumbat yang bersifat
unilateral yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Penderita mempunyai riwayat
nyeri kepala, rhinorea, sinusitis atau epistaksis.
2. Pemeriksaan fisik
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada
asimetriatau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan bola mata. Jika
mata terdorong ke atas berarti tumor yang berasal dari sinus maksila, jika ke bawah
dan lateral berarti tumor berasal dari sinus frontal atau etmoid.
Pada pemeriksaaan klinis didapatkan massa tumor mirip dengan polip hidung, tetapi biasanya
unilateral, umumnya terdapat pada dinding lateral kavum nasi, namun tidak jarang juga
ditemukan pada vestibulum, septum nasi, dasar nasofaring, sinus frontal dan spenoidal,dan
saccus lakrimal. Tetapi biasanya unilateral. D i j u m p a i m a s s a polipoid unilateral yang
mengisi kavum nasi yang menyebabkan hidung tersumbat. Inverted papiloma berbentuk irregular,
biasanya berdarah jika disentuh, berwarna keabuan, mengisi penuh kavum nasi, berlanjut dari
vestibulum ke nasofaring. Septum nasi biasanya terdorong kontralateral.
Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi
anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah permukaannya licin,
merupakan pertanda tumor jinak atau permukaan berbenjol-benjol, rapuh dan mudah
berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong
ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, di
samping inspeksi lakukanlah palpasi dengan menggunakan sarung tangan. Palpasi
gusi, rahang atas, dan palatum. Apakah asa penonjolan, nyeri tekan, atau gigi goyah.9
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinoskopi dapat membantu menemukan tumor.
Adanya pembesaran kalenjar leher juga perlu di cari meskipun tumor ini jarang
bermetastasiske
kalenjar
leher.
Pada
pemeriksaan
endoskopi
1) Histopatologi
Biopsi tumor penting untuk menegakkan diagnosis. Biopsi tumor sinus maksila,
dapat
dilakukan
melalui
tindakan
sinoskopi
atau
melalui
operasi
- CT-Scan
CT-Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor, hal ini juga
mempermudah saat pembedahan.
Gambaran CT sebagian besar adalah non-spesifik, menunjukkan massa jaringan lunak
dengan peningkatan kepadatan beberapa. Lokasi massa adalah salah satu dari sedikit
petunjuk
ke
arah
diagnosis
yang
benar.
tingkat
operasi
yang
dibutuhkan.
Sebagai massa memperbesar resorpsi tulang dan kehancuran dapat ditemukan, dengan
pola yang sama dengan yang terlihat pada pasien dengan karsinoma sel skuamosa.
-
MRI
MRI sering menunjukkan penampilan yang khas, disebut sebagai pola cerebriform
yang berbelit-belit dilihat pada kedua T2 dan ditingkatkan kontras gambar tertimbang
T1. Ini merupakan garis bolak intensitas sinyal tinggi dan rendah, penampilan yang
telah disamakan dengan, meskipun longgar, perputaran korteks serebral. Tanda ini
terlihat pada 50 - 100% dari kasus, dan jarang terjadi pada tumor sinonasal lainnya.
T1:isointense ke otot
T2: umumnya hyperintense ke otot garis hypointense yang bertolak belakang T1C+
(Gd): peningkatan heterogen garis hypointense yang bertolak belakang
Koronal dan aksial kontras ditingkatkan CT dianggap sebagai studi pilihan untuk
menilai lesi intranasal. Sebanyak 75% dari pasien dengan SPs memiliki bukti
berbagai tingkat kerusakan tulang. Ini mungkin termasuk penipisan, renovasi, erosi,
dan (kurang umum) perubahan tulang sklerotik. Kehadiran kerusakan tulang saja
tidak menunjukkan dedifferentiation ke keganasan dari SP. CT scan lebih tepat
daripada radiografi konvensional untuk mengidentifikasi bidang erosi tulang.
SPs
memiliki
penampilan
heterogen
pada
MRI.
tercantum di atas, MRI dapat lebih akurat menentukan tingkat sebenarnya dari lesi
dan dapat membantu dalam perencanaan perawatan.
PENATALAKSANAAN
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai dari terapi
medikamentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun pada inverted papilloma dianjurkan
hanya terapi pembedahan. Terdapat tiga tujuan operasi papiloma inverted, yaitu 1. dapat
membuka dengan cukup sehingga dapat mereseksi tumor keseluruhan. 2.operasi
menghasilkan lapangan pandang yang baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas
pasca operasi. 3. meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional.
Prinsip pengobatan IP adalah pengangkatan tumor secara keseluruhan, tanpa meninggalkan
sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh. Sebagai pilihan pengobatan utama adalah
pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan rinotomi lateral atau degloving bila massa
tumor ada di traktus sinonasal dan dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga
tengah dan kavum mastoid.
Terapi IP adalah tindakan bedah. Eksisi komplit penting untuk mencegah rekuren.
Angka rekuren yang tinggi terjadi pada eksisi tidak komplit dari tumor, reseksi secara
endoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi komplikasi pendekatan eksternal.
Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang dikombinasi dengan medial maksilektomi
sangat menurunkan angka rekurensi.
Tindakan bedah yang akan dipilih dapat diputuskan dengan adanya sistem staging
dari Krouse yang berdasarkan temuan radiologi dan endoskopi preoperasi. Selain itu empat
Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan
osteotomi untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang pinggir
aperture piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang berlawanan. Semua
kasus-kasus yang ditemui bersama KSS telah ditanggulangi dengan cara seperti di atas tanpa
terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan didapat hasil yang cukup baik mengenai
aspek kosmetik dan fungsionalnya.
B. Degloving
Teknik pembedahan degloving yang digunakan ada 2 jenis yaitu:
1
foramen
infraorbita.
Saraf
dan
pembuluh
darah
infraorbita
dipertahankan.
2.
Dilakukan insisi transfiksi yang akan memisahkan tulang rawan septum dengan
kolumela.
3. Insisi interkartilago pada kedua sisi, sehingga memisahkan jaringan lunak hidung
dengan kartilago lateral atas hidung. Periosteum di atas tulang dilepaskan ke lateral
sejauh mungkin dan juga ke superior sampai mencapai pangkal hidung.
1
Gambar 2.3 Teknik Degloving A. Insisi Sublabial B. Insisi Transfiksi C. Insisi interkartilago
D. Degloving komplit
4
5
Gambar 2.4 Teknik Degloving A. Insisi Sublabial B. Insisi Transfiksi C. Insisi interkartilago
D. Degloving komplit
3. Dilakukan osteotomi lateral pada kedua sisi, yang juga memotong mukosa hidung
10
11 4. Tulang rawan septum bersama mukosa yang menutupinya digunting mulai dari
12
spina nasalis anterior ke atas sampai mencapai sutura nasofrontal, yaitu pada batas
13
14
C. Maksilektomi Medial
Pemotongan Tulang untuk masilektomi medial adalah dengan memotong sepanjang
tulang hidung dari apertura piriformis ke glabella beberapa milimeter anterior dari alur
wilayah
ethmoid
posterior.
Gambar 2.5 Daerah kuning menunjukkan daerah reseksi tulang pada masilektomi
medial (Atlas Johan Fagan)
lokasi yang baik, dan keberhasilan reseksi lesi intranasal. Reseksi endoskopik dapat meliputi
spenoetmoidektomi total, meatotomi yang luas, reseksi konka media dan visualisasi sinus
frontal. Keuntungan pendekatan secara endoskopik transnasal dibanding maksilektomi
medial adalah sangat kecil terbentuknya skar eksternal sehingga deformitas kosmetik dapat
ditiadakan, mengurangi waktu rawat di rumah sakit, mengurangi kehilangan darah pada saat
operasi dan perluasan dari tumor dapat ditentukan dengan visualisasi secara langsung,
sehingga menghasilkan reseksi secara utuh yang lebih baik.
Manipulasi yang hati-hati terhadap massa tumor dapat menuntun operator untuk
menentukan asal tumor dari dinding lateral hidung. Setelah uncinektomi, dinding medial
sinus maksila dapat diidentifikasi. Jika mukosa antrum terlihat massa tumor, konka inferior
dilepaskan bersama dinding medial sinus maksila sampai ke dasar hidung. Backbitting dan
sitebitting dapat digunakan pada saat ini. Pada tahap ini seluruh antrum maksila dapat
divisualisasi secara lengkap.
Apabila tumor telah meluas ke sinus etmoid dan spenoid, dapat dilakukan
etmoidektomi total dan spenoidektomi. Hal yang sama dilakukan pada sinus frontal jika
mukosanya juga ikut terlibat. Prosedur Caldwell-Luc kadang dibutuhkan untuk mendapatkan
akses ke seluruh antrum maksila pada kasus yang melibatkan seluruh mukosa sinus maksila.
Apabila pada CT Scan terlihat adanya area hyperostosis, operator disarankan untuk
menggunakan bor diamond untuk menipiskan tulang di area ini. Daerah hyperostosis ini
berhubungan dengan tempat berasal tumor.
Pada endoskopi maksilektomi medial, reseksi dilakukan pada seluruh dinding lateral
hidung. Campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan pada daerah konka media, dinding
meatus inferior dan dinding meatus media dan garis nasomaksila untuk hemostasis. Batas
superior ditentukan setelah reseksi anterior dan posterior etmoid ke batas sphenoid dan
perlengketan konka media ke dinding lateral hidung dipisahkan. Arteri etmoid di ekspos
untuk landmark reseksi yang meluas ke superior. Pada kasus tumor yang meluas ke fovea
atau ke orbita, arteri etmoid dipotong dan dipisahkan. Konka media di eksisi dari
perlengketannya di superior untuk menghindari cedera lamina kribriformis. Insisi dibuat dari
bagian anterior meatus inferior ke dinding posterior sinus maksila. Batas anterior diperluas
dari perlengketan konka media ke batas anterior dari bagian anterior meatus media termasuk
konka media, procesus unsinatus dan kanalis nasolakrimalis.
Dinding lateral dipisahkan ke medial dan diseksi diangkat dari sinus maksila sampai
ke arteri spenopalatina yang telah diligasi. Tumor kemudian di buang secara en bloc. Mukosa
etmoid posterior yang tersisa di buang untuk batas control. Reseksi dapat dimodifikasi
tergantung dari perluasan tumor.
KOMPLIKASI
Komplikasi Inverted papilloma
Komplikasi inverted papilloma adalah terjadinya perdarahan dan malignansi dari
papilloma tersebut.
diplopia, dan dacryocystitis intermiten telah dilaporkan pada pasien dengan rinotomi lateral
dan masilektomi medial. Ektropion terjadi secara sekunder akibat jaringan parut yang
menarik ke bawah kelopak mata bawah. Kebocoran CSF dapatterjadi jika dasar tenggorok
terkena selama operasi.
Komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah crusting, infeksi, fistula nasokutaneus,
stenosis vestibular, dan nasal-valve collapse. Komplikasi yang paling umum setelah prosedur
degloving adalah stenosis vestibular. Fistula Oroantral, intermiten parestesia, dan crusting
yang berkepanjangan juga dapat terjadi. Reseksi endoskopik menimbulkan risiko yang sama
dari setiap operasi sinus endoskopi. Potensi komplikasi termasuk kebocoran CSF, komplikasi
orbital (hematoma orbita atau periorbita, diplopia, cedera pada saraf optik, cedera pada otot
ekstraokular, epiphora), perdarahan, infeksi, dan sinekia.
Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal, cara tepat dan akurat. Faktor-faktor tersebut
seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang
diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis,
lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas
penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit
ini. Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan
hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan
hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Salim, Agus. Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel Skuamosa
Sinonasal Available at http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509 [accessed on
Juli, 13]
2. Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma.
Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1, No.1 (Jan-June 2010).
3. Soepardi E.A, Iskandar N., Bashiruddin J., dan Rastuti R.D. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FK UI, 2007: 118, 119, 145