GERIATRI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KARAKTERISTIK PASIEN GERIATRI
BERKAITAN DENGAN TERAPI OBAT
tersebut maka destruksi obat berkurang dan dosis yang masuk ke sirkulasi meningkat
dua kali lipat. Obat dengan farmakokinetik seperti kondisi tersebut di atas disebut
sebagai obat dengan high first-pass effect; contohnya nifedipin dan verapamil.
b. Distribusi obat (pengaruh perubahan komposisi tubuh & faal organ akibat
penuaan)
Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh.
Komposisi tubuh manusia sebagian besar dapat digolongkan kepada komposisi cairan
tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan tubuh tentu masih sangat
dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan digantikan
dengan massa otot yang sebenarnya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang
beranjak dari dewasa ke usia lebih tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang
akibat berkurangnya pula massa otot. Sebaliknya, pada usia lanjut akan terjadi
peningkatan komposisi lemak tubuh. Persentase lemak pada usia dewasa muda sekitar
8-20% (laki-laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33%
pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan. Keadaan tersebut akan sangat
mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma. Distribusi obat larut lemak (lipofilik)
akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik) akan menurun. Konsentrasi
obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun. Dosis
obat hidrofilik mungkin harus diturunkan sedangkan interval waktu pemberian obat
lipofilik mungkin harus dijarangkan.
Kadar albumin dan 1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat
dalam tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh
proses menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita. Tinggi
rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-obat yang afinitasnya
terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam
plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal
maka kadar obat bebasjuga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar obat
bebas akan sangat meningkat sehingga bahaya efek samping lebih besar.
c. Metabolisme
Faal hepar
Massa hepar berkurang setelah seseorang berumur 50 tahun; aliran darah ke
hepar juga berkurang. Secara umum metabolisme obat di hepar (biotransformasi)
terjadi di retikulum endoplasmik hepatosit, yaitu dengan bantuan enzim mikrosom.
Biotransformasi biasanya mengakibatkan molekul obat menjadi lebih polar sehingga
kurang larut dalam lemak dan mudah dikeluarkan melalui ginjal. Reaksi kimia yang
terjadi dibagi dua yaitu reaksi oksidatif (fase 1) dan reaksi konyugasi (fase 2). Reaksi
fase satu dapat berupa oksidasi, reduksi maupun hidrolisis; obat menjadi kurang aktif
atau menjadi tidak aktif sama sekali. Reaksi fase 1 (melalui sistem sitokhrom P450, tidak memerlukan energi) biasanya terganggu dengan bertambahnya umur
seseorang. Reaksi fase dua berupa konyugasi molekul obat dengan gugus glukuronid,
asetil atau sulfat; memerlukan energi dari ATP; metabolit menjadi inaktif. Reaksi fase
2 ini tidak mengalami perubahan dengan bertambahnya usia.
Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh beberapa hal seperti: merokok, indeks
ADL's (= Activities of Daily Living) Barthel serta berat ringannya penyakit yang
diderita pasien geriatri. Keadaan-keadaan tersebut dapat mengakibatkan kecepatan
biotransformasi obat berkurang dengan kemungkinan terjadinya peningkatan efek
toksik obat.
Faal ginjal
Fungsi ginjal akan mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan umur.
Kalkulasi fungsi ginjal dengan menggunakan kadar kreatinin plasma tidak tepat
sehingga sebaiknya menggunakan Cockroft-Gault,
CCT = (140-umur) x BB (kg) (dalam ml/menit)
72 x [kreatinin]plasma
dikali 0,85 untuk pasien perempuan.
jaringan
terhadap
obat
juga
mengalami
perubahan
sesuai
Berikut ini disampaikan beberapa contoh obat yang sering digunakan pada usia
lanjut dengan beberapa pertimbangan sesuai respons yang bisa berbeda:
Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon yang ada
adalah akibat perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang meningkat adalah akibat
berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan pada usia lanjut.
Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan farmakokinetik yang
berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam
memang meningkat. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa pemberian diazepam
intravena pada pasien usia lanjut memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan
pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi yang diperoleh memang lebih kuat
dibandingkan pada usia dewasamuda.
Triazolam: pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat mengakibatkan
postural sway-nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan dewasa muda.
Sensitivitas obat yang berkurang pada usia lanjut juga terlihat pada pemakaian
obat propranolol. Penurunan frekuensi denyut nadi setelah pemberian propranolol
pada usia 50-65 tahun ternyata lebih rendah dibandingkan mereka yang berusia 25-30
tahun. Efek tersebut adalah pada reseptor 1; efek pada reseptor 2 yakni
penglepasan insulin dan vasodilatasi akibat pemberian isoprenali tidak terlihat.
Perubahan sensitivitas menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada pasca-reseptor
intraselular.
BAB III
KARAKTERISTIK LAIN TERAPI OBAT PAA GERIATRI
Selain jenis penyakit yang berbeda, pada kelompok pasien berusia lanjut juga
terjadi apa yang disebut sebagai multipatologi; satu pasien menderita beberapa
penyakit. Keadaan ini bisa lazim terjadi pada kelompok populasi pasien berusia lanjut
mengingat pada perjalanan hidup mereka bisa menderita suatu penyakit yang akan
cenderung menahun, dan disusul oleh penyakit lain yang juga cenderung menahun
akibat pertambahan usia, demikian seterusnya. Di tengah perjalanannya bukan tidak
mungkin seorang pasien mengalami kondisi akut seperti pneumonia atau infeksi
saluran kemih yang mengakibatkan ia harus dirawat. Kondisi akut yang terjadi pada
seseorang dengan berbagai penyakit kronik degeneratif acap kali menambah daftar
obat yang harus dikonsumsi pasien.
Pada beberapa situasi memang jumlah obat yang diberikan kepada pasien bisa
lebih dari dua macam, lebih dari tiga macam, atau bahkan lebih dari empat macam.
Hal ini terkait dengan multipatologi yang merupakan salah satu karakteristik pasien
geriatri. Namun demikian tetap harus diingat bahwa semakin banyak obat yang
diberikan maka semakin besar pula risiko untuk terjadinya efek samping; dan yang
lebih berbahaya lagi adalah bertambah pula kemungkinan terjadinya interaksi di
antara obat-obat tersebut.
Faktor lain yang dapat dikemukakan di sini adalah bahwa masih terdapat banyak
kecenderungan untuk secepat mungkin mengatasi semua gejala, yang sayangnya
tanpa sengaja mungkin telah melanggar prinsip cost effectiveness. Keadaan
multipatologi di atas sebenarnya tidak boleh diidentikkan dengan multifarmasi atau
yang lebih lazim dikenal dengan istilah polifarmasi.
Istilah polifarmasi sendiri sebenarnya masih diartikan secara beragam oleh
beberapa ahli. Beberapa definisi antara lain:
utama.
Kondisi
seperti
ini
mengakibatkan
dokter
yang
kurang
BAB IV
PENUTUP
Mencatat semua obat yang dipakai saat ini (resep dan non-resep, termasuk jamu)
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
Pedoman Pelayan Kefarmasi Untuk Pasien Geriatri
Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006
Berenbeim DM. 2002. Polypharmacy: overdosing on good intentions. Manag
Care;10(3):1-5.
Michocki RJ. 2001. Polypharmacy and principles of drug therapy. Adelman AM, Daly
MP, eds. 20 Common problems in geriatrics.Boston:McGraw Hill :69-81.
Schwartz JB. Clinical Pharmacology. 1999. Hazzard WR, Blass JP, Ettinger WH,
Halter JB, Ouslander JG, eds. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology.
New York:McGraw Hill,:308-9.
Smonger AK, Burbank PM. 1995. Drug therapy and the elderly. Boston :Jones
Barlett;:53.
Tune LE. Delirium. 1999. Hazzard WR, Blass JP, Ettinger WH, Halter JB, Ouslander
JG, eds. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. New York:McGraw
Hill :1230-3.