MAKALAH FARTER FLU AVIAN New
MAKALAH FARTER FLU AVIAN New
FARMAKOTERAPI I
INFEKSI AVIAN FLU
disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
(128114010)
(128114019)
(128114021)
(128114027)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
A. Definisi dan Etiologi
1
o Binatang dengan kontak langsung pada unggas yang sedang sakit atau
o Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau
sekret unggas yang terserang Flu Burung (H5N1)
o Makanan yang berasal dari produk unggas yang sedang sakit yang dikonsumsi
mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.
Kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi Flu Burung (H5N1) adalah mereka yang :
o Kontak erat dalam jarak 1 meter (merawat, melakukan tindakan invasif, berbicara
atau bersentuhan dengan pasien suspek)
o Kontak langsung (misalnya
memegang,
menyembelih,
mencabuti
bulu,
disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Virus H5N1 biasanya tidak menginfeksi
manusia, tetapi infeksi dengan virus ini terjadi pada manusia. Sebagian besar orang-orang
yang memiliki kontak langsung atau dekat dengan unggas yang terinfeksi H5N1 akan
terinfeksi juga.
3
B. Epidemiologi
Berdasarkan data dari WHO pada tanggal 10 desember 2013 menyebutkan, bahwa
influenza A(H5N1) telah menyebabkan wabah avian influenza yang sudah menginfeksi
manusia di berbagai belahan dunia, antara lain, Thailand, China, Vietnam, Indonesia , Iraq,
Turki, India, Azerbaijan, Bangladesh, Myanmar. Berdasarkan data dari WHO dari tahun 2003
hingga 2013, telah terjadi 648 kasus dengan angka kematian sebanyak 384 kasus.
Gambar I. kurva epidemologi kasus avian influenzainfluenza (H5N1) pada manusia
periode 2004-2015
Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 di Indonesia telah ditemukan kasus Flu
Burung pada manusia sebanyak 162 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 134 orang.
Dengan tingkat kematian tertinggi berada di DKI Jakarta. Hal ini disebabkan oleh
jumlah peduduk yang padat
Dibanding tahun 2012 terjadi penurunan jumlah kasus flu burung pada tahun 2013.
Pada 2012 terjadi sebanyak Sembilan kasus dan pada tahun 2013 menurun menjadi riga
kasus. Ketiga kasus ini terjadi di provinsi jawa barat (dua kasus) dan di kabupaten bekasi
(satu kasus). Gambaran penurunan jumlah kasus flu burung (H5N1) dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
Sejak dilaporkan kasus pertama pada tahun 2005, penyebaran kasus flu burung
H5N1 pada manusia telah terjadi di lima belas provinsi di Indonesia, yaitu Sumatra
Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, jawa
barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, NTB, dan Sulawesi
Selatan.
C. Patofisiologi
a. Struktur Sel
Haemagglutinin (H atau HA) : Membantu virus mengenali dan menempel pada sel host.
Terdiri dari karbohidrat & protein kompleks. Berikatan
dengan sialic acid (N-acetyl-neuraminic. Protein ini juga
bertanggung jawab untuk fusi membran dalam entri virus.
Neuraminidase (N)
RNA fragmen
b. Siklus replikasi
Virus influenza mengikat permukaan sel host melalui ikatan hemagglutinin (HA)
pada sialic acid . pengikatn HA terhadap -2,3 Ilinked sialic acid (pada burung) atau
-2,6 linked sialic acid (pada manusia). Setelah menempel pada sel host, virus masuk
melalui proses endositosis dengan mediasi penurunan pH sekitar pH 5.0. Ketika virus
memasuki sel, virus tersebut akan mengalami degradasi dengan cara menyatukan
membran virus dengan membran endosome. Pada fase ini M2 berperan untuk
mencegah terjadinya penurunan pH sehingga proses fusion dan uncoating data
berjalan dengan lancar. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa waktu. [3]
Setelah proses replikasi dan transkripsi selesai akan menghasilkan vRNPs. vRNPs
ini yang kemudian dibawa kedalam nucleus untuk melakukan proses replikasi yang
akan menghasilkan viral mRNA dan cRNA. Viral mRNA dibawa keluar ke
sitoplasma untuk melakukan sinteasis protein.
Setelah sintesis protein disitoplasma selesai, sebagian protein dibawa kembali
kedalam nucleus untuk membantu pembentukan vRNP. Sebagian protein yang tidak
dibawa kembali ke nucleus, diteruskan ke reticulum endoplasma dan badan golgi
utnuk diproses lebih lanjut. Pada tahap akhir, vRNP yang baru terbentuk dibawa
keluar nucleus dan bersama dengan M1 membentuk partikel virus baru. Setelah
partikel virus terbentuk, virus baru tersebut dikeluarkan dari sel host dengan bantuan
neuraminidase. Proses ini di kenal dengan nama budding.
Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih
tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaitu perbaikan RNA. Berbeda dengan virus
RNA lainnya, dimana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam
inti sel, AI menggunakan bahan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang.
Proses ini yang memudahkan terjadi Antigenic drift dan antigenic shift. Segmen RNA
yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma dan dibungkus oleh protein HA
(hemaglutinin), NA (neuroaminidase), M (matriks) serta NS (nonstruktural) . Dan
keluar dari sel inangnya. Proses ini bisa berlangsung dua jam sejak terjadi infeksi.
c. Imunitas tubuh
Respon imun humoral dari B-limfosit yang berinteraksi dengan antigen virus
influenza berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. Kemudian
merangsang pertumbuhan IgA dan IgG. IgA diangkut melintasi epitel mukosa saluran
napas dan berfungsi untuk menetralisir dan membersihkan infeksi virus. Sedangkan
IgG bertanggung jawab untuk melindungi saluran pernapasan bagian bawah.
Selanjutnya sel dendrite melalui MHC I dan II yang kemudian menyebabkan
aktivasi, proliferasi dan diferensiasi sel T-specific antigen (CD4 atau CD8). Sel T
CD4 akan mengaktifkan sel T helper (Th) sedangkan sel T CD8 mengaktifkan sel T
sitokinin. CD4 membantu limfosit B untuk menghasilkan anti - HA dan anti - NA. Sel
Th dapat dibagi menjadi Th1 dan Th2 sel. Infeksi influenza lebih banyak
menginduksi Th1 respon, namun sitokin Th2 ( IL-4 , IL - 5 , IL - 6 , IL - 10 ) juga
ditemukan didalam sel yang terinfeksi. Sel T CD8 berperan mengenali epitop dari HA
atau protein internal (M, NP, atau PB2).
10
Pada umumnya gejala klinis yang ditimbulkan oleh flu burung (H5N1) mirip dengan flu
biasa
Tanda
o Demam (>380 C) dan batuk
o Gangguan pernapasan akut
o Sesak napas / kesulitan bernapas yang menandakan terjadinya kelainan
sepsis bakteri dengan demam tinggi, dan kejang demam telah dilaporkan pada 6% -20%
dari anak-anak dirawat di rumah sakit dengan infeksi virus influenza.
Birus flu burung (H5N1) yang memiliki patogenik rendah menunjukan gejala yang
ringan. Seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri otot. Avian influenza yang
memiliki patogenitas sangat tinggi menimbulkan penyakit pernapasan parah (misalnya
sesak nafas, kesulitan nafas, pneumonia, gangguan pernapasan akut, radang paru-paru,
gagal napas). Infeksi vurys dari HPAI H5N1 dapat menyebabkan kematian. Akurasi
diagnosis klinis infeksi dengan influenza tipe A berdasarkan tanda dan gejala sendiri
terbatas karena gejala dari oenyakit bisa disebabkan oleh pathogen lain termasuk virus
influenza B musiman.
E. Diagnosis
1. Langkah Diagnostik
Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang
ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering
ditemukan antara lain:
Pneumonia yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur dan
demam Berdarah.
11
12
neuraminidase
13
(oseltamivir dan zanamivir) memiliki efek samping yang lebih sedikit dan resitensi yang
lebih kecil daripada inhibitor M2 ion chanel (rimantadine dan amantadine).
2.1 Inhibitor M2
Amantadinie dan rimantadine merupakan obat yang memiliki aktivitas mengganggu
uncoating virus dalam sel dan efektif hanya terhadap influenza A. di Negara asia selatan
dan timur menunjukan terjadinya resistensi dalam penggunaan adamantanes. Oleh karena
itu kelompok obat ini dieliminasi sebagai agen terapi untuk kasus avian influenza.
2.1.1 Amantadine dan rimantadine
Mengganggu uncoating virus didalam sel host dengan cara memblok saluran ion yang
dibentuk oleh protein M2. Hanya efektif terhadap semua influenza A (H1N1, H2N2, dan
H5N1) tetapi tidak terhadap influenza B. hal ini disebabkan oleh hanya influenza A yang
memiliki protein M2. Merupakan antikolinergik sehingga memiliki efek samping seperti
mual, muntah, diare, dan konstipasi.
2.2 Inhibitor neuraminidase
Diberikan 36-48 jam setelah timbul gejala akan mengurangi gejala penyakit dalam
satu atau dua hari. Inhibitor neuraminidase akan mempersingkat gejala penyakit lebih
dari tiga hari dibanding dengan pengobatan yang dimulai pada 48 jam. Contoh obat dari
inhibitor neuraminidase adalah zanamivir dan oseltamivir. Kedua obat ini menggangu
rilis progeny virus influenza dari sel inang yang terinfeksi, hal ini akan mencegah infeksi
sel inang baru dan dengan demikian dapat menghentikan penyebaran infeksi pada saluran
pernapasan. Kedua obat ini harus diberikan sedini mungkin Karena replikasi virus
influenza pada saluran pernapasan mencapai puncak antara 24 72 jam setelah onset
penyakit. Molekul target inhibitor neuraminidase dengan membelah ikatan yang
terbentuk antara neuraminidase virus H5N1 dengan reseptor sialic dari sel host. Tanpa
ikatan ini maka infeksi akan terbatas pada satu putaran replikasi.
14
2.2.1
Oseltamivir
Oseltamivir merupakan antibiotik yang hanya tersedia dalam bentuk
sediaan oral. Oseltamivir merupakan first line antiviral untuk pengobatan infeksi
virus H5N1. Mekanisme kerja oseltamivir adalah menghambat neuraminidase,
dimana neuraminidase ini diperlukan oleh virus H5N1 untuk lepas dari sel hospes
pada fase budding sehingga membentuk virion yang infektif. Bila neuraminidase
ini dihambat, maka replikasi virus akan berhenti. Pemberian oseltamivir yang dini
dapat menurunkan nilai mortalitas. Terapi oseltamivir diberikan selama 5 hari,
kecuali apabila ada diagnosis alternatif ditegakkan. Dosis standart dewasa
pemberian oseltamivir pada penderita flu burung tanpa komplikasi flu musiman
yang kompleks adalah 75mg dua kali sehari (WHO, 2007), sedangkan untuk
anak-anak digunakan suspensi dengan dosis sebagai berikut :
2.2.2
Zanamivir
Zanamivir digunakan untuk saluran pernafasan melalui inhalasi oral
16
18
19
o Tidak mengkonsumsi makanan berupa daging maupun telur dalam keadaan yang
kurang matang atau setengah matang.
o Menghindari tekenca cairan yang ada pada paruh, hidung dan mata unggas yang
sakit.
o Membiasakan diri untuk membuang dan menimbung kotoran unggas atau burung
yang ada dilingkungan sekitar tempat tinggal.
o Mencuci daging dan telur unggas sebelum dimakan dan disimpan di kulkas
maupun lemari.
o Mencuci tangan dengan sabun menggunakan air yang mengalr setelah
mmemegang unggas, burung ataupun telur.
o Mencuci tangan dengan sabun setelah memegang unggas atau telur.
o Menggunakan alat perlindungan diri yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit
ketika mengunjungi penderita flu burung dan segera membersihkan diri setelah
melakukan kunjungan.
3.2 Terapi Non-Farmakologi Pasca Paparan
o Istirahat yang cukup dan teratur
o Meningkatkan gizi makanan
o Banyak minum air putih, teh, dan sari buah.
o Jika terjadi pilek, segera untuk ditangani guna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi.
o Hidung yang tersumbat dapat diatasi dengan menghirup uap hangat yang
dihasilkan dari air hangat diwadah bermulut lebar (panci), dan ditetesi dengan
beberapa tetes minyak atsiri.
20
terbaru mengenai unggas yang sakit dan mati didesa tersebut. Juga didapatkan informasi
bahwa ibu dari anak tersebut juga sedang di rawat dirumah sakit dengan gejala yang sama
dengan yang dialami oleh penderita.
Dari
informasi
tersebut
diputuskan
dilakukan
pengambilan
serum
dan
Nasopharynegal swabs pada pasien untuk diteliti oleh QRT-PCR. Dan disaat yang bersamaan
sang anak diberikan terapi menggunakan obat Oseltamivir 3mg / kg dua kali sehari karena
pasien diduga menjadi pasien suspect flu burung. Namun sang anak meninggal dihari yang
sama dengan saat ia pertama kali diberikan terapi dengan oseltamivir dan dinyatakan positif
terkena penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus H5N1.
Pembahasan Kasus
Penanganan awal anak di berikan Parasetamol yang merupakan obat untuk mengatasi
gejala demam dan batuk pada anak. Dalam kasus ini pemberian parasetamol yang diberikan
sudah tepat, karena gejala yang nampak baru sebatas demam dan batuk dan belum muncul
gejala spesifik yang dapat menjadi penyakit flu burung. Parasetamol memiliki indikasi ntuk
menghilangkan demam yang dialami oleh anak.
Dari hasil pemeriksaan awal anak didiagnosis mengalami penyakit bronkitis akut,
infeksi saluran napas, anemia dan kemungkinan overdosis parasetamol. Anak diberikan obat
untuk meredakan gejala yang
H. Daftar Pustaka
22
Biologi,
2011,
Pandemi
Flu
Babi
Akibat
Virus
H1N1,
http://www.generasibiologi.com/2009/04/pandemi-flu-babi-akibat-virus-h1n1.html,
diakses tanggal 20 februari 2015.
Dunning J, Baillie J.K., Cao, B., Hayden. F.G., 2014, Antiviral combinations for severe
influenza, The Lancet Journal, Volume 14, No. 12, p12591270.
Guan, Yi et al, 2007, Avian Influenza Virus (H5N1): A Threat to human health, Clim. Microbial.
20 : 243-267.
Herman Kosasih.,
Roselinda.,
Nurhayati.,
Alexander Klimov.,
Xu Xiyan.,
Stephen
20032007,
T.,
2006,
Host
species
barriers
to
influenza
virus
infections,
23
Radji, Maksum, 2006, Avian Influenza A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan, dan Penyebaran
pada Manusia, Majalah Ilmu Kefarmasian, volume III, hal 61-62.
WHO.,
2013,
http://www.who.int/influenza/human_animal_interface/EN_GIP_20131210CumulativeN
umberH5N1cases.pdf, diakses tanggal 26 februari 2015.
WHO, 2007, Clinical management of human infection with avian influenza A (H5N1) virus, p.511.
WHO, 2013, Hospital Care for Children, second edition, WHO press, Switzerland, p.126.
WHO, 2007, Recommendations and laboratory procedures for detection of avian influenza A
(H5N1) virus in specimens from suspected human cases, p.5-6.
24