Chapter II
Chapter II
LANDASAN TEORI
A. SPIRITUALITAS
1. Pengertian Spiritualitas
Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara,
berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu.
Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi,
dan penuh kasih.
Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan
sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah sesuatu yang lebih besar
dari manusiaadalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan
diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua
komponen, yaitu vertikal dan horizontal:
-
Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan
waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.
Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
12
13
perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual
berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Setelah menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat
kerja,
selanjutnya
akan
diuraikan
mengenai
komponen-komponen
dari
spiritualitas.
2. Komponen Spiritualitas
Elkins et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang
yang mereka anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual).
Partisipan dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai
komponen spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur
humanistik,
sebelumnya)
fenomenologis
dan
diminta
dan
untuk
eksistensialisme
menilai
yang
telah
komponen-komponen
dilakukan
tersebut
14
hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya
menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut.
Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi
transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang
transenden dari LaPierre dalam Hill (2000).
2. Makna dan tujuan dalam hidup
Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan
hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa
hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masingmasing. Dasar dan inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan
yaitu bahwa hidup memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di
dunia memiliki tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan
makna hidup dari LaPierre dalam Hill (2000).
3. Misi hidup
Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung
jawab pada kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin
merasa akan adanya takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan
tujuan hidup, individu mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan
pemahaman adanya proses pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam
komponen misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat
memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi
misi tersebut.
15
4. Kesakralan hidup
Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan
dalam semua hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti
pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi,
namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa
yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan.
5. Nilai-nilai material
Individu yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan
manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material.
Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau
uang namun tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka
menyadari bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa
banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki.
6. Altruisme
Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari
masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brothers keepers).
Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa
umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya.
Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain.
Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan
nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada sesama.
16
7. Idealisme
Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia
yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan
bukan saja pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang
dimungkinkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka
percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk
diwujudkan. Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk
menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya masingmasing.
8. Kesadaran akan peristiwa tragis
Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup
seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar
mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau
kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya
sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan
eksistensinya dalam hidup.
9. Buah dari spiritualitas
Komponen
terakhir
merupakan
cerminan
atas
kedelapan
komponen
sebelumnya dimana individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan,
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai
efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap
diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya
sebagai aspek transenden.
17
3. Aspek-Aspek Spiritualitas
Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek
eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional:
1. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk mematikan bagian dari
dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan
seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).
2. Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif
terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah
literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih
kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran
kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara
lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman
tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini
merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual.
3. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu
dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang
18
19
puas dengan pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan kompetensikompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk
membuat alat ukur.
Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang
berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan
spiritualitas.
20
yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan
dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam, musik, seni, dan
hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara perawatan
spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua ungkapan spiritualitas ini
dalam perawatan pada pasien.
B. PERAWAT
1. Pengertian Perawat
Perawat berasal dari kata Latin nutrix yang artinya merawat atau memelihara.
Kata ini pertama kali digunakan oleh Ellis & Hartley (dalam Gaffar, 1999).
Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan
(Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999).
21
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat dalam praktek ada tiga (Hikey dalam Praptianingsih 2006),
yaitu:
1) Fungsi independen
Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, tindakan perawat
bersifat mandiri, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu,
perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul terhadap tindakan
yang diambil.
22
2) Fungsi interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain
berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien.
3) Fungsi dependen
Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik.
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan
khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter,
seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan. Oleh karena
itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter karena
setiap tindakan perawat berdasarkan perintah dokter.
Perawat di rumah sakit dan dunia kesehatan memiliki beberapa peran yang
akan diuraikan selanjutnya.
3. Peran perawat
Gaffar (1999) memaparkan beberapa peran perawat. Berikut ini merupakan
uraian peranan dari perawat:
1. Nursing is caring, perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Perawat harus memperlihatkan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan
tidak dikenal pasien atau kasus pribadi. Semua pasien diperlakukan sama.
2. Nursing is sharing, dalam pemberian asuhan keperawatan perawat selalu
melakukan sharing (berbagi) atau diskusi antara sesama perawat, kepada
anggota tim kesehatan lain dan kepada klien.
23
is
touching,
perawat
dapat
menggunakan
sentuhan
untuk
24
Menurut Gaffar dalam Praptianingsih (2006) selain tiga belas peran di atas,
dalam melaksanakan profesinya, perawat juga memiliki empat peran lain, yaitu:
1) Peran sebagai pelaksana
Perawat bertindak sebagai comforter (mengupayakan kenyamanan dan rasa
aman pada pasien), protector dan
25
26
hubungan dan kontribusi. Keempat, rasa penasaran akan budaya dan filosofi
timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan menekankan nilainilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat spiritual
seseorang dalam tiap kegiatan, mulai diterima oleh orang-orang Amerika. Kelima,
bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup
kematian menyebabkan peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna
hidup.
Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna,
tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan (Ashmos, 2000).
Beberapa
ahli
telah
memberikan
definisi
spiritualitas,
diantaranya
Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan
waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa.
Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.
spiritualitas dari Tischler (2002) yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau
dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu
27
dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang
yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Ia juga mengemukakan empat
kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal
awareness, personal skills, social awareness dan social skills.
Howard (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan
dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang
melebihi manusia. Hal ini ditambahkan oleh Young (2007) yang menjelaskan
bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan
spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki
spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha
mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.
Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi
sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor,
termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis
menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari
para pihak yang terlibat didalamnya (Loetfia, 2000).
Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan
memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat yang meningkat
menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlombalomba menyediakan mutu
pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik pemerintah pun
tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program pembangunan kesehatan
yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan
setara, akan tetapi tujuan ini masih belum berjalan secara optimal karena masih
28
banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang belum mencapai mutu yang
optimal (Utama, 2003).
Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan
Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11
Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan
(www.pdpersi.co.id, 2003).
Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh
tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat (Megawati,
2005). Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan
nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam
menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga
keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai
kontak yang paling lama dengan pasien (Loetfia, 2000).
Widjaja (1994) mengemukakan bahwa perawat dalam menjalankan tugasnya
juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks, memberi
informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami kebutuhan
klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati.
Berdasarkan kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yang
dikemukakan oleh Tischler (2002), pada sisi kesadaran sosial (social awareness),
orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap sosial yang
lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Sikap yang
29
ditunjukkan ini sesuai dengan peran perawat yaitu nursing is helping, nursing is
listening, nursing is feeling (Gaffar, 1999). Hal ini juga senada dengan peran yang
dikemukakan Gaffar (dalam Praptianingsih, 2006) yaitu peran perawat sebagai
pelaksana, dalam hal ini sebagai comforter.
Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan spiritualitas
yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah
beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja
dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini dibutuhkan
perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran yang
membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana
dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola (Gaffar dalam
Praptianingsih, 2006), dan nursing is sharing (Gaffar, 1999).
D. PERTANYAAN PENELITIAN
Dari uraian di atas maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan secara umum?
2. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan berdasarkan kompetensi kesadaran diri (self awareness)?
3. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan berdasarkan kompetensi keterampilan pribadi (personal skills)?
30
31