Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

HAMA GUDANG DAN PENYAKIT BENIH

Disusun oleh:
`

Nama : Astidhia Nadia


NIM

: 135040200111062

Kelas : C / C1 (Selasa, 12.30 WIB)


Asisten : Kukuh Arif W.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama merupakan hewan atau organisme yang aktivitasnya dapat menurunkan
sekaligus merusak kualitas juga kuantitas produk pertanian. Hama berdasarkan tempat
penyerangannya dibagi menjadi dua jenis yaitu hama lapang dan hama gudang/hama
pasca panen. Hama lapang adalah hama yang menyerang produk pertanian pada saat
masih di lapang. Hama gudang adalah hama yang merusak produk pertanian saat
berada di gudang atau pada masa penyimpanan. Hama pasca panen merupakan salah
satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan produksi. Hasil panen
yang disimpan khususnya biji-bijian setiap saat dapat diserang oleh berbagai hama
gudang yang dapat merugikan. Hama gudang hidup dalam ruang lingkup yang terbatas,
yakni hidup dalam bahan-bahan simpanan di gudang. Umumnya hama gudang yang
sering dijumpai adalah dari ordo Coleoptera (bangsa kumbang), seperti Tribolium sp.,
Sitophilus oryzae, Callocobruchus chinensis, Sitophilus zaemays, Necrobia rufipes dan
lain-lain.
Penyakit pada benih (Seed Pathology) merupakan penyakit penting pada berbagai
komoditas pertanian. Penyakit benih ini dapat menyebabkan kerusakan dalam bentuk
perubahan warna, bentuk, nekrose, penurunan daya kecambah, dan mengurangi nilai
biji (benih). Kehilangan hasil yang disebabkan penyakit benih mencapai lebih dari 5%,
dan infeksinya dapat mencapai 50%. Penyebab utama kerusakan pada benih adalah
jamur, bakteri, dan virus (patogen). Benih dapat diserang patogen sebelum biji (benih)
berkecambah atau disebut pre emergence damping off, sedangkan apabila menyerang
setelah muncul kecambah disebut post emergence damping off. Bentuk kerusakan
karena serangan patogen sangat bervariasi, tergantung macam patogen, benih dan
faktor lingkungan.
1.2 Tujuan
-

Untuk mengetahui definisi dari penyakit benih

Untuk mengetahui macam-macam dari penyakit benih

Untuk mengetahui definisi dari hama gudang

Untuk mengetahui morfologi dari Callosobruchus chinensis

Untuk mengetahui varietas benih kacang hijau mana yang lebih disukai imago
Callosobruchus chinensis

Untuk mengetahui jenis patogen yang menyerang benih jagung

1.3 Manfaat
Dari beberapa tujuan yang telah diuraikan di atas, diharapkan agar praktikan lebih
mengerti tentang hama dan penyakit yang memungkinkan untuk menyerang benih pada
hasil produksi pasca panen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Penyakit
a. Seed pathology involves the study and management of diseases affecting seed
production and utilization, as well as disease management practices applied to
seeds(Munkvold GP, 2009).
Terjemahan:
Patologi Benih melibatkan studi dan pengelolaan penyakit yang mempengaruhi
produksi benih dan pemanfaatan, serta praktek-praktek manajemen penyakit
diterapkan untuk benih.
b. Seed pathology may be defined as the study of seedborne disease and
pathogens. It includes studies on the mechanisms of infection, seed
transmission, the role of seedborne inocula in disease development, techniques
for the detection of seedborne pathogens and nonpathogens, seed certification
standards, deterioration due to storage fungi, mycotoxins, and mycotoxicoses,
and control of seedborne inocula (S.T. NAMETH, 1998).
Terjemahan:
Patologi Benih dapat didefinisikan sebagai studi penyakit dan patogen
seedborne. Ini mencakup studi pada mekanisme infeksi, transmisi benih, peran
inokulum seedborne dalam perkembangan penyakit, teknik untuk mendeteksi
patogen seedborne dan nonpathogens, standar sertifikasi benih, kerusakan
karena jamur penyimpanan, mikotoksin, dan mycotoxicoses, dan pengendalian
inokulum seedborne.
c. The area of science that studies the relationship between pathogens and seeds
is Seed Pathology. It does not only identify the pathogens, it also includes the
role of the seed as source of inoculum, the survival of the pathogen and the
actions taken to control the pathogens associated to it. It uses the knowledge of
General Pathology, Microbiology and Seed Analysis (Nome, 2014).
Terjemahan:

Bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara patogen dan biji adalah
Patologi Benih. Bidang iikmu ini tidak hanya mengidentifikasi patogen, tetapi
juga termasuk peran benih sebagai sumber inokulum, kelangsungan hidup
patogen dan tindakan yang dilakukan untuk mengontrol patogen terkait untuk
itu. Ia menggunakan Pengetahuan Umum Patologi, Mikrobiologi dan Analisis
Benih.
2.2 Macam-Macam Penyakit Benih
a. Damping-Off
Damping-Off adalah suatu penyakit yang
menyerang benih, kecambah, dan semaian. Secara
tradisional, ada dua tipe jenis damping-off : preemergence damping-off, menyerang benih dan
kecambah sebelum mereka muncul, dan postemergence damping-off, menyerang semaian bibit
muda sampai batang mereka menjadi berkayu.
Bentuk kedua penyakit terjadi di dalam tempat
penyimpanan benih dan disebabkan oleh kelompok fungi yang sama. Inang dari
penyakit ini adalah semua jenis semaian dan benih dapat terkena. Penyebab
cendawan Phytium sp., Rhizoctonia sp., Fusarium sp. Gejala penyakit ini
bermacam-macam tergantung dari umur dan stadia perkembangan semai. Biji
menjadi busuk sebelum berkecambah atau sebelum muncul dipermukaan tanah.
Biji yang terinfeksi ini menyebabkan kualitas biji buruk (daya kecambah rendah).
Busuk pangkal batang pada perkembangan semai biji terutama pada bagian yang
dekat dengan tanah. Contohnya Damping off
pada cabai (Kalshoven. 1981)
b. Antraknosa
Penyakit patek atau antraknosa menyerang
berbagai jenis tanaman. Penyakit ini sangat sulit
dikendalikan, terutama jika kelembaban areal

pertanaman sangat tinggi. Bagian tanaman yang terserang penyakit patek atau
antraknosa pada umumnya adalah buah atau daun.Penyakit antraknosa sukar
dikendalikan karena infeksi patogennya bersifat laten dan sistemik, penyebaran
inokulum dilakukan melalui benih (seed borne) atau angin serta dapat bertahan
pada sisa-sisa tanaman sakit dalam tanah.Contohnya antraknosa pada cabai
(Cendawan Colletrotricum capsici) dapat menyerang inang pada segala fase
pertumbuhan. Serangan patogen antraknosa pada fase pembungaan menyebabkan
persentase benih terinfeksi tinggi walaupun benih tampak sehat (Kalshoven, 1981).
2.3 Definisi Hama Gudang
a. Post-harvest pests are destructive pests of agricultural products while in storage
or during storage (Champ and Highley, 1985).
Terjemahan :
Hama pasca panen adalah hama yang merusak produk pertanian saat berada di
gudang atau pada masa penyimpanan.
b. Stored product pests include several beetles, moths, and a mite that can infest
whole grains or processed foods (Munro, 1966).
Terjemahan :
Hama gudang meliputi beberapa kumbang, ngengat, dan tungau yang dapat
mengerumuni biji-bijian atau makanan olahan.
c. Stored product pests are pest that reduces grain weight, nutritional value, and
germination of stored grain. Infestations also cause contamination, odor, mold,
and heat-damage problems that reduce the quality of the grain and may make it
unfit for processing into food for humans or animals (Cotton, 1963).
Terjemahan :
Hama gudang adalah hama yang mengurangi bobot biji, nilai gizi, dan
perkecambahan biji-bijian yang disimpan. Pengerumunan tersebut juga dapat
menyebabkan masalah kontaminasi, bau, jamur, dan kerusakan-suhu yang
mengurangi kualitas gabah dan dapat membuatnya tidak layak untuk diproses
menjadi makanan bagi manusia atau hewan.

2.4 Morfologi Callosobruchus chinensis


Menurut Kalshoven (1987), Callosobruchus chinensis L. diklasifikasikan sebagai
berikut: Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insekta

Ordo

: Coleoptera

Family

: Bruchidae

Genus

: Callosobruchus

Species

: Callosobruchus chinensis L.

Kumbang ini menyerang kacang-kacangan dapat ditemukan pada berbagai tempat.


Kacang-kacangan tersebut sudah terserang sejak masih di lapangan pada saat telah siap
panen (Kalshoven, 1987).
a. Telur
Telur diletakkan
pada permukaan biji,
biasanya pada satu biji
hanya diletakkan satu
telur.Telur

berwarna

keputih-putihan. Jumlah
telur yang diletakkan
seekor kumbang betina
berkisar antara 50-150
butir. Telur berbentuk jorong dengan panjang rata-rata 0,57 mm, berbentuk cembung
pada bagian dorsal serta rata pada bagian yang melekat dengan biji. Telur menetas
antara 4-8 hari. Telur dapat dilihat
pada gambar. (Sudarmo, 1991)
b. Larva
Larva yang baru menetas
akan terus menggerek dengan cara

memakan kulit telur yang menempel pada biji dan kulit biji dan masuk ke dalam
kotiledon. Larva hidup dengan cara memakan dan menggerek kulit biji. Larva
berkembang sepenuhnya di dalam satu butir biji, membentuk satu lubang keluar persis
di bawah kulit biji, berupa semacam jendela bulat yang terlihat dari luar, tetap tinggal
di dalam biji sampai menjadi imago. Stadia larva berlangsung selama 10-13 hari. Larva
dapat dilihat pada gambar (Bato dan Sanches, 1998).
c. Pupa
Larva instar keempat telah
memakan isi biji dekat di bawah kulit
biji, maka akhirnya larva menjadi
pupa dan tetap berada pada tempat
tersebut sampai menjadi dewasa. Pupa
berwarna putih kekuningan. Stadia
pupa berkisar antara 4-6 hari. Pupa dapat dilihat pada gambar (Mangoendihardjo,
1997).
d. Imago
C. chinensis yang baru dewasa, beberapa hari tetap
berada dalam biji kacang hijau, 2-3 hari keluar dari biji dengan
cara mendorong kulit biji yang digores dengan mandibelnya
sehingga terlepas dan terbentuklah lubang. Imago berukuran 5
mm panjangnya dan berbentuk bulat telur, cembung pada
bagian dorsal. Panjang tubuh kumbang jantan antara 2,40 -3
mm, sedangkan betina 2,76-3,48 mm. Antena kumbang jantan bertipe sisir (pectinate)
dan betina bertipe gergaji (serrate). Stadia imago antara 25-34 hari. Imago dapat dilihat
pada gambar. (Greaves et al, 1998).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Benih materi hama gudang dan penyakit benih
berlangsung di laboratorium Pemuliaan Tanaman lantai 2 Gedung Budidaya Pertanian.
Praktikum tersebut berlangsung pada tanggal 21 April 2015 pukul 12.30 -14.00 WIB
3.2 Alat dan Bahan
Alat
Timbangan analitik

: Menimbang benih kacang hijau

Gelas Plastik

: Menampung benih yang dimasukkan imago

Pinset

: Memindahkan jagung

Api bunsen

: Mensterilkan bibir cawan petri

Cawan petri

: Sebagai wadah media PDA

Kamera

: Mendokumentasikan hasil

Bahan
Benih kacang hijau var. komersil/konsumsi, vima, dan murai : Bahan perlakuan
Benih jagung

: Bahan perlakuan

Imago Challosobruchus chinensis

: Bahan perlakuan

Kain

: Untuk menutup gelas plastik

Cholorx

: Untuk mensterilkan benih dari

Aquades

: Untuk mensterilkan benih jagung

Kertas Tissue

: Meniriskan benih jagung

Media PDA

: Menutrisi benih jagung

Plastik

: Untuk mewrapping cawan petri

3.3 Cara Kerja


Hama
Menimbang beberapa varietas benih kacang hijau (pasar/konsumsi, vima, dan
murai) masing-masing 100 gr dan masukkan kedalam gelas plastik

Masukkan 10 imago Challosobruchus chinensis pada masing-masing gelas plastic


lalu tutup dengan kain dan beri label

Amati seminggu sekali selama 4 minggu dengan variabel pengamatan jumlah imago
dan berat benih

Catat hasil dan dokumentasikan


Penyakit
Sterilkan lingkungan

Sterilkan benih jagung ke chlorox, alkohol dan aquades secara berurutan 1 menit

Tiriskan dengan kertas tisu

Buka wrap pada media PDA dan panaskan bibir cawan pada api bunsen

Sterilkan pinset dengan alkohol dan bakar dengan api bunsen, dan letakkan benih

Panaskan kembali bibir cawan di api bunsen dan lakukan wrapping

Lakukan pengamatan setiap hari selama 1 minggu

Catat hasil dan dokumentasikan


3.4 Analisa Perlakuan
Hama
Pertama-tama siapkan alat dan bahan. Lalu timbang beberapa varietas benih
kacang hijau (pasar/konsumsi, vima dan murai) masing-masing seberat 100 gr dan

masukkan ke dalam gelas plastik. Kemudian masukkan imago Challosobruchus


chinensis ke dalam masing-masing gelas plastik yang berbeda varietasnya, lalu
tutup dengan kain dan beri label dari setiap perlakuan. Lakukan pengamatan
seminggu sekali selama 4 minggu dengan variabel pengamatan jumlah imago dan
berat benih dan catat hasil serta dokumentasi setiap pengamatan.
Penyakit
Pertama-tama sterilkan lingkungan lalu siapkan alat dan bahan. Kemudian
benih jagung disterilkan dengan chlorox, alcohol dan aquades secara berurutan
kurang lebih selama semenit, setelah itu tiriskan dengan kertas tisu. Lalu buka wrap
pada media PDA dan panaskan bibir cawan pada api bunsen. Sterilkan pinset
dengan alkohol dan panaskan pada api bunsen lalu letakkan benih jagungnya,
panaskan kembali bibir cawan di api bunsen dan me-wrapping. Pengamatan
dilakukan setiap hari selama seminggu dan catat hasil serta dokumentasi
pengamatan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1

Tabel

Hama
Pengamatan Jumlah Hama

Varietas
Kacang Hijau

Awal

7 Hari

14 Hari

21 Hari

28 Hari

Konsumsi/Pasar

10 imago

10

23

Murai

10 imago

11

15

Vima

10 imago

17

26

Varietas

Pengamatan Berat Benih Kacang Hijau

Kacang Hijau

Awal

7 Hari

14 Hari

21 Hari

28 Hari

Konsumsi/Pasar

10 gr

9,14 gr

8,91 gr

7,63 gr

6,80 gr

Murai

10 gr

9,21 gr

9,07 gr

8,51 gr

7,73 gr

Vima

10 gr

9,04 gr

8,83 gr

7,35 gr

6,54 gr

Penyakit

No

Perlakuan

Pathogen yang
ditemukan

Dokumentasi

Keterangan

Tidak ditemukan
1.

Benih Jagung

Tidak ada

patogen dalam
benih jagung.

4.1.2

Grafik
Grafik Hasil Pengamatan Jumlah Imago Callosobruchus chinensis

18
16
14
12
Kc. Ijo Konsumsi/Pasar

10
8

Kc. Ijo Murai

Kc. Ijo Vima

4
2
0
Awal

7 Hari

14 Hari

21 Hari

Grafik Hasil Pengamatan Berat Benih Kacang Hijau


12
10
8
Kc. Ijo Konsumsi/Pasar
6

Kc. Ijo Murai


Kc. Ijo Vima

4
2
0
Awal

7 Hari

14 Hari

21 Hari

4.2 Pembahasan Praktikum


Hama
Pada praktikum ini terdapat dua variabel pengamatan pada imago hama
Callosobruchus maculatus yaitu jumlah populasi hama dan berat benih kacang
hijau pada tiap varietas yang berbeda. Bisa dilihat dari tabel dan grafik di atas

menunjukkan bahwa setelah 4 minggu pengamatan, jumlah populasi hama pada


ketiga varietas itu berbeda, beda, pada varietas konsumsi/pasar, murai, dan vima
berturut-turut jumlah hamanya sebanyak 23, 15, dan 26 ekor. Kemudian pada bobot
benih kacang hijau masing-masing varietasnya juga mengalami penurunan bobot,
dari semula 10 gram pada varietas konsumsi/pasar, murai, dan vima, secara
berturut-turut bobotnya menjadi 6,80 gr, 7,73 gr, dan 6,54 gr. Dari data hasil
pengamatan tadi bisa dikatakan bahwa meningkatnya jumlah populasi hama
Callosobruchus maculatus diikuti dengan semakin menurunnya bobot benih
kacang hijau tiap varietasnya.
Benih kacang hijau seperti juga benih kacang-kacangan lainnya termasuk
golongan benih ortodoks atau benih yang tidak tahan pada kondisi kadar air tinggi
namun toleran terhadap kekeringan, oleh sebab itu pada saat penyimpanan benih
tersebut apabila kondisi kadar air cukup tinggi bisa memicu munculnya serangan
hama. Menurut Talekar (1987) dijelaskan bahwa benih kacang hijau sangat rentan
terhadap serangan hama dari famili Bruchidae. Bruchidae ini merupakan hama
primer yang telah menyerang benih kacang hijau sejak dari lapang pertanaman
hingga gudang penyimpanan, dan kerusakan terbesar biasanya terjadi pada saat
penyimpanan dan serangan hama gudang ini dapat menurunkan kualitas (viabilitas)
maupun kuantitas dari benih kacang hijau.
Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari faktor-faktor biotik
dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik maupun genetik,
serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan. Robiin (2007)
mengatakan bahwa penggunaan bahan kemasan yang tepat dapat melindungi benih
dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu kelembaban relatif dan suhu.
Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan ekosistem ruang simpan yang baik
bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih lama. Prinsip dasar pengemasan
benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor benih. Oleh karena itu,
benih yang disimpan dalam ruang terbuka perlu dikemas dengan bahan kemasan
yang tepat agar viabilitas dan vigor benih dapat dipertahankan.

Penyakit
Pada praktikum ini, untuk mengetahui patogen dalam penyimpanan benih
menggunakan benih jagung sebagai bahan perlakuan yang disimpan dalam media
PDA (Potato Dextrose Agar), bisa dilihat dari tabel bahwa setelah seminggu
penyimpanan tidak ditemukan adanya patogen, sehingga tidak adanya pembahasan
pada bagian ini. Hal ini bisa disebabkan oleh bahan dan media yang telah
disterilkan dan benih yang digunakan dalam kondisi sehat sebelumnya sehingga
tidak memungkinkan adanya patogen.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa setelah 4
minggu pengamatan, jumlah populasi hama pada ketiga varietas itu berbeda, beda,
pada varietas konsumsi/pasar, murai, dan vima berturut-turut jumlah hamanya
sebanyak 23, 15, dan 26 ekor. Kemudian pada bobot benih kacang hijau masingmasing varietasnya juga mengalami penurunan bobot, dari semula 10 gram pada
varietas konsumsi/pasar, murai, dan vima, secara berturut-turut bobotnya menjadi
6,80 gr, 7,73 gr, dan 6,54 gr. Dari data hasil pengamatan tadi bisa dikatakan bahwa
meningkatnya jumlah populasi hama Callosobruchus maculatus diikuti dengan
semakin menurunnya bobot benih kacang hijau tiap varietasnya. Selanjutnya, pada
bagian penyakit benih, tidak ditemukannya adanya patogen pada benih jagung.
5.2 Saran (Asisten dan Praktikum)
Untuk asisten semoga bisa lebih baik lagi dan untuk praktikum kedepannya
semoga bisa lebih kondusif lagi dan sebaiknya pengumpulan laporan tidak
menumpuk di minggu terakhir praktikum sehingga tidak memberatkan praktikan,
terima kasih

DAFTAR PUSTAKA
Bato, S. M., and F. F. Sanches, 1998. The Biology and Chemical Control of
Callosobruchus Chinensis L., Phillipina.
Champ, B.R. and Z. Highley. 1985. Pesticides and humid tropical grain stroge
system. Proceedings of an International Seminar in Manila, Philipines, 27-30
Maros, 1985. Aciar Proceedings No. 41.
Cotton, R.T. 1963. Pest Of Storet Grain And Grain Product. Burgerss Publishing Co.
Minneapolis 15, Minn
Greaves, J. H. P. Dobie and J. Bridge, 1998. Strocage in Pest Control in Tropical Grain
Legumes. College House, Wrights Lane, London.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest Of Crops Indonesian, Revised and translated by
P.A. Vander loau with the assistance of. G.H.L. Roth Shild. Univ. of Amsterdam.
P.T. Ikhtiar Baru, Van Hoeve, Jakarta Indonesia
Kalshoven, L. G. E., 1987. Pest of Crops In Indonesia. PT. Ichtiar Baru. Van Hoeve,
Jakarta.
Mangoendihardjo, S., 1997. Hama-Hama Tanaman Pertanian di Indonesia. Yayasan
Pembinaan Fakultas Pertanian. Universitas Gadja Mada, Yogyakarta
Munro, J.W. 1966. Pests Of Storage Product. Hutehinsou of London
Munkvold GP. 2009. Seed pathology progress in academia and industry. Department
of Plant Pathology, Iowa State University, Ames, Iowa 50011, USA.. 47:285311. doi: 10.1146/annurev-phyto-080508-081916. munkvold@iastate.edu
Nome S. F, Dora Barreto, Delia M. Docampo. 2014. Seedborne Pathogens. Seeds:
Trade, Production and Technology. Instituto de Fitopatologa y Fisiologa
Vegetal, INTA, Camino 60 Cuadras km %1/2 (5119), Crdoba, Argentina.
sfnome@reidel.com.ar
Robiin. 2007. Perbedaan Bahan Kemasan dan Periode Simpan dan Pengaruhnya
terhadap Kadar Air Benih Jagung dalam Ruang Simpan Terbuka. Buletin
Teknik Pertanian. 12 (1) : 79.

S.T. NAMETH. 1998. PRIORITIES IN SEED PATHOLOGY RESEARCH. Dept. of


Plant Pathology, The Ohio State University, Columbus, OH, 43210, USA. Sci.
agric., Piracicaba, 55(Nmero Especial), p.94-97, agosto 1998
Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Talekar,N. S. 1987. Biology, Damage and Control of Bruchid Pests of Mungbean. In
Mungbean Proc. Second International Symposium. AVRDC. Taipei, Taiwan.

Anda mungkin juga menyukai