Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1.

Metabolisme besi
Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk

pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem


enzim pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan
distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi
dan transportasi besi.10-13

2.1.1. Bentuk zat besi dalam tubuh.


Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu: 12-15
a. Zat besi dalam hemoglobin.
b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin
c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.
d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan
beberapa enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1.Kompartemen zat besi dalam tubuh.12

Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk kedalam


mitikondria untuk diprroses menjadi hem setelah bergabung dengan
protoporfirin, sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Sejalan dengan
maturasi

eritrosit baik reseptor transferin maupun feritin akan dilepas

kedalam peredaran darah. Feritin segera difagositosis makrofag di sumsum


tulang dan setelah proses hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam
hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk
keperluan metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi
terikat dalam sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang
sebagai depot besi (cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam
transporting iron binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali
didapati dalam enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses
metabolisme dalam tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu
pada penderita anemia defisiensi besi.16-19
Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa hemoglobin,
dimana zat besi digunakan secara terus- menerus. Sebagian besar zat besi

Universitas Sumatera Utara

yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization), dan


hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan
keringat.11,19,22,31

2.1.2. Kebutuhan zat besi.


Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda,
hal ini tergantung pada umur, sex, berat badan dan keadaan individu masingmasing. Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan
pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan, kenaikan berat badan
pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita. 16,17,19
Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari,
sedangkan wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi
antara 0,5 -1 mg / hari. Pada wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg
/ hari dan tergantung pada tuanya kehamilan. Pada seorang laki laki normal
dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat 10-20
mg zat besi setiap harinya.19,20,23
Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 20 mg
setiap harinya, tapi ternyata hanya 1 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi
oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh
dengan proses eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam
bentuk feritin dan sisanya 5 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain.

Universitas Sumatera Utara

Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila
ternyata tubuh membutuhkannya. 24-26
Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis
besi dan juga merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk
mengevaluasi

status besi dan secara khusus penting untuk mendeteksi

defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan wanita berbeda, pada laki-laki
dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml , pada wanita
premonoupase kurang dari 200 ng/ml. 27,29,32
Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)20

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa Andrews, N. C., 1999.
Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

2.1.3. Absorbsi besi


Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase,
yaitu:26,29
1. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme
dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan,
tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme
berasal

dari

sumber

nabati,

tingkat

absorbsi

dan

Universitas Sumatera Utara

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di


lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan
dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari
besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di
duodenum.
2. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan
jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses
yang

sangat

kompleks.

Dikenal

adanya

mucosal

block

(mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui


mukosa usus)
3. Fase Korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh
tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati
bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam
darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan
melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2. Absorbsi zat besi. Sumber: Andrews NC,New Engl J Med.
341:1986-1995, Copyright 1999 Massachusetts Medical Society. All rights
reserved.
2.1.4. Mekanisme regulasi absorbsi besi
Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus:25,26,29
1. Regulator dietetik : absorbsi besi dipengaruhi oleh jumlah kandungan
besi dalam makanan, jenis besi dalam makanan (besi heme atau non
heme), adanya penghambat atau pemacu absorbsi dalam makanan.
2. Regulator simpanan : Penyerapan besi diatur melalui besarnya
cadangan besi dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

3. Regulator eritropoetik : Besar absorbsi besi berhubungan dengan


kecepatan eritropoesis. Mekanisme ini belum diketahui dengan pasti.
2.1.5. Transport zat besi.
2.1.5.1. Transferin
Transferin adalah 1 globulin (protein fase akut negatif), merupakan
glikoprotein dengan berat molekul 79570 dalton, terdiri dari polypeptide rantai
tunggal dengan 679 asam amino dalam dua domain homolog. N-terminal dan
C-terminal masing-masing mempunyai satu tempat ikatan dengan Fe3+. Satu
molekul transferin mengikat 2 atom besi (Fe3+). Transferin akan berikatan
dengan reseptor transferin, setiap reseptor transferin mengikat 2 molekul
transferin12,17,28,32
Transferin terutama disintesis oleh sel parenkim hati, sebagian kecil di
otak, ovarium, dan limfosit T helper. Transferin mempunyai waktu paruh 8-11
hari.
Transferin mempunyai 3 fungsi utama yaitu17,33
1. Solubilisasi Fe3+, mengikat besi dengan afinitas tinggi
2. Mengantar besi ke sel
3. Berinteraksi dengan reseptor membran
Jumlah transferin dinyatakan dalam jumlah besi yang terikat disebut
sebagai Total Iron Binding Capacity (TIBC). Pada orang dewasa normal
kadar besi plasma kira-kira 18 mol/L setara dengan 100 g/dL. TIBC 56

Universitas Sumatera Utara

mol setara dengan 300 g/dL. Dengan demikian hanya sepertiga bagian
dari transferin yang berikatan dengan besi, sehingga masih tersedia
cadangan yang cukup banyak untuk berikatan dengan besi apabila terjadi
kelebihan besi. Hal ini penting dalam diagnosis gangguan metabolisme
besi.17,34,35
Besi (Fe3+) di dalam plasma yang berikatan dengan apotransferin (Tf),
Fe-Tf akan berikatan dengan reseptor transferin (TfR) pada permukaan sel.
Kompleks TfR dan Fe3+ -Tf bersama DMT 1 di clathin-coated pit, mengalami
invaginasi membentuk endosom. Pompa proton di dalam endosom akan
menurunkan pH menjadi asam (5,5) mengakibatkan ikatan antara Fe3+ dan
apotransferin terlepas. Apotransferin tetap berikatan dengan TfR di
permukaan sel, sedangkan Fe3+ yang dilepaskan akan keluar melalui DMT 1
mitokondria

dan

disimpan.

Besi

dengan

protoporfirin

selanjutnya

dipergunakan untuk pembentukan heme. Besi yang berlebih akan disimpan


sebagai feritin dan hemosiderin. Akibat pH ekstrasel 7,4 ikatan antara
apotransferin TfR di permukaan sel akan terlepas. Apotransferin akan
dilepaskan keluar dari sel menuju sirkulasi dan berfungsi kembali sebagai
pengangkut besi, sedangkan TfR akan menjadi Truncated Transferin
Receptor atau Soluble Transferin Receptor (sTfR)10,13,36

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3. Siklus Transferin. Sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of


Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
2.1.5.2. Reseptor Transferin
Reseptor Transferin merupakan protein transmembran homodimer
terdiri dari 2 molekul monomer yang identik, terikat pada 2 ikatan sulfide
pada residu sitein 89 dan 92, terletak ekstraseluler. Tiap monomer
mempunyai berat molekul 90 kD, terdiri dari 780 residu asam amino dengan
3 domain, yaitu protease-like domain (A) berikatan dengan aminopeptidase,
apical domain (B), dan helical domain (C). Setiap monomer mengikat 1
molekul transferin yang telah mengikat 2 atom Fe3+. Setiap reseptor transferin
mengikat 2 molekul transferin. Hampir semua sel tubuh mengekspresikan
reseptor transferin. 10,13,17,36

Universitas Sumatera Utara

2.1.5.3. Soluble Transferin Receptor (sTfR)


Dalam plasma STfR berada dalam bentuk kompleks dengan transferin,
memiliki berat molekul 320 kD. Kadar sTfR serum berkorelasi dengan jumlah
reseptor transferin yang diekspresikan pada permukaan sel. Kadar sTfR tidak
di pengaruhi oleh protein fase akut, kerusakan hati akut, dan keganasan.
Kadar sTfR menggambarkan aktivitas eritropoiesis. sehingga kadar sTfR
dapat digunakan monitoring aktivitas eritropoiesis. 10,11,17

2.1.6. Erythropoiesis
Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan prekursor
eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang
berfungsi sebagai pembawa oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum
tulang berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid,
kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E.
Prekursor eritroid dalam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast,
berkembang menjadi basophilic selanjutnya polychromatophilic normoblast
dan acidophilic (late) normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih
tertinggal sisa-sisa RNA, yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan
tampak, seperti jala sehingga disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke
darah tepi, kehilangan sisa RNA sehingga menjadi erotrosit dewasa. Proses
ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang terjadi dalam sumsum tulang.18,23,26

Universitas Sumatera Utara

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata
selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan
(senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila
destruksi terjadi sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut
sebagai hemolisis. Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem
enzim

(pyruvat

kinase

dan

G6PD)

dan

hemoglobin

(alat

angkut

oksigen).11,26,29

Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari heme (gabungan


protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein yang terdiri atas 2 rantai
alfa dan 2 rantai beta). Besi didapat dari transferin. Pada permulaan sel
eritrosit berinti terdapat reseptor transferin. Jumlah eritrosit normal dalam
tubuh kita berkisar antara 4-5 juta/l (pada wanita) atau 5-6 juta/l (pada
pria). 15,16,18,23

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and
Weiss et al. N Engl J Med.2005
Gambar diatas menjelaskan bahwa hanya Fe2+ yang terdapat dalam
transferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam
sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang
tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi
yang terikat pada -globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga
berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua (berumur 120 hari)
dihancurkan

sehingga

besinya

masuk

ke

dalam

jaringan

limpa

untuk kemudian terikat pada -globulin (menjadi transferin) dan kemudian


ikut

aliran

darah

ke

sumsum

tulang

untuk

digunakan

eritroblas

membentuk hemoglobin.11,18,23,34

Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan


mengakibatkan

terbentuknya

eritrosit

dengan

sitoplasma

yang

kecil

Universitas Sumatera Utara

(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom). Tidak


berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan
Hb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah (kurang
gizi, gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan rendahnya
kadar transferin dalam darah.15-23,34
2.1.7. Feritin
Feritin adalah salah satu protein yang penting dalam proses
metebolisme besi di dalam tubuh. Sekitar 25 % dari jumlah total zat besi
dalam tubuh berada dalam bentuk cadangan zat besi (depot iron), berupa
feritin dan hemosiderin. Feritin dan hemosiderin sebagian besar terdapat
dalam limpa, hati, dan sumsum tulang. Feritin adalah protein intra sel yang
larut didalam air, yang merupakan protein fase akut. Hemosiderin merupakan
cadangan besi tubuh berasal dari feritin yang mengalami degradasi sebagian,
terdapat terutama di sumsum tulang, bersifat tidak larut di dalam air. 13,15,38
Pada kondisi normal, feritin menyimpan besi di dalam intraseluler yang
nantinya dapat di lepaskan kembali untuk di gunakan sesuai dengan
kebutuhan. Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan
sensitif untuk menentukan cadangan besi pada orang sehat. Serum feritin <
12 ug/l sangat spesifik untuk defisiensi zat besi, yang berarti bila semua
cadangan besi habis, dapat dianggap sebagai diagnostik untuk defisiensi zat
besi. 24,26,38

Universitas Sumatera Utara

2.1.7.1. Struktur dan fungsi feritin


Ferritin adalah kompleks protein yang berbentuk globular, mempunyai
24 subunit- subunit protein yang menyusunnya dengan berat molekul 450
kDa, terdapat di semua sel baik di sel prokayotik maupun di sel eukaryotik.
Pada manusia, subunit - subunit pembentuk feritin ada dua tipe, yaitu Tipe L
(Light) Polipeptida dan Tipe H (Heavy) Polipeptida, dimana masing - masing
memiliki berat molekul 19 kD dan 21 kD Tipe L yang disimbolkan dengan FTL
berlokasi di kromosom 19 sementara Tipe H yang disimbolkan dengan FTH1
berlokasi di kromosom 11.39,40,41
Feritin mengandung sekitar 23% besi. Setiap satu kompleks feritin bisa
menyimpan kira kira 3000 - 4500 ion Fe3+ di dalamnya. Feritin bisa
ditemukan atau disimpan di liver, limpa, otot skelet dan sumsum tulang.
Dalam keadaan normal, hanya sedikit feritin yang terdapat dalam plasma
manusia. Jumlah feritin dalam plasma menggambarkan jumlah besi yang
tersimpan di dalam tubuh kita. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu
monomer feritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange
helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengah
kelima helix tersebut.39,41
Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan
katalisis pembentukan radikal bebas dari Reactive Oxygen Species (ROS)

Universitas Sumatera Utara

melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme


perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan feritin. Jadi
feritin merupakan protein utama penyimpan besi di dalam sel. 39,40,41

2.1.7.2. Hubungan feritin dan CRP


Besi berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah,
pengangkutan elektron, imunitas tubuh serta proses tumbuh kembang
terutama motorik dan mental. Kekurangan zat besi

berhubungan dengan

kejadian infeksi dan inflamasi, hal ini digambarkan dengan perubahan kadar
feritin serum, zat besi serum, dan saturasi transferin pada saat fase akut.
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa penanda proses inflamasi yang
dapat digunakan untuk menggambarkan proses inflamasi yang berkaitan
dengan perubahan kadar zat besi dalam tubuh. Penelitian terbaru
menunjukkan penanda protein fase akut yang paling sering yaitu C-Reaktive
Protein.42
Protein fase akut memegang peran dalam proses inflamasi yang
kompleks. Konsentrasi protein fase akut akan meningkat secara signifikan
selama proses inflamasi akut misalnya adanya infeksi, tumor, tindakan
pembedahan, infark miokard. Peningkatan tersebut disebabkan oleh
peningkatan sintesis di hati namun tidak dapat digunakan untuk menentukan
penyebab inflamasi. Pengukuran protein fase akut dapat digunakan untuk
mengamati progresivitas dari inflamasi serta melihat respon terapi dengan

Universitas Sumatera Utara

menilai kapan protein fase akut mulai meningkat dan kapan kadar yang
tertinggi tercapai.43
Kadar CRP kan meningkat cepat pada infeksi disebut respon fase
akut. Peningkatan CRP berhubungan dengan peningkatan konsentrasi
interleukin-6 (IL-6) didalam pasma yang sebagian besar diproduksi oleh
makrofag. Makrofag merupakan sel imun yang berperan langsung dengan
kadar zat besi dalam tubuh manusia. Makrofag membutuhkan zat besi untuk
memproduksi highly toxic hydroxyl radical , juga merupakan tempat
penyimpanan besi yang utama pada saat terjadi proses inflamasi. Sitokin,
radikal bebas, serta protein fase akut yang dihasilkan oleh hati akan
mempengaruhi homeostasis besi oleh makrofag dengan cara mengatur
ambilan dan keluaran besi sehingga akan memicu peningkatan retensi besi
dalam makrofag pada saat terjadi inflamasi. Besi juga mengatur aktivitas
sitokin, proliferasi, dan aktivitas limfosit sehingga diferensiasi dan aktivasi
makrofag akan terpengaruh.44

2.2.

Donor darah
Donor Darah adalah proses dimana penyumbang darah secara suka

rela diambil darahnya untuk disimpan di bank darah atau di UTD, dan
sewaktu-waktu dapat dipakai pada transfusi darah.1,2,45,46 Mengenai pendonor
darah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 7
tahun 2011 tentang pelayanan darah, Bab VI pasal 28-33.45

Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Jenis donor darah


Pada dasarnya ada 3 macam donor darah, yaitu .45,46
1. Donor keluarga atau donor pengganti : darah yang dibutuhkan pasien
dicukupi oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.
2. Donor

komersial:

menerima

uang/hadiah

untuk

darah

yang

disumbangkannya (bukan oleh keinginan menolong orang lain).


3.

Donor sukarela: orang yang memberikan darah, plasma atau


komponen darah lainnya atas kerelaan sendiri tanpa menerima
pembayaran.

2.2.2. Pendonor regular :


Seorang donor yang memenuhi kriteria dibawah ini dapat dimasukkan
dalam registerasi donor regular.1,45,46
1.

Telah setuju mendonasikan darahnya secara teratur, yaitu :


paling sedikit 1 kali sampai dengan 4 kali dalam satu tahun
untuk pria 4 kali dan 3 kali untuk wanita.

2.

Telah mendonasikan darahnya dalam satu tahun terakhir


apabila diminta.

3.

Tidak pernah menunjukkan suatu masalah selama donasi


darah, seperti pingsan atau memiliki perangai yang tidak
baik.

Universitas Sumatera Utara

4.

Pada umumnya dalam keadaan sehat.

5.

Dapat dengan mudah dihubungi oleh UTD dan dapat datang


ke UTD tanpa kesulitan.

2.2.3. Syarat-syarat menjadi donor darah 1,2,45,46

Umur 18-60 tahun ( usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila


mendapat izin tertulis dari orang tua)

Berat badan minimal 45 kg

Tidak memiliki penyakit jantung, paru-paru, kanker, tekanan darah


tinggi, Diabetes Melitus, Epilepsi, Hepatitis B atau C, Sifilis, dan HIV
serta berprilaku beresiko tinggi.

Tekanan darah baik sistole antara 100-180 mmHg, diastole antara 60100 mmHg

Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50 100 kali/ menit

Hemoglobin pria minimal 13 g/dL sedangkan perempuan minimal 12


g/dL.

Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah


sebelumnya (maksimal 5x dalam setahun).

2.2.3.1. Pada saat kapan harus menjadi pendonor darah yaitu 2,46 :
1. Setelah cabut gigi, tunggu 5 hari setelah sembuh.

Universitas Sumatera Utara

2. Setelah operasi kecil, tunggu hingga 6 bulan.


3. Setelah operasi besar, tunggu hingga 12 bulan.
4. Setelah transfusi, tunggu hingga 12 bulan.
5. Setelah tato, tindik, tusuk jarum, dan transplantasi, tunggu 12 bulan.
6. Bila kontak erat dengan penderita hepatitis tunggu hingga 12 bulan.
7. Sedang hamil, tunggu 6 bulan setelah melahirkan.
8. Sedang menyusui, tunggu hingga 3 bulan setelah berhenti menyusui.
9. Setelah penyakit malaria tunggu hingga 3 tahun setelah bebas dari
gejala malaria. Bila tinggal di area endemis malaria selama 5 tahun,
sebaiknya tunggu 3 tahun setelah keluar dari area endemis.
10. Bila sakit tifus tunggu 6 bulan setelah sembuh.
11. Setelah vaksin, tunggu 8 minggu.
12. Ada gejala alergi, tunggu selama 1 tahun setelah sembuh.
13. Ada infeksi kulit pada daerah yang akan ditusuk, tunggu 1 minggu
setelah sembuh.
2.2.4. Pengambilan dan pengumpulan darah
2.2.4.1. Informasi untuk donor.
Setiap donor harus terlebih dahulu mendapatkan46:

a. Pemberian informasi

Universitas Sumatera Utara

b. Pengisian daftar isian donor


c. Penandatanganan persetujuan tundakan medis (informed consent)
d. Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari penimbangan berat badan, Hb,
golongan darah dan pemeriksaan fisik oleh dokter.
2.2.4.2. Pengambilan Darah
Pengambilan darah donor dilakukan pada donor yang telah lolos
seleksi. Seluruh proses pengambilan darah harus terdokumentasi dengan
baik. Darah harus disadap secara aseptis menggunakan alat steril dan
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dan terlatih dalam hal
pengambilan darah.46-49
2.2.4.3. Penyimpanan Darah
Darah disimpan

dalam kantong plastik yang mengandung larutan

Acid Citrate Dextrose ( ACD ) atau Citrate Phosphat Dextrose ( CPD ) dan
disimpan di lemari pendingin dengan suhu 40C. ACD dan CPD merupakan
anti koagulan yang banyak dipakai untuk menyimpan darah. Sitrat dalam
larutan berperan sebagai anti koagulan sedangkan dextrose berguna untuk
sumber energi bagi sel darah merah. Anti koagulan yang lain adalah heparin,
karena mempunyai waktu paruh yang singkat (4 jam), jarang digunakan.
Darah lengkap dengan anti koagulan ACD dan CPD masa simpan 21 hari

Universitas Sumatera Utara

setelah penyadapan dan darah lengkap dengan anti koagulan CPD-Adenin


masa simpan 35 hari setelah penyadapan.46
2.2.4.4. Reaksi selama dan sesudah donasi.
Reaksi pada donor jarang terjadi yaitu :46-48

1. Ringan : gejala vasovagal tanpa kehilangan kesadaran.


2. Sedang: gejala yang sama seperti pada reaksi ringan dilanjutkan
dengan kehilangan kesadaran.
3. Berat : semua gejala diatas disertai dengan kejang-.kejang
2.2.5. Interval donor darah
Donor darah sebaiknya dilakukan secara rutin 3 bulan sekali. Hal ini
dilakukan karena proses pergantian sel darah merah membutuhkan waktu
kurang lebih 120 hari (3 bulan), sehingga, diharapkan setelah 3 bulan, sel-sel
telah kembali matur atau dewasa.1,46
2.2.6 Prosedur donor darah
Semua donor harus mendapat informed consent beserta penjelasan
mengenai resiko transfusi. Donor harus dijelaskan bahwa darah akan diuji
terhadap penyakit infeksi seperti hepatitis, sifilis dan HIV. 45-48
Cara pengambilannya adalah:46

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.1. Flebotomi.

Flebotomi

meliputi

penusukan

vena

dan

pengambilan

darah.

Dilakukan dengan standard umum. Donor diletakkan dengan posisi


setengah berbaring/berbaring. Kulit pada fosa antekubital dibersihkan
dengan preparat yodium. Dipasang tourniket, dan dilakukan tusukan
vena. Pengambilan 300 ml darah dilakukan 10-15 menit. Setelah
jarum diambil, donor diminta mengangkat lengan keatas, dan
dilakukan penekanan dengan kassa steril selama 2-3 menit atau
sampai perdarahan berhenti, kemudian ditutup dengan plester. Donor
diminta untuk tetap berbaring sampai mereka siap untuk duduk,
biasanya dalam 1-2 menit..1,46,47

Donor kemudian diminta untuk tidak melepas plester dan menghindari


mengangkat beban berat selama beberapa jam, jangan merokok
selama 1 jam dan tidak minum minuman keras selama 3 jam, diminta
menambah asupan cairan selama 2 hari dan dianjurkan makan
makanan yang seimbang selama 2 minggu.1,46

Label pada kantong darah dan tabung harus diperiksa dengan teliti
sebelum dan sesudah pendonoran untuk mencegah terjadinya
kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi resipien.1,46,47,48,49

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.2. Hemaferesis.
Hemaferesis adalah istilah umum yang merujuk kepada pengambilan
whole blood dari seorang donor atau pasien, pemisahan menjadi komponenkomponen

darah,

penyimpanan

komponen

yang

diinginkan

dan

pengembalian elemen yang tersisa ke donor atau pasien.46,47


2.2.6.3. Plasmaferesis.
Prosedur

dimana sejumlah unit darah dari donor diambil untuk

mendapatkan mendapatkan plasmanya, diikuti dengan penginfusan kembali


sel-sel darah merah donor. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan plasma
atau fresh frozen plasma.46,47
2.2.6.4. Sitaferesis.
Sejumlah besar trombosit atau leukosit dapat dikoleksi dari donor
tunggal menggunakan sentrifugasi aliran intermiten atau kontinyu.46,47
2.2.6.5. Plateleferesis/Tromboferesis.
Trombosit dipisahkan secara sentrifugal dari whole blood. 45,46,47,48

Universitas Sumatera Utara

2.2.6.6. Transfusi autolog


Transfusi autolog adalah transfusi darah yang paling aman, dimana
donor juga berlaku sebagai resipien sehingga menghilangkan resiko terjadi
ketidakcocokan dan penyakit yang ditularkan melalui darah. 45,47

2.2.7. Volume darah donasi


Jumlah darah yang akan disumbangkan bervariasi, tergantung volume
kantong dan berat badan pendonor. Volume kantong ada yang 250 cc, 350
cc, 450 cc, 500 cc. Ketika donasi berarti memberikan 10% dari total volume
darah didalam tubuh. Volume darah maksimal yang bisa diambil adalah 10,5
cc/ kg BB..1,46,47

2.2.8. Komponen Darah


Dari satu kantong darah dapat dihasilkan komponen darah yaitu:
darah lengkap, darah merah pekat, trombosit pekat, plasma segar beku,
plasma cair, dan cryoprecipitate. 1,2,45,46

2.3. Kadar serum feritin pada pendonor


Beberapa penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar serum
feritin pada pendonor khususnya pada pendonor regular. Retrovirus
Epidemiology Donor Study-II (REDS-II) Donor Iron Status Evaluation (RISE)
study of the National Heart, Lung, and Blood Institute melakukan peneltian

Universitas Sumatera Utara

terhadap 2425 wanita dan pria, didapati dua pertiga pendonor reguler
perempuan (66%) dan pendonor reguler laki-laki (49%) menderita defisiensi
besi.50 Mittal dkk juga mendapatkan bahwa dari populasi pendonor laki-laki,
49% didapati defisiensi besi pada pendonor regular dengan donasi 34x/tahun.51 Toby L. Simon dkk di Mexico (1981) meneliti terhadap

516

pendonor wanita dan 505 pendonor laki-laki. Pendonor wanita dan laki-laki
dibagi atas 2 kelompok, yang pertama kali donasi, dan 2-6 kali donasi/tahun.
Hasilnya antara kelompok 1 dan 2

pendonor wanita dan pria

terdapat

perbedaan kadar serum feritin yang signifikan (p=0,0003) dan (p=0.0001).4


Zahra Mozaheb dkk, Iran (2010) meneliti terhadap 235 pendonor laki-laki
yang dibagi 3 kelompok yaitu yang bukan pendonor sebagai kelompok
kontrol, 2-3 kali donasi/thn sebagai kelompok kasus. Hasilnya terdapat
perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara kelompok kontrol dan
kasus (p=0,0000).6 Okpokam dkk, Nigeria (2011) meneliti terhadap 163
pendonor laki-laki yang dibagi atas 1 kali donasi/kontrol, 2 kali donasi/thn, 3
kali

donasi /thn, 4kali donasi/thn. Didapatkan adanya perbedaan yang

signifikan kadar serum feritin ((p<0.05).7 Norashikin dkk, Malaysia (2005)


meneliti sebanyak 211 pendonor laki-laki dengan membandingkan 3
kelompok yaitu 1 kali donasi, 2-4 kali donasi, dan >5 kali donasi dalam 2
tahun terakhir. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan kadar serum
feritin antara 1 kali donasi dengan >5 kali donasi(p=0,001) .8 Saleh M.
Abdullah, Saudi Arabia (2009) melakukan penelitian pada 182 pendonor laki-

Universitas Sumatera Utara

laki, di bagi atas : kelompok 1: pendonor baru, kelompok 2 : 1kali donasi/ 3


tahun, kelompok 3 : 2-5 kali / 3 tahun. Hasilnya didapatkan adanya
perbedaan yang signifikan kadar serum feritin antara

kelompok 1 dan 3

(p=0,000).9
Beberapa peneliti di atas ada yang membandingkan pendonor regular
yang mengkonsumsi zat besi dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi
(Simon T.L ,Mozaheb Z).4,6 Ternyata didapati bahwa pada pendonor regular
yang mengkonsumsi zat besi terdapat penurunan kadar serum feritin yang
lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi zat besi.

2.4. Penyebab defisiensi besi pada pendonor reguler


Defisiensi besi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
berkurangnya cadangan besi tubuh. 27-31
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
karena26,29:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal
dari:
a. Saluran cerna: tukak peptik, pemakaian salisilat
b. Saluran kemih: hematuria.
c. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, kurangnya jumlah besi total dalam makanan

atau

kualitas besi yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam


masa pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik,
atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan
kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk
susu).
Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005)

menyebutkan

penyebab terjadinya defisiensi besi salah satunya berhubungan dengan


frekwensi donor darah.54
Tabel 2.3. Faktor resiko terjadinya defisiensi besi54

Stang J, Story M (eds) Guidelines for Adolescent Nutrition Services (2005)


http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm
Pada orang sehat, satu kali donor darah sebanyak 400-500 ml dapat
mengeluarkan 225 mg besi karena setiap 1,0 ml darah mengandung 0,5 mg

Universitas Sumatera Utara

besi. Besi yang dikeluarkan berbeda pada laki-laki dan perempuan, pada lakilaki 236 mg sedangkan pada perempuan 213 mg. Besi yang tersimpan pada
perempuan 30% lebih rendah daripada laki-laki (Simon TL,Finch CA).52,53
Telah diketahui bahwa di dalam darah terdapat komponen-komponen
darah dimana jumlahnya 45% dari volume darah

sedangkan plasma

jumlahnya 55% dari volume darah. Feritin dalam plasma, jumlahnya sangat
kecil yaitu sebanding dengan konsentrasi feritin didalam tubuh atau apabila
terdapat 1g feritin serum setara dengan 10 mg simpanan besi dan setiap
1ml eritrosit mengandung 1,1 mg besi.13,14,16 Jika dalam 1 ml darah terdapat
0,5 mg besi maka setiap kali donasi sebanyak 300 ml darah, zat besi yang
akan keluar adalah sebanyak 150 mg sehingga kebutuhan akan zat besi
harus terpenuhi untuk aktivitas eritropoiesis.
Bila kebutuhan zat besi didalam darah tidak terpenuhi maka feritin akan
melepas besi dalam jumlah yang banyak dan bila kebutuhan untuk
pembuatan hemoglobin meningkat maka cadangan besi akan di mobilisir
secara cepat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan cadangan
besi dan bila berlanjut terus akhirnya cadangan besi menjadi kosong dan
aktivitas eritropoiesis akan menurun.11,13,15
Berbeda pada keadaan seperti infeksi, inflamasi atau proses
keganasan, pemakaian zat besi sebagai hasil pemecahan oleh sel-sel sistem
retikulo endothelial berjalan lebih perlahan disebabkan karena adanya
perubahan kemampuan pelepasan zat besi menurun mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara

pelepasan zat besi ke eritroid menjadi kurang, transport zat besi dari pool
plasma ke sum-sum tulang menjadi kurang, konsentrasi plasma zat besi
menurun dan aktivitas eritropoiesis menurun sehingga dijumpai feritin yang
meningkat pada keadaan ini.11,23,29
Di PMI cabang Medan, setelah melakukan donor darah pada institusi
tertentu atau lembaga sosial kemasyarakatan selalu membagikan suplemen
besi 1 hari sekali dalam 3 hari. Pertanyaannya adalah apakah suplemen besi
tersebut cukup dikonsumsi memenuhi kebutuhan besi dalam tubuh sampai
pada masa donasi kembali. Apabila pendonor tidak memenuhi kebutuhan zat
besinya sendiri baik melalui makanan dan suplemen besi maka akan
beresiko terjadinya penurunan kadar serum feritin, hingga terjadinya
defisiensi besi sampai anemi defisiensi besi..
Klasifikasi defisiensi besi :21,24,29,36
1. Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun, tetapi
penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan
besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tetapi
belum timbul anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Diagnosis defisiensi besi55


Iron status

Stored iron

Transport iron

Functional iron

Iron deficiency anemi

Low

Low

Low

Iron deficient erythropoiesis

Low

Low

Normal

Iron depletion

Low

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Iron overload

High

High

Normal

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention,


1998.Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United
States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.
Untuk itulah betapa pentingnya memperhatikan kebutuhan zat besi
khususnya pada pendonor reguler dengan frekwensi 3-4 kali/tahun karena
lebih beresiko mengalami defisiensi besi.
Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan feritin, hemoglobin
dan hematokrit. CRP diperiksa untuk menghindari adanya bias karena
inflamasi dapat menyebabkan cadangan zat besi bertambah.

2.5. Pemeriksaan laboratorium


1. Pemeriksaan komponen simpanan besi

Feritin serum . Kadar feritin dalam serum sangat kecil, secara garis
besar sebanding dengan simpanan besi sehingga dapat membantu

Universitas Sumatera Utara

untuk evaluasi status besi termasuk menegakkan diagnosa defisiensi


besi.27-31
2. Pemeriksaan komponen transport besi30,31,34,36

TIBC : pemeriksaan untuk melihat kapasitas ikatan besi dalam serum,


jadi TIBC akan meningkat pada konsentrasi besi rendah dan menurun
pada besi serum yang tinggi.

Saturasi transferin adalah transferin yang terikat dengan besi. Pada


saturasi transferin yang rendah merupakan indikasi tingginya proporsi
iron binding site yang kosong.

Kadar besi serum (SI) adalah pemeriksaan jumlah total besi dalam
serum.

3. Pemeriksaan komponen pada eritrosit.34-37

Eritrosit protophorphirin (Ep) adalah suatu prekursor dari hemoglobin


sehingga konsentrasi Ep didalam darah meningkat ketika produksi
hemoglobin terjadi kekurangan besi dan merupakan indikator awal
terjadinya anemi defisiensi besi.

Hemoglobin dan hematokrit. Merupakan refleksi jumlah besi fungsional


dimana pada mikronutrien besi, perubahan kadar hemoglobin dan
hematokrit hanya terjadi pada stadium defisiensi besi (spesifik
menentukan anemi defisiensi besi).

Universitas Sumatera Utara

Mean Corpusculer Volume (MCV) adalah volume rata-rata eritrosit,


MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.
Nilai normal 70 -100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) adalah berat hemoglobin ratarata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg,
mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

adalah

konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi


hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan Hipokrom <
30%.

2.5.1. Alat dan prinsip kerja


2.5.1.1. Pemeriksaan darah lengkap
Dengan alat automated cell counting Sysmex XT 2000i.57
2.5.1.1.1 Prinsip pemeriksaan hemoglobin.
Membran sel darah merah dilisis oleh Sysmex XT 2000i, kemudian
molekul hemoglobin dilepas. Ion ferro dalam molekul hemoglobin oleh
Sodium

Lauryl

Sulfate

(SLS)

dirubah

menjadi

ferri

yang

disebut

methemoglobin. Methemoglobin dengan SLS membentuk komplek disebut

Universitas Sumatera Utara

SLS-Hb, komplek tersebut dibaca dengan spektrofotometer pada panjang


gelombang 540 nm.27,57

2.5.1.1.2. Prinsip pemeriksaan hematokrit.


Sampel darah EDTA dihisap, kemudian dicampur dengan reagen
cellpack, kemudian dilewatkan tabung yang dilengkapi dengan tranducer dan
sensor start-sensor stop. Tranducer akan mengukur tinggi pulsa yang dengan
volume sel darah merah, start sensor-stop sensor mengukur volume whole
blood.57

2.5.1.1.3. Prinsip pemeriksaan jumlah eritrosit

Electrical Impedance

Sel lewat melalui apertura sehingga ketika terjadi perbedaan resistensi


melalui apertura itu, maka tertangkap sebagai sinyal listrik. Besarnya
sinyal yang ditangkap tersebut menentukan jumlah dan ukuran sel yang
lewat 27,57

Spesimen : darah EDTA


2.5.1.2. Pemeriksaan feritin58
Bahan : darah vena dengan tanpa anti koagulan

Universitas Sumatera Utara

Alat: Cobas E 601 dengan metode ECLIA (Electrochemiluminiscence


Immunoassay) atau analyzer immunoassay.
Prinsip kerja27,58 :

Serum yang mengandung feritin ditambahkan dengan antibody


monoklonal untuk feritin (yang berasal dari tikus) yang dilekatkan pada
biotin.

Setelah itu ditambahkan antibodimonoklonal yang telah dilabel


dengan ruthenium sehingga terbentuk komplek sandwich.

Kemudian ditambahkan mikropartikel yang dilapisi streptavidin,


komplek yang terbentuk berikatan dengan fase solid melalui interaksi
biotin dengan streptavidin.

Campuran reaksi diaspirasi dalam cell pengukur dimana mikropartikel


secara magnet ditangkap pada permukaan elektroda.

Substansi yang tidak berikatan dibuang melalui procell.

Aplikasi voltase (tegangan) pada elektroda menginduksi emisi


chemiluminescence (ECL) terjadi reaksi antara kompleks ruthenium
dengan TPA (trypropylamin) yang distimulasi secara elektrik untuk
menghasilkan emisi cahaya.

Jumlah cahaya yang dihasilkan berbanding lurus dengan kadar analit


dalam sampel.

Universitas Sumatera Utara

Reagent-working solutions27,58 :
Reagen M berisi streptavidin yang dilapisi mikropartikel 0,72 mg/mL,
dengan preservatif.
Reagen R1 merupakan konjugat yang terdiri dari biotinylated
monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) 3 mg/L yang dilabel dengan
ruthenium 3 mg/L dalam bufer fosfat 100 mmol/L, pH 7,2 dan
preservatif.
Reagen R2 berisi monoclonal anti-ferritin antibody (mouse) yang
dilabel dengan kompleks ruthenium biotin yang telah dilapisi dengan
antibodi monoklonal terhadap feritin dari tikus 6,0 mg/L bufer fosfat
100 mmol/L, pH 7,2 dan preservatif.
Setelah dibuka mempunyai stabilitas selama 12 minggu pada
penyimpanan 2-80C.
2.5.1.3. CRP59
Prinsip pemeriksaan CRP berdasarkan prinsip aglutinasi latex dimana
antibody (serum) ditambahkan dengan reagen CRP akan terjadi aglutinasi
(partikel latex dapat memberi gumpalan dengan y globulin). Bila serum
mengandung 0,8 mg/dl CRP maka akan terjadi aglutinasi dapat mendeteksi
adanya antibodi terhadap kuman penyebab C- Reaktif Protein.

Universitas Sumatera Utara

Komposisi reagent : 59

1. CRP latex reagent : suspense dari polystyrene yang uniform dengan


antihuman CRP monospesifik (dari kambing) dalam glycine buffer.
2. CRP kontrol positif.
3. CRP kontrol negatif.
Serum dapat disimpan selama 72 jam pada temperature 2-8 0C.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai

  • Report PDF
    Report PDF
    Dokumen1 halaman
    Report PDF
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Pengumuman Jadwal SKD
    Pengumuman Jadwal SKD
    Dokumen85 halaman
    Pengumuman Jadwal SKD
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Wahana
    Wahana
    Dokumen1 halaman
    Wahana
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Referat ONIKOMIKOSIS
    Referat ONIKOMIKOSIS
    Dokumen11 halaman
    Referat ONIKOMIKOSIS
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Difteri Cahyo
    Difteri Cahyo
    Dokumen14 halaman
    Difteri Cahyo
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Biodata ATLS
    Biodata ATLS
    Dokumen1 halaman
    Biodata ATLS
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Surat Lamaran Rsu Sari Asih
    Surat Lamaran Rsu Sari Asih
    Dokumen1 halaman
    Surat Lamaran Rsu Sari Asih
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Case Cahyo
    Case Cahyo
    Dokumen9 halaman
    Case Cahyo
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Puasa Dan Kesehatan
    Puasa Dan Kesehatan
    Dokumen15 halaman
    Puasa Dan Kesehatan
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Saran Finale
    Saran Finale
    Dokumen1 halaman
    Saran Finale
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Referat Gabungan 2
    Referat Gabungan 2
    Dokumen19 halaman
    Referat Gabungan 2
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Perforasi
    Perforasi
    Dokumen39 halaman
    Perforasi
    Zega Agustian
    Belum ada peringkat
  • Panduan Akreditasi Dr. Banggas
    Panduan Akreditasi Dr. Banggas
    Dokumen18 halaman
    Panduan Akreditasi Dr. Banggas
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Atlas Kulit
    Atlas Kulit
    Dokumen107 halaman
    Atlas Kulit
    Bincar Pardomuan
    89% (19)
  • Antihistamin H1 Non Sedatif
    Antihistamin H1 Non Sedatif
    Dokumen8 halaman
    Antihistamin H1 Non Sedatif
    Pei Wen
    100% (2)
  • Visum Gantung Tika
    Visum Gantung Tika
    Dokumen4 halaman
    Visum Gantung Tika
    Stefani Larasati
    Belum ada peringkat
  • GRANULOMA INGUINALE
    GRANULOMA INGUINALE
    Dokumen22 halaman
    GRANULOMA INGUINALE
    Nurcahyo Tri Utomo
    100% (2)
  • Nurcahyo Atrial Flutter
    Nurcahyo Atrial Flutter
    Dokumen14 halaman
    Nurcahyo Atrial Flutter
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Ketuban Pecah Dini PDF
    Ketuban Pecah Dini PDF
    Dokumen19 halaman
    Ketuban Pecah Dini PDF
    S
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen8 halaman
    Chapter I
    Ryan Kusumawardani
    Belum ada peringkat
  • Draft MM Cahyo
    Draft MM Cahyo
    Dokumen16 halaman
    Draft MM Cahyo
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Difteri Cahyo
    Difteri Cahyo
    Dokumen14 halaman
    Difteri Cahyo
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Respiratory
    Respiratory
    Dokumen44 halaman
    Respiratory
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Visum
    Visum
    Dokumen4 halaman
    Visum
    Bayu Adiputro
    Belum ada peringkat
  • Penyulit Persalinan
    Penyulit Persalinan
    Dokumen35 halaman
    Penyulit Persalinan
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Aids
    Aids
    Dokumen7 halaman
    Aids
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Dasar Persalinan Phantom
    Dasar Persalinan Phantom
    Dokumen17 halaman
    Dasar Persalinan Phantom
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Praktikum 1
    Praktikum 1
    Dokumen9 halaman
    Praktikum 1
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat
  • Luka Tembak
    Luka Tembak
    Dokumen7 halaman
    Luka Tembak
    Ferji Rhenald Arditya
    Belum ada peringkat
  • Ciracas DR Herke
    Ciracas DR Herke
    Dokumen90 halaman
    Ciracas DR Herke
    Nurcahyo Tri Utomo
    Belum ada peringkat