Paradigma Renaisens 1
Paradigma Renaisens 1
kehidupan
manusia,
baik
keyakinannya,
moralnya,
karakternya,
budayanya,
yang akan menjadi landasan dalam menyusun sebuah gerakan perubahan atau gerakan
renaisans, gerakan kebangkitan kembali yang berdasarkan Islam namun berhubungan dengan
dinamika sejarah bangsa Indonesia. Diantara kerangka dasar dan pokok-pokok pikiran tersebut
haruslah mencerminkan kenyataan seperti di bawah ini.
Gerakan Renaisans Indonesia adalah Kelanjutan Dari Pergerakan Islam Indonesia
Gerakan Renaisans di Indonesia adalah kelanjutan dari pergerakan dan perjuangan
panjang para pendakwah, penyeru dan pejuang Islam, mujahidin, yang telah berupaya
menegakkan ajaran Islam dengan segala daya kemampuan mereka sejak Islam pertama kali
masuk ke Indonesia sampai saat ini. Gerakan Islami ini bukan sebuah pergerakan yang berdiri
sendiri dan muncul secara tiba-tiba, namun sebuah kelanjutan estafet perjuangan panjang para
pejuang Islam yang memiliki akar sejarah pada bangsa Indonesia. Gerakan perubahan ini bukan
sebuah cangkokan dari berbagai bentuk perubahan ataupun revolusi, baik yang berada di Barat
maupun di Timur, namun gerakan perubahan ini lahir dari dinamika sejarah dan pergerakan
bangsa Indonesia yang kaya tradisi dan budaya, bangsa yang besar dan memiliki peradaban
agung. Gerakan perubahan ini adalah puncak perjuangan para penyeru dan pembela Islam yang
akan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh komponen bangsa Indonesia, sebagaimana
tujuan Islam di turunkan di atas bumi oleh Allah Yang Maha Esa sebagaimana telah
diperjuangkan generasi demi generasi dengan segala suka dan dukanya. Gerakan renaisans ini
adalah sebuah rangkuman dari perjuangan panjang para pejuang Islam bangsa Indonesia yang
telah mengorbankan segala-galanya untuk tegaknya Islam.
Dengan demikian gerakan renaisans di Indonesia adalah sebuah perubahan yang berakar
kuat pada perjuangan para mujahidin di jalan Allah, yaitu para mujahidin awal yang telah
membawa masuk Islam ke bumi Nusantara sekitar awal abad pertama hijriah atau sekitar abad 7
masehi dan dilanjutkan dengan pergerakan Wali Songo yang menegakkan pemerintahan Islam
ala Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa mayoritas muslim. Gerakan
kebangkitan kembali ini adalah warisan semangat para pejuang revolusioner Islam yang telah
mempertahankan tanah air dan mengusir penjajah kafir Barat seperti Pangeran Dipenogoro,
Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Teuku Umar, Tjut Nyak Dien dan lainnya. Demikian pula
gerakan ini adalah cerminan dari perjuangan agung para pembela Islam di zaman Indonesia
modern seperti HOS. Cokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asyary, Syekh Ahmad
Surkaty, Agus Salim, M. Natsir, SM. Kartosuwirjo, M. Roem, A. Hassan dan mereka yang telah
berjuang menjadikan Islam sebagai dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dan gerakan ini
2
adalah akumulasi dan kesimpulan dari perjuangan panjang kalangan modernis, fundamentalis,
neo-modernis dan neo-fundamentalis Islam yang telah merumuskan perjuangan Islam dengan
segala suka dukanya selama dalam pemerintahan rezim Soeharto. Ahirnya gerakan renaisans ini
adalah kelanjutan dari gerakan reformasi yang telah memberi arah baru bangsa Indonesia.
ini harus disadarkan dengan hujjah-hujjah yang nyata dengan dialog-dialog yang tulus ikhlas,
memberikan peringatan dan ancaman serta diminta jangan menghalang-halangi perjuangan suci
pembebasan ini. Jika mereka telah diberi peringatan, diajak bermusyawarah dengan baik, namun
tetap keras kepala dan menolak bahkan memerangi gerakan penyelamatan dan pembebasan ini,
maka sikap yang akan diambil oleh gerakan kaum perubah adalah sikap yang telah diajarkan
Allah Sang Pencipta alam kepada nabi agung-Nya, Muhammad saw sebagaimana disebutkan alQuran :
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (al-Baqarah : 216).
Berperang, menumpahkan darah, mencelakakan, membuat cacat, memusnahkan
peradaban bahkan membunuh manusia adalah sesuatu yang mengerikan dan dibenci oleh hati
nurani manusia. Hati kecil tidak akan menerima sebuah upaya pembunuhan dan pemusnahan
peradaban, sementara gerakan perubahan bertujuan untuk menghidupkan dan membangun
peradaban sebagaimana dinyatakan Albert Camus dalam karya agungnya The Rebel
(Pemberontak). Namun disinilah, Allah Yang Maha Mengetahui sangat memahami karakteristik
manusia yang diciptakan-Nya. Nurani tidak menyukai peperangan dan pembunuhan, namun
jika dilihat hikmahnya, bahwa boleh jadi untuk menuju kehidupan dan perkembangan
peradaban diperlukan sebuah peperangan dan pembunuhan sebagai jalan yang harus ditempuh,
sebagaimana dikatakan al-Quran : bahwa pada pembunuhan itu ada kehidupan. Kematian bagi
seorang tiran, diktator, eksploitator yang jumlahnya kecil adalah kehidupan bagi kaum tertindas
yang jumlahnya besar dan mayoritas. Kenapa hati nurani mesti menolak memerangi dan
pembunuhan segelintir penguasa tiran dan antek-anteknya untuk menghidupkan mayoritas
rakyat yang tertindas, jika peperangan dan pembunuhan sebagai jalan satu-satu menuju
pembebasan.
Mengomentari ayat ini, salah seorang pejuang Islam yang syahid menegakkan
keyakinannya, Sayyid Qutb dalam tafsirnya fi dhilal al-Quran menulis : Berperang di jalan Allah
merupakan suatu kefardhuan yang sangat berat, tetapi ia merupakan suatu kefardhuan yang wajib
ditunaikan. Wajib ditunaikan, karena di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak bagi setiap muslim,
kaum muslimin, semua manusia, kebenaran, kebaikan dan kesalehan.
Gerakan Perubahan Yang Menolak Cara-cara Anakhis dan Menghalalkan Segala Cara
Gerakan Renaisans Islam yang agung dan mulia sudah sepatutnya menolak segala bentuk
cara-cara perjuangan yang anarkhis, kotor, teror, intrik, menghalalkan segala cara, menimbulkan
kekacauan dan kerugian masyarakat dan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai agung
ajaran Islam. Karena gerakan perubahan ini adalah pergerakan agung yang dilandasi oleh nilainilai perjuangan agung, yang digerakkan oleh semangat keagungan dan kesuciam tujuan. Caracara perjuangan yang akan digunakan adalah cara-cara yang tetap berpegang pada garis koridor
yang telah diajarkan Islam yang senantiasa mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi dan kelompok, mengedepankan moral dan menjauhkan pertentangan yang
tidak perlu. Jikapun diperlukan pertentangan dan pergolakan massa dalam mencapai tujuan,
tetap dalam koridor ajaran Islam. Bahkan jika dikehendaki perang dalam menempuh perubahan,
maka perang itu adalah sebuah perang suci yang berlandaskan doktrin jihad fi sabilillah yang akan
menjamin keselamatan manusia dan mendapat imbalan syurga bagi pelakunya. Dengan
demikian perubahan ini mengadopsi cara-cara yang sesuai dengan ajaran Islam yang senantiasa
mengedepankan kemulian dan keagungan. Gerakan perubahan yang menerima cara-cara
bersemangat kaum revolusioner ataupun ketangkasan ilmiayah rasional para intelektual
sebagaimana menerima perang gerilya para tentara profesional. Gerakan yang menerima seruanseruan mulia penuh kasih sayang para kaum moralis sebagaimana menerima cara-cara radikal
kaum demontran pemberontak. Cara dalam menegakkan perubahan adalah seluas jangkauan
kehidupan manusia, selama berada dalam batas-batas ajaran Islam.
dengan aqidah tauhid yanga hanya mengesakan Allah saja, kaum musyrikin bangkit berontak
menentang gerakan Muhammad Rasulullah dan memeranginya dengan segala cara.
Masyarakat bangsa Indonesia saat ini adalah kelanjutan sebuah tatanan masyarakat yang
telah mengakui keagungan Islam sebagai agamanya dan menyatakan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Esa sebagaimana yang diajarkan Islam, namun mereka belum memahami secara benar dan
mendalam hakekat la ilaha illallah yang senantiasa mereka proklamirkan dengan segala
implikasi logisnya akibat kebodohan
Islam. Kebodohan inilah yang akhirnya mengantarkan mereka kepada prilaku-prilaku yang
dapat mengakibatkan tergelincir kepada perbuatan syirik dan murtad secara tidak sadar. Lebih
jauh keadaan ini membawa implikasi yang telah meredupkan bahkan menghilangkan jiwa tauhid
yang senantiasa menjadi sistem penggerak utama dalam tatanan masyarakat muslim yang akan
membebaskan mereka dari segala bentuk belenggu serta mendorong mereka untuk berkarya dan
berprestasi. Tercabutnya jiwa tauhid dalam masyarakat berarti terbelenggunya masyarakat
dalam kejumudan dan kebodohan sebagai masyarakat statis yang tidak berdaya dan tidak
mampu berkereasi lagi serta menimbulkan berbagai dilema dan krisis. Sehingga struktur dan
citra masyarakat ini, walaupun menamakan diri sebagai masyarakat muslim, sangat mendekati
tipe masyarakat jahili yang digambarkan Islam. Keadaan ini telah membingungkan sebagian
penyeru Islam dalam mengklassifikasikan bangsa Indonesia, apakah masyarakat jahili yang
harus diperangi atau masyarakat madani yang perlu dibela.
Melihat kenyataan sejarah dan struktur sosiologis masyarakat bangsa Indonesia dari segi
Islam, maka keseluruhan tatanan masyarakat Indonesia dapat dikategorikan sebagai sebuah
masyarakat yang berada dalam persimpangan antara masyarakat jahili dan masyarakat madani
yang sedang mengalami kerancuan dan kebingungan. Tidak dapat sepenuhnya dikatakan
masyarakat jahili dan juga tidak sepenuhnya dapat dikatakan masyarakat madani. Kerancuan
dan kebingungan dalam lapangan teologis maupun sosiologis telah menjadikan bangsa Indonesia
mengalami
kemadekan
dan
kejumudan
dalam
berfikir,
bertingkah
laku
ataupun
masyarakat yang bertambah jauh dari citra tauhid yang dikehendaki Islam dan menimbulkan
krisis dan dilema yang berkepanjangan.
Keadaan masyarakat ini dikemukakan Alwi Sihab dalam desertasinya Membendung Arus
yang menulis : Hampir 90 persen penduduk Indonesia mengaku beragama Islam. Tetapi, pelaksanaan
ajaran-ajaran Islam oleh mereka jelas tampak bertingkat-tingkat, sangat bervariasi dari satu kelompok ke
kelompok lain atau dari satu wilayah ke wilayah lain. Ada yang menerima dan menjalankan secara taat
prasyarat mutlak yang dituntut dalam keimanan Islam dan ada pula mereka yang, sementara terus
menegaskan diri sebagai penganut Islam, tidak menjalankan praktik-praktik keislaman sepenuhnya. Pada
satu sisi, terdapat mereka yang berusaha, jika memungkinkan, membangun masyarakat mereka sejalan
dengan citra Islam yang paling ekstrem dan mendirikan negara Islam; sedangkan pada sisi lain terdapat
kelompok yang msih sangat tertarik kepada kebudayaan-kebudayaan masa lalu, dan tidak lebih dari sekedar
kaum Muslim nominal.
Menggerakkan sebuah perubahan dalam masyarakat Islam yang jumud dan dalam
persimpangan jalan, sebagaimana di alami bangsa Indonesia tidak mesti sama persis seperti yang
dilakukan Rasulullah terhadap masyarakat jahiliyah Makkah, karena kedua masyarakat ini, baik
struktur sosial-politik ataupun pemahaman teologisnya berbeda satu dengan lainnya.
Masyarakat jahiliyah Makkah masa itu adalah masyarakat yang secara totalitas dan mayoritas
dalam kekafiran dan kemusyrikan yang menolak ajaran tauhid, sementara masyarakat bangsa
Indonesia adalah masyarakat yang sedang mengalami kerancuan dan kebingungan serta diantara
mereka masih terdapat para ulama, intelektual dan orang-orang ikhlas, istiqamah yang
menjalankan ajaran Islam sesuai kemampuannya.
sebagai masyarakat jahili dikwatirkan akan mengarah pada pengkafiran mereka. Untuk itu perlu
dikembangkan sebuah konsep pemikiran yang berlandaskan nila-nilai
dicontohkan Rasulullah dan para shahabatnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
bangsa Indonesia. Namun konsep ini tidak boleh merupakan sebuah jiplakan dari konsep-konsep
pemikir Islam yang telah menemui kegagalan dan kemandekan akibat ketidaksesuaiannya
dengan dinamika sejarah dan tradisi bangsa Indonesia. Dalam keadaan seperti ini, gerakan
renaisans Islam berarti gerakan yang akan meluruskan kembali (taslim), menghidupkan kembali
(tajdid), memperbaiki kembali (islah) serta membangun kembali (ijtihad) masyarakat yang sudah
ada dengan mencabut unsur-unsur jahiliyah dan digantikan dengan Islam.
dinamis yang berakar pada gerakan tradisional yang memelihara warisan Islam, gerakan
pembaruan pemikiran kontemporer, gerakan profesional modern, gerakan moralis ala sufi,
gerakan radikal revolusioner sampai kepada gerakan gerilya dan tentara profesional kaum
mujahidin.
Gerakan perubahan yang akan dapat mengantarkan bangsa Indonesia menuju tata baru
hanya sebuah gerakan yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam dan lahir dari dinamika sejarah
bangsa Indonesia. Setiap gerakan perubahan, apapun bentuk dan namanya, selain daripada
gerakan yang berdasarkan Islam dan tradisi Indonesia tidak mungkin akan berkembang dan
mencapai tujuannya. Revolusi Prancis hanya sesuai dengan kondisi masyarakat Prancis, revolusi
Kuba hanya sesuai untuk masyarakat Kuba, demikian pula revolusi Islam Iran hanya hanya
sesuai dengan kondisi masyarakat Islam Iran yang memiliki dinamika sejarah dan tradisi yang
berbeda dengan bangsa Indonesia. Setiap upaya yang memaksakan sebuah perubahan yang asing
bagi bangsa Indonesia, baik nilai-nilai maupun tradisinya, akan mengalami kegagalan dan akan
menambah penderitaan rakyat yang penuh dengan penderitaan, dan menambah kebingungan di
atas kebingungan mereka. Untuk itu, dalam upaya mencapai tujuan terbentuknya sebuah
gerakan perubahan yang akan mengantarkan masyarakat bangsa Indonesia menuju cita-cita
Indonesia baru, perlu dikembangkan sebuah agenda umum gerakan perubahan sebagai petunjuk
dalam pelaksanaannya secara terperinci sesuai dengan keperluan-keperluan mendesak saat ini.