Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN BEDAH

APRIL 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

DIVISI DIGESTIF

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Laporan Kasus
Carcinoma Recti 1/3 Distal

DISUSUN OLEH :
St. Hardiyanti. S. Malik
C111 10 257

PEMBIMBING :
dr. Daud Tumaruk

SUPERVISOR :
dr. Mappincara, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama

St. Hardiyanti. S. Malik

NIM

C111 10 257

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Hasanuddin

Judul Laporan Kasus

Carcinoma Recti 1/3 distal

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

Pembimbing

dr. Daud Tumaruk

Supervisor Baca

dr. Mappincara, Sp.B-KBD

April 2015

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal MRS
No. RM

II.

:
:
:
:
:
:

Tn.T
69 tahun

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Buang air besar

Laki-laki
Kendari
10-04-2015
702061

bercampur lendir dan

darah
Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak 7

bulan

lalu

sebelum

masuk Rumah Sakit. Riwayat BAB seperti kotoran kambing ada. Pasien
mengeluh susah buang air besar dan rasa tidak puas setelah buang air
besar. Nyeri saat buang air besar ada. Mual dan muntah tidak ada. Riwayat
batuk maupun sesak disangkal. Riwayat penurunan berat badan selama 3
bulan terakhir ada 3 kg.
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat
trauma sebelumnya tidak ada. Tidak ada riwayat mengkonsumsi minuman
beralkohol. Pasien mengaku jarang mengkonsumsi makanan berserat
tinggi. Riwayat menderita hipertensi tidak ada. Riwayat mengalami
penyakit kronis dan Diabetes Mellitus disangkal. Riwayat operasi
laparatomi eksplorasi et causa tumor recti tahun 2014 di RS.Kendari
dengan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi Adenocarcinoma, well
differentiated.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Sakit sedang / Gizi Cukup / Composmentis
Status Vitalis

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 20 x /menit

Suhu (axilla)

: 36,8 oC

Status Generalis
Kepala :
o Rambut
: Hitam, tidak mudah rontok.
o Mata
: Eksoftalmus (-)
Letak
: Simetris
Pergerakan
: Dalam batas normal
Palpebra
: Edema (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat, isokor
Sklera
: Tidak ikterik
Konjunctiva
: Tidak anemis
o Telinga
: Simetris, tidak terdapat serumen
o Hidung
: Pernafasan cuping hidung : (-)
o Bibir
: Sianosis (-)
o Mulut
: Gusi tidak hiperemis
Lidah bersih
Tonsil T1/T1, tenang
Faring tidak hiperemis

Leher

Inspeksi

: Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid

Palpasi

: Tidak ada deviasi trachea

JVP

: Dalam batas normal

KGB

: Tidak teraba pembesaran

Axilla

: Tidak teraba KGB

Thoraks
-

Paru
Inspeksi

: Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri


simetris

Palpasi

: Fremitus taktil simetris kanan-kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,


wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi

: Batas atas sela iga III garis mid klavikula kiri


Batas kanan sela iga V garis sternal kanan
Batas kiri sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I II murni, reguler, murmur (-),


gallop (-)

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio Abdomen
-

Inspeksi

Tampak cembung, warna kulit sama dengan

sekitarnya, distended tidak ada, tidak tampak massa, darm steifung


-

tidak ada, darm contour tidak ada


Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, tidak teraba pembesaran

hepar, tidak teraba pembesaran lien, tidak ada nyeri tekan


Perkusi
: Tympani, nyeri ketok tidak ada, shifting dullness

tidak ada
Auskultasi

Peristaltik (+) kesan normal

Pemeriksaan Colok dubur:


-

Sphincter ani mencekik, mukosa licin, teraba massa tumor sekitar 4


cm dari anal verge kesan permukaan massa berbenjol-benjol, mudah

IV.

berdarah dan rapuh.


Handscoen: lendir ada, darah ada, feses ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium

PEMERIKSAAN
Darah Rutin (11-02-2015)
WBC
RBC
HB
HCT
PLT
Elektrolit
Na
K
Cl
Hemostasis
PT
APTT
Imunoserologi
HbsAg
Kimia Darah
GDS
SGOT
SGPT
Albumin
Ureum

HASIL

NILAI

10.90 x 103
3.71x 106
10.2
31.6
334x 103

RUJUKAN
4.00-10.00 (103)
4.50-6.50 (106)
13-17
40.0-54.0(%)
150-400 (103)

143
4.2
109

136-145
3.5-5.1
97-111

10.2
30.5

10-14
22-30

Non reaktif

Non reaktif

82
21
15
2.8
29

140
< 38
< 41
3.5 5.0
10 50
Lk (<1,3)

Kreatinin

0.55

CEA

>200

B. CT-scan abdomen tanpa kontras (10-04-2015)

(<1,1)
0-4.70

Pr

Tampak massa isodens (45 HU) batas tegas, tepi irreguler,kesan


berasal dari rectum terutama sisi kiri yang menginfiltrasi jaringan pre

sacral dan mendesak buli-buli ke anterior


Hepar : ukuran tidak membesar, tepi regular, tip tajam, densitas
parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi sistem vascular

dan biliaris, tidak tampak SOL


GB : Dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak batu/mass
Pancreas : Bentuk, ukuran dan densitas dalam batas normal, tidak

tampak dilatasi ductus pancreaticus


Lien : Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal, tidak

tampak SOL
Ginjal kanan : Bentuk, ukuran dan densitas korteks/medulla dalam

batas normal, tidak tampak dilatasi PCS , tidak tampak batu/mass/cyst


Ginjal kiri : Bentuk,ukuran dalam batas normal, tampak dilatasi PCS

dengan korteks yang menipis, tidak tampak batu/mass/cyst


VU : Distended, tampak terdesak ke cranio anterior. Dinding tidak

menebal, mukosa regular, tidak tampak densitas batu/mass


Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta abdominalis.
Tidak tampak densitas cairan bebas pada cavum peritonium.
Tulang-tulang intak
.
Kesan:
- Massa rectum yang menginfiltrasi ke jaringan pre sacrum dan
-

mendesak buli-buli ke anterior


Hydronephrosis sinistra
Distended vesica urinaria

V.

RESUME MEDIS
Seorang laki-laki umur 69 tahun masuk Rumah Sakit dengan
keluhan BAB bercampur lendir dan darah. Dialami sejak 7 bulan lalu
sebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat BAB seperti kotoran kambing ada.
Pasien mengeluh susah buang air besar dan rasa tidak puas setelah buang
air besar. Nyeri saat buang air besar ada. Mual dan muntah tidak ada.
Riwayat batuk maupun sesak disangkal. Riwayat penurunan berat badan
selama 3 bulan terakhir ada 3 kg.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat keluhan
yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat trauma sebelumnya tidak
ada. Tidak ada riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol. Pasien
mengaku jarang mengkonsumsi makanan berserat tinggi. Riwayat
menderita Hipertensi tidak ada. Riwayat mengalami penyakit kronis dan
Diabetes Mellitus disangkal. Riwayat operasi laparatomi eksplorasi et
causa tumor recti tahun 2014 di RS.Kendari dengan hasil pemeriksaan
Patologi Anatomi Adenocarcinoma, well differentiated .
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien sakit sedang, gizi cukup, dan
composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada rectal toucher
didapatkan sphincter ani mencekik, mukosa licin, teraba massa tumor
sekitar 4 cm dari anal verge, kesan permukaan massa berbenjol-benjol,
mudah berdarah dan rapuh.. Pada handscoen didapatkan lendir ada, darah
ada, dan feses ada. Dari hasil laboratorium penanda tumor CEA >200.
Pada pemeriksaan CT-scan abdomen tanpa kontras, kesan massa rectum
yang menginfiltrasi ke jaringan pre sacrum dan mendesak buli-buli ke
anterior, hydronephrosis sinistra dan distended vesica urinaria.

VI.

DIAGNOSIS
Adenocarcinoma Recti 1/3 Distal

VII.

PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
Antibiotik : Ceftriaxone 1gr/12jam/Intravena
H2 antagonis : Ranitidin 50mg/8jam/Intravena
Analgetik : Ketorolac 30mg/12jam/Intravena
- Miles procedure

PEMBAHASAN
TUMOR RECTI

A. DEFINISI
Karsinoma kolorektal adalah suatu keganasan yang muncul dari
jaringan epithelial dari colon atau rectum. Karsinoma kolorektal berasal dari
jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau jaringan rektum
(beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker
colorectal adalah adenocarcinoma. Sekitar 10% dari kanker kolon terjadi di
caecum dan kolon ascenden, 10% lainnya di kolon transversum termasuk
flexura hepatica dan flexura lienalis, 5% pada kolon descendens dan 75%
pada rectosigmoid.1
B. ANATOMI
Secara anatomis, rektum berada setinggi vertebrae sakrum ke-3
sampai ke garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopis, rektum dibagi
menjadi bagian ampula dan spinchter. Bagian spinchter disebut juga annulus
hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fascia coli dari
fascia supra ani. Bagian ampula terbentang dari vertebra sakrum ke-3
sampai diafragma pelvis pada insersio muskulus levator ani. Panjang rektum
berkisar antara 10-15 cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid
junction, dan 35 cm pada bagian yang terluas yaitu ampula. Pada manusia,
dinding rektum terdiri dari 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muskularis
(sirkuler dan longitudinal), serta lapisan serosa.

Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis


superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior (arteri rektalis
superior) merupakan kelanjutan dari arteri mesentrika inferior, arteri ini
memiliki 2 cabang yaitu dekstra dan sinistra. Arteri hemoroidalis media
(arteri rektalis media) merupakan cabang dari arteri iliaka interna, dan arteri
hemoroidalis inferior (arteri rektalis inferior) merupakan cabang dari arteri
pudenda interna.3,8
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna
dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk
selanjutnya melalui vena lienalis dan menuju vena porta. Vena ini tidak
memiliki katup, sehingga tekanan dalam rongga perut atau intraabdominal
sangat menentukan tekanan di dalam vena tersebut. Hal inilah yang dapat
menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-pasien dengan
kebiasaan sulit buang air besar dan sering mengejan. Vena hemoroidalis
inferior mengalirkan darah ke vena pudenda interna, untuk kemudian
melalui vena iliaka interna dan menuju sistem vena kava.
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujungujung serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh
massa feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme
continence dan juga sensasi pengisian rectum merupakan bagian integral

penting pada defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu
kontraksi dengan mengosongkan isinya ke dalam rectum. Bila feses
memasuki rektum, distensi dinding rectum mengirim signal aferent yang
menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rectum
sehingga feses terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai
anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang
menghambat dari pleksus mienterikus; dan sfingter ani eksterna pada saat
tersebut mengalami relaksasi secara volunter,terjadilah defekasi.
C. EPIDEMIOLOGI
Di USA KarsinomaKolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang
paling sering terjadi dan nomor duasebagai penyebab kematian di negara
berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker
kolorektal di USA. 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di
rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700
kasus karsinoma colon dan 8,600 kasus karsinoma kolorektal. Karsinoma
kolorektal merupakan 11% dari kejadian kematian dari semua jenis kanker.3
Di Indonesia insidensi karsinoma kolon dan rectum cukup tinggi.
Demikian juga angka kematiannya. Insidensi pada pria sebanding dengan
wanita, dan lebih banyak pada dewasa muda. Sekitar 75% ditemukan di
rectosigmoid. Di negara barat perbandingan laki-laki : perempuan yaitu 3:1,
<50% ditemukan di rectosigmoid, dan banyak pada usia lanjut.1
D. ETIOLOGI
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi
faktor risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip
pada keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak
protein dan daging serta rendah serat.
Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun

ke atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa
polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
Colitis Ulcerativa atau Crohns disease: Orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar
Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker
colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain
itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium)
atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena
kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika seseorang mempunyai
riwayat kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan untuk
terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika keluarga tersebut terkena
kanker pada usia muda.
Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan
yang tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat
risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal.
Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia
lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini
didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.4
E. PATOFISIOLOGI
Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami
regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi
perubahan genetik yang mengganggu proses differensiasi dan maturasi dari
sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis
coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol.
Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan
menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan
mutasi gen p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan
memperpanjang hidup sel.

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul


dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi
ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam
struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan
menyebar ke dalam tubuh yang lain, antara lain dengancara :

Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta

Hematogen terutama ke hati

Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)


misalnya : ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat
mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

F. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Klinik
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain
ialah :5,6,7,8,9,10
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik

itu darah segar maupun yang berwarna hitam.


Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar

kosong saat BAB.


Feses yang lebih kecil dari biasanya.
Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung,

rasa penuh pada perut atau nyeri.


Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
Mual dan muntah.
Rasa letih dan lesu.
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan
nyeri pada daerah gluteus.

Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus
pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada
lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paruparu, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak
sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju
vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul
pertama 10 kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur
limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon
pertama kali paling sering di hepar.11
G. DIAGNOSIS DAN STAGING
Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi
kanker rektal,diantaranya ialah: 1,5,6,7,8,9,10
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan

CEA (Carcinoma

Embrionik Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk
melihat perdarahan di jaringan.
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai
pemeriksaanskrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum
dapat dipalpasi padapemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan
mengenali tumor yang terletak sekitar10 cm dari rektum, tumor akan
teraba keras dan menggaung.

GambarPemeriksaan Colok Dubur pada Tumor Rekti

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:


a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak
bagian terendahterhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas
kelenjar prostat atau ujungos coccygis. Pada penderita perempuan
sebaiknya

juga

dilakukan

palpasimelalui

vagina

untuk

mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebutlicin dan


dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga
untukmenilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini
tidak dapat dilakukandengan pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapipembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat
digerakkan padalapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah
mengalami ulserasi lebihdalam umumnya terjadi perlekatan dan
fiksasi karena penetrasi atau perlekatanke struktur ekstrarektal
seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posteriorvagina atau
dinding anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan
karakteristikpertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas
atau fiksasi lesi.
3. Dapat pula dengan Barium Enema, yaitu cairan yang mengandung
bariumdimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto xrays pada traktusgastrointestinal bawah.
4. Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektumdan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan
lainnya. Alat sigmoidoscopedimasukkan melalui rektum sampai
kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapatdiambil untuk
biopsi.
5. Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam
rektum dansigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan
lainnya. Alat colonoscopedimasukkan melalui rektum sampai kolon
sigmoid, polip atau sampel jaringan dapatdiambil untuk biopsi.

6. Biopsi. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas,


biopsi harusdilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma
merupakan jenis yang palingsering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari
kanker usus besar. Jenis lainnya ialahkarsinoma sel skuamosa,
carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated
tumors.5,6
Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan
TNM stagingsystem, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4
stadium (Stadium I-IV).5,6,7
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai
lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi
tidak menyebar ke bagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari
rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan
terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B
rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi
tidak menyebar ke bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C
rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke bagian tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

Gambar Stadium Tumor Recti

Tumor primer (T)


Tx : tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : tidak ada tanda-tanda tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor menginvasi submukosa
T2 : tumor menginvasi muscularis propria
T3 : tumor menginvasi muskulus propria sampai subserosa

atau

kedalam jaringan nonperitoneal perikolon atau perirektal


T4 : tumor menginvasi langsung ke organ atau struktur lain dan atau
perforasi peritoneum visceral

H. PENATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa
adalah terapistandar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis.
Tiga terapi standar untukkanker rektal yang digunakan antara lain ialah:
1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan


terutama untukstadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek
dalam stadium III jugadilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena
kemajuan ilmu dalam metode penentuanstadium kanker, banyak pasien
kanker rektal dilakukan pre-surgical treatment denganradiasi dan
kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal
sebagaineoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakanterutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan,meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasienmasih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk
membunuh selkanker yang tertinggal.6,8
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain:1,5,6

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor
dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan

polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rectum lalu
dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi
disekitar rectum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga
mengandung sel kanker.

Gambar Reseksi dan Anastomosis

Gambar Reseksi dan Colostomy

OPERASI MILES
Definisi
Suatu tindakan pembedahan yang dilakukan dengan melakukan
abdominal reseksi pada rektum 1/3 distal dilanjutkan dengan reseksi
perianal karena suatu proses malignancy. Prosedur ini dilakukan melalui
pendekatan abdominal dan perianal, dibuat proksimal end colostomi
permanent untuk diversi dan anus ditutup.
Ruang Lingkup
Lesi/ kelainan pada rektum 1/3 distal sampai anal. Dalam kaitan
penegakan diagnosis dan pengobatan lebih lanjut diperlukan beberapa
disiplin ilmu yang terkait: patologi anatomi dan radiologi
Indikasi operasi
Proses malignancy pada rektum dan anal
Pemeriksaan Penunjang:

- Colon inloop
- Colonoscopy
Teknik Operasi
Secara singkat teknik operasi Miles dapat dijelaskan sebagai
berikut. Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal tube,
penderita dalam posisi terlentang dan lithotomy (posisi modifikasi
litotomy-Trendelenburg). Desinfeksi lapangan pembedahan dengan
larutan antiseptik juga dilakukan irrigasi pada rektal, kemudian
dipersempit dengan linen/doek steril. Dibuat insisi midline dua jari di
atas umbillikal sampai dua jari di atas symphisis pubis atu insisi
transversalis diantara umbillikal dan symphisis pubis. Insisi diperdalam
hingga tampak peritoneum dan dibuka secara tajam. Dilakukan
identifikasi lesi/ kelainan. Dilakukan tindakan mobilisasi rektum dengan
melakukan insisi pada lateral refleksi peritoneal (white line of Told)
sambil mengidentifikasi vena spermatika kiri atau ovari kiri serta ureter
kiri.
Mobilisasi rektum posterior: dengan melakukan diseksi secara
tumpul dan tajam, space retrorectal dengan mudah dapat dicapai.
Setelah memotong fasia rectosacral berarti kita sudah sampai coccygis.
Mobilisasi anterior : insisi refleksi rectovesical dan immobilisasi antara
vesica seminalis dan fasia Denonvillier. Diseksi dilanjutkan dengan
memisahkan rectum dengan vesica seminalis pada pria dan rectum
dengan vagina pada perempuan. Setelah mobilisasi posterior dan
anterior, harus dicapai fasia pelvic( ligamentum lateral) dipisahkan dan
diikat. Dilanjutkan dengan transeksi rektum diatas lesi/tumor. Dilakukan
insisi ellip sekeliling anus sampai batas m. spincter anus. Insisi
diperdalam dengan insisi sirkumferensial sampai stumpdistal rectum
dapat lewat. Stump proximal dibuat colostomi permanent, jaringan
tumor di periksakan ke patologi anatomi. Perdarahan dirawat, luka

operasi ditutup lapis demi lapis dengan meninggalkan drain perianal


(drain Redon).

Komplikasi operasi
Perdarahan
Infeksi
Cedera ureter kiri
Myocard infarc
Emboli pulmonal
Komplikasi stoma
Mortalitas
Angka mortalitas perioperatif rendah sekitar 42%
Perawatan paska bedah
Pasca bedah penderita dirawat diruangan selama 710 hari,
diobservasi

kemungkinan

terjadinya

komplikasi

dini

yang

membahayakan jiwa penderita seperti perdarahan. Diet diberikan setelah


penderita sadar dan pasase usus baik. Drain Redon dilepas setelah 12
hari dan jahitan luka diangkat pada hari ke-7.
Follow up
Penderita pasca operasi Miles perlu dievaluasi:

Klinis
Pemeriksaan CEA setiap 3 bulan selama 2 tahun, setiap 6 bulan
selama 2-5 tahun(cancer)

Colonoscopy setelah 1 tahun setelah reseksi, dan direkomendasikan


untuk pemeriksaan ulang setiap 2-3 tahun(cancer)

CT scan thorax, abdomen dan pelvis setiap tahun selama 3


tahununtuk pasien dengan resiko tinggi untuk rekurens(cancer)

KOLOSTOMI
Kolostomi (colostomy) berasal dari kata colon dan stomy.
Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar yang memanjang dari
sekum sampai rektum dan stomy (dalam bahasa Yunani stoma
berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai suatu pembedahan
dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon (atau usus besar) ke luar
dari abdomen.
Pembedahan kolostomi biasanya memakan waktu dua hingga empat
jam, tergantung dari tingkat kesulitan, adanya infeksi, atau beratnya
trauma misalnya apabila penyebabnya adalah trauma kolon.
Kolostomi dapat dibuat sementara ataupun permanen. Kolostomi
sementara

dapat

digunakan

ketika

bagian

kolon

perlu

diperbaiki/disembuhkan, misalnya setelah trauma atau pembedahan.


Setelah kolon membaik/sembuh, kolostomi dapat ditutup, dan fungsi
usus dapat kembali normal. Kolostomi permanen (disebut juga end
colostomy) biasanya diperlukan pada beberapa kondisi tertentu,
termasuk sekitar 15% kasus kanker kolon. Jenis kolostomi ini biasanya
digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun
kanker. Sebagian besar feses akan lebih lunak dan lebih encer
dibandingkan feses yang keluar secara normal lewat anus. Konsistensi
feses tergantung dari letak segmen usus yang dipakai pada tindakan
kolostomi. Letak kolostomi pada abdomen bisa dimana saja sepanjang
letak kolon, namun biasanya dilakukan pada bagian kiri bawah, di
daerah kolon sigmoid. Namun dapat pula dibuat dilokasi kolon asendens,
transversum, dan desendens. Letak kolostomi sebaiknya dipilih dengan
hati-hati sebelum tindakan operasi. Sebaiknya hindari lokasi yang
memiliki jaringan lemak yang tebal dan terdapat skar.

Tujuan Kolostomi
Umumnya kolostomi dilakukan pada pembedahan kanker, namun
kadang-kadang diperlukan pada penyakit infeksi usus dan penyakit
divertikulum, dan pada pembedahan yang darurat untuk perforasi atau
obstruksi pada usus. Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada
obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau
perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi
anastomosis distal.
Pembagian Kolostomi

Berdasarkan Penggunaannya
Kolostomi Permanen
Kolostomi permanen diperlukan ketika tidak terdapat lagi
segmen usus bagian distal setelah dilakukan reseksi atau untuk
alasan tertentu usus tidak dapat disambung lagi. Kolostomi
dibuat untuk menggantikan fungsi anus bila anus dan rectum
harus diangkat.Kolostomi permanen harus hati-hati ditempatkan
untuk memudahkan dalam penganganan jangka panjang.
Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon kiri pada fossa
iliaka kiri. Kolostomi permanen dilakukan pada beberapa kondisi
tertentu, termasuk sekitar 15% oleh karena kasus kanker kolon.
Kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat
akibat suatu penyakit ataupun kanker.
Kolostomi Sementara
Kolostomi sementara sering dilakukan untuk mengalihkan
aliran feses dari daerah distal usus. Setelah masalah pada usus
bagian distal telah teratasi, maka kolostomi dapat ditutup
kembali.

Kolostomi sementara berguna untuk:


-

Mengatasi obstruksi pada operasi elektif maupun tindakan


darurat. Kolostomi dilakukan untuk mencegah obstruksi
komplit usus besar bagian distal yang menyebabkan dilatasi
bagian proksimal.

Melakukan proteksi terhadap anastomosis kolon setelah


reseksi. Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita
gawat abdomen dengan peritonitis yang telah dilakukan
reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani
anastomosis baru dengan pasase feses merupakan tindakan
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu,
untuk pengamanan anastomosis, aliran feses dialihkan
sementara melalui kolostomi dua stoma yang disebut stoma
double barrel. Dengan cara Hartman, pembuatan anastomosis
ditunda sampai radang di perut telah reda.

Kolostomi sementara dapat berguna untuk mengistirahatkan


segmen usus bagian distal yang terlibat pada proses inflamasi
misalnya abses perikolik, fistula anorektal.

Tipe Kolostomi
Kolostomi loop
Jenis kolostomi ini didesain sehingga baik segmen distal maupun
proksimal usus terdapat pada permukaan kulit.
Kolostomi double barrel
Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada
dinding abdomen. Stoma bagian proksimal berhubungan dengan
traktus gastrointestinal yang lebih atas dan akan menjadi saluran
pengeluaran feses. Stoma bagian distal berhubungan dengan rectum.
Kolostomi double barrel termasuk jenis kolostomi sementara.
Kolostomi double barrel mudah dan aman digunakan pada neonatus
dan bayi.
Kolostomi devided

Kolostomi ini sering dibuat pada sigmoid pada karsinoma rektum


yang tak dapat diangkat, sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi
oleh tinja.
Kolostomi terminal
Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk membuang kolon karena
terlalu

membahayakan

bila

dilakukan

anastomosis

yang

memudahkan timbulnya sepsis. Kontinuitas dapat diperbaiki


kemudian hari bila sepsis telah dapat diatasi dan kondisi penderita
lebih baik.
Sekostomi dengan pipa (tube)
Sekostomi

merupakan

kolostomi

sementara.

Berguna

untuk

dekompresi gas dalam usus. Sekostomi tidak cocok untuk diversi


aliran feses. Saat ini sekostomi jarang digunakan karena stoma sering
tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan irigasi untuk kembali
melancarkan.
Komplikasi
Nekrosis kolostomi.
Hal ini diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini
biasanya terlihat 12-24 jam setelah pembedahan dan biasa diperlukan
pembedahan tambahan untuk menanganinya.
Kolostomi retraksi.
Disebabkan karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini
dapat ditangani dengan menyediakan kantong khusus. Memperbaiki
stoma dapat pula menjadi pilihan penanganan.
Parastomal hernia.
Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen
yang lemah atau dibuat terbuka terlalu besar pada dinding abdomen.
Prolaps
Keadaan ini sering diakibatkan pembukaan yang terlalu besar pada
dinding abdomen atau fiksasi usus yang tidak cukup kuat pada

dinding abdomen. Pembedahan ulang untuk mengatasi prolaps


dengan mengambil vaskularisasi yang melampaui segmen usus yang
disuplai.
Obstruksi
Obstruksi dapat terjadi akibat udem ataupun timbunan feses.
Teknik Irigasi Dalam Penanganan Kolostomi
Beberapa pasien yang menggunakan kolostomi memilih untuk
mengeluarkan feses ke kantong stoma dengan menggunakan teknik
irigasi kolon. Beberapa hari sekali, pasien mengalirkan sekitar satu liter
air melewati kolostomi dengan saluran/pipa khusus, dan air akan lewat
keluar dengan tujuan untuk mengosongkan dan membersihkan kolon.
Pada kolostomi sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan
semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari
sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stomanya.
Kolostoma pada kolon tranversum mengeluarkan isi usus beberapa kali
sehari karena isi kolon transversum tidak padat, sehingga lebih sulit
diatur
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan
III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan
pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi
tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah
diangkat melalui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis
jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan
kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan
telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan
angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiasi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya

pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada


pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.1,5,6
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam
atau tumor lokal yang bergerombol (Stadium II lanjut dan Stadium III).
terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan
dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen
lainnya, levamisole, (meningkatkan system imun, dapat menjadi
substitusi bagi leucovorin. Protokol ini menurunkan angka kekambuhan
kira-kira 15% dan menurunkan angka kematian kira-kira sebesar 10%.1,5,6
I. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah
sebagai berikut :
1. Stadium I - 72%
2. Stadium II - 54%
3. Stadium III - 39%
4. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang
dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal
lebih sering terjadi pada.Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya
pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah,stadium tumor,
lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong.2010. Usushalus, appendiks, kolon dan
anorektum. Dalam buku ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: ECG.
2. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Rectal Cancer. In MaingotssAbdominal
operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P1455-99
3. Artikel Kedokteran. (2012). Karsinoma Rektum. Retrieved November 2014,
from Artikel Kedokteran: http://www.artikelkedokteran.com/1333/karsinomarektum.html
4. Cagir, B., & Trostle, D. R. (2014). Rectal Cancer. Retrieved November 2014,
from Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/281237overview#a0101
5. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com.
6. Cirincione, Elizabeth., 2005. Rectal Cancer. Available from
www.emedicine.com
7. Anonim, 2006. A Patients Guide to Rectal Cancer. MD Anderson Cancer
Center,University of Texas.
8. Anonim, 2006. Rectal Cancer Facts : Whats You Need To Know. Available
from www.healthABC.info.
9. Anonim, 2006. Rectal Cancer - Overview, Screening, Diagnosis &
Staging.Available from www.OncologyChannel.com.
10. Anonim, 2005. Rectal Cancer Treatment. Available
fromwww.nationalcancerinstitute.htm.
11. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan Kampus, FK
UGM.

BAGIAN BEDAH

APRIL 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

DIVISI DIGESTIF

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Jurnal
Abses Perianal

DISUSUN OLEH :
St. Hardiyanti. S. Malik
C111 10 257

PEMBIMBING :
dr. Daud Tumaruk

SUPERVISOR :
dr. Sulaihi, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama

: St. Hardiyanti. S. Malik

NIM

: C111 10 257

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Hasanuddin

Judul Jurnal

: Abses Perianal

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

Pembimbing

dr. Daud Tumaruk

Supervisor

dr. Sulaihi, Sp.B-KBD

April 2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............... i
HALAMAN PENGESAHAN..ii
DAFTAR ISI
1. Laporan Kasus ... 1
2. Pembahasan
I.
Definisi 9
II.
Anatomi...9
III.
Epidemiologi...11
IV. Etiologi... 12
V. Patofisiologi................................ 13
VI.
Manifestasi Klinik..14
VII.
Diagnosis............. 15
VIII.
Penatalaksanaan ....18
IX.
Prognosis..... 29
DAFTAR PUSTAKA......................30

Anda mungkin juga menyukai