Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosa
2.1.1 Anamnesis
Disarankan melakukan metoda anamnesa terpimpin yang meliputi semua aspek dasar,
yaitu kelengkapan identitas, riwayat penyakit saat ini, riwayat penyakit lampau, riwayat
pertolongan medis, riwayat keluarga, sosial, dan penyakit penyerta. Pada kecurigaan kasus
PUA (meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun durasi), perlu digali
mengenai adanya kelainan pada uterus, faktor resiko kelainan tiroid, penambahan dan
penurunan berat badan, serta riwayat kelainan hemostasis, yang akan berguna untuk
mengklasifikasikan PUA menurut FIGO. Gangguan hemostasis adalah diagnosa banding
besar yang dapat dieksklusi melalui anamnesa. Terdapat sejumlah gambaran klinis khas yang
dapat digunakan untuk menapis adanya perdarahan haid oleh karena gangguan hemostasis.
Keypoint Pertanyaan
1
Memar 1 2 x / bulan
Epistaksis 1 2 x / bulan
Tabel 1.1 Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid karena kelainan hemostasis.
Selain itu, kelainan haid dan perdarahannya juga seringkali disertai sejumlah gejala
yang memiliki kaitan khas dengan suatu masalah / kelainan, gejala berikut dijelaskan dalam
tabel 1.2 :
Keluhan dan Gejala Khas
Nyeri Pelvik
Hamil
Hipertiroid
Hipotiroid
Koagulopati
Tumor Hipofisis
kecurigaan PUA, diagnosa banding gangguan hormon dapat dieksklusi dengan kewajiban
untuk memeriksa indeks massa tubuh, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi
hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma
hipofisis) dan purpura ekimosis.
2.1.2.2 Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan fisik khusus, tujuannya adalah mengerucutkan diagnosa ke etiologi
penyebab PUA. Pada pemeriksaan ginekologi, dapat disingkirkan kemungkinan adanya polip
serviks, mioma uteri, hiperplasia, endometrium, keganasan, luka/lesi, hingga abortus.
Pemeriksaan dapat diawali dengan inspeksi melalui spekulum, untuk dinilai tiap adanya
peradangan, lesi, ulkus, dan kelainan lainnya, kemudian perlu diambil swab / pap smear
untuk keperluan histopatologi. Untuk menegakkan diagnosa pada gadis, tidak perlu dilakukan
kuret, namun pada wanita yang sudah menikah, dapat dilakukan kuret untuk menegakkan
diagnosis. USG Transvaginal adalah bagian dari pemeriksaan penunjang, namun merupakan
alat penapis yang tepat dan disarankan untuk dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.
2.1.2.3 Penilaian Ovulasi
Siklus haid yang berovulasi berkisar 22 35 hari. PUA yang berhubungan dengan
ovulasi (PUA-O) seringkali perdarahannya bersifat ireguler dan diselingi amenorea, pada
kecurigaan ini dapat dilakukan konfirmasi ovulasi, yaitu dengan pemeriksaan progesteron
serum fase luteal madya atau USG transvaginal.
2.1.2.4 Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium / Kuret tidak harus dilakukan pada semua pasien
PUA, berikut adalah kriteria untuk pengambilan sampel endometrium :
Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) yang menetap / tidak memberi respons pada
pengobatan
Laboratoriu
m
USG
Primer
Sekunder
Tersier
Hb
Darah Lengkap
Prolaktin
Tes
Kehamilan
Testosteron
Hemostasis (PTT,
aPTT, Fibrinogen)
USG Transabdominal
USG Transabdominal
USG Transvaginal
USG Trans-vaginal
USG Trans-rektal
USG Trans-rektal
SIS
SIS
Doppler
MRI
Penilaian
Endometriu
m
Penilaian
Serviks
IVA
Mikrokuret
Mikrokuret / D & K
D&K
Histeroskopi
Endometrial
sampling
(histeroskopi
terpimpin)
Pap Smear
Kolposkopi
Pap Smear
Perdarahan vaginal (bergumpal atau flooding) yang tidak beraturan, periode berat
dilakukan
3. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan, dapat dilakukan terapi obat untuk
mengurangi perdarahan (traneksamat atau hormonal) dan memperbaiki anemia
(Rekomendasi B). Embolisasi arteri uterina merupakan alternatif dalam pembedahan
(Rekomendasi A).
2.3.4 Malignancy / Keganasan dan Hiperplasia (PUA-M)
Diagnosa hiperplasia endometrium atipik ditegakkan dari penilaian histopatologi.
Terapi juga ditentukan dari keinginan pasien untuk mendapatkan kehamilan di masa depan.
1. Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D & K dilanjutkan pemberian
progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan (Rekomendasi C).
2. Jika pasien tidak lagi menginginkan kehamilan, tindakan histerektomi merupakan
pilihan tepat.
3. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir bulan ke-6
pengobatan.
4. Jika hiperplasia atipik menetap, dilakukan histerektomi.
2.3.5 Coagulopathy / Koagulopati (PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang terkait
dengan PUA, penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini. Pengobatan dengan asam
traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-progestin dan LNG-IUS pada kasus ini
memberikan hasil yang sama dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi. Jika
terdapat kontraindikasi pada asam traneksamat atau PKK, dapat diberikan LNG-IUS atau
dilakukan pembedahan bergantung pada umur pasien. Pada penyakit von Willebrand, dapat
diberikan terapi spesifik seperti desmopressin.
2.3.6 Ovulatoris (PUA-O)
Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi klinik
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Pemeriksaan hormon
tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan oligomenorea. Bila dijumpai
hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid, maka kondisi ini harus diterapi. Pada
perempuan usia > 45 tahun atau dengan resiko tinggi keganasan endometrium perlu
dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan sampel endometrium. Terapi
bergantung pada rencana pasien untuk memiliki kehamilan di masa mendatang.
1. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana
infertilitas.
2. Bila tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan menilai
ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap PKK. Bila tidak ada kontraindikasi, dapat
diberikan PKK selama 3 bulan. Bila memiliki kontraindikasi PKK, disarankan
preparat progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari, dan diulang hingga 3 bulan
siklus. Kemudian dievaluasi, bila keluhan berkurang obat hormonal dapat dilanjutkan
atau distop sesuai keinginan pasien. Bila keluhan tidak berkurang, dosis PKK
dinaikkan tiap 2 hari sampai perdarahan berkurang atau dosis maksimal.
2.3.7 Endometrial (PUA-E)
Adalah Perdarahan Uterus Abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur. Pemeriksaan tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid atau
hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik (Rekomendasi C). Pemeriksaan USG
Transvaginal atau SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai kavum uteri.
1. Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan pilihan lini
pertama dalam tata laksana menoragia. Observasi dilakukan selama 3 siklus
menstruasi, jika respon obat tidak adekuat akan dinilai kontraindikasi pemberian
PKK.
2. PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium, dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama siklus
menstruasi. Jika pasien memiliki kontraindikasi PKK, dapat diberi preparat progestin
siklik 14 hari, stop dan ulang selama 3 siklus.
3. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum segera
pertimbangkan untuk reseksi dengan histeroskopi.
4. Jika hasil USG atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm, lakukan
pengambilan sampel endometrium untuk menapis hiperplasia.
5. Jika terdapat adenomiosis, dapat dipastikan dengan MRI, terapi dengan progestin,
LNG IUS, GnRHa atau histerektomi.
6. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi, dapat dilakukan ablasi
endometrium atau histerektomi.
2.3.8 Iatrogenik (PUA-I)
2.3.8.1 Perdarahan Karena Efek Samping PKK
Penanganan efek samping PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E. Perdarahan
sela (breaktrough bleeding) PUA-I terjadi dalam 3 bulan pertama penggunaan PKK, dimana
penggunaan PKK tetap dilanjutkan dengan mencatat siklus haid. Sebagai penapis, dilakukan
pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif, diberikan doksisiklin 2 x
100 mg selama 10 hari. Jika usia pasien > 35 tahun dilakukan biopsi endometrium, jika
perdarahan abnormal menetap, TVS, SIS, atau histeroskopi dapat menyingkirkan kelainan
saluran reproduksi. Jika disertai amenorea, singkirkan kemungkinan kehamilan, jika tidak
hamil, dosis estrogen dinaikkan atau dilanjutkan dengan pil yang sama.
2.3.8.2 Perdarahan Karena Efek Samping Kontrasepsi Progestin
Pada kontrasepsi progestin, efek samping dapat berupa PUA-O atau Amenorea
dengan perdarahan bercak.
1. Pada amenorea atau perdarahan bercak, pasien harus di KIE bahwa itu merupakan hal
biasa (expected effects).
2. Jika efek samping berupa PUA-O, pasien dengan usia > 35 tahun perlu dilakukan
biopsi endometrium karena beresiko tinggi karsinoma endometrium.
3. Jika pasien dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, kontrasepsi diganti
dengan PKK (bila tidak ada kontraindikasi) atau boleh dilanjutkan penggunaan
progestin.
4. Terapi dapat diberikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg / hari selama 7 hari)
yang dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan juga
pemilihan metoda kontrasepsi lainnya.
Sumber utama data kependudukan di Indonesia diperoleh dari hasil sensus penduduk dan
survei penduduk antarsensus (Supas). Sensus diadakan pertama kali di Indonesia pada tahun
1930 dan terakhir tahun 2010 (Sulistyawati, 2011). Sensus penduduk pada tahun 1971 dan
1980 masing-masing mencatat jumlah penduduk Indonesia sebesar 119,2 juta jiwa dan 147,4
juta jiwa. Survei penduduk antarsensus 1985 menunjukkan jumlah penduduk sekitar 164,0
jiwa dan pada akhir Repelita IV (1983-1988) menunjukkan angka pertumbuhan 2,1% per
tahun, pada akhir dekade periode itu (1990) didapatkan laju pertumbuhan penduduk per tahun
sebanyak 1,97%. Sedangkan pada 2010, BPS mengumumkan jumlah penduduk Indonesia
sebanyak lebih dari 237 juta jiwa, hasil sensus yang diumumkan pada 16 Agustus 2010,
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.556.363 jiwa, yang terdiri atas 119.507.580 lakilaki dan 118.048.783 wanita. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia adalah sebesar 1,49
persen per tahun (Badan Pusat Statistik, 2010)
ditingkatkan kecurigaan pada penyakit PUA yang meliputi seluruh kelainan haid baik dalam
hal jumlah maupun durasi. Riwayat penyakit sekarang adalah perdarahan haid tak terhenti
selama lebih dari 1 bulan (15 Agustus 2012) awalnya keluar banyak dan bergumpal,
kemudian keluar flek hingga saat ini dan perdarahan pasca koitus, yang merupakan gejala
PUA dengan kemungkinan Polip Endoserviks. Selain itu pada pasien tidak didapatkan nyeri
pelvik, mual, penurunan berat badan, kelelahan, dan peningkatan frekuensi kencing, yang
secara klinis mengurangi dugaan Kehamilan, Abortus, KET, dan gangguan hormon tiroid.
Riwayat medis pasien pernah periksa ke klinik instansi tempatnya bekerja, mendapat
pemeriksaan USG dan dikatakan normal, diberikan obat yang pasien lupa namanya, diminum
selama 5 hari, perdarahan hilang sampai obat habis dan muncul kembali. Riwayat haid pasien
sebelumnya normal sejak usia 13 tahun. Pasien adalah pengguna pil KB sejak 20 tahun lalu
(setelah persalinan ke-3) berhenti sejak timbul perdarahan haid abnormal 1 bulan yang lalu.
Riwayat kehamilan adalah P2002 Ab200 dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Anak pertama lahir hidup namun meninggal pada usia 7 tahun karena penyakit
leukemia.
2. Anak kedua abortus dengan kuretase pada usia kehamilan 18 minggu.
3. Anak ketiga lahir hidup hingga saat ini usia 20 tahun.
4. Anak keempat abortus pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, saat itu pasien tidak
pernah ANC sama sekali, hanya dirumah & minum jamu.
5.1.2 Pemeriksaan Fisik
Walaupun dugaan kuat mengarah pada penyakit ginekologi yaitu PUA, tetap
dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, dimana pada pasien ini keadaan umum, tanda vital,
kepala/leher, thoraks abdomen dan ekstremitas tidak didapatkan gangguan (dalam batas
normal). Pada pemeriksaan ginekologi, GE didapatkan flux(+) dan fluor(-), dan pada
inspekulo, flux(+) fluor(-), dan didapatkan massa diserviks 1 cm berwarna kemerahan,
POMP tertutup licin. Pada VT, flux (+), teraba massa di serviks, padat kenyal 1 cm, tungkai
(+), dan nyeri (-). Dari pemeriksaan fisik tersebut, didirikan diagnosa kerja Perdarahan Uterus
Abnormal e.c. Polip Endoserviks, dan direncanakan pemeriksaan penunjang sekaligus terapi
berupa Ekstirpasi Polip dengan Kuretase.
5.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disini adalah darah lengkap untuk memeriksa kondisi
hematologi pasien dan kemungkinan infeksi, dan yang terutama histopatologi untuk
mengkonfirmasi struktur massa yang terdapat pada endoserviks, sampel diambil dengan cara
kuretase, yang sekaligus berfungsi sebagai terapi ekstirpasi polip. Berikut adalah hasil
pemeriksaan penunjang :
5.1.3.1 Darah Lengkap
Hb : 10.3 ; Leukosit : 9.350 ; PCV : 37.3 ; Trombosit : 200.000.
Kesimpulan : Hemoglobin sedikit menurun karena kehilangan darah, tidak didapatkan tanda
infeksi, dalam batas normal.
5.1.3.2 Pemeriksaan Histopatologi
Lokalisasi Massa : Cervix & Cavum Uteri
Diagnosa Klinis : PUA e.c Polip Endoserviks
Makroskopik :
I.
II.
III.
Mikroskopik :
I.
II.
III.
Kesimpulan :
I.
II.
III.
5.1.4 Kesimpulan
Berdasarkan runtutan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
disimpulkan diagnosa pada pasien ini berupa Perdarahan Uterus Abnormal et causa Polip
Endoserviks.
5.2 Terapi
5.2.1 Terapi Utama
Sesuai dengan diagnosa Perdarahan Uterus Abnormal e.c. Polip Endoserviks pada
pasien, maka tujuan terapi disini adalah menyingkirkan penyebab (et. Causa) berupa massa
polip yang terdapat pada endoserviks. Terapi yang dipilih adalah tindakan Kuretase yang
berfungsi ganda sebagai terapi dan berguna sebagai pengambilan sampel untuk pemeriksaan
penunjang. Adapun susunan terapi pada pasien ini berupa :
1. Rawat Inap di Rumah Sakit (pro ekstirpasi polip)
2. KIE terapi Kuretase dan faktor resikonya ; Persiapan awal : Tanda Vital & Darah
Lengkap Dalam Batas Normal
3. Obat-obatan pre-kuretase : Gentamycin 1 amp ; Kaltrofen supp 2 caps
4. Dilatasi dan Kuretase (D & C) mengikis lapisan rahim untuk mereseksi polip
endoserviks
5. Obat-obatan post-kuretase : Amoxicillin 3x1 tab, Asam Mefenamat 3x1 tab,
Plasminex 3x1 tab.\
6. Evaluasi post kuretase : Kegawatan 1 x 24 jam, bila tidak ada pasien dipersilahkan
pulang.
7. Evaluasi ulang dilaksanakan 1 minggu berikutnya, bila masih terjadi keluhan yang
sama, maka dilakukan pemeriksaan ulang (anamnesa & fisik), dan bila perlu
dilakukan Kuretase ulang.
5.2.2 Pilihan Terapi Alternatif
Tujuan terapi umum dalam menangani PUA et kausa Polip Endoserviks adalah
mengikis / menghancurkan lapisan endometrium yang dianggap patologis, salah satunya
dengan cara kuretase. Walaupun kemungkinannya relatif kecil, namun tindakan ini masih
uteri
(post-SC,
histerektomi).
Analgesik
dapat
diberikan
anti-
3. Menurunnya pasangan usia subur (PUS) yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin
menjarangkan kelahiran berikutnya
4. Meningkatnya perserta KB laki-laki menjadi 4,5 persen
5. Meningkatnya penggunaan metode yang rasional, efektif, dan efisien.
6. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama pertama perempuan menjadi 21
tahun
7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
8. Meningkatnya jumlah keluarga pra-sejahtera dan sejahtera-1 yang aktif dalam
usaha ekonomi produktif
9. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
program KB Nasional
5) Peranan fasilitas pelayanan KB; apa yang dapat diharapkan dari fasilitas
pelayanan KB.
6) Teknik Pemakaian alat-alat kontrasepsi (Kondom, pil, dsb).
kontrasepsi yang ditawarkan, calon akseptor dapat memilih metode yang paling cocok
dengan kondisi dan kebutuhannya. Berikut berbagai metode KB yang ditawarkan sesuai
dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BKKBN, 2003) :
a. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
Adalah metode yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI). MAL tepat digunakan
bila calon akseptor adalah seorang ibu menyusui secara penuh (full breast feeding) yang
belum haid atau bayinya berusia kurang dari 6 bulan.
b. Metode Keluarga Berencana Alamiah
Adalah metode yang berpedoman siklus reproduksi Ibu, dengan mekanisme berupa
menghindari sanggama pada masa subur yaitu pada fase siklus menstruasi dimana
kemungkinan terjadi konsepsi/kehamilan.
c. Metode Sanggama Terputus
Adalah metode KB tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya sebelum
mencapai ejakulasi. Efektivitas metode ini bergantung pada kesediaan pasangan untuk
melakukan sanggama terputus. Metode biasanya disarankan untuk pasangan yang
mempunyai alasan filosofi atau religius untuk tidak menggunakan metode-metode lain.
d. Metode Barrier
Prinsip kerja metode barrier adalah mencegah kehamilan dengan menutup jalan masuk
sperma menuju sel telur. Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi
antara lain :
Kondom : Merupakan selubung/sarung yang terbuat dari berbagai bahan
diantaranya lateks, vinyl, atau bahan alami yang dipasang pada penis saat
berhubungan seks. Kondom menghalangi pertemuan sperma dengan sel telur. Alat
ini memiliki keuntungan karena harganya relatif murah, dapat dibeli secara umum,
tidak mempengaruhi kesehatan, dan umumnya tak memiliki efek samping.
Relatif sama dengan metode hormonal kombinasi, keuntungannya adalah dapat digunakan
oleh ibu menyusui karena tak mengganggu produksi ASI dan mempercepat kesuburan,
kekurangannya adalah pada 30 60 % pengguna mengalami gangguan haid (perdarahan,
spotting, amenorea), dan hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka) yang
mana sangat jarang terjadi.
g. Metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (IUD)
Menggunakan AKDR, alat yang ditanamkan pada rahim wanita. Cara kerjanya
menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopii, mempengaruhi fertilisasi
sebelum ovum mencapai kavum uterii. Dinilai sangat efektif, dengan catatan 0,6 0,8
kehamilan dari 100 perempuan dalam setahun pertama. Keuntungan utama adalah
kepraktisannya pasca pemakaian yang bertahan untuk jangka panjang (10 tahun proteksi CuT380A sebelum harus diganti), praktis karena tak menuntut disiplin tinggi seperti konsumsi
pil KB, dan tak mengganggu kenyamanan hubungan. Keterbatasannya adalah efek samping
pada sebagian orang seperti perubahan siklus haid, perdarahan (spotting) antar menstruasi,
hingga komplikasi seperti kejang (kasus yang jarang), hingga resiko perforasi pada
pemasangan. Metode ini tak boleh digunakan pada wanita yang beresiko tinggi tertular atau
telah menderita penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), karena tidak dapat mencegah
penularan penyakit tersebut.
h. Metode Kontrasepsi Mantap (Kontap)
Adalah metode kontrasepsi yang menggunakan prosedur bedah untuk menghentikan
kemampuan reproduksi pada pria atau wanita secara permanen atau semi-permanen. Berikut
adalah berbagai prosedur bedah yang dituliskan dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan KB
oleh BKKBN:
Tubektomi : Bertujuan menghentikan kesuburan perempuan secara permanen.
Mengoklusi tuba fallopii dengan mengikat, dan memotong atau memasang cincin,
sehingga sperma tak dapat bertemu dengan ovum. Efektivitas sangat tinggi, dengan
0,2 0,4 kehamilan pada 100 perempuan selama setahun, tidak menghalangi
sentuhan langsung hingga tak mengganggu kenyamanan, dan menjadi pilihan tepat
bagi akseptor yang berencana untuk tidak punya anak lagi, karena praktis dan tidak
mempengaruhi proses menyusui, selain itu juga mengurangi resiko kanker
ovarium. Keterbatasanya resiko kegagalan operasi, dan kemungkinan berubah
pikiran saat ingin punya anak lagi, sehingga perlu operasi khusus (rekanalisasi)
untuk memulihkan kembali fungsi reproduksi.
Vasektomi : Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan mengoklusi vas
deferens hingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak
terjadi. Merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas saat fungsi reproduksi
menjadi ancaman atau gangguan pada kesehatan pria dan pasangan serta
melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga. Kondisi yang perlu perhatian antara
lain infeksi kulit pada daerah operasi, infeksi sitemik, hidrokel atau varikokel
besar, hernia inguinal, hingga anemia. Vasektomi tidak mengganggu hormon atau
kepuasan seksual, ada perawatan yang harus diperhatikan pasca operasi.
Efektivitas dan keterbatasan relatif sama seperti tubektomi.
(BKKBN, 2003)
2.5. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Praktik
Keluarga Berencana
Tingkat Pengetahuan dan sikap adalah faktor yang mempengaruhi praktik Keluarga
Berencana, studi yang melibatkan 900 sampel di Kohat, Pakistan, oleh Jabeen et al ( 2011),
mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap adalah faktor kunci yang menentukan
praktik KB dan penentuan metode kontrasepsi. Juga ditemukan bahwa beda berupa
pengetahuan akan satu jenis metode kontrasepsi saja sudah memberikan perbedaan signifikan
pada praktik KB target penelitian.
e. Usia : Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia, semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikir, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.
(Notoadmodjo, 2007).
Sedangkan sikap, merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan
seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang dekat dengan kita
(BKKBN, 2002). Adapun faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu hal
antara lain :
a. Pengalaman : Apa yang pernah atau sedang kita alami akan ikut membentuk
dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
b. Media Massa : Sebagai sarana komunikasi, mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan.
c. Lembaga Pendidikan atau Agama : Berpengaruh pada pembentukan sikap
karena meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
d. Faktor Emosional : Terkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang
didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
(Azwar, 2000).
pengeteahuan dan sikap mengenai KB disebutkan oleh Handayani (2010) bahwa berbagai
faktor yang dinilai mempengaruhi pengetahuan dan sikap mengenai KB di Indonesia, yaitu
Sosial Ekonomi, Budaya, Pendidikan, Agama, dan Satatus Wanita. Berikut adalah
penjelasannya :
1. Sosial Ekonomi
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi penduduk di Indonesia
mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB. Kemajuan program KB tidak bisa
lepas dari tingkat ekonomi masyarakat karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk
membeli alat kontrasepsi yang digunakan. Contoh : Keluarga dengan penghasilan yang cukup
akan lebih mampu mengikuti program KB daripada keluarga yang kurang mampu, karena
bagi keluarga yang kurang mampu, KB bukanlah kebutuhan pokok. Dengan suksesnya
program KB, maka perekonomian suatu negara akan lebih baik karena dengan anggota
keluarga yang sedikit kebutuhan akan lebih tercukupi dan kesejahteraan dapat lebih terjamin.
2. Budaya
Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode kontrasepsi.
Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai berbagai metode,
kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi mengenai resiko kehamilan
dan status wanita. Penyedia layanan harus menyadari bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka dan harus memantau perubahanperubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan metode.
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana
tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode
kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih berpendidikan. Diselidiki bahwa
wanita yang berpendidikan menginginkan keluarga berencana yang efektif, tapi tidak rela
untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi.
4. Agama
Di berbagai daerah, kepercayaan atau religi dapat mempengaruhi klien dalam memilih
metode. Sebagai contoh, penganut Katolik yang taat membatasi pemilihan kontrasepsi
mereka pada KB alami. Sebagian pemimpin Islam mengklaim bahwa sterilisasi dilarang
sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama Islam tidak melarang metode
kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita mungkin akan berpendapat bahwa pola
pendarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagian metode hormonal akan sangat
menyulitkan mereka karena selama haid dilarang bersembahyang. Walaupun hanya
menyangkut pilihan metode, hal ini dimungkinkan berpengaruh pada sikap / pandangan
akseptor secara luas dalam mengikuti program KB.
5. Status Wanita
Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka mengolah dan
menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah yang status wanitanya tidak dianggap
lebih inferior dari laki-laki, wanita lebih sedikit mendapat pembatasan dan lebih bebas dalam
memilih dan menyumbangkan keputusan hingga mendapat dukungan suami untuk ikut
melaksanakan program KB.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Faktor Sosial Karakteristik :
-
Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap ibu melahirkan mengenai
KB bersifat multifaktorial. Faktor-faktor tersebut antara lain usia, yang dikategorikan menjadi
usia masa reproduksi muda (<21 tahun), masa reproduksi sehat (21-30 tahun), dan masa
reproduksi tua (31-40 tahun) (Sulistyawati, 2011). Faktor lain yang juga disebutkan adalah
agama, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kali terakhir mendapat konseling, dukungan
suami, dan riwayat kehamilan. Pada penelitian ini, semua faktor faktor tersebut akan
ditanyakan untuk mendapatkan gambaran identitas karakteristik. peneliti menilai tingkat
pengetahuan dan sikap pasien tentang keluarga berencana melalui pertanyaan pada kuesioner
yang disusun berdasarkan poin tujuan KIE, dan panduan pelaksanaan KIE yang dijelaskan
dalam buku panduan pelayanan oleh BKKBN. Setelah mengumpulkan semua data dengan
lengkap, peneliti akan memaparkan semua data dan kemudian menyusun laporan berdasar
frekuensi karakteristik dari responden dan uji statistik.
4.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesa yang disusun berdasarkan tujuan penelitian adalah : Terdapat perbedaan nilai yang
signifikan pada tingkat pengetahuan dan sikap ibu bersalin di Rumah Sakit Bhayangkara H.S.
Samsoeri Mertodjoso Surabaya yang diteliti berdasarkan pengaruh faktor usia, pendidikan,
pendapatan, pengalaman konseling, sumber informasi KB terbanyak, dukungan suami, dan
riwayat bersalin.
BAB IV
METODE PENELITIAN
Z + Z 2
+3
1+r
0,5(
)
1r
Dengan penjelasan :
: Persentase kesalahan untuk menyatakan hipotesis benar, padahal tidak benar
ditetapkan peneliti sebesar 10%
: Persentase kesalahan untuk menyatakan hipotesis tidak benar, padahal benar
ditetapkan peneliti sebesar 5 %
Nilai lebih besar dari , karena kecenderungan hipotesis saya menyatakan
adanya hubungan dari variabel terikat dengan variabel bebas.
Jenis Hipotesis : Hipotesis 2 arah, yaitu hipotesis yang menyatakan adanya
perbedaan / adanya hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain,
tanpa menyebabkan secara spesifik mana yang lebih besar atau lebih baik.
1,645+ 1,960 2
+3
1,5
0,5(
)
0,5
2
3,415
+3
0,5.( ( 1,5 )ln ( 0,5 ))
3,415
+3
0,5493.
= 41,65 42 Sampel
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah skor tingkat pengetahuan, dan skor
sikap ibu bersalin mengenai program KB.
Definisi tingkat pengetahuan mengenai KB adalah hasil yang didapat oleh seseorang
dari suatu usaha memahami arti atau makna KB lewat proses penginderaan (Notoadmodjo,
2007). Penilaian terhadap tingkat pengetahuan diakses melalui 10 pertanyaan dengan format
pilihan ganda yang menyangkut ilmu pengetahuan dasar mengenai KB, pertanyaan disusun
berdasarkan acuan dari Pesan Utama KIE Program KB (Sulistyawati, 2011) dan Panduan
Langkah Konseling KB SATU TUJU (Handayani, 2010). Berikut ini dijelaskan keypoint
yang menjadi tujuan pertanyaan untuk masing-masing nomor :
Nomor
Keypoint Pertanyaan
Informasi dasar yang dimiliki responden seputar kondisi tepat untuk penggunaan
metode KB Operatif Kontrasepsi Mantap (Kontap) MOW
Informasi dasar yang dimiliki responden seputar cara kerja metode KB AKDR / KB
IUD.
Informasi dasar yang dimiliki responden seputar keuntungan yang bisa didapat dari
penggunaan metode KB barrier kondom
Informasi dasar yang dimiliki responden seputar keuntungan yang bisa didapat dari
penggunaan metode KB suntik hormonal
Informasi dasar yang dimiliki responden seputar kondisi tepat untuk menggunakan
metode KB menyusui / amenorrhea laktasi
10
Pengetahuan responden mengenai metode yang tepat untuk kondisi ingin pemakaian
yang cukup sekali saja untuk jangka panjang
2. Sikap Mengenai KB
Sikap mengenai KB bermakna pencerminan kecocokan atau ketidakcocokan
seseorang terhadap KB (BKKBN, 2002). Penilaian sikap dilakukan dengan memberikan
kuesioner berisi 8 pernyataan seputar sikap pada responden, responden diberikan pilihan
Sangat Setuju, Setuju, Ragu-Ragu, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.
Jawaban yang menyatakan sangat tidak setuju, tidak setuju, dan ragu ragu, mendapatkan
skor 1, jawaban yang menyatakan setuju dan sangat setuju mendapatkan skor 2, nilai tersebut
kemudian diakumulasi untuk mendapatkan gambaran sikap responden mengenai program
KB.
suami untuk
BAB V
HASIL DAN ANALISIS
Agama
Usia
Pendidikan
Islam
54
87.1
Kristen
8.1
Katolik
3.2
Hindhu
1.6
21-30 tahun
35
56.5
31-40 tahun
27
53.5
SD
4.8
SMP
8.1
SMA
41
66.1
PT
12
21.0
9.7
43
69.4
13
21.0
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden beragama Islam (87.1%), dengan
rentang usia dalam kategori masa reproduksi sehat yaitu 21-30 tahun (56.5%) lebih banyak
dari kategori masa reproduksi tua, dengan latar belakang pendidikan minimal tamat SMA
(66,1%).
mereka termasuk golongan ekonomi menengah dengan pendapatan minimal 1,5 juta rupiah
per bulan (90.3%). Hanya sebagian kecil yang berpendapatan kurang dari 1,5 juta rupiah
(9.7%).
Pernah Mendapat
Belum Pernah
1.6
Info Tentang KB
Sudah Pernah
61
98.4
Sumber Info KB
1.5
Terbanyak
Media Elektronik
20
32.3
36
58.1
Media Cetak
8.1
Kali Terakhir
26
41.9
Dapat Konseling
1.6
3.2
33
53.2
Pernah Berunding
Belum Pernah
10
16.1
Dengan Suami
Sudah Pernah
52
83.9
Mendapat
Tidak
11
17.7
Dukungan Suami
Iya
51
82.3
Pernah
Belum Pernah
30
48.4
Melahirkan
Sudah Pernah
32
51.6
Pernah
30
48.4
Melahirkan
21
33.9
Dengan
11
17.7
Sebelumnya
Penyulit
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah pernah mendengar
tentang KB (98.4%). Informasi seputar KB umumnya mereka dapatkan dari konseling oleh
tenaga medik dan media elektronik (televisi, radio, internet). Walaupun demikian, tidak
semua pernah mendapat konseling KB secara langsung (misalnya: interview, diskusi
kelompok), hampir setengah jumlah responden (41.9%) belum pernah menerima konseling,
dan setengah (53.1%) responden lainnya sudah pernah menerima konseling lebih dari setahun
yang lalu. Sebagian besar responden (82.3%) mendapat dukungan suami mengenai KB.
Setengah dari seluruh responden (51.6%) sudah pernah melahirkan sebelumnya, diantara
jumlah tersebut, sebagian besar (65.6%) melahirkan tanpa penyulit
Skor
Skor Sikap
Pengetahuan
-
Mean
Standard error
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound
Lower Bound
Median
Variance
Standard Deviation
Minimum
Maximum
Range
6.17
0.21
8.96
0.17
5.73
6.61
6.00
2.96
1.72
3.00
10.00
7.00
8.62
9.31
8.00
1.83
1.35
8.00
14.00
6.00
Tabel diatas memaparkan gambaran umum tingkat pengetahuan dan sikap responden
dalam skala 1-10, untuk gambaran pengetahuan, rata-rata tingkat pengetahuan responden
adalah 6.17 dengan skor minimal 3.00 dan maksimal 10.00, median untuk skor pengetahuan
adalah 6.00 dengan standar deviasi 1.72. Mengenai sikap, responden dikatakan memilki sikap
yang kurang mendukung bila skor responden adalah sama dengan nilai median, yaitu senilai
8.00, mirip seperti gambaran skor pengetahuan, didapatkan responden yang memiliki skor
baik sebanyak 28 responden, dan 34 sisanya memiliki skor kurang baik.
34
35
30
25
20
15
10
5
0
Kurang Baik
Baik
15
10
5
0
Kurang mendukung
Mendukung
Gambar diatas memaparkan gambaran kategori skor sikap responden yang dinilai
dengan skala mendukung kurang mendukung, responden dikatakan memilki sikap yang
kurang mendukung bila skor responden adalah sama dengan nilai median, yaitu senilai 8.00,
mirip seperti gambaran skor pengetahuan, 46 % responden mendapatkan skor baik, dan 54 %
sisanya mendapatkan skor kurang baik.
Usia
Pendidikan
Pendapatan
Per Bulan
Pengalaman
Menerima
Konseling
Skor Pengetahuan
Skor Sikap
Rata-rata
skor
Hasil Uji
Beda
(nilai p)
21-30
6.02
0.443
0.362
31-40
6.37
SD
4.66
SMP
6.80
8.80
SMA
6.21
9.02
PT
6.15
9.07
6.83
9.14
8.74
0.401
0.559
8.00
8.66
9.02
8.92
Belum Pernah
5.7
Pernah
6.5
6.05
Mendapat
Dukungan
Suami
Tidak
5.63
Iya
6.29
Pernah
Melahirkan
Sebelumnya
Belum Pernah
5.93
Pernah
6.40
Pernah
Melahirkan
Dengan
Penyulit
Tidak
6.42
Iya
6.36
0.083
9.22
0.497
0.862
0.167
8.77
0.338
8,76
0.644
9.05
0.152
9.09
0.503
8.94
0.284
9.26
0.175
8.68
0.920
8.61
0.534
8.81
Tabel 5.4 menunjukkan hasil analisis inferensial, yaitu hubungan skor tingkat
pengetahuan dan sikap dengan setiap faktor yang diteliti kaitannya dengan variabel tersebut.
Dalam penelitian ini, ditemukan perbedaan rata-rata skor pada tiap variabel terikat, namun
tidak didapatkan faktor yang memberikan perbedaan hasil yang signifikan.
Pada analisa skor tingkat pengetahuan mengenai KB , untuk faktor usia, skor yang
lebih tinggi didapat oleh responden dengan kategori usia reproduksi tua (31-40 tahun). Pada
faktor pendidikan, skor terendah didapatkan responden dengan pendidikan SD, sedangkan
terdapat variasi skor pada responden dengan tingkat pendidikan SMP mendapat skor tertinggi
melebihi skor responden dengan tingkat pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi. Pada segi
pendapatan / ekonomi, skor terbaik didapat oleh responden dengan rata-rata pendapatan < Rp.
1.500.000,00. Responden yang pernah menerima konseling memiliki skor yang cukup jauh
lebih tinggi dibanding yang belum menerima. Mengenai sumber informasi terbanyak, nilai
tertinggi didapat oleh responden yang menerima dari media cetak dan elektronik. Pada faktor
dukungan suami, responden yang telah mendapat dukungan suaminya mendapat skor yang
lebih tinggi. Untuk riwayat bersalin, responden yang pernah melahirkan sebelumnya
memiliki skor yang lebih tinggi, sedangkan responden yang pernah melahirkan dengan
penyulit mendapat skor pengetahuan yang lebih rendah.
Pada skor sikap mengenai KB, skor tertinggi pada faktor usia didapatkan responden
dalam kategori masa reproduksi tua (31-40 tahun). Pada segi pendidikan, skor terendah
didapat responden dengan pendidikan SD, dan urut hingga skor tertinggi didapat responden
dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi.
Untuk faktor ekonomi / pendapatan, rata-rata skor sikap tertinggi didapatkan
responden berpenghasilan Rp 1.500.000,00 Rp 3.000.000,00. Pada pengalaman menerima
konseling, responden yang pernah menerima konseling mendapat skor sikap yang sedikit
lebih rendah dibanding yang belum pernah mendapatkan. Tentang sumber informasi
terbanyak, responden yang lebih sering menerima konsultasi langsung memiliki skor sikap
yang lebih tinggi. Pada Responden yang telah mendapatkan dukungan suaminya tentang KB,
kedua kategori hampir imbang karena hanya didapatkan perbedaan hasil yang terpaut tipis
antara kedua kategori. Mengenai sumber informasi terbanyak, skor sikap tertinggi didapatkan
responden yang sering menerima informasi lewat konseling langsung. Pada riwayat bersalin,
responden yang pernah melahirkan sebelumnya mendapat skor sikap yang lebih rendah.
Sedangkan responden yang pernah melahirkan dengan penyulit mendapatkan skor sikap yang
lebih tinggi dibanding responden yang belum pernah melahirkan dengan penyulit.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1.3. Hubungan Pendapatan Dengan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mengenai KB.
Berdasarkan Tabel 5.4, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara kategori
pendapatan yang diteliti hubungannya dengan tingkat pengetahuan dan sikap tentang KB.
Temuan ini sejalan dengan temuan oleh Kusumaningrum (2009) yang menemukan bahwa
faktor pendapatan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu mengenai KB. Saat ini,
Akses untuk mendapatkan informasi kesehatan sudah meluas sehingga dapat diterima oleh
masyarakat dari semua lapisan ekonomi baik rendah maupun tinggi. Pada skor sikap
menunjukkan hasil berbeda dengan penelitian oleh Andria (2010), yang menemukan bahwa
pendapatan memegang peranan penting pada sikap ibu terhadap KB. Perbedaan pada
masyarakat yang diteliti dapat menjadi penyebab tidak sejalannya kedua penemuan tersebut.
Salah satu faktor yang menjadi penyebab berbedanya kedua temuan ini adalah keadaan
dimana responden sudah lama tidak menerima konseling lagi, sehingga menyebabkan
deteriorasi pada hasil yang didapatkan saat konseling terakhir. Sesuai pendapat oleh
Hemmings (2000) bahwa efektivitas konseling tidak hanya bergantung pada kecakapan dan
penguasaan materi oleh konselor saja, namun frekuensi sebagai monitor perkembangan hasil
konseling juga perlu diperhatikan.
6.2.2. Hubungan Dukungan Suami Dengan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mengenai
KB
Berdasarkan Tabel 5.4, dukungan suami tidak memberikan hubungan yang signifikan
pada tingkat pengetahuan dan sikap mengenai KB. Pada penelitian di
Kohat,
Pakistan
oleh Jabeen et al (2011) dan penelitian di Enugu, Nigeria oleh Onwuzurike (2002),
ditemukan bahwa faktor dukungan suami adalah faktor utama yang mempengaruhi sikap ibu
mengenai family planning atau KB. Pada penelitian ini, faktor dukungan suami tidak
memberi pengaruh signifikan pada tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai KB. Salah
satu penyebabnya adalah merujuk pada teori oleh Handayani (2010), bahwa pada masyarakat
yang status wanitanya tidak lebih dianggap setara dengan laki-laki, wanita lebih bebas untuk
memilih dan turut membuat keputusan mengenai KB.
6.2.3. Hubungan Riwayat Bersalin Dengan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mengenai
KB
Berdasarkan Tabel 5.4, tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara riwayat
bersalin dengan tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai KB. Hal itu tidak sejalan
dengan penelitian di Hyderabad, India oleh Haider et al (2011) yang menemukan bahwa
riwayat bersalin mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap ibu mengenai KB. Perbedaan
antara kelompok masyarakat yang diteliti beserta sampling / non-sampling error adalah
beberapa penyebab tidak sejalannya kedua penelitian tersebut.
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisa terhadap gambaran
karakteristik serta gambaran tingkat pengetahuan dan sikap ibu bersalin mengenai KB,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Didapatkan tingkat pengetahuan dan sikap ibu bersalin mengenai KB yang
tergolong kurang baik / kurang mendukung.
2. Tidak ditemukan perbedaan nilai yang signifikan pada tingkat pengetahuan dan
sikap ibu bersalin yang diteliti berdasarkan pengaruh faktor usia, pendidikan,
pendapatan, pengalaman konseling, sumber informasi KB terbanyak, dukungan
suami, dan riwayat bersalin.
7.2 Saran
Berikut adalah saran yang diberikan atas hasil penelitian ini :
1. Bahwa pengaruh faktor sosial dan karakteristik kepada suatu objek dapat berbeda
hasilnya antara telaah kepustakaan dengan kenyataan di lapangan.
2. Pada konseling KB, perlu adanya monitor hasil pemberian konseling pada akseptor
dengan cara pemberian konseling ulang di kesempatan yang lain untuk hasil
konseling yang lebih baik.
3. Diperlukan penelitian lanjutan dengan kurun waktu yang lebih lama serta jumlah
sampel yang lebih besar untuk hasil penelitian yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afni, Nur. (2008). Hubungan Antara Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Dengan Pemakaian
Alat Kontrasepsi Di Kelurahan Matang Seulimeng Kota Langsa Tahun 2008. Karya
Tulis Ilmiah : D-IV Bidan Pendidik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Andi, Swastika. (2008). Pasangan Usia Subur Akseptor KB Masih Rendah. Diakses 5 Januari
2011 <http://andi.stk31.com/pasangan-usia-subur-akseptor-kb-masih-rendah.html>
Andria. (2010). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pasangan Usia Subur (PUS) Tidak
Menggunakan Alat Kontrasepsi di Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang. Karya Tulis Ilmiah : D-IV Bidan Pendidik, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Astrina, Kindi Mei. (2009). Pengaruh Konseling Terhadap Pengetahuan dan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Oleh Akseptor KB Di Lingkungan II Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan
Siantar Martoba Pematang Siantar Tahun 2008. Karya Tulis Ilmiah : D-IV Bidan
Pendidik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Azwar, Saifuddin. (2000). Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Pustaka
Pelajar : Jogjakarta
Badan Pusat Statistik. (2010). Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Per Provinsi.
Diakses tanggal 8 Januari 2011
<http://dds.bps.go.id/eng/download_file/SP2010_agregat_data_perProvinsi.pdf>
Badan Pusat Statistik. (2010). General Information Of 2010 Census. Diakses tanggal 8
Januari 2011 <http://dds.bps.go.id/eng/aboutus.php?sp=1>
BKKBN. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
BKKBN. (2009). RPJMN 2004-2009. Program KB di Indonesia, diakses tanggal 8 Januari
2011 <http://www.lusa.web.id/program-kb-di-indonesia/>
BKKBN. (2010). Laporan Data Lapangan Jumlah Petugas KB. Diakses 16 Januari 2011
<http://lap.bkkbn.go.id:5300/Dallap/LaporanMasukK0Kec.aspx>
BKKBN. (2011). Keluarga Berencana Dan Alat KB. Diakses 15 Januari 2011
<http://www.bkkbnjatim.com/rubrik.php?id_rubrik=36&reat=2>
Dahlan, Sopiyuddin. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel : Dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Halaman 99-102.
Gani, Ascobat. (2011). Kompas., Perlu Revolusi Dalam Pelaksanaan Program KB.
<http://health.kompas.com/index.php/read/2010/10/18/06431390/Perlu.Revolusi.dala
m.Pelaksanaan.Program.KB>
Gillespie, Duff. (2010). Kesuksesan KB di Indonesia Masih Menjadi Acuan. Diakses
<http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/06/15301845/Kesuksesan.KB.di.Indones
ia.Masih.Jadi.Acuan>
Haider, G. Parveen, N. Rani, S. Haider, A. (2009). Family Planning Practices and Awareness
Among Multiparous Women at Isra University Hyderabad. Medical Article :
Obstetrics and Gynaecology Department Isra University Hospital Hyderabad Sindh,
Pakistan
Handayani, Sri. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka
Rihana. Halaman 1-9, 16, 29-30.
Hemmings, A. (2000). Counselling In Primary Care: A Review of The Practice Evidence.
British Journal of Guidance & Counselling, 28(2), 234-254.
Kusumaningrum, Radita. (2009). Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis
Kontrasepsi Yang Digunakan Pasangan Usia Subur. Karya Tulis Ilmiah : S-1
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.\
Jabeen, M. Gul, F. Wazir, F. Javed, N. (2011). Knowledge, Attitude, and Practices of
Contraception in Women of Reproductive Age. Gomal Journal of Medical Sciences,
Vol. 9 No. 2 July December 2011, Page 223 229.
Malik, Rizal. (2011). Stagnan, Jumlah Akseptor KB. Diakses tanggal 8 Januari 2011
<http://kesehatan.kompas.com/read/2010/07/29/1250591/Stagnan.Jumlah.Akseptor.K
B>
Notoadmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan Ilmu dan Perilaku. Cetakan I : Jakarta,
PT. Rineka Cipta.
Samsul, Hadi. (2010). KB Dan Kendala Anggaran. Diakses tanggal 5 Januari 2011
<http://birokrasi.kompasiana.com/2010/10/18/kb-dan-kendala-anggaran/>
Sulistyawati, Ari. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta : Salemba Medika.
Halaman 1-3, 12-14, 33-35.
Suparti, Sri. (1992). Faktor Faktor Yang Berkaitan Dengan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan
Praktek KB Mandiri di Kelurahan Siswodipuran Kecamatan Boyolali Kota Kabupaten
II Dati Boyolali. Karya Tulis Ilmiah: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Syarif, Sugiri. (2011). Jumlah Penduduk Indonesia Bisa Menggeser AS. Diakses tanggal
21Februari<http://health.kompas.com/read/2011/02/10/18231750/Jumlah.Penduduk.I
ndonesia.Bisa.Menggeser.AS>
Lampiran 1
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Mohammad Satyabhisma
NIM
: 0810713025
Program Studi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan
bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Lampiran 2
KELAIKAN ETIK
Mohammad Satyabhisma
NIM. 0810713025
Lampiran 3
KUESIONER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
lengkap)
Alamat
sekarang)
: ...... Tahun
Berilah tanda cek () pada pilihan yang paling sesuai dengan pendapat ibu.
1. Apa agama ibu ?
(.................................)
Islam
Hindu
Protestan
Budha
Katolik
Lainnya
2. Apa status tingkat pendidikan terakhir ibu ? (atau yg sedang ibu jalani sekarang) ?
SD
SMP
SMU dan Sederajat
Sarjana - Pascasarjana Lainnya (................................)
3. Berapa kisaran pendapatan keluarga ibu per bulan ?
< Rp. 1.500.000
Rp. 1.500.000 Rp. 3.000.000
Rp. 3.000.000 - Rp. 5.000.000
4b.
Bagaimana tanggapan ibu tentang informasi KB yang paling banyak ibu terima
tersebut ?
Sudah jelas / Sudah paham
Kurang Jelas / Masih punya keraguan
Tidak jelas / Tidak paham
5. Kapankah ibu terakhir menerima konseling dari petugas KB ?
Sekitar 1 minggu lalu
Sekitar 1 bulan lalu
Belum pernah
Sekitar 2-6 bulan lalu
Lebih dari 1 tahun lalu.
6. Apakah Ibu pernah berunding dengan suami mengenai program KB?
Iya
Tidak ( langsung lanjut ke pertanyaan no.7 )
6a. Apakah Ibu mendapat dukungan dari suami untuk melaksanakan program KB?
Iya
Tidak
7. Apakah Ibu pernah memiliki riwayat persalinan / pernah melahirkan sebelumnya?
Pernah
Belum Pernah ( lewati pertanyaan no 7a)
7a. Apakah persalinan ibu sebelumnya normal, tanpa penyulit (tanpa operasi, atau penyulit
lain) ?
Ya
Tidak
4. Apa Ibu pernah menerima informasi / membaca seputar metode kontrasepsi mantap
wanita atau MOW ?
Iya
Iya
8a. Dibawah ini, manakah yang menurut ibu termasuk keuntungan metode KB suntik ?
Efektif dan tidak punya gangguan
panjang,
atau efek samping pada tubuh
istri
Efektif, dan bisa dihentikan kapan saja
tanpa perlu suntik kembali
9. Apakah Ibu pernah menerima informasi / membaca seputar metode KB Amenore Laktasi /
metode menyusui ?
Iya
Pernyataan
Program KB merepotkan saya karena terlalu
memakan banyak waktu dan tenaga.
Kualitas pelayanan program KB masih
kurang dan perlu banyak ditingkatkan.
Saya masih punya keraguan untuk mengikuti
program KB.
Info, konseling, dan pendidikan tentang KB
tersebar luas dan mudah didapatkan.
Cara pemakaian alat kontrasepsi / metode KB
mudah dipelajari dan dimengerti.
Sangat
Setuju
Setuju
Ragu
Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
No
6.
7.
8.
9.
10.
Pernyataan
Sangat
Setuju
Setuju
Ragu
Ragu
Tidak
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
Lampiran 4
FREKUENSI SOSIODEMOGRAFI
Usia
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
21
1.6
1.6
1.6
22
1.6
1.6
3.2
23
1.6
1.6
4.8
25
9.7
9.7
14.5
26
12.9
12.9
27.4
27
11.3
11.3
38.7
28
14.5
14.5
53.2
29
1.6
1.6
54.8
30
1.6
1.6
56.5
31
9.7
9.7
66.1
32
4.8
4.8
71.0
33
1.6
1.6
72.6
34
3.2
3.2
75.8
35
6.5
6.5
82.3
36
1.6
1.6
83.9
37
3.2
3.2
87.1
38
8.1
8.1
95.2
39
3.2
3.2
98.4
40
1.6
1.6
100.0
62
100.0
100.0
Total
Agama
Cumulative
Frequency
Valid
Islam
Percent
Valid Percent
Percent
54
87.1
87.1
87.1
Kristen
8.1
8.1
95.2
Katolik
3.2
3.2
98.4
Hindhu
1.6
1.6
100.0
62
100.0
100.0
Total
Pendidikan
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
SD
4.8
4.8
4.8
SMP
8.1
8.1
12.9
SMA / Sederajat
41
66.1
66.1
79.0
Perguruan Tinggi
13
21.0
21.0
100.0
Total
62
100.0
100.0
Pendapatan
Cumulative
Frequency
Valid
< Rp 1.500.000,00
Rp 1.500.000,00 Rp
3.000.000,00
Rp 3.000.000,00 Rp
5.000.000,00
Total
Percent
Valid Percent
Percent
9.7
9.7
9.7
43
69.4
69.4
79.0
13
21.0
21.0
100.0
62
100.0
100.0
Lampiran 5
KARAKTERISTIK TENTANG KB
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
1.6
1.6
1.6
Iya
61
98.4
98.4
100.0
Total
62
100.0
100.0
Sumber Terbanyak
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1.6
1.6
1.6
Media Elektronik
20
32.3
32.3
33.9
Tenaga Medik
36
58.1
58.1
91.9
8.1
8.1
100.0
62
100.0
100.0
Informasi
Media Cetak
Total
Terakhir Konseling
Cumulative
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1.6
1.6
1.6
3.2
3.2
4.8
33
53.2
53.2
58.1
Belum pernah
26
41.9
41.9
100.0
Total
62
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
11
17.7
17.7
17.7
Iya
51
82.3
82.3
100.0
Total
62
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
30
48.4
48.4
48.4
Iya
32
51.6
51.6
100.0
Total
62
100.0
100.0
Percent
Valid Percent
Percent
30
48.4
48.4
48.4
21
33.9
33.9
82.3
11
17.7
17.7
100.0
62
100.0
100.0
Pernah melahirkan
sebelumnya, dengan
penyulit
Total