Anda di halaman 1dari 35

PEMBELAJARAN ANAK

DI SEKOLAH DASAR

Disusun Oleh:
AGUS BUDI SETIYAWAN
NUR ROFIK
SUNARTO
ANDRI HANAFI

PROGRAM STUDI BIDANG ILMU


UNIVERSITAS TERBUKA
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadiratAllah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar
ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu
dalam kesempatan ini. Kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih
dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul
guna penyempurnaan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Walaikumsalam Wr. Wb.

Hormat kami,

Tim Penulis

II

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................

KATA PENGANTAR...................................................................................

II

DAFTAR ISI................................................................................................

III

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................

1.3 Tujuan...................................................................................

1.4 Manfaat.................................................................................

PEMBAHASAN .........................................................................

2.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar ......................................

2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar .....

2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif .................................

2.2.2 Teori Perkembangan Psikososial .............................

12

2.2.3 Teori Perkembangan Moral .....................................

20

2.3 Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar .................................

24

BAB III PENUTUP...................................................................................

29

3.1 Kesimpulan ..........................................................................

29

3.2 Saran ....................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

29

BAB II

III

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia
menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara
umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai
potensinya terutama dalam bidang pendidikan.
Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang
dimilikinya. Tak ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan KepedulianNya. Hal ini merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan
potensi tersebut. Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan
anak.
Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan
pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai
dengan Pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan
perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses
belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik
secara intelektual, emosional dan sosial.
Masa usia Sekolah Dasar merupakan periode emas (golden age) bagi
perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini
adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai
macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan
aspek kepribadian, kognitif, psikososial, maupun moralnya.
Untuk itu pendidikan anak untuk usia Sekolah Dasar dalam bentuk
pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat
sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Pembentukan
kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar yang
ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan pandangan dan
pemahaman guru tentang karakteristik siswa dan juga hakikat pembelajaran.

Dengan demikian, proses belajar perlu disesuaikan dengan tingkat


perkembangan

siswa.

Untuk

mendukung

hal

tersebut,

diperlukan

pemahaman para guru mengenai rentang usia, karakteristik perkembangan


dalam aspek kognitif, psikososial dan moral serta proses pembelajaran
yang efektif untuk siswa Sekolah Dasar.
1.2 Rumusan Masalah
1) Berapa Rentang usia anak Sekolah Dasar ?
2) Bagaimana karakteristik perkembangan anak usia Sekolah Dasar,
berdasarkan :
a. Teori Perkembangan Kognitif ;
b. Teori Perkembangan Psikososial ; dan
c. Teori Perkembangan Moral ?
3) Bagaimana Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar beradasarkan
perkembangan kognitif, psikososial, dan moral anak usia SD ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.
2) Mengetahui rentang usia anak Sekolah Dasar dan karakteristik yang
dimilikinya serta peran guru dalam pembelajaran anak usia Sekolah
Dasar.
3) Mengetahui

karakteristik

perkembangan

usia

Sekolah

Dasar,

berdasarkan : Teori Perkembangan Kognitif, Teori Perkembangan


Psikososial, dan Teori Perkembangan Moral.
4) Mengetahui Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar.

1.4

Manfaat
1) Memudahkan mahasiswa dalam memahami karakteristik perkembangan
anak Sekolah Dasar.
2) Memberikan pandangan

kepada

Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar.

mahasiswa

dalam

melakukan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau
dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka
menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan
bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam
kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik
anak.
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas
rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga,
sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam
(Supandi, dalam Anitah, dkk., 2008). Di Indonesia, rentang usia siswa SD,
yaitu antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas
rendah, yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada pada
kelompok ini termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini
merupakan masa yang pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak
perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
2.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar merupakan individu unik yang memiliki
karakteristik tertentu yang bersifat khas dan spesifik. Pada dasarnya setiap
siswa adalah individu yang berkembang. Perkembangan siswa akan dinamis
sepanjang hayat mulai dari kelahiran sampai akhir hayat, Dalam hal ini
pendidikan maupun pembelajaran sangat dominan memberikan konstribusi
untukek membantu dan mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi
positif dan optimal. Setiap siswa memiliki irama dan kecepatan
perkembangan yang berbeda beda dan bersifat individual.
4

Perkembangan siswa merupakan salah satu aspek yang harus


diperhatikan dalam proses belajar. Seluruh aktifitas proses belajar harus
berpusat pada kebutuhan siswa (child centered) dan pada aspek tuntutan
masyarakat (society centered). Fase fase perkembangan yang dialami siswa
harus dipahami oleh guru supaya dalam pembelajaran tidak mengalami
hambatan psikologis yang mengakibatkan hasil belajar tidak optimal.
Perkembangan siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun yang termasuk
pada perkembangan masa pertengahan (middle childhood) memiliki fasefase yang unik dalam perkembangannya yang menggambarkan peristiwa
penting bagi siswa yang bersangkutan. Tahap perkembangan siswa dapat
dilihat dari aspek Kognitif, Psikososial, dan Moral.
2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif
Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak
dalam rumusan-rumusan seperti: Tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel,
Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarki belajar oleh Gagne,
Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan
lebih rinci beberapa pandangan mereka.
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4
periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring
pertambahan usia :
1.
2.
3.
4.

Tahapan sensorimotor (usia 02 tahun)


Tahapan praoperasional (usia 27 tahun)
Tahapan operasional konkrit (usia 711 tahun)
Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

1.

Tahapan sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan
selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema
awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut.
5

Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.


Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh
melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat
indra). Piaget

berpendapat bahwa tahapan ini menandai

perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting


dalam enam sub-tahapan:
a.

Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia

b.

enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.


Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam
minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama

c.

dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.


Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara
usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama

dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.


d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari
usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya
kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang
permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut
e.

berbeda (permanensi objek).


Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia
dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan
terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai

f.

tujuan.
Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan
terutama dengan tahapan awal kreativitas.

2.

Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan.
Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan
bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif
baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi
dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara

mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi


mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan
objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut
pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek
menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda
merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua
benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan
sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun.
Dalam

tahapan

ini,

anak

mengembangkan

keterampilan

berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda


dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih
menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan
tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak
dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan
memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya.
Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang
sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan.

3.

Tahapan operasional konkrit


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan.
Muncul antara usia enam sampai sebelas tahun dan mempunyai
ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:

a) Pengurutankemampuan untuk mengurutan objek menurut


ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi
benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b) Klasifikasikemampuan untuk memberi

nama

dan

mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya,


ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa
c)

semua benda hidup dan berperasaan)


Decenteringanak mulai mempertimbangkan beberapa
aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir
lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil

d)

yang tinggi.
Reversibilityanak mulai memahami bahwa jumlah atau
benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan
awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa
4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah

e)

sebelumnya.
Konservasimemahami bahwa kuantitas, panjang, atau
jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan
pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas

f)

itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.


Penghilangan sifat Egosentrismekemampuan

untuk

melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat


orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai
contoh,

tunjukkan

komik

yang

memperlihatkan

Siti

menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan


8

ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam


laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu
tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh
Ujang.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan
ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki
kecakapan berpikir logis, akan tetatpi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk
memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.
Karenanya

kegiatan

ini

memerlukan

proses

transformasi

informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.


Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan,
karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
kemungkinan dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat
menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu
menangani sistem klasifikasi.
4.

Tahapan operasional formal


Tahap

operasional

formal

adalah

periode

terakhir

perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai


dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal
seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abuabu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul

saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya),


menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan
sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan
berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan
penalaran dari tahap operasional konkrit.
Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada
tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan
pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual,
artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada
objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi.
Bertitik

tolak

pada

perkembangan

intelektual

dan

psikososial siswa sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa


mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses
berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit
atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial
anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di
mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat
diamati,

karena

mereka

sudah

diharapkan

pada

dunia

pengetahuan.
Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar
mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka
sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam
lingkungan masyarakat. Nasution (1992) mengatakan bahwa
masa kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas
sebagai berikut : (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis
sehari-hari yang kongkrit, (2) amat realistik, ingin tahu dan ingin
belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap halhal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori
faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4)

10

pada umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas


dan berusaha menyelesaikan sendiri, (5) pada masa ini anak
memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat
mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar
membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersamasama.
Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar
adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik
pertumbuhan

intelektual,

emosional

maupun

pertumbuhan

badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masingmasing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai
variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu
faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada
anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di
atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan
pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan
baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar
kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang
dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu,
siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan
mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual
maupun dalam kelompok. Guru juga dituntut untuk harus menjadi
model/teladan yang baik bagi siswa serta guru harus berhati hati
dalam bersikap, berbicara, dan berbuat karenaa akan sangat
bepengaruh terhadap kepribadian peserta didik.

11

2.2.2

Teori Perkembangan Psikososial


Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal
dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan
psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam
psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian
berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari
teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan
ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan
melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu
berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya
bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu
perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson
disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang
bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang
akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah
sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia
tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori
Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan.
Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa
pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan
tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan
mengalami

konflik/krisis

yang

merupakan

titik

balik

dalam

perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada


perkembangan

kualitas

psikologi

atau

kegagalan

untuk

mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan


pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.

12

Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)

Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan.


Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi
antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan

tingkatan paling dasar dalam hidup.


Oleh karena bayi sangat bergantung,

perkembangan

kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari

pengasuh kepada anak.


Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa
selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten,
tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong
perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan
dalam

mengembangkan

kepercayaan

akan

menghasilkan

ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan


tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame
and doubt)

Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun.


Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini
terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada

perkembangan besar dari pengendalian diri.


Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet
adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi,
alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya
bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan

membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.


Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan
pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang

disukai, dan juga pemilihan pakaian.


Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan
percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak
cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

13

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)

Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.


Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan
kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi
sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi
dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan

bertujuan.
Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan
kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan

rasa tanggung jawab dan prakarsa.


Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan
bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan
bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak

tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.


Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan
dengan cepat oleh rasa berhasil.

Tahap 4. Industry vs inferiority (Percaya diri vs rasa rendah diri)

Terjadi pada usia 6 s/d 12 tahun


Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan

bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.


Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru
membangun

perasaan

kompeten

dan

percaya

dengan

ketrampilan yang dimilikinya.


Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan
dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan
kemampuannya untuk berhasil atau menimbulkan perasaan

rendah diri.
Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk

terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.


Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak,
mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan
pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang
14

dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya


rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak

produktif.
Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus

bagi perkembangan ketekunan anak-anak.


Penanaman nilai nilai moral sperti kerjasama, kasih sayang,
toleransi, tanggung jawaab, penghargaan, kedermawanan dan
lain sebagainya dapat membantu siswa melewati fase kritis,
sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat memberikan
kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan sikap
positifnya.

Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan


identitas)

Terjadi pada masa remaja, yakni usia 12 s/d 20 tahun


Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun

kepakaan dirinya.
Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana
mereka

nantinya,

dan

kemana

mereka

menuju

dalam

kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).


Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status
sebagai orang dewasa pekerjaan dan romantisme, misalnya,
orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran

dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.


Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara
yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas

positif akan dicapai.


Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja
tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa
depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas
merajalela.

15

Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka


eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control

dirinya akan muncul dalam tahap ini.


Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan
hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap
diri dan masa depannya.

Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)

Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)


Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang
membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen

dengan orang lain.


Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan

hubungan yang komit dan aman.


Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting
untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan
diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin
suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional,

kesendirian dan depresi.


Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan
dan jarak dalam interaksi dengan orang.

Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)

Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).


Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya

berfokus terhadap karir dan keluarga.


Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa
mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di

dalam rumah serta komunitas.


Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak
produktif dan tidak terlibat di dunia ini.

16

Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)

Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)


Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap

masa lalu.
Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa

hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.


Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat

mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.


Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat
menghadapi kematian.
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan

emosi

individu.

J.Havighurst

mengemukakan

bahwa

setiap

perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek


lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan
berpikir bertindak dan pengruh sosial yang lebih kompleks. Sampai
dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri
sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak
kanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi
juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba
membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat
mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I
can do it my self". Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD.
Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas
pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati
menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan
mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara cara

17

yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli


pada permainan yang jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri
dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih
mudah menggunakan perbandingan sosial (social comparison)
terutama untuk normanorma sosial dan kesesuaian jenisjenis tingkah
laku tertentu. Pada saat anakanak tumbuh semakin lanjut, mereka
cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan
menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif
mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih
dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi
perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan
emosional mereka. Di kelas besar SD anak lakilaki dan perempuan
menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan
bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat
membawa pada masalah emosional yang serius Temanteman mereka
menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk
diterima oleh teman sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian
serupa. Mereka menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota
kelompok teman sebaya melalui pakaian atau perilaku.
Hubungan antara anak dan guru juga seringkali berubah. Pada
saat di SD kelas rendah, anak dengan mudah menerima dan
bergantung kepada guru. Di awal awal tahun kelas besar SD hubungan
ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang menceritakan informasi
pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan kepada orang tua
mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai
model.
Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan cara
cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya.
Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.

18

Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas


remaja adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang
apa yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan
mengkaji diri sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada
perbedaan antara apa yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta
bagaimana mereka berperilaku.
Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinankemungkinan.
Remaja mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka
mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan
orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada
remaja

usia

18

tahun

sampai

22

tahun,

umumnya

telah

mengembangkan suatu status pencapaian identitas.


Adapun peranan guru dalam pembelajaraan psikososial di
Sekolah Dasar, anatara lain:

Guru/ pendidik hendaknya membekali peserta didik dengan nilai


nilai moral yang akan membentuk karakter siwa menuju sikap

positif siswa.
Nilai-nilai moral ini haarus ditanamkan agar siswa memiliki
kepekaan sosial yang tinggi sehingga lingkungan sosial yang
positif jugaa dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu rasa
percaya dirinya yang kuat dan karakter yang positif.

2.3.3 Teori Perkembangan Moral


Dewey pernah membagikan proses perkembangan moral atas 3
tahap yaitu: tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom.
Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan mengolongkan seluruh
pemikiran moral anak seturut kerangka pemikiran Dewey: (1) tahap
pramoral, anak belum menyadari ketertikatannya pada aturan; (2)
tahap konvensional, dicirikan oleh ketaatan pada kekuasaan; (3)
tahap otonom, bersifat keterikatan pada aturan yang didasarkan pada
resiprositas. Berdasarkan pada penelitiannya, Lawrence Kohlberg
berhasil

memperlihatkan

19

tahap

dalam

seluruh

proses

berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam


tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan
menjadikannya tiga tingkat yang masing-masing dibagi lagi atas dua
tahap. ketiga tingkat itu adalah tingkat prakonvensional,
konvensional dan pasca-konvensional.
Meski anak prakonvensional sering kali berperilaku baik dan
tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun
ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran
kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan
peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk.
Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga
sepuluh tahun.
Tingkat

kedua

atau

tingkat

konvensional

juga

dapat

digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin


terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan
keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang
bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan
nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan
tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan
membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama
menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki
validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok
atau pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari
identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau kelompokkelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk
merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan
dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang
berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Tahap - Tahap Moral :

Pada tingkat Prakonvensional kita menemukan:

20

Tahap I Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada


hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap
kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti
atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk
dari tindakan ini.
Tahap 2 Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang
benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan
kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang
lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di
tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan
persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan
secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal Jika anda
menggaruk

punggungku,

nanti

aku

akan

menggaruk

punggungmu, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih


atau keadilan.

Pada tingkat Konvensional kita menemukan:


Tahap 3 Orientasi kesepakatan antara pribadi atau
Orientasi Anak manis: Orientasi anak manis. Perilaku yang
baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang
lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak
konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa
yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang
wajar. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ia
bermaksud baik untuk pertama kalinya menjadi penting dan
digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan
dengan berperilaku baik.
Adapun ciri ciri Tahap Orientasi Anak Manis :

Anak SD/MI sudah mampu melakukan penalaran moral


melalui struktur kognitifnya, yakni dengan melakukan
penalaran moral.

21

Penalaran moral anak usia SD/MI dapat dilakukan melalui

contoh kisah teladan.


Dengan kemampuan penalaran moral inilah maka nilai,
moral, dan norma akan mempribadi dalam diri peserta

didik.
Penanaman nilai dan moral dapat dilakukan melalui

Pendekatan dilema moral dalam pembelajaraan.


Menurut Kohlberg, dilema moral dapat digunakan untuk
menunjukkan tingkat penalaran moral anak, tetapi hanya
setahap demi setahap.
Tahap 4 Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada

otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial.


Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan
rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial
tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa
hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.

Pada tingkat Pasca-Konvensional kita melihat:


Tahap 5 Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi
kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian.
Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak
bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan
disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesedaran
yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat
pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk
mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara
konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah
merupakan soal nilai dan pendapat pribadi. hasilnya adalah
suatu tekanan atas sudut pandangan legal, tetapi dengan
menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan
pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan
membuatnya beku dalam kerangka hukum dan ketertiban
seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan
22

kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur


kewajiban. Inilah moralitas resmi pemerintahan Amerika
Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para
penyusun Undang-Undang.
Tahap 6 Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada
keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih
sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh,
universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak
dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu
adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik,
dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap
martabat manusia sebai person individual.
Adapun peranan guru dalam pembelajaran moral di Sekolah
Dasar, antara lain :
Guru hendaknya mengajarkan nilai dan moral setahap demi
setahap melalui pendekatan Kisah Teladan, Dilema Moral, dan
Keteladanan.
Guru harus memberikan stimulus agar peserta didiknya terdorong
untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai, moral dan
norma yang ada.
Pemberian pjian atau hukuman secara spontan pada setiap
perilaku siswaa yang kurang baik atau yang baik sangat
diperlukan untuk merangsang perkembangan moral siswa.
2.3 Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar
Pada penerapan pembelajaran siswa di SD hendaknya dilakukan
sebuah pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki dan
kebutuhan yang diperlukan oleh anak usia SD karena hal ini dapat
menumbuhkan kembangkan potensi peserta didik dan menumbuhkan
semangat belajar anak SD, seperti contoh :

23

1.

Anak usia SD Senang bermain


Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk
ingin bermain dan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain
karena anak masih polos yang dia tahu hanya bermain maka dari itu
agar tidak megalami masa kecil kurang bahagia anak tidak boleh
dibatasi dalam bermain. Peranan guru SD yaitu harus mengetahui
karakter anak sehingga dalam penerapan metode atau model
pembelajaran bisa sesuai dan mencapai sasaran, misalnya model
pembelajaran yang santai namun serius, bermain sambil belajar, serta
dalam menyusun jadwal pelajaran yang berat(IPA, matematika dll.)
dengan diselingi pelajaran yang ringan(keterampilan, olahraga dll.)

2.

Anak usia SD Senang bergerak


Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik
dan mentalnya anak menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan
seperti merasa tidak capek mereka tidak mau diam dan duduk saja
menurut pengamatan para ahli anak duduk tenang paling lama sekitar
30 menit. Peranan guru SD hendaknya merancang model pembelajaran
yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Mungkin dengan
permaianan, olahraga dan lain sebagainya.

3.

Anak usia SD Senang bekerja dalam kelompok


Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang
manusia, anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social
yang bersosialisasi dengan orang lain terutama teman sebayanya,
terkadang mereka membentuk suatu kelomppok tertentu untuk bermain.
Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar memenuhi aturan aturan
kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada
diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab,
belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai
olah raga, belajar keadilan dan demokrasi. Peranan guru SD yaitu dapat
membuat suatu kelompok kecil misalnya 3-4 anak agar lebih mudah
24

mengkoordinir karena terdapat banyak perbedaan pendapat dan sifat


dari anak - anak tersebut dan mengurangi pertengkaran antar anak
dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan tugas untuk
mengerjakannya bersama, disini anak harus bertukar pendapat anak
menjadi lebih menghargai pendapat orang lain juga.
4.

Anak usia SD Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung


Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki
tahap operasionalkonkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsepkonsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi
dalam pemahaman anak SD semua materi atau pengetahuan yang
diperoleh harus dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar mereka bisa
paham dengan konsep awal yang diberikan. Berdasarkan pengalaman
ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu,
fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya.
Peranan guru SD hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk
langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah
akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.

5.

Anak usia SD Anak cengeng


Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu
ingin diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih
belum mandiri dan harus selalu dibimbing. Peranan guru SD yaitu
membuat metode pembelajaran tutorial atau metode bimbingan agar
kita dapat selalu membimbing dan mengarahkan anak, membentuk
mental anak agar tidak cengeng.

6.

Anak usia SD Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain

25

Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa
yang diberikan guru. Peranan guru SD harus dapat membuat atau
menggunakan metode yang tepat misalnya dengan cara metode
ekperimen agar anak dapat memahami pelajaran yang diberikan dengan
menemukan sendiri inti dari pelajaran yang diberikan sedangkan
dengan ceramah yang dimana guru Cuma berbicara didepan membuat
anak malah tidak memahami isi dari apa yang dibicarakan oleh
gurunya.
7.

Anak usia SD Senang diperhatikan


Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian
teman

atau

gurunya

mereka

senang

apabila

orang

lain

memperhatikannya, dengan berbagai cara dilakukan agar orang


memperhatikannya. Peran guru SD untuk mengarahkan perasaan anak
tersebut dengan menggunakan metode tanya jawab misalnya, anak
yang ingin diperhikan akan berusaha menjawab atau bertanya dengan
guru agar anak lain beserta guru memperhatikannya.
8.

Anak usia SD Senang meniru


Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering
dia lihat dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang
dilakukan dan dikenakan orang yang ingin dia tiru tersebut. Dalam
kehidupan nyata banyak anak yang terpengaruh acara televisi dan
menirukan adegan yang dilakukan disitu, misalkan acara smack down
yang dulu ditayangkan sekarang sudah ditiadakan karena ada berita
anak yang melakukan gerakan dalam smack down pada temannya, yang
akhirnya membuat temannya terluka. Namun sekarang acara televisi
sudah dipilah-pilah utuk siapa acara itu ditonton sebagai calon guru kita
hanya dapat mengarahkan orang tua agar selalu mengawasi anaknya
saat dirumah. Contoh lain yang biasanya ditiru adalah seorang guru
yang menjadi pusat perhatian dari anak didiknya. Peranan guru SD

26

harus menjaga tindakan, sikap, perkataan, penampilan yang bagus dan


rapi agar dapat memberikan contoh yang baik untuk anak didik kita.
Dilihat dari karakeristik Perkembangan Kognitif, pembelajaran untuk
siswa di SD harus diarahkan pada konsep konsep yang bersifat konkret dan
menyangkut dunia keseharian siswa dan jangan mengajarkan siswa dengan
contoh contoh yang abstrak. Pembelajaran untuk siswa di SD harus
ditekankan pada penanaman nilai nilai oleh guru kepada siswa dilakukan
melalui keteladanan. Siswa membutuhkan contoh keteladanan melalui sikap
yang ditunjukkan oleh guru/pendidik dan bukan contoh yang berupa kata
kata maupun konsep yang abstrak. Adapun peranan guru dalam
Pembelajaran anak di SD yaitu dalam pembelajaran hendaknya sekonkret
mungkin baik dalam menjelaskan maupun memberikan contoh dan sebanyak
mungkin melibatkan pengalaman pengalaman fisik siswa.
Dilihat dari karakteristik Perkembangan Psikososial, pembelajaran
seharusnya membentuk rasa kepercayaan diri peserta didik pada usia SD/MI
karena mulai mengembangkan kemampuan berfikir dan konsep dirinya.
Apabila pada tahap ini anak gagal membentuk kepercayaan dirinya maka
anak tersebut akan memiliki konsep diri negative atau rendah diri. Dalam
pembelajaran interaksi siswa dengan teman sebaya menjadi sangat penting,
sebab jika anak mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat
membawa siswa kearah pengembangan rasa mampu ( percaya diri ).
Penanaman nilai nilai moral seperti kerjasama, kasih sayang, toleransi,
tanggung jawab, penghargaan, kedermawanan dan lain sebagainya dapat
membantu siswa melewati fase kritis, sebab lingkungan sosial yang
terbentuk dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk
mengembangkan sikap positifnya. Guru/pendidik hendaknya membekali
peserta didik dengan nilai nilai moral yang akan membentuk karakter siwa
menuju sikap positif siswa. Nilai-nilai moral ini haarus ditanamkan agar
siswa memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga lingkungan sosial yang
positif juga dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu rasa percaya dirinya
yang kuat dan karakter yang positif.

27

Dilihat dari karakteristik Perkembangan Moral, pembelajaran dengan


menumbuhkan penalaran moral pada siswa SD dengan mengaitkan kisahkisah tauladan seorang tokoh dalam suatu materi pelajaran. Guru hendaknya
mengajarkan nilai dasar setahap demi setahap melalui pendekatan kisah
teladan, dilema moral, dan keteladanan. Guru harus memberikan stimulasi
agar peserta didiknya terdorong untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan
nilai, moral dan norma yang ada. Pemberian pujian atau hukuman secara
spontan pada setiap perilaku siswa yang kurang baik atau yang baik sangat
diperlukan untuk merangsang perkembangan moral siswa.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Pembelajaran di SD hendaknya:
1. Menyesuaikan karakteristik yang dimiliki oleh anak usia SD
2. Mengaitkan hal-hal yang bersifat konkret pada setiap pembelajaran
dengan tidak melibatkan hal-hal yang abstrak yang dapat
membingungkan anak SD
3. Menumbuhkan rasa percaya diri sedini mungkin sehingga
meminimalisir timbulnya rasa rendah diri pada siswa SD
4. Memberikan contoh kisah keteladanan para tokoh yang diterapkan
langsung oleh guru SD dalam setiap pembelajaran

3.2

Saran

28

Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran anak di Sekolah


Dasar dengan menyesuaikan krakteristik yang dimiliki oleh siswa SD.

29

DAFTAR PUSTAKA
Mujtahidin,S.Pd., M.Pd. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bangkalan:
Universiitas Trunojoyo Madura.
Sri Anitah, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Udin S. Winataputra, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri-kecenderungan-belajardan-cara-belajar-anak-sd-dan-mi/
http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-pesertadidik/karekteristik-perkembangan-kognitif-anak-sd/
http://belajarbarengkiddos.blogspot.com/2012/11/penerapan-disiplin-untuk-anakusia.html
http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-pesertadidik/perkembangan-berpikir-anak-sd/
http://www.scribd.com/doc/45176852/Karakteristik-Anak-Usia-Sekolah
http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/16/pembelajaran-anak-sd/
http://animenekoi.blogspot.com/2012/01/strategi-pendekatan-dan-teknik.html
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan/
http://zulfikarnasution.wordpress.com/2011/09/17/teori-perkembangan-kognitifjean-piaget/
http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget.html
http://www.slideshare.net/sabri071/teori-perkembangan-jean-piaget
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jeanpiaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html

30

http://utak-atik-psikologi.blogspot.com/2012/03/teori-perkembangan-psiko-sosialerik.html
http://www.sttkharisma.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=58:teori-psikososial-erik-erikson&catid=5:artikel-pendidikan&Itemid=16
http://orthevie.wordpress.com/2010/05/29/teori-perkembangan-moral-menurutkohlberg/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg/06511736
http://iwansukmanuricht.blogspot.com/2012/03/14.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Perkemb%20moral-Kul%20PPD.pdf
http://www.scribd.com/doc/31326503/Teori-Perkembangan-Moral-LawrenceKohlberg
http://aridlowi.blogspot.com/2009/03/pendidikan-dan-moralitas.html
http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=718
http://ihyayusriati.blogspot.com/2012/09/perkembangan-moral-pada-anak-usiasd.html
http://lisayulista.blogspot.com/2012/01/pendidikan-kepribadian-dan-moralanak.html
http://www.sekolahdasar.net/2009/10/konsep-dasar-pembelajaran-terpadu-di.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/agus-triyanto-mpd/02kesulitan-belajar-anak-sekolah-dasar.pdf
http://arkhominanda17.wordpress.com/2012/11/07/peran-guru-dalampembelajaran/
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/21/peran-guru-sd-dalam-manajemenkelas/
http://nellahutasoit.wordpress.com/2012/04/21/peranan-guru-dalam-belajarmengajar/
http://www.gurukelas.com/2012/01/peranan-guru-sd-dalam-pendidikan.html
http://www.sekolahdasar.net/2011/07/peran-guru-dalam-pembelajaranpakem.html

31

32

Anda mungkin juga menyukai