PERAN PENDAMPING
DALAM PENANGANAN KASUS
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA(KDRT)
Disusun Oleh :
Nama
: NIDYA FEBRINA
NPM
: 1102010206
Bidang Kepeminatan
: Domestic Violence
Pembimbing
: dr. Zakiyah
Kelompok
:5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013/2014
0
ABSTRACT
Introduction : Kekerasan rumah tangga merupakan suatu pelanggaran hak azazi manusia yang kian hari kian
meningkat. Terjadi pada kehidupan berumah tangga, terutama pada wanita , yang disebabkan oleh berbagai
macam faktor. Dalam pelaksanaannnya, proses pemulihan psikologis menjadi hal yang sangat penting untuk
memperbaiki kualitas hidup yang tidak baik sebelumnya. Dalam proses ini, pendamping mengambil peran yang
sangat penting untuk pemulihan korban KDRT.
Case Report : Wanita yang melapor kepada LBH APIK atas tuduhan KDRT oleh suaminya yang selingkuh,
dimana sang suami sengaja membuat keadaan semakin keruh agar dapat menjerumuskan istri ke dalam kasus
KDRT.
Discussion : KDRT tidak hanya terjadi antara suami dan istri, tetapi juga dapat terjadi kepada seluruh anggota
yang tinggal di dalam sebuah rumah tangga, termasuk anak dan PRT. Selain fisik, dampak psikologis juga
terjadi pada korban KDRT. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pemulihan untuk para korban agar kondisi fisik
maupun psikologis terjaga dan dapat melanjutkan kehidupan dengan baik.
Conclusion : KDRT terjadi karena banyak faktor dan memberikan dampak buruk terhadap fisik ataupun
psikologis seseorang. Untuk itu, proses pemulihan berupa pendampingan dan konseling sangatlah penting.
Proses pemulihan korban KDRT, sudah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesi
no 4 tahun 2006 tenteng Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.
key word : Domestic Violence, Assistance
PENDAHULUAN
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan terhadap martabat manusia serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Korban
kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapatkan
perlindungan Negara dan masyarakat agar terhindar dari kekerasan atau perlakuan yang
merendahkan derajat, martabat kemanusiaan.
Dewasa ini, kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang tak asing lagi
terdengar oleh kita. Hal ini bisa berarti dua hal. Pertama, meningkatnya angka kejadian
kekerasan dalam rumah tangga, atau kedua, meningkatnya pengetahuan ataupun kesadaran
dari korban kekerasan itu sendiri untuk melaporkan kejadiannya agar mendapatkan
perlindungan hukum.
Data statistik yang dikeluarkan pada catatan tahunan 2010 Komnas Perempuan
mencatat angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 105,103 orang/kasus dan tercatat
96% kekerasan terhadap perempuan terjadi di ranah privat. Pada tahun 2011, Komnas
Perempuan bersama mitra Aparat Penegak Hukum menyusun kesepakatan bersama yang
bersifat formal dan melembaga dengan Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI,
Kepolisian RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan
Perhimpunan Advokat Indonesia. Kesepakatan tersebut merupakan langkah awal untuk
penanganan korban KDRT.
Definisi kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri adalah segala bentuk tindak
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik,
psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam
rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri yang diwarnai
dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan
menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa banyak hal yang dapat mempengaruhi terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah
tangga yang memicu kekerasan, antara lain ekonomi, sosial budaya, keluarga, dan lain lain.
Oleh karena semakin meningkatnya angka kejadian KDRT ini, dan sangat
berpengaruh kepada psikis seseorang, dengan dampak seperti timbulnya rasa minder dan
malu dalam berhubungan dengan lingkungan sosial (perilaku menarik diri) karena takut
diejek, dicemoh ataupun ditanya-tanya mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang
menimpanya, tidak cukup hanya perlindungan hukum saja yang kita perjuangkan, tetapi kita
harus tau dan mengerti bagaimana proses pemulihan seseorang yang menjadi korban dalam
kekerasan, siapa aja yang berperan dalam pemulihan tersebut, dan kerja sama apa yang
dijalin dengan korban dan pihak pihak terkait sehingga korban KDRT dapat melanjutkan
kehidupannya agar lebih produktif dan optimal.
CASE REPORT
Pada awalnya, Ny.H 39 th (Istri) datang ke LBH APIK untuk meminta bantuan karena
Tn.D 38 th (suami) telah melaporkan Ny.H kepada kepolisian atas tindakan KDRT dan
dikenakan wajib lapor oleh kepolisian selama 3bulan.
Dalam keterangannya kepada LBH APIK, Ny.H menyatakan bahwa keributan dalam
rumah tangganya sudah lama terjadi, 3 tahun terakir yang disebabkan oleh perselingkuhan
Tn. D dengan Ny. M.
Tn.D dan Ny.H menikah pada tahun 2001 dan dikaruniai 3 orang anak yang saat ini
ketiganya bersekolah di sekolah dasar. Tn.D bekerja sebagai accounting dengan penghasilan
4 juta/bulan dan Ny.H bekerja sebagai notaris dengan penghasilan 5 juta /bulan. Rumah
tangga berjalan rukun dan damai sampai tiba saatnya pada tahun 2010, rumah tangga hoyah
dikarenakan Tn.D selingkuh dengan Ny.M, janda beranak 1 yang bekerja sebagai manager
accountant di sebuah perusahaan asuransi swasta di jakarta yang diketahui memiliki
penghasilan yang lebih besar, yaitu 15 juta/bulan.
Pertengkaran yang dimulai pada tahun 2010 semakin tak terkendali pada tahun 2011
dan 2012. Hal ini dipicu oleh beberapa hal. Mulai dengan diperkenalkannya Ny.M kepada
2
anak pertama Ny.H (Mawar), diajak makan bersama dan diberi selimut dan baju. Pada saat
itu Tn.D mengatakan kepada Ny.H jika mereka cerai, Mawar akan ikut dengan Tn.D
sedangkan anak yang lainnya akan ikut bersama Ny.H. Selain itu, Tn.D juga mengirim kue
ulang tahun untuk Ny.M dan sengaja meletakkan bukti pembayaran di meja kamar tidur agar
Ny.H melihatnya. Foto Ny.M pun ditemukan di laptop Tn.D dengan ukuran 10R. Selain
melakukan kekerasan Psikis, Tn.D juga melakukan kekerasan fisik, seperti meludahi,
memeukuli, bahkan mengetok kepala Ny.H dan berkata Kok tidak ada isinya , yang berarti
mengatakan bahwa istrinya tersebut bodoh.
Tn.D hampir setiap malam pulang pukul 03.00 pagi (2010) dan pukul 05.00 subuh
(2011 dan 2012). Tiga hari sebelum lebaran 2011, Tn.D tidak pulang kerumah, beliau
mengatakan ingin mengambil uang keluar tetapi setelah itu tidak kembali lagi. Ternyata,
setelah itu, diketahui bahwa Tn.D pergi bersama selingkuhannya Ny.M ke kediri, kampung
halaman Ny.M.
Diakhir tahun 2011, Tn.D mengusir istrinya dari rumah. Ny.H pergi ke rumah orang
tuanya. Tn.D marah kepada Ny.H karena ketiga anaknya dibawa dan meminta agar ketiga
anaknya dikembalikan ke rumah, tetapi Ny.H tidak boleh ikut. Ny.H mengingkari hal itu
karena berpikir tidak mungkin meninggalkan anaknya begitu saja. Setelah kejadian tersebut,
pertengkaran semakin memanas. Sampai pada puncaknya, Tn.D tidak pulang ke rumah
karena pergi berlibur bersama Ny.M. Sewaktu Tn.D pulang, Ny.H emosi dan membanting
pintu, tetapi ditangkis oleh Tn.D. Ny.H memukul dan melempar Tn.D. Tn.D membalas
memukul dan menonjok ulu hati Ny.H sehingga membuat Ny.H sulit bernafas. Sebagai
pertahanan diri, Ny.H mengambil obeng yang berada di dekatnya untuk mengancam,dan
tidak untuk melukai Tn.D.
Setelah ditelusuri, ternyata Tn.D sengaja menciptakan suasana seperti ini dan
memancing Ny.H agar emosi sehingga dapat dijadikan alasan agar Ny.H terjerat hukum dan
cerai. Sebelumnya, diketahui juga dari orang tua Ny.H bahwa Tn.D pernah menyuruh orang
tuanya untuk pergi ke rumah orang tua Ny.H menyatakan bahwa Ny.H ingin cerai dengan
Tn.D, dan orang tua Ny.H mengatakan bahwa Tn.D lah yang ingin cerai dan sengaja
menciptakan situasi dan memprovokasi orang tuanya sehingga membuat Ny.H menjadi
terganggu psikologis nya sampai stress.
Kemudian, LBH APIK mengambil langkah selanjutnya, yaitu meminta bantuan
kepada badan hukum untuk memberikan tenaga pendamping dan psikologi untuk Ny.H
sehubungan dengan tindakan KDRT yang tak hanya fisik, tetapi juga psikis yang dilakukan
oleh Tn.D.
3
Pada akhirnya, Mei 2013 Tn.D menikah dengan Ny.M tanpa persetujuan dan
pemberitahuan kepada Ny.H. Ny.H datang kepernikahan tersebut, menyalami dan berfoto
dengan kedua mempelai beserta keluarganya. Dan pada Oktober 2013, gugatan Tn.D
terhadap Ny.H dicabut.
DISCUSSION
Pengertian Kekerasan
a. Pengertian Kekerasan Dalam Perspektif Yuridis
1. Pasal 89 KUHP :
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan mengunakan kekerasan.
2. Pasal 90 KUHP , Luka berat berarti :
a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak dapat memberi harapan akan sembuh sama
sekali atau menimbulkan bahaya maut.
b. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.
c. Kehilangan salah satu panca indra.
d. Mendapat cacat berat (verminking).
e. Menderita sakit lumpuh.
f. Terganggunya daya pikir selama empat Minggu lebih.
g. Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.
b. Pengertian Kekerasan Oleh Beberapa Tokoh
1) Menurut Nettler, sebagaimana dikutip Aroma Elmina Martha, kekerasan atau Viglent
Crime adalah: peristiwa dimana orang secara ilegal dan secara sengaja melukai secara
fisik, atau mengancam untuk melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain, dimana
bentuk-bentuk penganiayaan, perampokan, perkosaan dan pembunuhan merupakan contoh
klasik dari kejahatan kekerasan yang serius.
2) Menurut Soerjono Soekamto, kejahatan kekerasan adalah suatu istilah yang dipergunakan
bagi terjadinya cidera mental atau fisik. Kejahatan kekerasan merupakan bagian dari
proses kekerasan yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga jarang disebut sebagai
kekerasan. Masyarakat biasanya membuat kategori-kategori tertentu mengenai tingkah
laku yang dianggap keras. Semakin sedikit terjadinya kekerasan dalam suatu masyarakat
semakin besar kekhawatiran yang ada bila itu terjadi.
3) Menurut Mansour Faqih, kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas
mental seseorang. Pandangan tersebut menunjuk pengertian kekerasan pada obyek fisik
4
maupun psikis. Hanya saja titik tekannya pada bentuk penyerangan secara fisik seperti
melukai atau menimbulkan luka cacat atau ketidaknormalan pada fisik.Dapat pula yang
terjadi adalah kekerasan fisik yang berlanjut pada aspek psikis seperti misalnya stres.
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan prilaku, baik yang terbuka atau
tertutup, dan baik yang bersifat menyerang atau bertahan yang disertai penggunaan
kekerasan pada orang lain.
c. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga mendefinisikan:
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mengingat Undang-undang tentang KDRT merupakan hukum publik yang didalamnya ada
ancaman pidana penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas
khususnya kaum laki-laki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga sebaiknya mengetahui
apa itu KDRT.
Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga, Pasal 2 (UUPKDRT)
yang termasuk lingkup rumah tangga meliputi :
1) Suami, istri, dan anak termasuk anak angkat dan anak tiri.
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian
yang menetap dalam rumah tangga, seperti : mertua, menantu, ipar, dan besan.
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut,
seperti Pembantu rumah tangga.
Bentuk-Bentuk Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dengan mengacu pada Pasal 5 Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga maka Kekerasan dalam Rumah Tangga dapat berwujud :
1. Kekerasan Fisik
Pasal 6 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan fisik yaitu perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Seperti: memukul, menampar,
mencekik, menendang, melempar barang ketubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan
kosong atau alat/senjata, membunuh dan lain-lain.
2. Kekerasan Psikis
Pasal 7 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan psikis yaitu perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Seperti:
berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit
dan memata-matai, tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang
diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat
dll.)
3. Kekerasan Seksual
Pasal 8 (UUPKDRT) menentukan bahwa kekerasan seksual yang meliputi pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga,
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Seperti: menyentuh, meraba, mencium, dan/atau melakukan tindakan-tindakan lain yang
tidak dikehendaki korban.
4. Penelantaran Rumah Tangga.
Pasal 9 (UUPKDRT) menentukan bahwa penelantaran rumah tangga, yaitu setiap orang yang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Termasuk dalam pengertian penelantaran adalah
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk berkerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada
dibawah kendali orang tersebut.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya KDRT
Zastrow & Browker (1984) menyatakan bahwa ada tiga teori utama yang mampu
menjelaskan terjadinya kekerasan, yaitu teori biologis, teori frustasi-agresi, dan teori kontrol.
Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
6
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruksi sedemikian
rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik
suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki.
Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap
sewenang-wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun
tindakan
keras
dilakukan
kepadanya
ia
tetap
enggan
untuk
melaporkan
5. Frustasi
Terkadang, suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak
bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa
terjadi pada pasangan yang :
7
Pilihan tindakan preventif dan kuratif yang tepat sangat tergantung pada
kondisi riil KDRT, kemampuan dan kesanggupan anggota keluarga untuk keluar dari
situasi KDRT, kepedulian masyarakat sekitarnya, serta ketegasan pemerintah
menindak praktek KDRT yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
nomor 04 Tahun
2006 Tentang
11
12
a. Membangun hubungan yang setara dengan korban agar bersedia membuka diri dalam
mengemukakan persoalannya.
b. Berempati dan tidak menyalahkan korban mengenai atau yang terkait dengan
permasalahannya.
c. Meyakinkan korban bahwa tidak seorang pun boleh melakukan tindakan kekerasan.
d. Menanyakan apa yang ingin dilakukan dan bantuan apa yang diperlukan.
e. Memberikan informasi dan menghubungkan dengan lembaga atau perorangan yang dapat
membantu mengatasi persoalan, dan/atau
f. Membantu memberikan informasi tentang layanan konsultan hukum.
Peran pembimbing rohani dalam memberikan pelayanan pemulihan :
a. Mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong untuk menjalankan ibadah
menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.
b. Menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut agama
masing-masing korban dan kepercayaannya itu;
c. Memberikan pemahaman kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Peranan Pendamping, Organisasi Perempuan, dan LBH
Para pendamping yang berasal dari organisasi perempuan memiliki peranan besar
dalam pelaporan kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan korban.
Mengingat karakteristik organisasi perempuan yang sebagian besar bekerja di tingkat kota
dan ibukota Kabupaten, maka sebagian besar kasus yang mereka dampingi adalah kasus yang
dilaporkan ke mekanisme hukum negara (Kepolisian).
Organisasi perempuan dan para pendamping berperan penting dalam setiap interaksi
kasus antara perempuan korban kekerasan dan lembaga hukum terutama Kepolisian.
Pendamping korban dan organisasi perempuan melakukan konseling dan pendampingan serta
penguatan bagi perempuan korban sejak korban melaporkan sampai kasus mereka
disidangkan. Selain itu, organisasi perempuan dan pendamping merujuk perempuan korban
kekerasan ke lembaga layanan yang lebih tepat untuk memberikan bantuan dan dukungan.
Dari berbagai kasus yang terdokumentasi, organisasi perempuan dan para
pendamping berupaya menerjemahkan pengalaman kekerasan berbasis gender yang dialami
oleh perempuan korban ke berbagai isu-isu hak yang harus ditegakkan dalam konteks
penanganan kasus. Baik secara langsung maupun tidak, para pendamping dan organisasi
perempuan memberikan penguatan dan pemberdayaan hukum pada perempuan korban dan
anggota keluarga mereka.
13
Konseling adalah hubungan antara dua orang (konselor dan klien) yang bersifat saling
TUJUAN:
-
METODE:
1. Pelatih memaparkan ilustrasi kasus KDRT.
2. Klien diminta memahami dan berempati terhadap kasus tersebut.
3. Klien diandaikan dalam posisi kasus.
4. Langkah langkah apa yang akan klien lakukan.
- Diskusikan
- Bermain peran saling tukar peran dengan konselornya.
Konselor adalah figur yang menjadi tumpuan konseling untuk berbagi perasaan dan
peyelesaian masalah. Deskripsi teoritik tentang konselor bagi perempuan korban KDRT
berorientasi pada pendekatan humanistik. Enns (2004) merekomendasikan pemakaian
berbagai teknik dan pendekatan konseling non direktif. Namun demikian, hasil temuan
lapangan menunjukkan bahwa kriteria konselor yang cocol bagi korban KDRT adalah sebagai
berikut :
a. Konselor yang enak diajak curhat. Kriteria ini menciptakan kepercayaan (trust)
kepada konseli bahwa konselor dapat memberikan perasaan nyaman untuk
mendiskusikan tentang KDRT.
15
Pikiran negatif atau persepsi salah terhadap kejadian disekitar kehidupan kita akan
TUJUAN:
-
Klien semakin bisa mengenali perilaku KDRT, siklus KDRT, faktor pemicu, dan
dampaknya.
Klien terlatih untuk mengenali pikiran negatif dan motif yang mendorong tindakannya
(KDRT).
Klien mampu mengubah perilakunya dengan melalui perubahan pada pola pikirnya
terhadap masalah
METODE:
-
ILUSTRASI:
MODEL A-B-C PEMBENTUKAN PERILAKU
A = Peristiwa/kejadian
B = Pikiran otomatis dari diri kita mengenai A
C = Perubahan emosi dan perilaku
Kebanyakan orang berpikir bahwa A menyebabkan C. Yang sebenarnya terjadi adalah
B, yaitu pemikiran dari diri sendirilah yang memiliki pengaruh lebih besar.
LANGKAH LANGKAH:
TAHAP 1: Mengumpulkan data/fakta-fakta
-
Secara
singkat
menggambarkan
peristiwa/kejadian
yang
tidak
menyenangkan/traumatis dari masa lalu, saat ini, atau masa depan, & rasa yang
-
dihasilkan.
Nilai intensitas dari perasaan-perasaan tersebut (nilai dari 1-10)
Ingatlah, menghadapi secara langsung perasaan yang mengganggu adalah suatu cara
untuk menghentikan mereka dari mengendalikan kita.
Menilai hasil, yakni menyadari bahwa perubahan persepsi kognitif terhadap suatu
peristiwa telah menghasilkan perubahan respons emosi dan perilaku.
PENGERTIAN:
-
Konflik dalam kehidupan keluarga, konflik sering dijadikan kambing hitam untuk
TUJUAN:
-
Mengubah pola relasi yang penuh konflik menjadi pola relasi yang saling menghargai.
Mengadopsi pola beradaptasi terhadap masalah interpersonal yang penuh
pertentangan menjadi kerjasama.
METODE:
-
MENGELOLA AMARAH
PENGERTIAN:
-
Amarah atau sifat tempramental sering dijadikan kambing hitam untuk mengesahkan
TUJUAN:
-
Klien memiliki keterampilan mengelola amarah dengan cara sederhada dan efektif.
Klien menyadari bahwa ledakan kemarahan membawa konsekuensi luas.
Terbentuk suatu pola sehat dalam proses kognitif klien dalam merespon situasi yang
biasanya mencetuskan ledakan kemarahan.
METODE
-
Ilustrasi Kasus
Penjelasan teknik mengelola amarah
Bermain peran
Diskusi
PR
TEKNIK RELAKSASI
PENGERTIAN:
-
perilaku
berkekerasan
TUJUAN:
-
Klien mampu melakukan tehnik nafas lambat sebagai salah satu alat pereda
ketegangan
Klien mampu melalukan relaksasi progresif singkat untuk menumbuhkan perasaan
tenang dan terkendali
METODE:
-
pelan
pelan
lewat
mulut
sepanjang
lima
hitungan.
Sambil
menghembuskan nafas bayangkan bahwa anda melepas beban di pikiran anda lewat
mulut. Ulangi lagi prosedur di atas beberapa kali sampai anda mendapatkan irama
nafas yang paling nyaman. Lakukan latihan nafas lambat ini selama sepuluh menit
-
19
menengah mereka daripada tolong-menolong dalam perkara kebatilan, dan melarang mereka
bantu-membantu dan bekerjama dalam perkara haram dan dosa.
Ibnu Jarir berkata: Dosa ialah meninggalkan apa yang Allah suruh anda lakukannya, dan
pencerobohan atau perlanggaran ialah melampaui batas yang ditetapkan Allah dalam agama
dan melampaui batas dari apa yang Allah telah perintahkan kepada anda dalam diri anda dan
orang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw pernah bersabda (bermaksud):
"Tolonglah saudaramu yang menzalimi dan yang dizalimi, Lalu seorang sahabat bertanya:
"Wahai Rasulullah, kami memahami tentang menolong orang yang dizalimi, bagaimana
menolongnya kalau dia seorang yang zalim? Nabi berkata (bermaksud): " Kamu
menghalang dan mencegahnya dari berbuat kezaliman. Itulah cara menolongnya". (HR.
Bukhari)
Sabda nabi saw (bermaksud):
"Tunjukkanlah ia kepada kebaikan seperti orang yang melakukannya".(HR. Tirmidzi)
Sabda nabi saw lagi (bermaksud):
"Orang mukmin yang bergaul dengan orang dan bersabar di atas penyiksaan mereka
memperolehi pahala yang lebih besar daripada orang yang tidak bergaul dengan orang dan
tidak sabar dengan penyiksaan mereka". (HR.Tirmidzi).
Seseorang muslim adalah saudara kepada muslim yang lain. Dia tidak boleh menzaliminya
dan tidak boleh membiarkannya dizalimi oleh orang lain. Barangsiapa yang memenuhi
keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barangsiapa yang
melepakan sesuatu kesulitan saudaranya, maka allah akan melepaskan salah satu kesulitan
di hari kiamat dan barangsiapa yang menyembunyikan keaiban seorang muslim lain, maka
allah akan menyembunyikan keaibannya di hari kiamat ". (Muttafaq Alaih)
"Orang yang berjalan kerana memenuhi keperluan saudaranya sama ada pertolongannya itu
dapat menyelesaikan keperluan saudaranya atau tidak, maka baginya pahala seumpama
pahala i'tikaaf selama sebulan (dalam riwayat yang terkenal dua bulan) di masjid ini".
KESIMPULAN
20
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat dikatakan sebagai kekerasan terhadap
hak azazi manusia yang plaing sering terjadi pada wanita. Banyak hal yang menjadi penyebab
terjadinya KDRT, baik internal ataupun eksternal keluarga yang menimbulkan banyak efek
negatif terhadap kondisi fisik, psikis, ataupun sosial seseorang. Dengan adanya lembaga
lembaga bantuan hukum, korban KDRT bisa mendapatkan bantuan serta perlindungan hukum
sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif untuk kedepannya.
Bantuan yang diberikan dapat berupa konseling ataupun dengan tenaga pendamping yang
secara tidak langsung selain membantu proses hukum atau mediasi, juga dapat memperbaiki
kondisi psikologis korban KDRT.
Proses pemulihan korban sangat penting pada kasus KDRT, dimana pemerintah juga
sudah mengaturnya pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 04 tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yang
meliputi pendampingan dan tindakan pelayanan pada korban KDRT.
SARAN
Istri ataupun setiap korban KDRT harus lebih berwawasan dan terbuka terhadap
hukum ataupun kepada pihak pihak yang terkait apabila mengalami KDRT.
Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah
macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi
kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh
besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita
yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat
melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari
penganiayaan.
22
Lampiran 1*
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2006
TENTANG
PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA
PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Undang
Nomor
23
Tahun
2004
tentang
Penghapusan
tentang
Penyelenggaraan
dan
Kerja
sama
1945;
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2004
tentang
23
sistematis
dan
terpadu
antar
kesehatan,
dengan
tugas
dan
fungsi
masing-masing,
termasuk
berdasarkan
standar
pelayanan
minimal
sesuai
dilakukan
oleh
pekerja
sosial,
relawan
25
memadai
bila
diperlukan.
2. Selain upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kasus
tertentu, tenaga kesehatan dapat melakukan :
a. pelayanan keluarga berencana darurat untuk korban perkosaan;
dan
b. pelayanan
kesehatan
reproduksi
lainnya
sesuai
dengan
kebutuhan medis.
3. Dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), tenaga kesehatan harus membuat rekam medis
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Untuk setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan
harus
ada
persetujuan
tindakan
medis
(informed
yang
dilakukan
masyarakat
dapat
difasilitasi
oleh
tata
cara
penyelenggaraan
permasalahan
korban
untuk
membantu
pemecahan
masalahnya;
b. memulihkan korban dari kondisi traumatis melalui terapi psikososial;
c. melakukan rujukan ke rumah sakit atau rumah aman atau pusat
pelayanan atau tempat alternatif lainnya sesuai dengan kebutuhan
korban;
d. mendampingi
korban
dalam
upaya
pemulihan
melalui
27
Dalam
memberikan
pelayanan
pemulihan
kepada
korban,
relawan
yang
dapat
memberikan
membantu
informasi
mengatasi
tentang
persoalannya;
layanan
konsultasi
hukum.
Pasal 13
Dalam memberikan pelayanan pemulihan kepada korban, pembimbing
rohani melakukan upaya :
a. menggali informasi dan mendengarkan keluh kesah dari korban;
b. mempertebal keimanan dan ketakwaan korban serta mendorong
untuk menjalankan ibadat menurut agama masing-masing korban
dan kepercayaannya itu.
c. menyarankan pemecahan masalah kekerasan dalam rumah tangga
menurut agama masing-masing korban dan kepercayaannya itu.
d. memberikan pemahaman mengenai kesetaraan laki-laki dan
perempuan.
Pasal 14
Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12
dapat diberikan juga kepada pelaku dan anggota keluarganya.
BAB III
KERJASAMA PEMULIHAN
Pasal 15
28
1. Menteri
dapat
melakukan
koordinasi
mengenai
pelaksanaan
kesehatan,
pembimbing
pekerja
rohani
dapat
sosial,
relawan
melakukan
pendamping,
kerjasama
dan
dalam
hal
tertentu,
tenaga
kesehatan,
pekerja
sosial,
relawan
biaya
untuk
pelaksanaan
pemulihan
yang
dilakukan
oleh
31
Anonym.
Tolong
Menolong
dalam
Islam.
viewed
17November
2013.
from
http://www.ikhwanonline.com/new/Article.aspx?SecID=363&ArtID=84836
Universitas
Negeri Malang.
Corey, G 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7 th ed.)Belmont.
Brooks/Cole: Thompson Learning, Inc.
Edwards 2008. Violence against Women as Sex Discrimination: Evaluating the Policy and
Practice of the UN Human Rights Treaty Bodies.
Komnas Perempuan 2011 . Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan , viewed 15
November 2013, from http://komnas perempuan.com
Merry SE 2006. Human Rights and Gender Violence: Translating International Law into
Local Justice. Chicago: University of Chicago Press.
Moeljanto 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.p. 36 . Jakarta : Bumi Aksara.
Mrta, Aroma Elmina 2003. Perempuan, Kekerasan dan Hukum . p 21 . Yogyakarta : UII
Press.
Pangemaran, Diana Ribka 1998. Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam
Keluarga. pp.13-14. Jakarta: Universitas Indonesia.
Prasetyo Eko., Suparman Marzuki 1997. Perempuan dalam wacana Perkosaan dan
kekerasan dalam perspektif analisa Gender PKBI. p.7. Yogyakarta.
Ratna Batara Munti (ed.) 2000. Advokasi Legislatif Untuk Perempuan : dalam Sosialisasi
Masalah dan Draft Rancangan Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
p.15. Jakarta : LBH APIK.
Santoso, Thomas 2002. Teori-teori kekerasan. p.11. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Tim Kalyanamitra 1999. Menghadapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga. p.4. Jakarta :
Kalyanamitra, Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan.
Weiner, I. B & Hess, A. K. 2006. Handbook of Forensic Psychology. New York: A
Wile-Interscience Publication.
Wrightsman 2001. Forensik Psychology. US: Wadsworth-Thomson Learning.
Zastrow, Charles and Bowker, Lee 1984. Social Problems: Issues and Solutions, Chicago:
Nelson Hall.
32