Bab 2 Hari Kamis
Bab 2 Hari Kamis
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Struktur luar, tengah, dan dalam dari telinga manusia (Ganong,
2009).
Telinga dalam disebut juga sebagai labirin terletak di dalam tulang
temporal. Bagian dalam membentuk suatu rongga tertutup disebut labirin
membranasea yang berisi endolimfe, dikelilingi oleh cairan perilimfe yang
terbungkus dalam kapsul otik bertulang disebut labirin tulang. Labirin tulang
memiliki bagian vestibuler dan koklear. Bagian vertibuler yaitu vestibulum dan
kanalis semisirkularis berhubungan dengan fungsi keseimbangan, sedangkan
bagian koklear yaitu koklea berhubungan dengan fungsi pendengaran (Ganong,
2009).
2.1.2
Fisiologi Pendengaran
Proses fisiologis pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke
telinga
tengah
melalui
rangkaian
tulang
pengdengaran
yang
akan
dan dapat dibedakan dalam dua tahap yakni kelelahan (fatigue) dan tuli
sementara terhadap rangsangan (temporary stimulation deafness). Kelelahan
tersebut, akan pulih kembali secara lambat dan akan semakin bertambah lambat
lagi jika tingkat kelelahan semakin tinggi. Sedang tuli sementara akibat
rangsang suara terjadi akibat pengaruh mekanisme vibrasi pada koklea yang
mengalami rangsang suara dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama.
4. Pergeseran ambang dengar yang persisten (persistent treshold shift), yang masih
ada setelah 40 jam rangsang suara berhenti.
5. Pergeseran ambang suara yang menetap (permanent threshold shift), meskipun
rangsang suara sudah tidak ada. Pada keadaan ini sudah terjadi kelainan patologis
yang permanen pada koklea, umumnya pada kasus trauma akustik dan akibat
2.1.3
Tuli saraf yang disebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius,
dimana orang tersebut mengalami penurunan atau kehilangan kemampuan
total untuk mendengar suara seperti pads penguj ian konduksi udara dan
konduksi tulang. Pola lain tuli saraf seringkali terjadi sebagai berikut:
a. Tuli untuk suara berfrekuensi rendah yang disebabkan oleh paparan berlebihan
dan berkepanjangan terhadap suara yang sangat keras karena suara berfrekuensi
rendah biasanya lebih keras dan lebih merusak organ korti.
b. Tuli untuk semua frekuensi yang disebabkan oleh sensitifitas obat terhadap organ
cord khususnya sensitifitas terhadap beberapa antibiotic seperti streptomisin,
kanamisin dan kloramfenikol
pembicaraan
3. Tuli sedang, bila seringkali terdapat kesukaran mendengar suara biasa. Pada
pemeriksaan audiometri 41-70 dB.
4. Tuli berat, bila sudah terdapat kesukaran mendengar suara biasa, sehingga harus
dengan suara keras. Pada pemeriksaan audiometri 71-90 dB.
5. Tuli sangat berat, meskipun dengan suara keras, komunikasi tidak lancar. Pada
pemeriksaan audiometri lebih dari 90 dB (Soetirto, 2008).
Ciri-ciri kehilangan pendengaran yang ditimbulkan paparan bising akibat kerj
adalah sebagai berikut:
1. Gangguan pendengaran telinga dalam, dengan superposisi konduksi dan
rekruitmen udara dan tulang
2. Kehilangan pendengaran bilateral dan sedikit banyak simetris
3. Kehilangannya mulai pads frekuensi 4000 Hz.stadium ini ada takik bentuk V
yang khas pada audiogram. Kondisi ini bersifat laten, identifikasi memerlukan
prosedur deteksi yang sistematik. Setelah periode paparan lebih lanjut
Klasifikasi Kebisingan
Frekuensi suara bising biasanya 'terdiri dari campuran sejumlah
gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau disebut juga spektrum frekuensi
suara. Nada kebisingan dengan demikian sangat ditentukan oleh jenisjenis frekuensi
yang ada. Menurut Roestam (2004) dan Buchari (2007) bising dapat dibedakan
berdasarkan sifatnya menjadi
bergetar, maka akan meyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat
ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk
(Buchari, 2007). Untuk memperkirakan kerasnya suara yang didengar,
pembobotan yang digunakan pada tingkat tekanan suara terhadap frekuensi yang
berbeda adalah A filter. Tingkat tekanan suara pembobotan-A dinyatakan dalam
2.2.4
melalui
Keputusan
KEP.51/MEN/1999
tentang
nilai
Menteri
ambang
batas
Tenaga
Kerja
kebisingan
Nomor
berupaya
mengendalikan pajanan bising di tempat kerja agar para pekerja terhindar dari
pengaruh negatif kebisingan. Nilai ambang batas kebisingan adalah standar
faktor tempat kerja yang dapat diterima pekerja tanpa mengakibatkan penyakit
atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari - hari.
2.2.5
(A)
8jam
4
2
1
30 menit
15
7,5
3,75
1,88
0,94
28,12
14,06
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Tidak boleh
140
1. Trauma akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telmga akibat adanya
energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya
kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga terjadi gangguan kemampuan
meneruskan getaran ke organ korti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang
telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung organ
korti. Penderita biasanya tidak sulit untuk menentukan saat terjadinya trauma
yang menyebabkan kehilangan pendengaran.
2. Perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara
(noise-induced temporary threshold shift) Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai
ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan
bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang
pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya pergeseraon nilai ambang pendengaran ini
adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan
pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin,
status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat ototoksik
sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran
sebelum pajanan.
Berbagai gangguan pads tubuh dapat timbul akibat bising baik itu berupa
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan gangguan
fungsi keseimbangan. Beberapa gangguan tersebut menurut Arifiani (2004):
1. Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputusputus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan
darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pads tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
2. Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-
lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi hares
dilakukan
dengan
cars
berteriak.
Gangguan
ini
bisa
menyebabkan
yang
terpapar
kebisingan
secara
terus
menerus
dapat
dapat timbul degenerasi pads saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus
2.3.2
(Brookhouser, 2010).
2.3.3
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis NIHL harus dilakukan anamnesis yang
teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan audiologik (Dobie, 2010). Dari
anamnesis didapatkan riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan
bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun.
Sedangkan pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan (Soetirto,
2008).
Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek.
Kesan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua
telinga (Soetirto, 2008). Ketulian timbul secara bertahap daam jangka waktu
bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 - 10 tahun pertama paparan
(Heggins, 2010).
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
frekwensi tinggi (umumnya 3000 - 6000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering
terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini (Soetirto,
2008). Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (Short Increment
Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) dan Speech
Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang khas untuk tuli saraf
koklea. Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh
bising dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut
sebeluninya (Mahdi,1993).
Penatalaksanaan
Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan
kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat
dipergunakan alat pelindung telinga yaitu berupa sumbat telinga (earplugs),
tutup telinga (ear muffs) dan pelindung kepala (helmet) (Soetirto, 2008).
Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat
menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan
kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba
pemasangan alat bantu dengar (ABD). Apabila pendengarannya telah sedemikian
buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan
adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat menerima keadaannya.
Latihan pendengaran (auditory training) juga dapat dilakukan agar pasien dapat
2.3.5
Prognosis
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea
yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting
2.3.6
menempatkan suara bising (mesin) didalam suatu ruangan yang terpisah dari
pekerj a
3. Analisa bising
Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,
frekuensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan
bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter
(Oedono, 1996).
Pengendalian kebisingan terutama ditujukan bagi mereka yang dalam
hariannya menerima kebisingan. Karena daerah utama kerusakan akibat
kebisingan pada manusia adalah pendengaran (telinga bagian dalam), maka
metode pengendaliannya dengan memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi
tingkat kebisingan yang masuk ke telinga bagian luar dan bagian tengah, sebelum
masuk ke telinga bagian dalam (Sasongko, 2000).
Kelurahan Mandalika
Sebelah Selatan
Kelurahan
Babakan
Sebelah Barat
Kelurahan
Kelurahan
: Kelurahan
Abian Tubuh
Kedua kelurahan ini berjarak kurang lebih 4 km dari pusat pemerintahan
kota Mataram. Keduanya merupakan wilayah permukiman padat penduduk yang
didalamnya terdapat industri kerajinan berbahan dasar besi dan industri kecil
pembuatan roti, sehingga kedua lokasi ini layak menjadi lokasi penelitian untuk
mengukur
pengaruh
tingkat
kebisingan
akibat
kegiatan
industri
yang
seperti
tersebut
diatas,
maka
tingkat
pengetahuan
dan
intensitas dan frekuensi yang tinggi. Bukan saja mereka yang bekerja di
industri atau bengkel las yang mengalami paparan kebisingan dengan
frekuensi dan intensitas tinggi tetapi juga keluarga yang tinggal disekitar
bengkel las. Hal ini terjadi karena letak bengkel tersebut adalah ditengahtengah pemukiman penduduk yang padat dimana suara mesin diesel, mesin
bubut besi, gerinda dan lentingan suara besi yang dipukul menghasilkan
frekuensi bunyi yang tinggi dan mengganggu pendengaran. Kondisi ini
meningkatkan peluang para pekerja dan keluarganya atau orang yang tinggal
disekitarnya terpapar kebisingan dan mengalami gangguan fungsi pendengaran.
Sebaliknya para pekerja pabrik roti di Kelurahan Babakan tidak
mengalami paparan kebisingan yang tinggi karena pabrik roti tidak
menghasilkan suara dengan frekuensi yang tinggi. Dengan demikian
kemungkinan kerusakan fungsi pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja
sangat kecil.
Gambar 2.1 di atas menunjukkan bahwa tingkat kebisingan dengan level tertentu dapat
terjadi di tempat kerja. Mereka yang bekerja pada bengkel las dengan tingkat kebisingan tinggi
akan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pendengaran. Sedangkan pekerja yang
bekerja pada daerah dengan tingkat kebisingan rendah, tidak terpapar dengan
Pekerjaan yang
terpapar kebisingan
(Tingkat Kebisingan
tinggi)
Ganggua
n non
auditory
Masa kerja
Gangguan
fungsi
pendengar
an
usia
Gangguan
fungsi
pendengar
an
Gangguan
non
auditory
Untuk menguji hipotesis ini maka pada bab berikutnya (bab III) akan
disajikan metodologi penelitian termasuk alat uji yang digunakan untuk menguji
apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak.