Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang


bersifat psikologi maupun social yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah
psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh
timbal balik sebagai akibat terjadinya perubahan social dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa. Pengenalan terhadap masalah psikososial merupakan
salah satu kebijakan dalam pelayanan kesehatan jiwa dasar termasuk pemberdayaan
puskesmas dalam pengenalan dan penanggulangan masalah psikososial. Dalam hal ini
masalah psikososial termasuk dalam program puskesmas yaitu program kesehatan
jiwa masyarakat yang memiliki tujuan yaitu tercapainya kemampuan hidup sehat bagi
setiap penduduk agar dapat mewujudkan terciptanya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
Kesehatan diartikan sebagai suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari
penyakit, cacat dan kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi yang positif dari
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup
produktif. Masalah kesehatan jiwa di Indonesia sangat besar. Diperkirakan ada 1 juta
kasus gangguan jiwa berat. Dari jumlah itu, sekitar 18.000 kasus ditangani dengan
dipasung. Gangguan jiwa dan perilaku menurut The World Health Report 2001
dialami kira-kira 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. Sekitar
30% dari seluruh penderita yang dilayani dokter di pelayanan kesehatan primer
(Puskesmas) adalah penderita yang mengalami masalah kesehatan jiwa.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007 (Riskesdas), angka kejadian
gangguan jiwa berat sebesar 0,5%. Sedangkan gangguan mental nasional (seperti
kecemasan, depresi, dll) pada penduduk yang berumur 15 tahun atau lebih sebesar
11,6%.
Dari hasil survei epidemiologi gangguan jiwa yang dilakukan di beberapa
tempat di indonesia, didapat angka-angka morbiditas gangguan jiwa sebagai berikut:
1. Prevalensi psikosis: 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000
penduduk di pedesaan angka menurut WHO adalah 1-3 per 1000 penduduk.
2. Prevalensi neurosis dan gangguan psikosomatik adalah 98 per 1000 penduduk,
sedang angka WHO untuk neurosis adalah 20-60 per 1000 penduduk.
Pada suatu penelitian yang dilakukan di USA didapatkan bahwa 2-5% dari
populasi menderita ansietas dan 10% dari populasi pernah mengalami depresi.

3. Prevalensi retardasi mental: 1,25 per 1000 penduduk dan menurut WHO
adalah 1-3 per 1000 penduduk.
4. Prevalensi penyalahgunaan obat dan alkohol belum ada dengan pasti namun
dari data rumah sakit tercatat 10.000 pasien, dan diperkirakan jumlah pasien
penyalahgunaan obat dan alkohol yang terdapat dalam masyarakat kurang
lebih 100.000 orang.
5. Prevalensi epilepsi adalah 0,26 per 1000 penduduk, sedang angka menurut
WHO adalah 8-10 per 1000 penduduk.
Angka tersebut diatas menggambarkan bahwa kesehatan jiwa merupakan masalah
masyarakat. Dengan menggunakan azas-azas kesehatan jiwa dalam pelayanan
kesehatan di Puskesmas maka tujuan pelayanan kesehatan paripurna akan tercapai
karena pelayanan yang diberikan adalah sebagai manusia seutuhnya.
Upaya ini dapat berhasil bila mendapat dukungan dan peran serta masyarakat
melalui kerjasama dengan Puskesmas dimana unsur masyarakat merupakan hal yang
sangat penting dan menentukan keberhasilan upaya kesehatan jiwa di Puskesmas.
Sejak

tahun

2001,

Organisasi

Kesehatan

Dunia

(WHO)

telah

merekomendasikan pelayanan kesehatan jiwa seharusnya dilakukan di masyarakat.


Namun, program pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas belum menjadi program
pelayanan pokok di Indonesia tetapi menjadikannya sebagai program pengembangan
di beberapa puskesmas, tetapi keberlanjutan program ini perlu kebijakan pemerintah
pusat untuk menetapkannya sebagai program pokok puskesmas puskesmas sehingga
secara primer kesehatan jiwa dapat dilaksanakan secara komprehensif.
Saat ini Puskesmas Raja Basa Indah telah memiliki program terkait dengan
upaya kesehatan jiwa masyarakat, tetapi program tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya.

Anda mungkin juga menyukai